4.1. Hasil
4.1.1. Profil Organisasi
4.1.1.1. Sejarah dan Perkembangan RSPP
Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) didirikan atas gagasan Direktur
Utama Pertamina Bapak DR. H. Ibnu Sutowo pada tahun 1968, dan berdiri secara
resmi setelah memperoleh ijin dari Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota
Jakarta. Rumah Sakit ini berkedudukan di Jl. Kyai Maja No. 43, Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan. Tujuan awal didirikannya RSPP adalah untuk mendukung
kegiatan operasional Pertamina di samping mendukung filosofi bahwa kinerja
karyawan dan karyawati hanya akan baik bila kondisi kesehatan mereka mendapat
perhatian yang baik pula.
Sebagai rumah sakit yang termoderen dengan peralatan medis yang
canggih pada saat itu, RSPP juga ingin memberikan jaminan layanan kesehatan
paripurna kepada karyawan dan karyawati Pertamina beserta keluarganya, para
kontraktor asing, korps diplomatik negara sahabat dan masyarakat umum.
Pada awalnya pelayanan rawat inap RSPP memiliki kapasitas kurang lebih
sekitar 200 tempat tidur dengan didukung pelayanan andalan tujuh jenis
spesialisasi, yaitu Bedah, Bedah Syaraf, Kesehatan Anak, Penyakit Dalam,
50
51
Kebidanan dan Penyakit Kandungan, THT, Penyakit Jiwa dan Penyakit Syaraf.
Pelayanan tersebut mulai berjalan secara resmi pada tanggal 6 Januari 1972.
Tahun 1975 kegiatan Unit Hemodialisa diresmikan, dan selanjutnya dilengkapi
dengan Bagian Patologi.
Untuk menjadikan RSPP sebagai rumah sakit bertaraf internasional
dengan fasilitas modern, dilakukan berbagai pengembangan sarana medis maupun
fisik RSPP antara lain dengan dibangunnya Unit Luka Bakar (1980),
pengoperasian Unit CT Scan (1982), dan USG (1984). Dengan semakin tingginya
tingkat kunjungan pasien maka untuk meningkatkan layanan medis dilakukan
perluasan poliklinik dan ruang rawat inap dengan mendirikan gedung B (1996).
Fasilitas Ruang CSSD juga dibangun untuk mendukung kegiatan di ruang bedah
(OK). Selain itu dibangun pula ruang perawatan khusus IMC dengan pengadaan
alat Lithostar. Upaya peningkatan mutu sumber daya manusia tidak dilupakan
dengan meningkatkan pendidikan SPR menjadi SPK (Sekolah Perawat
Kesehatan) pada tahun 1983.
Pada tahun 1997, RSPP memperoleh akreditasi penuh dari Departemen
Kesehatan RI. Berbagai penghargaan juga diterima oleh RSPP, antara lain juara
ke I RS Sayang Bayi untuk tingkat DKI (1995), juara ke II RS Sayang Bayi untuk
tingkat nasional (1995), juara ke II tingkat nasional untuk Penampilan Kinerja
Terbaik RS Umum kelas B Non Pendidikan (1998).
Pada 4 November 1997 dibentuk PT. RSPP sebagai anak perusahaan
Pertamina yang mengelola rumah sakit atau poliklinik mampu mandiri yaitu
RSPP, RSPJ, Layanan Kesehatan Jakarta, RSP Klayan, RSP Balikpapan, RSP
52
Tanjung dan RSP Prabumulih. Direktur Utama PR. RSPP dan Direktur Utama
Pertamina telah melaksanakan penandatanganan Surat Perjanjian Alih Kelola
Layanan Kesehatan antara Pertamina dan PT. RSPP No. SPK-1853/C0000/97-B1
pada tanggal 31 Desember 1997 dan Addendum No. 792/C0000/99-S8 pada
tanggal 12 Juli 1999. Berdasarkan surat perjanjian tersebut maka seluruh asset
RSPP, yang bernaung di bawah anak perusahaan Pertamina, PT. RSPP, tetap
merupakan milik Pertamina, sebelum mendapat ijin pengalihan kepemilikan atas
asset tersebut dari Menteri Keuangan sebagai penyertaan modal pertama kepada
PT. RSPP.
Pada
tanggal
April
1999
PT.
RSPP
telah
memulai
Satyanegara, MD, dr. Sudijono, dr. Ali Umar, dr. Suprijanto Rijadi, MPA, PhD.
dan direktur RSPP yang saat ini menjabat adalah dr. Sutji A. Mariono, Sp.P.
53
4.1.1.2. Landasan Operasional RSPP
4.1.1.2.1. Filosofi
!
4.1.1.2.2. Visi
Menjadi rumah sakit yang mandiri, efektif, efisien dan terbaik di Asia
Tenggara.
4.1.1.2.3. Misi
!
54
!
4.1.1.2.4. Tujuan
!
penyelenggaraan
RS
yang
efektif,
efisien
dan
55
!
sehat
dan
mempertahankan
mampu
menghasilkan
keberadaannya
dan
pendapatan
dapat
untuk
meningkatkan
4.1.1.2.5. Sasaran
!
56
!
4.1.1.2.6. Fungsi
!
57
RSPP dipimpin oleh Direktur yang dibantu oleh Wakil Direktur Pelayanan
Medis dan Wakil Direktur Keuangan dan Umum. Organisasi RSPP secara garis
besar dapat dikelompokkan dalam bidang pelayanan medis, keperawatan serta
bidang keuangan, bidang umum, instalasi, LK3RS, pemasaran, TQM dan komite
medis. Struktur organisasi secara lengkap dapat dilihat pada lampiran A
58
Poliklinik Kardiovaskular, Poliklinik Bedah Syaraf, Poliklinik Penyakit Syaraf,
Poliklinik Penyakit mata, Poliklinik Akupunktur, Poliklinik Penyakit Telinga,
Hidung dan Tenggorokan, Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin, Poliklinik
Psikiatri dan Psikologi dan Poliklinik Gizi.
Kelas
1.
President Suite
2.
VVIP
3.
VIP
16
4.
I Anak
11
5.
IA
57
6.
IB
31
7.
II
156
8.
III
144
9.
Incubator
10
10.
Luka Bakar
11.
Ruang Bayi
10
12.
Stroke Unit
13.
ICU A
13
14.
ICU B
Total
476
59
4.1.1.3.1.4. Pelayanan Penunjang Lain
Selain ketiga pelayanan diatas, RSSP juga memiliki beberapa fasilitas
pelayanan penunjang lainnya, yaitu :
1. Kamar Operasi
2. CSSD (Central Sterilization System Department)
3. Bagian Jantung
4. Ruang ICU dan IMC
5. Instalasi Luka Bakar
6. Fasilitas
Penunjang
Medis,
meliputi
Radiologi,
Radioterapi,
60
4.1.1.4. Jumlah Pasien Rawat Jalan dan Rawat Inap
Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah pasien rawat jalan pada tahun
2002 mengalami kenaikan sebesar 1,43 % ditahun 2003. Demikian pula terjadi
kenaikan jumlah pasien rawat inap dari tahun 2002 sebesar 4,12% ditahun 2003.
Tabel 4.2 berikut menggambarkan secara rinci jumlah pasien di rawat jalan dan
rawat inap berdasarkan status pasien.
Status Pasien
Pertamina
Pensiunan
Jaminan
non
Pertamina
Tunai
Anak Perusahaan
PT. Pertamedika
Civic Mission
Total
2002
52.915
83.277
27.954
84.161
14.594
28.016
226
291.143
87.060
13.499
31.580
324
295.310
%
16,50
29,70
8,90
2002
2.882
2.816
4.230
29,50
4,60
10,70
0,10
5.499
856
626
103
17.012
5.590
744
816
82
17.713
4.1.1.5. Keuangan
4.1.1.5.1. Sistem Penggajian
Sistem penggajian yang dilakukan di RSPP ditentukan berdasarkan masa
kerja dan tingkat golongan pegawai. Untuk masa kerja dimulai dari 0 tahun 34
tahun dan golongan dibagi menjadi 11 tingkat, yaitu golongan 1 sebagai golongan
terendah, golongan 2A, golongan 2B, golongan 3A, golongan 4A, golongan 4B,
golongan 5, golongan 6, golongan 7 dan yang tertinggi adalah golongan 8. Bagi
%
16,80
18,50
23,8
31,60
4,20
4,60
0,50
61
perawat dan dokter ruangan, diberlakukan penambahan diluar gaji pokok berupa
uang shift dan lembur. Lampiran A menggambarkan secara rinci sistem
penggajian di RSPP.
62
Jenis Pendidikan
Medis Dokter
Paramedis Perawatan
Paramedis Non Perawatan
Kefarmasian
Non Medis
Total
Jumlah Pekerja
Perbantuan RSPP
54
71
243
324
30
43
14
46
86
226
427
710
Jumlah
125
567
73
60
312
1137
63
4.1.1.7. Survey Responden
Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Wilayah Tempat Tinggal
Di RSPP Tahun 2004
Wilayah
Jakarta Pusat
3.1
Jakarta Selatan
45
46.9
Jakarta Barat
2.1
Jakarta Timur
15
15.6
Jakarta Utara
4.2
Botabek
27
28.1
Total
96
100.0
Missing
Dari tabel 4.4 terlihat bahwa untuk wilayah Jakarta, sebagian besar
responden berada di wilayah Jakarta Selatan sebesar 46.9 % diikuti dengan
Jakarta Timur sebesar 15.6 % sedangakan untuk wilayah Botabek sebesar 28.1 %.
SMP
4,1
SMA
41
42,3
Diploma
26
26,8
Strata-1
21
21,6
Strata-2
3,1
Lain-Lain
2,1
Total
97
100
64
Untuk tingkat pendidikan hampir sebagian yakni 42.3 % berpendidikan
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, untuk tingkat pendidikan Diploma dan Strata 1
masing-masing 26.8 % dan 21.6 %.
<= 30
15
15,5
31-40
3,1
41-50
23
23,7
>50
56
57,7
Total
97
100
Mean
51
PNS
4,1
Swasta
14
14,4
BUMN
15
15,5
Wiraswasta
5,2
34
35,1
Pensiunan
20
20,6
Lain-lain
5,2
Total
97
100
65
Terlihat bahwa sebesar 35.1% merupakan Ibu Rumah Tangga sedangkan
20.6% adalah Pensiunan. Untuk responden yang bekerja di sector Swasta, BUMN
masing sebesar 14.4%, 15.5% sedangkan untuk PNS hanya 4.1 %.
< 1 Juta
25
25,8
1-2,5 Juta
38
39,2
3-4,5 Juta
21
21,6
> 5 Juta
13
13,4
Total
97
100
Untuk responden yang memiliki penghasilan 1 juta sampai dengan 2,5 juta
sebesar 39.2%, sebanyak 25.8 % responden berpenghasilan dibawah 1 juta. Untuk
yang berpenghasilan lebih dari 5 juta sebanyak 13 orang atau 13.4%.
66
Lain-lain
16.00 / 16.5%
Pribadi/Tunai
31.00 / 32.0%
Asuransi
2.00 / 2.1%
Tanggungan Perusahaa
48.00 / 49.5%
67
4.1.1.8. Pengetahuan Produk
pernah
47.4%
belum pernah
52.6%
N
12
4
21
9
46
51
%
26.1
8.7
45.7
19.6
100.0
68
4.1.1.9. Permintaan
tidak
22.00 / 22.7%
ya
75.00 / 77.3%
69
Missing
6.2%
ya
44.3%
tidak
49.5%
70
Missing
4.1%
> 300 ribu
1.0%
201-300 ribu
12.4%
<100 ribu
4.1%
100-200 ribu
78.4%
71
tidak
41.00 / 42.3%
ada
56.00 / 57.7%
72
Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan
Pengetahuan Tentang Pelayanan Home Care
di RSPP Tahun 2004
Pengetahuan
Tentang Home
Care
Tingkat Pendidikan
Total
SMA
Diploma
S1
S2
Lain-lain
Tahu
21 (21.6%)
12 (12.4%)
9 (9.3%)
3 (3.1%)
1 (1.0%)
46 (47.4%)
Tidak Tahu
20 (20.6%)
14 (14.4%)
12 (12.4%)
5 (5.2%)
51 (52.6%)
Total
41 (42.3%)
26 (26.8%)
21 (21.6%)
3 (3.1%)
6 (6.2%)
97 (100.0%)
Kelompok Umur
Kesediaan Penggunaan
Pelayanan Home Care
Ya
Tidak
Total
<= 30
10 (10.3%)
5 (5.2%)
15 (15.5%)
31-40
1 (1.0%)
2 (2.1%)
3 (3.1%)
41-50
17 (17.5%)
6 (6.2%)
23 (23.7%)
>50
47 (48.5%)
9 (9.3%)
56 (57.7%)
Total
75 (77.3%)
22 (22.7%)
97 (100.0%)
73
Berdasarkan kelompok umur dan kesediaan penggunaan pelayanan home
care terlihat bahwa responden dengan kelompok umur lebih dari 50 tahun
sebagian bersedia menggunkan pelayanan home care, yaitu sebesar 48.5%,
sedangkan untuk responden pada kelompok umur 41-50 tahun sebesar 17.5% dan
untuk responden dengan kelompok umur kurang atau sama dengan 30 tahun
hanya sebesar 10.3% yang bersedia menggunakan home care.
40
30
Jumlah responden
20
10
kesediaan penggunaan
ya
tidak
0
< 1 juta
> 5 juta
74
sampai dengan 2.5 juta per bulan. Untuk yang berpenghasilan kurang dari satu
juta sebanyak 19.6% dan untuk yang berpenghasilan 3-4.5 juta dan lebih dari 5
juta masing-masing sebesar 13.4% dan 11.3%.
40
30
Jumlah Responden
20
kesediaan penggunaan
10
ya
tidak
0
a
ar
ut
rta
ka
Ja n
i
-la
in
la
si
ka
g
be
an r
er
u
ng
m
ta
Ti
rta at
r
ka
Ja
Ba
n
rta
ta
ka ela
Ja
S
rta at
s
Pu
Ja
Ja
ka
ka
rta
Sebagian
besar
responden
yaitu
sebesar
37.5%
yang
bersedia
menggunakan pelayanan home care berada pada wilayah Jakarta Selatan, untuk
75
Jakarta timur 11.5%. Sedangkan untuk wilayah Bogor, Tangerang dan Bekasi
sebesar 20.8%.
50
40
Jumlah Responden
30
20
kesediaan penggunaan
10
ya
0
tidak
Pribadi/Tunai
Tanggungan Perusahaa
Asuransi
Lain-lain
76
Tabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Cara Pembayaran
dan Pemilihan RSPP Untuk Berobat
Tahun 2004
Cara Pembayaran
Pribadi
Non Pribadi
Total
Total
Tidak
Kesediaan Penggunaan
Ya
Total
Tidak
Pribadi
18 (19.8%) 9 (9.9%)
27 (29.7%)
Non Pribadi
Total
77
Jika biaya home care tidak ditanggung oleh pihak pertamina, asuransi
maupun perusahaan, responden dengan cara pembayaran non pribadi yang
bersedia menggunkan pelayanan home care sebesar 42.9% sedangkan untuk yang
membayar secara pribadi sebesar 9.9%.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Penilaian Eksternal
4.2.1.1. Five Driving Forces
Kompetisi dalam suatu industri berakar pada struktur ekonomi yang
menuju pada perilaku dari para pesaing dalam indutri tersebut. Kompetisi ini
bergantung pada lima kekuatan yang digambarkan oleh Porter (1980) dalam Five
Forces Model.
78
Rumah Sakit yang mengadakan dan ini tersebar di tempat yang saling berjauhan,
yakni RS Kanker Dharmais, RS International Bintaro, RS Carolus dan RS MMC
dimana untuk RS MMC hanya untuk pasien yang berobat di MMC. Jadi bisa
dibilang hanya RS Kanker Dharmais, RS Carolus, dan RS Interantional Bintaro
yang ada sebagai pemain, tetapi bisnis ini jika dilihat dari RS yang telah
menawarkan jenis pelayanan home care ini, mempunyai penghalang yang cukup
tinggi karena berasal dari RS yang sudah punya nama.
Maka dari itu home care di RSPP akan sangat berpeluang untuk masuk
pada pelayanan ini, dimana bisa berbagi brand image dengan RSPP yang
memang telah dikenal sebagai salah satu rumah sakit terbaik, sehingga akan
menambah intangible value bagi unit pelayanan home care.
Wilayah
Jakarta Pusat
Jakarta Selatan
Jakarta Barat
Jakarta Selatan
79
Per Kunjungan
(in-house visit)
Ya
Menunggu Pasien
(overnight stay)
-
RS Dharmais
Ya
Ya
RS Bintaro Internasional
Ya
RS Carolus
Ya
RS MMC
Untuk rumah sakit yang tidak mengharuskan pasien home care sebagai
pasien rumah sakit yang bersangkutan, maka mereka diwajibkan untuk membawa
memo rujukan dari rumah sakit yang merawat sebelumnya.
80
81
4.2.1.1.1.5. Skala Biaya Mandiri yang Tidak Menguntungkan (Cost
Disadvantage Independent of Scale)
Yaitu nilai keuntungan yang tidak dapat ditiru oleh pemain lain. Pelayanan
home care yang akan berada di bawah bendera RSPP mempunyai keuntungan
yang mungkin tidak dipunyai RS lain, diantaranya:
o Lokasi, lokasi RSPP yang mudah dijangkau dan telah dikenal luas oleh
masyarakat adalah sebuah nilai strategis.
o Pasien yang berobat, tercatat mantan Presiden Soeharto selalu rutin
berobat ke RS ini, dan beberapa pejabat negara disebutkan juga rutin
memeriksakan kesehatannya di RSPP. Semuanya ini menambah catatan
bahwa RSPP adalah rumah sakit yang dapat dipercaya untuk pelayanan
kesehatan, catatan ini akan menambah nilai bagi unit pelayanan home care
yang akan dijalani.
o Kurva pembelajaran dan pengalaman, dengan pengalaman yang bertahuntahun dan berkelanjutan menjadikan RSPP sebagai RS yang professional,
dan ini akan juga tercermin dalam unit-unit yang ada dibawahnya.
o Kebijakan Pemerintah, walaupun untuk saat ini kebijakan resmi dari
pemerintah untuk unit pelyanan home care belum ada, tetapi pemerintah
mempunyai aturan bahwa segala unit pelayanan kesehatan harus berada di
bawah RS. Hal ini akan membatasi bahwa pemain yang akan ada hanya
berasal dari rumah sakit.
82
4.2.1.1.2. Persaingan diantara Para Pesaing
Perasingan timbul karena satu atau lebih pesaing merasakan tekanan atau
melihat suatu kesempatan untuk meningkatakan posisi. Bentuk persaingan,
kecuali persaingan harga, sangatlah tidak stabil dan sangat memungkinkan untuk
memiskinkan industri keseluruhan dari titik keuntungan.
Peta persaingan yang ada pada pelayanan home care mempunyai entry
barrier yang tinggi (adanya peraturan pemerintah dan nama dari RS yang
menaungi) dan exit barrier yang rendah (karena sifat dari pelayanan home care
yang masih menjadi unit dari RS) menjadikan pelayanan home care berada pada
posisi sebagai berikut:
High
Low
High
Entry Barrier
83
4.2.1.1.3. Tekanan dari Pelayanan Pengganti
Semua perusahaan dalam industri berkompetisi dengan industri yang
menghasilkan barang pengganti. Barang pengganti
membatasi pengembalian
potensial dari industri dengan menempatakan batas tertinggi harga yang diberikan
oleh perusahaan yang masih dianggap menguntungkan. Semakin menarik harga
alternatif yang
84
o kesediaan pasien untuk menggunakan layanan ini sangat tinggi, sedangkan
o tingkat pengetahuan tentang pelayanan home care masih sangat rendah,
dan
o
85
gambaran singkat mengenai hasil analisis menggunakan metode Five Driving
Forces :
POTENTIAL
ENTRANTS - LOW
Bargaining power of
suppliers
Industry competitors
SUPPLIERS - LOW
Rivalry Among
Existing Firms
MODERATE
Bargaining power of
buyers
BUYERS LOW
Threat of substitute
products or services
SUBSTITUTES - LOW
4.2.2. Pemasaran
4.2.2.1. Pengembangan Home Care Sebagai Produk Baru
Dalam mengembangkan sebuah konsep untuk sebuah produk atau
pelayanan baru diperlukan sebuah ide produk (product idea).
Ide produk
86
dalam beberapa konsep.
dijawab antara lain: produk apa yang akan dihasilkan, siapa yang akan
menggunakan produk ini, dan kapan orang akan mengkonsumsi produk ini
(Kotler, 2003, p359).
Pelayanan home care dapat dikategorikan untuk beberapa jenis pelayanan
antara lain:
1. Skilled Care, pelayanan ini dilakukan dengan pengawasan langsung dari
tenaga medis yaitu dokter, pelayanan ini diberikan oleh tenaga kesehatan yang
professional seperti perawat dan terapis.
2. Home Support Services, yang termasuk dalam pelayanan ini antara lain
membersihkan rumah dan menyediakan makanan bagi pasien.
3. Combination Care, pelayanan ini merupakan pelayanan kombinsai yang
disediakan oleh sebuah tim termasuk tim medis, perawat dan terapis. Tim ini
yang akan menentukan rencana perawatan yang sesuai bagi kebutuhan pasien.
(MayoClinic. [no date]. Home Care. [Online] In MayoClinic. Available:
http://www.mayoclinic.com/invoke.cfm?objectid=22E0AB43-3841-4B0FB259E83E00A5B6A0 [2004, Januari 22]).
Untuk pelayanan home care yang akan dikembangkan oleh RSPP lebih
dikonsentrasi kan pada tipe pelayanan Skilled Care dimana pelayanan yang akan
diberikan akan dilakukan oleh tim medis yaitu dokter, perawat dan tenaga terapi.
Ada beberapa pertimbangan mengapa RSPP dirasakan tepat untuk memilih jenis
pelayanan tersebut. Pertama, berdasarkan hasil penelitian ditemui sebesar 57,7%
responden mempersepsikan bahwa bentuk pelayanan home care adalah pelayanan
87
di rumah dimana dokter, perawat dan tenaga medis lain datang ke rumah pasien
dan memberikan pelayanan medis. Kedua, sebagai produk baru yang akan
dikembangkan, menurut Kotler (2003) dalam bukunya Marketing Management
diperlukan adanya pengorganisasian untuk memasarkan produk baru antara lain
produk baru tersebut dapat dikenalkan dalam waktu lima tahun. Jika pelanggan
sudah lebih mengenal suatu produk maka dapat lebih mudah untuk
memperkenalkan produk tersebut pada pasar terutama untuk pasar yang potensial.
88
Menurut Andersen & Newman (1973) dalam Algera, dkk. (2004), konsep
yang dikembangkan berdasarkan Behavioural Model of Health Service Use
menyatakan terdapat tiga hal yang merupakan faktor penentu dalam penggunaan
fasilitas kesehatan, antara lain karakteristik pasien yang dibagi menjadi tiga
kategori yaitu predisposing characteristics seperti umur dan jenis kelamin yang
kemungkinan berpengaruh dalam penggunaan fasilitas kesehatan; enabling
resources atau kesempatan pasien untuk menggunakan fasilitas kesehatan seperti
pendapatan, pendidikan dan jenis asuransi; need factors atau kebutuhan untuk
menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan, hal ini berkaitan dengan jenis
penyakit yang diderita oleh pasien.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai karakteristik pasien, didapati hasil
sebagai berikut:
89
merupakan pasien pada kelompok umur lebih dari lima puluh tahun. Responden
yang berusia lebih dari 50 tahun dan bersedia menggunakan pelayanan home care
sebesar 48,5% Dari sisi usia, menurut De haan, dkk. (1993) dan Freiman & Breen
(1997) dalam Intergrative literature reviews and meta-analysis
menyatakan
bahwa terdapat kecenderungan bahwa semakin tua umur pasien maka mereka
semakin membutuhkan dan menggunkan pelayanan home care. Beberapa fasilitas
home care dikembangkan oleh para ahli sebagai rekan (partnership) bagi orangorang lanjut usia (Lansia).
90
Berdasarkan hasil studi sebagian besar responden bertempat tinggal di wilayah
Jakarta Selatan yaitu sebesar 46,9% selebihnya terdistribusi di wilayah Jakarta
Timur sebesar 15,6% dan Bogor, Tangerang dan Bekasi (Botabek) sebesar 28,1%
Berdasarkan segmentasi geografi tersebut sebuah perusahaan dapat melihat
informasi pelanggan, antara lain kesukaan pelanggan (customer preference),
keinginan, saran pelanggan, serta perilaku pelanggan dalam mengkonsumsi
produk (buying habits) (Kotler, 2003)
responden (non-
tanggungan) yang selalu berkunjung ke RSPP sebesar 20,6% Selain itu responden
yang merasa puas dan akan merekomendasikan pelayanan di RSPP baik pada
keluarga dan teman sebesar 69,5% Salah satu sebab konsumen setia pada suatu
produk antara lain dikarenakan image dari merek atau citra sebuah produk (brand
image). Selama ini RSPP telah memiliki pandangan yang positif di masyarakat
terutama untuk kualitas serta fasilitas pelayanan medis yang disediakan.
Dalam sebuah pasar para konsumen memiliki tingkat kesiapan yang
berbeda-beda dalam membeli atau sebuah produk/jasa. Sebagian dari mereka
91
mereka tanggap akan produk/jasa tersebut, namun sebagian lagi kurang atau
bahkan tidak tanggap pada produk/jasa yang mereka konsumsi.
Sebagian
memiliki informasi yang cukup, merasa tertarik dan memiliki keinginan untuk
mengkonsumsi suatu produk/jasa, namun sebagian lagi tidak (Kotler, 2003). Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan dimana sebagian responden
mengetahui apa itu home care (47,4%) sebagian lagi tidak (52,6%). Pada akhirnya
peranan iklan menjadi penting untuk menginformasikan pada konsumen
keuntungan jika mereka menggunakan layanan home care.
Lima kelompok sikap pada konsumen dapat dikelompokan menjadi
beberapa kategori, yaitu: antusias, kurang responsif, negatif, dan tidak bersahabat.
Sebagian besar responden RSPP bersedia menggunakan pelayanan home care
(77,3%) dan sebagian lagi (22,7%) tidak bersedia. Jika pelayanan home care
tidak ditanggung oleh pihak perusahaan atau asuransi sebagian responden yaitu
sebesar 47,2% masih bersedia menggunakan pelayanan home care, namun
sebagian lagi tidak bersedia menggunakan (52,7%).
4.2.2.2.4. Segmentasi
Berdasarkan
Kebutuhan
(Needs-Based
Segmentation)
Salah satu prosedur dalam melakukan segmentasi pasar adalah proses
segmentasi berdasarkan kebutuhan, yaitu mengelompokkan pelanggan dalam
kelompok segmentasi yang hampir serupa dan mereka memiliki persepsi yang
sama dalam melihat keuntungan yang dapat mereka miliki untuk suatu
produk/jasa (Kotler, 2003). Untuk pelayanan home care, segmentasi berdasarkan
92
kebutuhan dilakukan dengan mengelompokan potensial market ke dalam beberapa
kelompok, antara lain : pasien yang dengan kategori terminal illness, kelompok
palliative (seperti cancer dengan stadium lanjut), pasien yang memiliki
keterbatasan (disable) fungsi tubuh yang diakibatkan karena kecelakaan atau
sebab-sebab lain, maupun pasien-pasien yang sudah berusia lanjut dan tidak dapat
melakukan aktivitas fisik sehari-hari (Algera, dkk., 2004, p417).
pelayanan home care terlebih dahulu, dapat dikatakan RSPP sebagai salah satu
rumah sakit yang sedang mengembangkan pelayanan home care dapat
dikategorikan dalam market challenger. Ada beberapa strategi yang dapat
dilakukan oleh perusahaan yang termasuk dalam kategori ini, antara lain dari sisi
harga yang meliputi potongan harga (price discount) penetapan harga yang murah
atau dibawah harga yang ditetapkan oleh pesaing (lower price goods) (Kotler,
2003). Untuk cara pembayaran sebagian responden yang membayar non pribadi
(asuransi atau tanggungan perusahaaan) berminat menggunakan pelayanan
homecare (54,6%) dibandingkan yang membayar secara tunai (22,7%). Pasien
yang menggunakan cara pembayaran non pribadi juga lebih banyak yang
menyatakan bersedia menggunakan pelayanan home care meskipun biaya
93
pelayanan tersebut tidak di tanggung oleh perusahaan maupun asuransi.
Berdasarkan studi yang dilakukan di Amerika, asuransi merupakan salah satu
variable independent yang mempengaruhi penggunaan fasilitas home care
(Algera, dkk., 2004, p425).
Sebagian besar responden yaitu 81,7% menyatakan harga yang rasional
dan mereka bersedia membayar untuk pelayanan home care berkisar antara 100200 ribu rupiah. Untuk penyakit-penyakit yang memerlukan perawatan lanjutan,
pasien akan mengeluarkan biaya lebih sedikit jika menggunakan pelayanan home
care dibandingkan jika mereka harus dirawat di rumah sakit. Hal ini dikaitkan
dengan lamanya waktu perawatan bagi pasien-pasien dengan kategori terminal
illness.
Berdasarkan hasil analisis keuangan yang dilakukan dalam penelitian ini
dapat diambil kebijakan untuk penetapan harga home care maksimal sebesar
seratus tiga puluh lima ribu rupiah untuk satu kali kunjungan (paket dokter dan
perawat) dan maksimal delapan puluh lima ribu rupiah untuk satu kali kunjungan
(perawat). Sedangkan untuk pelayanan overnight stay sebesar dua ratus lima
puluh ribu rupiah (24 jam). Penentuan harga ini lebih murah jika dibandingkan
dengan kompetitor penyedia home care lainnya, karena harga yang ditawarkan
oleh RSPP sudah termasuk biaya transport dan pelayanan standar seperti misalnya
pemasangan catheter, penggatian perban atau pemasangan infuse. Perincian
selengkapnya dapat dilihat di sub bab analisis keuangan. Sebagai contoh untuk
RS Kanker Dharmais menawarkan harga Rp. 120.000, untuk paket dokter dan
perawat, namun belum termasuk biaya transportasi berdasarkan jaak tempuh ke
94
tempat pasien. Paket perawat seharga Rp. 25.000,00 juga tidak termasuk biaya
pelayanan dan transportasi. Harga tersebut hanya dihitung sebagai jasa perawat
saja. Sedangkan untuk pelayanan overnight stay (24 jam) ditawarkan harga Rp.
300.000,00. Dibawah ini adalah table daftar harga yang ditawarkan oleh
competitor berdasarkan jasa pelayanannya.
Perawat
(per kunjungan)
Rp.
25.000
Perawat
(24 jam)
Rp. 300.000
Rp. 170.000
RS Bintaro
International
RS MMC
Rp. 135.000
Rp. 85.000
Rp. 250.000
RSPP
Keterangan
Ada pelayanan
care namun
untuk umum
Ada pelayanan
care namun
untuk umum
home
tidak
home
tidak
Pada
tersebut akan membutuhkan beberapa orang atau staf yang bertanggung jawab
dalam bisnis tersebut, termasuk para manager dan beberapa orang dari unit
95
produksi. Namun sebagai penanggung jawab untuk peluncuran produk baru, pada
umumnya diserahkan pada manajer pemasaran.
Lingkup tempat dan waktu yang tepat merupakan faktor yang penting
untuk rencana pemasaran sebuah produk baru. Ada beberapa perusahaan yang
lebih menyukai proses pengenalan produk dengan cara setahap demi setahap
(Cravin, 2000, p256).
Untuk rencana pemasaran bagi produk home care, ada beberapa strategi
yang dapat dilakukan antara lain :
1. Melalui dokter. Dokter yang bersangkutan dapat memberikan pilihan kepada
pasien yang memang dirasa perlu untuk mendapatkan pelayanan lanjutan di
rumah. Namun sebelumya Pihak manajemen home care terlebih dahulu harus
mensosialisasikan pelayanan home care kepada dokter-dokter yang ada di
RSPP termasuk informasi mengenai pelayanan yang dapat diberikan, fasilitas,
keuntungan dan mungkin sedikit mengenai informasi harga.
Sehingga
Melalui
96
dapat ditaruh brosur atau poster-poster yang dapat diambil baik oleh pasien
maupun keluarga pasien.
4. Rekanan (partnership). Dalam jangka panjang, pihak RSPP dapat menjalin
kerjasama dengan beberapa institusi, misalnya dengan rumah jompo, sehingga
para penghuni rumah jompo tersebut dapat memperoleh pelayanan medis dari
tenaga professional.
5. Web site. Dengan menambahkan informasi home care pada web site RSPP
atau dengan memasang iklan banner pada situs yang menyediakan jasa
tersebut seperti Pusat Data dan Informasi Persatuan Rumah Sakit Indonesia.
6.
Iklan. Jika jenis pelayanan ini diijinkan oleh pihak Depkes untuk diiklankan
bebas melalui media elektronik dan media massa, maka jalur ini dapat pula
digunakan untuk strategi pemasaran.
97
4.2.3. Operasional
4.2.3.1. Rantai Nilai (Value Chain)
Untuk menganalisa kegiatan secara spesifik tentang bagaimana perusahaan
dapat menciptakan keuntungan yang kompetitif, sangat berguna untuk
mempolakan perusahaan sebagai rantai dari kegiatan yang menghasilkan nilai.
Michael Porter mengidentifikasi serangkaian kegiatan yang saling berhubungan
kepada sebuah area yang luas dalam perusahaan. Pola ini disebut dengan Value
Chain (QuickMBA. [no date]. Value Chain. [Online] In QuickMBA. Available:
http://www.quickmba.com/strategy/ [2004, Januari 22]).
Strategi seharusnya tidak selalu menetapkan akan hasil, dia juga harus
menjelaskan bagaiamana hasil itu diperoleh. Merujuk pada Porter, Inti dari
sebuah strategi berada pada aktifitas-pilihan untuk mengerjakan aktifitas secara
berbeda atau untuk mengerjakan aktifitas yang berbeda dari pesaing (Porter,
1996, p77). Porter mengklaim bahwa aktifitas adalah unit dasar dari keuntungan
kompetitif maka seni dari mengembangkan sebuah strategi yang mampu
bertahan dan sukses adalah memastikan antara kegiatan didalam perusahaan
segaris dengan proporsi nilai pelanggan (Kaplan, 2001, p90).
Tujuan dari kegiatan-kegiatan ini adalah untuk menghasilkan nilai yang
melebihi dari biaya dari jasa pelayanan tersebut yang akhirnya akan menghasilkan
marjin keuntungan.
98
Value Chain untuk unit pelayanan home care RSPP nantinya akan sebagai
berikut:
Support
Activities
Firm Infrastructure
Margin
Primary
Activities
Inbound
Logistic
2.
yang
berhubungan
dengan
perekrutan,
pengembangan
dan
kompensasi pegawai di unit pelayanan home care, meski secara makro berada
dibawah personalia RSPP tetapi unit home care.
3.
4.
99
secara gambaran besar unit logistik masih di bawah RSPP tetapi unit
pelayanan home care harus mempunyai sistem logistik tersendiri yang akan
mengatur logistik masuk ataupun keluar, sehingga kegiatan pelayanan home
care tidak terganggu.
100
dukungan pelanggan, pelayanan perbaikan, dan tanggap terhadap keluhan
pelanggan.
organisasi
adalah
suatu
bentuk
diagram
yang
akan
yaitu
span
of
control,
centralization,
formalization
dan
departmentalization. Jika suatu perusahaan baru berdiri, maka lebih baik dimulai
dengan membentuk struktur organisasi yang sederhana. Simple structure adalah
salah satu bentuk dari depertmentalization. Dalam hal ini, unit bisnis home care
dianalogikan sebagai suatu perusahaan yang baru memulai bisnisnya, dengan
demikian struktur organisasi yang baik adalah struktur sederhana. Dalam buku
yang berjudul Organizational Behavior , tipe struktur sederhana dipakai bila
suatu perusahaan atau unit bisnis itu terdiri dari hanya beberapa orang pegawai
saja dan biasanya hanya menawarkan satu jenis produk atau layanan jasa saja.
Secara hirarki, pegawai biasanya dapat langsung melaporkan hasil pekerjaan pada
atasannya (McShane dan Glinow, 2003, p.516). Keuntungan dari struktur
sederhana ini adalah lebih fleksibel karena atasan secara langsung mengawasi dan
101
mengkoordinasikan pekerjaan. Sebaliknya, struktur ini akan lebih sulit diterapkan
dalam kondisi yang lebih komplek (McShane dan Glinow, 2003).
Berikut adalah bentuk struktur organisasi yang dapat diterapkan dalam unit
home care :
Direktur RSPP
Wadir Medis
Kepala Instalasi
Pelayanan Home care
Administrasi
Tenaga Medis
102
4.2.4.2. Kualifikasi SDM
Kualifikasi SDM merupakan hal yang sangat penting dalam membangun
dan menjalankan suatu usaha bisnis. Jika pemilik usaha tersebut dan pegawai
yang bekerja didalamnya tidak memiliki kemampuan dan ketrampilan yang cukup
baik untuk mengimplementasikan rencana bisnis yang telah dibuat, maka ide
untuk mengembangkan usaha tersebut tidak akan optimal. Secara khusus
kualifikasi dari pemilik usaha tersebut adalah sangat kritikal demi suksesnya suatu
bisnis, demikian pula kualifikasi pegawai yang akan direkrut, sehingga dalam
rencana bisnis perlu digambarkan latar belakang pendidikan, lamanya bekerja,
pengalaman kerja dan pengalaman dalam manajerial (Lambing dan Kuehl, 2000).
Untuk memulai bisnis home care ini, pegawai yang akan sangat kritikal
tugasnya adalah dokter dan perawat. Dokter yang akan terlibat dalam pelayanan
home care ini adalah lulusan Fakultas Kedokteran, telah memiliki pengalaman
kerja minimal selama 5 tahun serta sebagai dokter umum telah memegang
sertifikat ketrampilan untuk kecelakaan (Advance Trauma Life Support) dan
serangan jantung (Advance Cardiac Life Support). Untuk perawat, kualifikasi
yang dibutuhkan adalah lulusan Akademi Perawat, telah memiliki pengalaman
kerja minimal 3 tahun, memiliki sertifikat Basic Life Support dan diutamakan
yang memiliki latar belakang dibagian UGD dan ICU. Secara umum, baik dokter
dan perawat yang terlibat nantinya harus mempunyai rasa tanggung jawab yang
besar, berjiwa sosial dan sanggup membangkitkan semangat hidup bagi para
pasiennya. Hal tersebut menjadi sangat penting karena pelayanan home care ini
103
akan melayani pasien-pasien yang menderita penyakit paliatif, yaitu penyakit
kronis dan pasien lanjut usia.
untuk
mencapai
104
akan disesuaikan dengan proyeksi jenjang karier pekerja yang telah diatur oleh
PT. RSPP.
4.2.4.4. Insentif
McShane dan Glinow (2003) menyatakan bahwa organisasi memberikan
penghargaan (reward) berupa insentif bagi pegawainya berdasarkan keanggotaan
dan senioritas, status pekerjaan, kompetensi serta pencapaian. Besarnya
pemberian insentif berdasarkan senioritas biasanya akan bertambah seiring
dengan bertambahnya pula masa kerja dalam organisasi tersebut. Keuntungannya
adalah, menarik perhatian para pencari kerja, meminimalkan stress dan
membangun loyalitas pegawai. Namun kerugiannya adalah, mengurangi turnover,
tidak secara langsung dapat memotivasi pencapaian pegawai dan melemahkan
pencapaian kerja karena kurang adanya komitmen yang berkelanjutan.
Selain itu ada pula organisasi yang memberikan insentif berdasarkan
pencapaian hasil yang diperoleh oleh pegawainya. Keuntungannya adalah
meningkatkan motivasi untuk pencapaian yang lebih baik. Sedangkan
kerugiannya, melemahkan kreativitas pegawai (McShane dan Glinow, 2003).
Berdasarkan beberapa hal diatas, rencana pemberian insentif bagi pegawai
untuk pelayanan home care, didasarkan pada dua jenis insentif, yaitu senioritas
dan pencapaian. Diharapkan penggabungan kedua jenis insentif ini akan
meminimalisasikan kerugian yang akan diperoleh oleh organisasi, sebaliknya akan
meningkatkan produktivitas dan keuntungan bagi pelayanan home care
khususnya. Berikut adalah tabel penilaian pencapaian dan senioritas :
105
Tabel 4.19 Penilaian Pencapaian
No.
1.
2.
3.
4.
Penilaian Pencapaian
A
B
C
D
Total
Bobot Penilaian
30
22,5
15
7,5
75
Keterangan
Sangat Baik
Baik
Sedang
Kurang
Bobot Penilaian
6
8
4
4
3
Total
Keterangan
Usia
produktif
25
106
Tabel 4.21 Matrik Penilaian Antara Pencapaian dengan Senioritas
Pencapaian
(75 %)
A
B
C
D
0-6 tahun
36
28,5
21
13,5
7-13 tahun
38
30,5
23
15,5
Senioritas (25 %)
14-20 tahun
21-27 tahun
34
34
26,5
26,5
19
19
11,5
11,5
28-34 tahun
33
25,5
18
10,5
2.
3.
4.
Jumlah Insentif
20 %
15 %
0%
0%
107
4.2.4.5. Jenjang Karir
Jenjang karir adalah suatu pola urutan dari pekerjaan yang nantinya akan
membentuk sebuah karir bagi seorang pegawai (Werther dan Davis, 2003, p.
311). Pihak perusahaan perlu membuat proyeksi jenjang karir, sehingga setiap
pegawai dapat membuat rencana karir dan target karir bagi pekerjaan mereka.
RSPP sudah memiliki proyeksi jenjang karir pekerja (lampiran A)
berdasarkan golongan dan usia. Kenaikan golongan biasanya berlangsung setiap 4
tahun sekali, namun kenaikan ini hanya berlaku sampai pada golongan tertentu.
Kenaikan berikutnya tergantung pada tingkat pendidikan dan pencapaian yang
diperoleh oleh setiap pegawai, berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh RSPP.
Selanjutnya proyeksi ini dapat dijadikan dasar bagi pegawai, termasuk perawat
dan dokter yang nantinya terlibat dalam pelayanan home care.
Tingkat
Pekerjaan
Pegawai
(tidak tetap)
Pegawai
(tetap)
Jabatan
Struktural/Fungsional
Tipe Perubahan
Jabatan
Masa
Kerja
(tahun)
Usia
Maksimum
21
Rotasi
22
Promosi
25
Promosi
30
Promosi, Rotasi
Promosi, Rotasi,
Pensiun
10
40
15
55
Perawat Pelaksana
3.
Pegawai
4.
Pegawai
5.
Penyelia
Perawat
Pelaksana/
Anggota Regu
Perawat
Pelaksana/
Kepala Regu
Kepala Lantai
6.
Penyelia
Kepala Instalasi
Seperti terlihat dalam bagan jenjang karir berikut, perawat yang nantinya
bekerja di lingkungan unit pelayanan home care posisinya akan setingkat dengan
108
Perawat Pelaksana (perawat di lantai rawat inap). Ini berarti bahwa perawat di unit
home care harus memiliki pengalaman kerja sedikitnya 3 tahun. Perawat di unit
home care dapat dipromosikan sebagai Kepala Lantai (di lantai rawat inap), bila
telah berada dalam posisi sebelumnya selama masa kerja lebih dari 6 tahun dan
tentunya jika dinilai mampu untuk memegang jabatan tersebut.
Data mengenai jenjang karir diatas diperoleh berdasarkan interview
langsung dilapangan. RSPP sendiri tidak memiliki jenjang karir perawat secara
khusus, namun kenaikan atau peningkatan karir selama ini hanya berdasarkan
lamanya waktu kerja (senioritas) dan penilaian kemampuan perawat. Departemen
Kesehatan tidak pula memiliki jenjang karir keperawatan, sehingga inisiatif dan
kebijakan mengenai jenjang karir perawat tergantung pada institusi rumah sakit
masing-masing.
Skema dibawah ini menggambarkan proyeksi jenjang karir bagi perawat
pada unit pelayanan home care :
109
Kepala Instalasi
Kepala Lantai
Perawat Pelaksana
Perekrutan
Akademi Perawat
110
4.2.4.6. Kebutuhan Personel
4.2.4.6.1. Kebutuhan Perawat
Kebutuhan perawat dihitung berdasarkan perbandingan jumlah populasi
dan sample responden yang menyatakan bersedia menggunakan pelayanan home
care dengan biaya sendiri, yaitu :
Responden keseluruhan
Responden
bersedia
menggunakan
pelayanan
home care
Perbandingan
Populasi
Sampel
893
97
396
43
Presentase
Perbandingan
10,86%
10,86%
In-house visit
1. Penentuan jumlah pasien dengan kapasitas operasi 100%
Diasumsikan bahwa pasien dengan penyakit tulang dan diabetes lebih banyak
menggunakan layanan in-house visit dibandingkan overnight stay, karena jenis
penyakitnya yang tidak terlalu membutuhkan perawatan penuh selama 24 jam.
Diasumsikan pula sebagian pasien penyakit stroke dan kanker menggunakan
layanan ini.
111
Perhitungan :
pasien tulang + pasien diabetes + (pasien stroke + pasien kanker)
x pasien dalam 1 tahun
populasi
112
Overnight stay
1. Penentuan jumlah pasien dengan kapasitas operasi 100%
Diasumsikan bahwa pasien dengan penyakit kanker dan stroke lebih banyak
menggunakan layanan overnight stay, karena jenis penyakitnya yang cukup
berat dan butuh perawatan khusus. Diasumsikan pula sebagian saja yang
menggunakan layanan ini, sisanya menggunakan layanan in-house visit.
Perhitungan :
( pasien stroke + pasien kanker)
x jumlah pasien dalam 1 tahun
populasi
113
orang perawat yang dibutuhkan untuk melayani 100% kapasitas operasi (tahun
ke-5). Untuk tahun pertama dengan kapasitas operasi 20% hanya dibutuhkan 3
orang perawat saja. Tiga orang perawat adalah jumlah minimal yang harus
dimiliki saat memulai operasi, karena untuk overnight stay akan terbagi dalam
3 shift.
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, jumlah perawat yang dibutuhkan
secara keseluruhan sebanyak 9 orang, yaitu untuk kapasitas 100% (di tahun ke-5).
Karakteristik dari pelayanan home care ini tidak berbeda jauh dengan hasil
penelitian sebelumnya di Taiwan, yaitu dengan masa beroperasi selama sedikitnya
4 tahun, perawat yang dibutuhkan adalah sebanyak 8 orang. Sedangkan dengan
masa beroperasi sekitar 2 tahun memiliki jumlah perawat sebanyak 1 orang untuk
penuh waktu (full time-in-house visit) dan tiga orang untuk paruh waktu/shift
(overnight stay) (Chiu, dkk., 2000).
114
asumsi dan perhitungan kebutuhan perawat, yaitu 277 pasien/tahun (untuk
paket dokter dn perawat serta perawat saja) Jika sebanyak 57,7% responden
menginginkan paket dokter dan perawat maka perhitungannya adalah sebagai
berikut :
Perhitungan :
57,7% : 277 = 160 pasien/tahun = 10 pasien/bulan
2. Jumlah Kunjungan
Diasumsikan satu pasien meminta 2 kali kunjungan/minggu. Jadi selama satu
bulan pasien meminta kunjungan sekitar : 10 x 2 x 4 = 80 kali kunjungan.
3. Dokter
Diasumsikan satu dokter dapat melakukan 3 kali kunjungan dalam satu hari.
Dalam satu minggu dokter menjalankan tugas selama 6 hari kerja, sehingga
dalam satu minggu seorang dokter dapat melakukan 18 kali kunjungan. Jadi
dalam satu bulan dokter dapat melakukan kunjungan sekitar : 18 x 4 = 72 kali
kunjungan.
4. Kebutuhan Dokter
Kebutuhan pasar adalah 80 kunjungan/bulan, ketersediaan jasa adalah 72 kali
kunjungan/bulan, maka dari perbandingan tersebut diperkirakan sebanyak 1
orang dokter yang dibutuhkan untuk melayani 100% kapasitas operasi (tahun
ke-5). Untuk itu, tahun pertama dengan kapasitas operasi 20% tetap hanya
dibutuhkan 1 orang dokter saja.
Dokter umum yang bekerja di unit pelayanan home care ini adalah
dokter ruangan yang bertugas hanya di unit ini dan selalu siap menjalankan
115
tugasnya sesuai dengan jadwal kunjungan yang telah tersusun. Dokter spesialis
akan dibutuhkan jika hanya diperlukan untuk turun langsung ke rumah pasien atau
ada permintaan khusus dari pihak pasien. Dokter spesialis ini akan berperan
sebagai fasilitator sekaligus marketer untuk pelayanan home care ini.
4.2.5. Keuangan
4.2.5.1. Biaya Awal
Total biaya untuk memulai bisnis pelayanan home care ini adalah
sebesar Rp 517.340.230. Beberapa asumsi yang dipakai sebagai berikut :
Upah Pegawai
Perhitungan upah pegawai adalah untuk satu tahun pertama ditambah tiga
bulan gaji ditahun kedua dan ditambah gaji ke-13 ditahun pertama. Jumlah
totalnya adalah 16 bulan gaji. Untuk satu bulan gaji meliputi :
116
!
Gaji Pokok
Jamsostek
Pajak Penghasilan
Asumsi : bahwa setelah 15 bulan, bisnis tersebut sudah dapat berjalan dengan
lancar sesuai dengan rencana bisnis yang telah dibuat.
Aset
Meliputi :
!
Furniture
Biaya Dimuka
Persediaan
Tabel 4.25 Daftar Kebutuhan Biaya Awal Untuk Pelayanan Home Care
Daftar Kebutuhan Biaya Awal
Furniture
Perlengkapan Non Medis
Peralatan Medis
Biaya Dimuka
Biaya Pelatihan
Modal Kerja
Lain-Lain
Total
Total Biaya
Rp 8.990.000
Rp 81.700.000
Rp 22.152.500
Rp 5.500.000
Rp
750.000
Rp 356.716.800
Rp 47.030.930
Rp 517.340.230
117
Untuk perincian biaya awal dapat dilihat didalam rencana bisnis home
care pada lampiran C.
Gaji Pokok
Tunjangan jabatan
118
!
Jabatan
Gaji
Pokok per
Bulan
Jamsos
tek
Makan+
Ongkos
20.000/hari
Total Gaji
Per Bulan
Total Gaji
Per Tahun
Total Gaji
Per Tahun
+ PPh
Ka. Instalasi
3.120.000
93.600
440.000
3.653.600
47.496.800
52.246.480
Dokter
2.400.000
72.000
440.000
2.912.000
37.856.000
41.641.600
Perawat
1.400.000
42.000
440.000
1.882.000
24.466.000
25.689.300
Keuangan
Administrasi
/Customer
Service
Supir
1.500.000
45.000
440.000
1.985.000
25.805.000
28.385.500
1.000.000
30.000
440.000
1.470.000
19.110.000
20.065.500
800.000
24.000
440.000
1.264.000
16.432.000
17.253.600
119
!
Perincian :
Dokter Umum
: Rp. 35.000,00
Perawat
: Rp. 20.000,00
Administrasi
: Rp. 15.000,00
Transport
: Rp. 25.000,00
Total
: Rp. 95.000,00
Tarif
Rp. 4000,00
Rp. 40.000,00
Rp. 25.000,00
Rp. 26,000,00
Rp. 20,000,00
120
Perincian :
Perawat
: Rp. 20.000,00
Transport
: Rp. 25.000,00
Total
: Rp. 45.000,00
Tarif
Rp. 4000,00
Rp. 40.000,00
Rp. 25.000,00
Rp. 26,000,00
Rp. 20,000,00
121
2. Overnight stay
Perawat
Asumsi :
!
Perincian :
Jasa Perawat : Rp. 165.000,00/hari
Administrasi : Rp. 15.000,00
Transportasi : Rp. 75.000,00 (3 shift)
Total
: Rp. 250,000,00/hari
122
Dapat digunakan proyeksi 4 atau 3 tahun, namun mengingat dengan jangka lebih
pendek kemungkinan resiko keluar dari rencana yang telah dibuat lebih besar,
maka asumsi yang diambil adalah 5 tahun.
60000
jumlah pasien
50000
40000
Stroke
30000
DM
Kanker
20000
10000
0
1999
2000
2001
2002
tahun
(Sumber : Statistik RS di Indonesia Edisi Tahun 2001, 2002 & 2003 Departemen Kesehatan RI
Dirjen Pelayanan Medis)
123
Pertumbuhan penyakit stroke, diabetes militus (DM) dan kanker pada
awalnya akan diambil sebagai dasar penentuan kapasitas operasi, tetapi pola
pertumbuhannya tidak dapat dijadikan sebagai asumsi pertumbuhan jumlah pasien
yang akan menggunakan pelayanan home care seperti terlihat pada grafik diatas.
Untuk itu penentuan kapasitas operasi diambil atas asumsi konsep prorata dan
konservatif.
124
4.2.5.6. Titik Impas (Break Even Point)
Titik impas (BEP) digunakan untuk mengetahui jumlah pendapatan
minimum yang harus dihasilkan oleh unit bisnis home care agar tetap dapat
bertahan dalam pengoperasiannya. Jika nilai BEP terlalu tinggi maka
kemungkinan bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan.
Unit
pelayanan
home
care
ini
mencapai
BEP
pada
nilai
pelayanan home care akan mendapatkan keuntungan dan tidak merugi pada tahun
pertama beroperasi, namun dengan syarat kapasitas tahun pertama sebanyak 20%
dapat terpenuhi. Perhitungan BEP lebih rinci dapat dilihat didalam rencana bisnis
pada lampiran C.
125
laporan laba/rugi dapat dilihat bahwa keuntungan bersih di tahun ke-2 sudah
melebihi biaya awal, yaitu sebesar Rp. 774.579.201,00. Jadi dapat diperkirakan
jangka waktu kembali pokok adalah di kuarter pertama, tahun kedua, yaitu sekitar
14 bulan. Rincian perhitungan masa kembali pokok dapat diliat pada rencana
bisnis pelayanan home care (lampiran C).
126
Petunjuk Pelaksanaan
Hingga saat ini, departemen kesehatan belum membuat petunjuk
pelaksanaan untuk menjalankan pelayan home care. Demikian pula secara
regulasi, tidak ada spesifik regulasi yang menerangkan mengenai
pelayanan jasa seperti home acre ini.
Industri Baru
Khusus di Indonesia jenis pelayanan ini masih termasuk bentuk pelayanan
baru, dimana belum ada bentuk model bisnis yang ideal. Hanya beberapa
rumah sakit saja yang sudah memiliki jenis pelayanan ini, itu pun hanya
satu sampai dua buah rumah sakit yang telah menerapkannya secara
terorganisasi, misalnya RS Kanker Dharmais di Jakarta dan RS Panti
Rapih di Yogyakarta. Namun beberapa negara di Asia dan Eropa telah
mengenal pelayanan jenis ini sejak lama.
127