Anda di halaman 1dari 15

PERAN SEKOLAH DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK

MULTIKULTURAL
Makalah yang terkait dengan bab Keberagaman dan Kesetaraan dalam Masyarakat Indonesia
ini, dibuat sebagai salah satu tugas mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar yang diampu
oleh Tukina, S.Pd., M.Si

Nama

: Nadia Rahma Pramesti

Nomor Registrasi

: 5415134224

Program Studi

: Pendidikan Teknik Bangunan

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulisan makalah Peran Sekolah dalam Menyelesaikan Konflik Multikultural ini
ditujukan agar kita semua tahu konsep pendidikan multikultural, pengertian pendidikan
multikultural, macam-macam multikulturalisme, faktor-faktor pendidikan multikultural, ciriciri pendidikan multikultural, contoh permasalahan pendidikan multikultural serta
pembahasannya.
Makalah ini dibuat dengan mencari berbagai informasi, dengan mengobservasi dan
beberapa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Tukina, S.Pd., M.Si selaku dosen Mata Kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar
2. Kedua orang tua penulis
3. Sahabat-sahabat Pendidikan Teknik Bangunan Kelas B
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penulis mengharap kritik dan saran para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bekasi, 30 November 2013


Penulis,

Nadia Rahma Pramesti

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan ......................................................................1
1.3 Rumusan Masalah.....................................................................2

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pendidikan Multukultural.......................................3
2.2 Macam-macam Multikulturalisme............................................4
2.3 Faktor-faktor Multikulturalisme................................................4
2.3.1 Faktor Sejarah Indonesia...............................................4
2.3.2 Faktor Geografis............................................................5
2.3.3 Faktor Bentuk Fisik Indonesia......................................5
2.3.4 Faktor Perbedaan Struktur Geologi...............................5
2.4 Ciri-ciri Masyarakat Multikultural............................................5
2.5 Contoh Permasalahan Pendidikan Multibudaya ......................6
2.6 Penyelesaian Permasalahan.......................................................7
2.7 Peran Sekolah dalam Mengatasi Multikultural.........................8
2.8 Peranan Konselor (Guru Bimbingan Konseling) dalam
Menghadapi Masyarakat Multikultural
................................................................................................
9

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..............................................................................11
3.2 Saran .........................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................iv
LAMPIRAN.........................................................................................................v

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Konsep pendidikan multikultural di negara-negara yang menganut konsep demokratis
seperti Amerika Serikat dan Kanada, bukan hal baru lagi. Mereka telah melaksanakannya
khususnya dalam upaya menghilangkan diskriminasi antara orang kulit putih dan kulit hitam,
yang bertujuan menunjukkan dan memelihara integritas nasional. Berbagai model pendidikan
multikultural diterapkan di Negara-negara tersebut.
Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Kenyataan ini dapat
dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas.
Keragaman ini diakui atau tidak akan dapat menimbulkan berbagai persoalan, seperti korupsi,
kolusi, nepotisme, kemiskinan, kekerasan, perusakan lingkungan, separatisme, dan hilangnya
rasa kemanusiaan untuk menghormati hak-hak orang lain, merupakan bentuk nyata sebagai
bagian dari multikulturalisme tersebut.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan strategi khusus untuk memecahkan
persoalan tersebut melalui berbagai bidang; sosial, ekonomi, budaya, dan pendidikan.
Berkaitan dengan hal ini, maka pendidikan multikultural menawarkan satu alternatif melalui
penerapan strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang
ada di masyarakat, khususnya yang ada pada siswa seperti keragaman etnis, budaya, bahasa,
dan lain sebagainya.

1.2 TUJUAN PENULISAN


Tujuan dalam makalah ini terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus.
1.2.1

Tujuan umum makalah ini adalah memberikan pemahaman kepada


pembaca mengenai konsep Pendidikan Multikultural yang terkait dengan
bab Keberagaman dan Kesetaraan dalam Masyarakat Indonesia dalam

1.2.2

mata kuliah Ilmu social dan budaya dasar.


Tujuan khusus makalah ini adalah menginformasikan kepada pembaca
mengenai konsep pendidikan multikultural, pengertian pendidikan
multikultural,

macam-macam

multikulturalisme,

faktor-faktor

pendidikan multikultural, ciri-ciri pendidikan multikultural, contoh


permasalahan pendidikan multikultural serta pembahasannya.

1.3 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dalam makalah ini dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep pendidikan multikultural?
2. Apa pengertian pendidikan multikultural?
3. Apa saja macam-macam multikulturalisme?
4. Apa saja macam faktor-faktor pendidikan multikultural?
5. Bagaimana ciri-ciri pendidikan multikultural?
6. Bagaimana bentuk contoh permasalahan pendidikan

multikultural

serta

pembahasannya?
7. Bagaimana peran sekolah dalam mengatasi permasalahan pendidikan multikultural?
8. Bagaimana peran guru dalam mengatasi permasalahan pendidikan multikultural?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati,


tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah
masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan
kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan
bangsa tidak mudah patah dan retak. Dalam konteks Indonesia, yang dikenal dengan
muatan yang sarat kemajemukan, maka pendidikan multikultural menjadi sangat strategis
untuk dapat mengelola kemajemukan secara kreatif, sehingga konflik yang muncul
sebagai dampak dari transformasi dan reformasi sosial dapat dikelola secara cerdas dan
menjadi bagian dari pencerahan kehidupan bangsa ke depan.
Pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan
untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda
ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep
pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua siswa agar memperoleh
pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran
seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk
berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar
tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama.
Secara sederhana multikultural dapat dipahami sebagai keragaman budaya dalam
satu komunitas. Di dalamnya terdapat interaksi, toleransi, dan bahkan integrasidesintegrasi. Singkat kata, multibudaya merupakan suatu fakta yang harus diterima dan
diolah secara positif demi perkembangan kebudayaan. Konsep masyarakat multi budaya
diperkenalkan untuk membedakan dengan pengertian masyarakat mono kultur (mono
budaya).

2.2 Macam-macam Multikulturalisme

1. Multikulturalisme

Isolasionis ,

Kehidupan

masyarakat

yang

mempraktikkan

kebudayaan yang dianutnya secara otonom dan tidak saling mempengaruhi satu sama
lain
2. Multikulturalisme Akomodatif, Komunitas mayoritas yang tinggal dikelilingi
minoritas, namun mengakomodasi kebutuhan kaum minoritas.
3. Multikulturalisme Otonomis , Komunitas plural yang berusaha mencapai kesetaraan.
4. Multikulturalisme Kritikal / Interkatif, Komunitas plural yang di mana kelompok
kultural yang berusaha menegaskan eksistensi masing-masing kelompok
5. Multikulturalisme Kosmopolitan , Menghapus kultural menjadi komunitas majemuk
yang tidak lagi terikat kebudayaan masing-masing individu, namun berusaha
mengembangkan kebudayaan baru bersama-sama.
2.3 Faktor Faktor Multikultural
Merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa ditolak bahwa negara Indonesia terdiri
atas berbagai kelompok etnis, budaya, agama, dan lain-lain. Oleh karena itu, bangsa
Indonesia disebut sebagai masyarakat multikultural yang unik dan rumit. Pada dasarnya
terdapat banyak faktor yang menyebabkan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat
multikultural dan multiras. Menurut Ria (2012) Faktor-faktor tersebut antara lain:
2.3.1 Faktor Sejarah Indonesia
Sejak tahun 1605 bangsa Indonesia telah dikunjungi oleh bangsa-bangsa lain yaitu
Portugis, Belanda, Inggris, Cina, India, dan Arab. Kesemua bangsa tersebut datang

dengan maksud dan tujuan masing-masing. Oleh karena itu, mereka tinggal dan
menetap dalam jangka waktu yang lama. Kondisi ini menjadikan Indonesia memiliki
struktur ras dan budaya yang makin beragam.
2.3.2 Faktor Geografis
Apabila dilihat secara geografisnya Indonesia berada di jalur persilangan
transportasi laut yang ramai dan strategis. Karenanya banyak bangsa-bangsa
pedagang singgah ke Indonesia sekadar untuk berdagang. Bangsa-bangsa tersebut
seperti Arab, India, Portugis, Spanyol, Inggris, Jepang, Korea, Cina, Belanda,
Jerman, dan lain-lain. Kesemua bangsa tersebut mempunyai struktur budaya yang
berbeda-beda. Persinggahan ini mengakibatkan masuknya unsure budaya tertentu ke
negara Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari masuknya bahasa Inggris, bahasa
Belanda, agama Islam, Nasrani, Hindu, dan Buddha.
2.3.3 Faktor Bentuk Fisik Indonesia
Apabila dilihat dari struktur geologinya, bangsa Indonesia terletak di pertemuan tiga
lempeng benua besar. Hal ini menjadikan Indonesia berbentuk negara kepulauan
yang terdiri atas ribuan pulau. Masing-masing pulau mempunyai karakteristik
fisik sendiri-sendiri. Untuk mempertahankan hidup, masyarakat di masing-masing
pulau mempunyai cara yang berbeda-beda, sesuai dengan kondisi fisik daerahnya.
Oleh karena itu, masing-masing pulau juga mempunyai perkembangan yang
berbeda-beda pula. Teknologi, budaya, seni, bahasa mereka pun berbeda-beda
yang akhirnya membentuk masyarakat multikultural.
2.3.4 Faktor Perbedaan Struktur Geologi
Sebagaimana telah diungkapkan di atas bahwa pada dasarya Indonsia terletak
diantara tiga pertemuan lempeng, yaitu lempeng Asia, Australia, dan Pasifik.
Kondisi ini menjadikan Indonesia mempunyai tiga tipe struktur geologi yaitu tipe
Asia dengan struktur geologi Indonesia Barat, tipe peralihan dengan zona geologi
dengan struktur geologi Indonesia Tengah, dan tipe Australia dengan struktur
geologi Indonesia Timur. Perbedaan inilah yang mengakibatkan adanya perbedaan
ras, suku, jenis flora dan faunanya.
2.4 Ciri-Ciri Masyarakat Multikultural

Menurut Ayu (2012) ciri-ciri masyarakat multikultural, yaitu :


a) Terjadi segmentasi, yaitu masyarakat yang terbentuk oleh bermacam-macam
suku,ras,dll tapi masih memiliki pemisah. Yang biasanya pemisah itu adalah suatu
konsep yang di sebut primordial. Contohnya, di Jakarta terdiri dari berbagai suku dan
ras, baik itu suku dan ras dari daerah dalam negri maupun luar negri, dalam
kenyataannya mereka memiliki segmen berupa ikatan primordial kedaerahaannya.
b) Memilki struktur dalam lembaga yang non komplementer, maksudnya adalah dalam
masyarakat majemuk suatu lembaga akam mengalami kesulitan dalam menjalankan
atau mengatur masyarakatnya alias karena kurang lengkapnya persatuan tyang terpisah
oleh segmen-segmen tertentu.
c) Konsesnsus rendah, maksudnya adalah dalam kelembagaan pastinya perlu adany
asuatu kebijakan dan keputusan. Keputusan berdasarkan kesepakatan bersama itulah
yang dimaksud konsensus, berarti dalam suatu masyarakat majemuk sulit sekali dalam
penganbilan keputusan.
d) Relatif potensi ada konflik, dalam suatu masyarakat majemuk pastinya terdiri dari
berbagai macam suku adat dankebiasaan masing-masing. Dalam teorinya semakin
banyak perbedaan dalam suatu masyarakat, kemungkinan akan terjadinya konflik itu
sangatlah tinggi dan proses peng-integrasianya juga susah
e) Integrasi dapat tumbuh dengan paksaan, seperti yang sudah saya jelaskan di atas,
bahwa dalam masyarakat multikultural itu susah sekali terjadi pengintegrasian, maka
jalan alternatifnya adalah dengan cara paksaan, walaupun dengan cara seperti ini
integrasi itu tidak bertahan lama.
f) Adanya dominasi politik terhadap kelompok lain, karena dalam masyarakat
multikultural terdapat segmen-segmen yang berakibat pada ingroup fiiling tinggi maka
bila suaru ras atau suku memiliki suatu kekuasaan atas masyarakat itu maka dia akan
mengedapankan kepentingan suku atau rasnya.
2.5 Contoh Permasalahan Pendidikan Multibudaya
Wacana pendidikan multikultural pada awalnya sangat bias Amerika karena punya
akar sejarah dengan gerakan Hak Asasi Manusia (HAM) dari berbagai kelompok yang
tertindas di negeri tersebut. Banyak lacakan sejarah atau asal-usul pendidikan
multikultural yang merujuk pada gerakan sosial orang Amerika keturunan Afrika dan
kelompok kulit berwarna hitam yang mengalami praktik diskriminasi di lembagalembaga publik pada masa perjuangan hak asasi pada tahun 1960-an. Di antara lembaga

yang secara khusus disorot karena bermusuhan dengan ide persamaan ras pada saat itu
adalah lembaga pendidikan.
Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, suara-suara yang menuntut lembagalembaga pendidikan agar konsisten dalam menerima dan menghargai perbedaan semakin
kencang, yang dikumandangkan oleh para aktivis, para tokoh dan orang tua. Mereka
menuntut adanya persamaan kesempatan di bidang pekerjaan dan pendidikan. Pada
pertengahan dan akhir 1980-an, muncul kelompok sarjana, di antaranya Carl Grant,
Christine Sleeter, Geneva Gay dan Sonia Nieto yang memberikan wawasan lebih luas
soal pendidikan multikultural, memperdalam kerangka kerja yang membumikan ide
persamaan pendidikan dan menghubungkannya dengan transformasi dan perubahan
sosial.
2.6 Penyelesaian Permasalahan
Ide pendidikan multikulturalisme akhirnya menjadi komitmen global sebagaimana
direkomendasi UNESCO pada bulan Oktober 1994 di Jenewa. Rekomendasi itu di
antaranya memuat empat pesan. Pertama, pendidikan hendaknya mengembangkan
kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam kebhinnekaan
pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya serta mengembangkan kemampuan untuk
berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama dengan yang lain. Kedua, pendidikan hendaknya
meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian
yang memperkokoh perdamaian, persaudaraan dan solidaritas antara pribadi dan
masyarakat. Ketiga, pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuan menyelesaikan
konflik secara damai dan tanpa kekerasan. Karena itu, pendidikan hendaknya juga
meningkatkan pengembangan kedamaian dalam diri diri pikiran peserta didik sehingga
dengan demikian mereka mampu membangun secara lebih kokoh kualitas toleransi,
kesabaran, kemauan untuk berbagi dan memelihara.
Konsep pendidikan multikultural dalam perjalanannya menyebar luas ke kawasan di
luar AS, khususnya di negara-negara yang memiliki keragaman etnis, ras, agama dan
budaya seperti Indonesia. Sekarang ini, pendidikan multikultural secara umum
mencakup ide pluralisme budaya. Tema umum yang dibahas meliputi pemahaman budaya,
penghargaan budaya dari kelompok yang beragam dan persiapan untuk hidup dalam
masyarakat pluralistik.

Pada konteks Indonesia, perbincangan tentang konsep pendidikan multikultural


semakin memperoleh momentum pasca runtuhnya rezim otoriter-militeristik Orde Baru
karena hempasan badai reformasi. Era reformasi ternyata tidak hanya membawa berkah
bagi bangsa kita namun juga memberi peluang meningkatnya kecenderungan
primordialisme. Untuk itu, dirasakan kita perlu menerapkan paradigma pendidikan
multikultur untuk menangkal semangat primordialisme tersebut.
2.7 Peran Sekolah dalam Mengatasi Multikultural
Pendidikan multikulturalisme/multibudaya sangat bermanfaat untuk membangun
kohesifitas, soliditas dan intimitas di antara keragamannya etnik, ras, agama, budaya dan
kebutuhan di antara kita, dan juga memberi dorongan dan spirit bagi lembaga pendidikan
nasional untuk mau menanamkan sikap kepada peserta didik untuk menghargai orang,
budaya, agama, dan keyakinan lain. Harapannya, dengan implementasi pendidikan
multikultural membantu siswa mengerti, menerima, dan menghargai orang dari suku,
budaya, dan nilai berbeda. Untuk itu, anak didik perlu diajak melihat nilai budaya lain,
sehingga mengerti secara dalam, dan akhirnya dapat menghargainya. Bukan dengan
menyembunyikan budaya lain, atau menyeragamkan sebagai budaya nasional, sehingga
budaya lokal hilang.
Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk
berpegang pada prinsip-prinsip berikut ini:

Pendidikan

multikultural

harus

menawarkan

beragam

kurikulum

yang

merepresentasikan pandangan dan perspektif banyak orang.

Pendidikan multikultural harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada


penafsiran tunggal terhadap kebenaran sejarah.

Kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif dengan sudut


pandang kebudayaan yang berbeda-beda.

Pendidikan multikultural harus mendukung prinsip-prinisip pokok dalam


memberantas pandangan klise tentang ras, budaya dan agama.
Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan multikultural

dalam struktur sekolah adalah tidak adanya kebijakan yang menghambat toleransi,
termasuk tidak adanya penghinaan terhadap ras, etnis dan jenis kelamin. Juga, harus

menumbuhkan kepekaan terhadap perbedaan budaya, di antaranya mencakup pakaian,


musik dan makanan kesukaan. Selain itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam
merayakan hari-hari besar umat beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa
butuh terlibat dalam pengambilan keputusan secara demokratis.
2.8 Peranan Konselor (Guru Bimbingan Konseling) dalam Menghadapi Masyarakat
Multikultural
Kesadaran budaya merupakan salah satu dimensi yang penting dalam memahami
masyarakat dengan keragaman budaya. Hal ini akan membantu dalam memberikan
makna akan pemahaman mengenai perbedaan yang muncul. Konselor sebagai pendidik
psikologis memiliki peran strategis dalam menghadapi keragaman dan perbedaan
budaya. Oleh karena itu, konselor perlu memiliki kompetensi dan menguasai ragam
bentuk intervensi psikologis baik secara pribadi maupun lintas budaya.
Pemahaman

mengenai

prilaku

dan

proses

interaksi

dalam

kehidupan

bermasyarakat menjadi factor penting dalam mewujudkan kesadaran budaya dalam


pendidikan formal maupun informal. Factor utama yang harus dimiliki konselor adalah
kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi dengan kemajemukan dan keberagaman
budaya; konselor harus peka terhadap kemajemukan budaya yang dimiliki individu;
memiliki pemahaman mengenai rasial dan warisa budaya; dan bagaimana hal tersebut
secara personal dan professional yang mempengaruhi pengertian dan hal yang bisa
terjadi dalam proses konseling; serta memiliki pengetahuan mengenai pengaruh social
terhadap orang lain.
Konselor sebaiknya dapat meingkatkan penghargaan diri terhadap perbedaan
budaya, sehingga menyadari streotipe yang ada dalam dirinya dan memiliki persepsi
yang jelas mengenai pandangannya terhadap kelompok-kelompok monoritas sehingga
dapat meningkatkan kemampuan untuk menghargai secara efektif dan pemahaman yang
sesuai dengan perbedaan budaya (Brown&Williams, 2003).
Konselor perlu memperkuat kesadaran mengenai budaya yang beragam dalam
kehidupan manusia. Pentingnya memahami perbrdaan nilai-nilai, persepsi, emosi dan
factor-faktor yang menjadi wujud kemajemukan yang ada. Kompetensi, kualitas
dan guidelines mengenai kesadaran budayanya sendiri yang dapat diwujudkan dengan
memiliki kesadaran dan kepekaan pada warisan budayanya sendiri, memiliki

pengetahuan mengenai ras-nya dan bagaimana hal ini secara personal dan professional
yang mempengaruhi proses konseling, serta memiliki pengetahuan mengenai kehidupan
social yang dapat mempengaruhi oranglain.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Multikulturalisme adalah konsep yang mampu menjawab tantangan perubahan zaman
dengan alasan multikulturalisme merupakan sebuah idiologi yang mengagungkan perbedaaan
budaya, atau sebuah keyakinan yang mengakui dan mendorong terwujudnya pluralisme
budaya sebagai corak kehidupan masyarakat. Multikulturalisme akan menjadi pengikat dan
jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan termasuk perbedaan kesukubangsaan
dan suku bangsa dalam masyarakat yang multikultural. Perbedaan itu dapat terwadahi di
tempat-tempat umum, tempat kerja dan pasar, dan sistem nasional dalam hal kesetaraan
derajat secara politik, hukum, ekonomi, dan sosial.

3.2 SARAN
Materi ini sebaiknya digunakan untuk pembahasan mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya
Dasar pada tingkat sekolah tinggi atau universitas. Materi ini juga bisa digunakan untuk
mengetahui peran guru dan sekolah dalam menghadapi perbedaan social dan budaya dalam
pendidikan multikulturalisme.

DAFTAR PUSTAKA

http://hatedurenzzbgt.blog.com/2013/01/22/multikulturalisme-dalam-konseling-sekolah/
http://ekodageink.blogspot.com/2013/08/pendidikan-multibudaya.html
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/04/wacana-pendidikan-multikultural-diindonesia/
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/farida-hanum-msi-dr/pentingnyapendidikan-multikultural-dalam-mewujudkan-demokrasi-di-indonesia.pdf
http://multikulturalisme12.blogspot.com/
http://www.cakrawayu.org/artikel/8-i-wayan-sukarma/65-multikulturalisme-dan-kesatuanindonesia.html

Anda mungkin juga menyukai