Anda di halaman 1dari 10

Immunitas Humoral

Seperti istilah yang dipakai, imunitas humoral dimediasi oleh faktor yang
terdapat pada, dan dapat di transfer oleh, serum; ini termasuk antibodi globulin
klasik. Sel sel yang bertanggungjawab untuk memproduksi antibodi ini adalah
limfosit kecil tipe 2, sel-B. Pada ayam, limfosit ini diaggregasi di organ kecil yang
disebut bursa fabricius. Pengangkatan bursa ini mengakibatkan ayam tidak dapat
menghasilkan antibodi, dan sel-B yang juga dikenal sebagai Sel Bursa-Dependent.
Pada manusia masih terapat kontroversi mengenai asal dari sel sel ini, namun bukti
terbaru menunjukan secara jelas bahwa sel sel ini berasal dari sum sum tulang dan
tidak mengalami pendewasaan di thymus. Pada manusia (dimana tidak terdapat
bursa fabricius), tidak ada organ yang mengatur produksi sel-B. Akan tetapi, sel-B
tetap didistribusikan ke seluruh area jaringan limfoid, termasuk hati, kelenjar limfa,
appendix, dan peyer patch pada usus halus. Dengan stimulasi yang tepat, sel-B
akan aktif secara metabolik dan akan mulai mensisntesis antibodi pada tubuh yang
sehat. Tidak lama kemudian, antibodi tersebut akan dapat terdeteksi pada
sitoplasma dan akan disekresikan ke daerah sekitar. Ini adalah titik dimana sel B
telah mengalami transformasi menjadi sel plasma, yang juga adalah produsen
antibodi. Pada nodus limfa, sel B akan menduduki pusat germintal dan sel T akan
menduduki area kortikal; area area ini biasa juga disebut sebagai area bursadependent dan thymus dependent dari nodus. Walaupun sumsum tulang ternyata
adalah sumber dari sel sel yang akan terbentuk menjadi antibodi, sumsum tulang
sendiri bukanlah pusat dari kumpulan antibodi skala besar. Namun, sumsum tulang
adalah lokasi dari proliferase limfosit yang intensif yang pada akhirnya akan
menghasilkan Limfosit-B dewasam yang akan dengan cepat meninggalkan sumsum
tulang dan berjalan menuju jaringan limfoid peripheral. Disana sel sel tersebut
mungkin akan bertemu dengan antigen yang tepat, terstimulasi untuk membelah
dan berdiferensiasi menjadi limfosit besar dan sel plasma, yang secara aktif akan
menghasilkan antibodi. Limfosit B yang beristirahat adalah jenis limfosit kecil pada
perifer darah dan, tidak dapat dibedakan dengan Limfosit T yang sedang
beristirahat dibawah mikroskop cahaya biasa, apabila di lakukan scanning
menggunakan mikroskop elektron, se-B mempunyai gambaran berambut dengan
proyeksi seperti kumpulan rambut kecil, dimana tipikal sel-T terlihat lebuh mulus.
Limfosit B biasanya terdapat pada tempat dimana banyak terjadi produksi antibodi,
seperti, pada pusat germinal pada nodus limfa dan pada difusi jaringan limfoid di
traktus gastrointestinal dan respiratorius. Mereka jarang ditemukan pada darah,
sangat jarang pada duktus limfatik dan thorakik, dan tidak terdapat sama sekali
pada thymus.
Terdapat peningkatan bukti yang menunjukan bahwa pemisahan dari fungsi
sel T dan sel B menjadi 2 sistem yang berbeda ternyata tidak sepenuhnya benar.
Terdapat peningkatan dari jumlah respon biologis yang ditemukan yang memiliki
peranan penting pada kedua sistem. Hal ini dinamakan Kerjasama T-B. Keberadaan
sel T yang sehat sangat penting untuk produksi sel B atau banyak respon antibodi
lain dalam merespon stimulasi antigen dan mungkin juga untuk sel memori
terhadap antigen tersebut. Mekanisme mengenai kerjasama antara sel T-B ini masih
belum sepenuhnya diketahui, mungkin kerjasama ini berlangsung dalam bentuk
protein messenger atau kontak fisik nyata dan jembatan sitoplasma. Dalam

keadaan yang cocok, sel B mempunyai kemampuan untuk mensekresikan beberapa


jenis zat limfokin yang awalnya dikira sebagai karakteristik dari sel T. Peran bioilogis
dalam kerjasama T-B adalah salah satu area penting dalam penelitian di masa
depan. Terdapat sangat banyak kontroversi mengenai urutan produksi dari
immunoglobulin dari sel B. Saat ini, diperkirakan bahwa igM adalah antibodi
pertama yang diproduksi, lalu berlanjut menjadi prouksi igG mengikuti sinyal yang
mungkin dikeluarkan oleh sel-T helper. Baru baru imi. Telah muncul teori bahwa IgD
muncul terlebih dahulu dibandingkan sekresi IgM dan IgG dalam embrio maupun
tubuh dewasa. Ini adalah satu dari banyak pertanyaan yang masih belum terjawab.
Kekurangan dari thymic dependant dan/atau bursa dependant muncul dalam
banyak jenis penyakit kongenital dan yang didapat. Daftar mengenai sindroma
immunodefisiensi primer termasuk didalamnya penyakit granulomatous kronik,
Chediak-Higashi, Sindroma Bruton, Sindroma DiGeaorge, ataxia-telangieetasia
(Sindroma Louis Bar), dan sindroma Wiskott-Aldrich.
Penekanan respon immunologis dapat terjadi sebagai hasil dari sejenis proses
biologis alami seperti kehamilan dan penuaan. Hal ini juga muncul pada beberapa
penyakit sistemik sebagai hasil dari radiasi atau terapi obat dan muncul mengikuti
penyakit yang berat. Dalam sebagian besar kasus, CMI ditekan lebih cepat
dibandingkan immunitas humoral. Dengan adanya kemajuan modern dalam
pengetahuan teknik immunologis, sumber alamiah dari kelaninan ini mungkin dapat
diketahui. Ilmu mengenai hal ini akan menjadi sangat penting untuk dapat
menangani kelainan ini secara efektif menggunakan teknik immunologis.
Immunoterapi akan muncul dalam waktu dekat, namun tingkat efektivitasnya akan
tergantung pada keakuratan diagnosis dari kelainan imunologis itu sendiri. Kondisi
seperti malnutrisi, trauma bedah, luka bakar, dan kecelakaan dapat menghasilkan
penekanan pada mekanisme pertahanan host.
Immunosurveilans
Mekanisme yang dihunakan oleh host untuk memberika respon untuk
menghadapi antigen apapun yang dilakukan oleh neoplasma disebut
immunosurveilans. Fungsi utama dari sistem imun adalah untuk menghenali dan
mengurangi antigen asing dalam tubuh uang muncul secara de novo atau masuk
kedalam tubuh host. Pada surveilans tumor dengan asumsi bahwa tumor tersebut
terbuat dari sel yang mengalami mutasi, maka sel tersenut akan mengeluarkan 1
atau lebih antigen yang dapat dikenal sebagai nonself. Sebuah konsep populer
menyatakan bahwa sel mutan berkembang lebih sering pada manusia. Tikus yang
menderita CMI dan terekspos oleh agen onkogenik akan secara spontan timbul lebih
banyak tumor. Hal ini disajikan sebagai bukti mekanisme immunosurveilans. Pasien
dengan penyakit berat biasanya memiliki sistem imun yang lebih buruk
dibandingkan pasien dengan penyakit ringan. Pasien yang mengkonsumsi obat
obatan immunosupresif setelah melakukan transplantasi ginjal memiliki
peningkatan insidensi keganasan (100 kali lebih besar dibandingkan kontrol).
Hampir 50% dari tumor pada individual dengan immunosupressan berasal dari
mesenchymal (cth: sel retikulum sarkoma), namun terdapat angka kejadian yang
lebih tinggi pada neoplasia epitel, terutama neoplasia intraepitelial servikal, juga
telah dilaporkan. Bukti tambahan mengenai pentingnya surveilans tumor yang

didapat dari hubungan antara penyaki immunodefisiensi kongenita maupun didapat


dan perkembangan tumor, pasien pasien ini juga menunjukan angka kejadian
keganasan yang jauh lebih tinggi dibandingkan kontrol.
Takasugi dan kawan kawan telah memberikan perhatian lebih ke subpopulasi
limfosit baru yang dinamakan Limfosit Natural Killer (NK) yang ternyata aktif pada
immunosurveilans tumor. Sel NK yang didapatkan dari beberapa spesian telah
dapat menghancurkan sel tumor target secara in vitro dan tidak membutuhkan
sensitisasi dini. Mungkin, sel NK dapat menjadi efektor pada surveilans tumor.

Menghindari Surveilans
Terdapat beberapa mekanisme yang dilakukan sel mutan untuk menghindari
interaksi dengan imun sistem yang dapat mencederainya.
Menurunkan antigensi tumor, neoplasma yang meningkat secara spontan
dilaporkan memiliki antigen yang lebih lemah dibandingkan dibandingkan yang
dinaikan secara buatan, banyak tumor manusia yang mungkin memiliki antigen
maupun nontigen yang lebih lemah.
Masuk diam diam, Old Dkk telah melaporkan sistem neoplastik yang memiliki
inocula besar dari sel tumor immunogenik akan gagal berkembang pada resipien
sinegenik, namun sel yang lebih kecil akan terus berkembang dan pada akhirnya
akan menguasai inang. Mekanisme dari masuk diam diam masih belum diketahui,
namun hal ini dapat dihubungkan dengan waktu dari vaskularisasi neoplasma.
Immuniresistans, sensitifitas yang dibedakan dengan penolakan dapat
berkembang dalam cara yang sama dengan bakteri yang mengembangkan resisten
kepada antibodi setelah eksposure berulang. Penurunan jumlah sel pada pada lokasi
sel antibodi permukaan dan lokasi pengikatan antibodi relevan dapat terjadi.
Mekanisme lain yang dapat dengan mudah menerima panggilan molekul antigen
dari permukaan sel tumor agar dapat berkumpul dalam jumlah besar dalam cairan
ekstraselular sekitar sel. Permukaan sel lalu akan berubah menjadi immunoresisten
dan akan dibanjiri oleh antigen yang berlebih. Hal ini mungkin yang diklasifikasikan
sebagai blocking factor. Beberapa telah mengajukan teori bahwa tumor yang
meluruhkan antigen secara cepat adalah tumor dengan immunogenisitas yang
rendah yang dapat bermetastasis paling cepat.
Vaskularisasi, tumor mungkin harus mencapai ukuran diameter 1 2 mm
sebelum vaskularisasasi terjadi. Folkman dan Hochberg mengajukan teori bahwa
pembuluh darah berasal dari perkembangan sel inang, dan pada akhirnya
endotelium dari pembuluh darah tumor akan dikenali sebagai self dan tidak
ditolak. Maka dari itu, beberapa neoplasma akan berploriferasi dengan antigen yang
terkunci dibelakang dinding sel endotelial normal yang tidak dapat di penetrasi oleh
serangan limfosit.

Immonosupresi, Telah dijelaskan bahwa keberadaan kanker dapat mnurunkan


kapasitas seseorang dapat merespon antigen lain secara signifikan. Faktor
immunosupresif telah digambarkan dalam serum kanker pasien dan di konfirmasi
secara in vitro. Mekanisme oleh faktor ini mengakibatkan immunosupresi yang saat
ini masih belum dapat dimengerti, namun beberapa penulis menyatakan bahwa
mereka telah dapat menekan fungsi makrofag. Beberapa tingkat dari
immunosupresi telah ditemukan telah ditemukan pada hampir semua pasien kanker
yang ditemukan. DNCB, DNFB, dan beberapa jenis skin tes telah digunakan kepada
pasien dengan keganasan ginekologi. Sebuah peningkatan pada beban tumor
diasosiasikan dnegan penurunan dari persentasui pasien yang merespon
penanganan ini, dan keduanya diasosiasikan dengan prognosis yang lebih buruk.
Faktor Pemblok, Neoplasma mungkin dapat kabur dari mekanisme imun
dengan perkembangan dari faktor sistemik yang berhubungan dengan interaksi
yang sering terjadi dengan pertahanan inang. Beberapa jenis faktor serum telah
diintefikasi secara in vitroL blocking antibodi, kompleks antigen-antibodi, dan
antigen yang mudah larut dalam air. Saat faktor bloking ini fungsional , keadaan
dari hubungan inang dan tumor iadalah peningkatan dari tumor itu sendiri.
Mekanisme ini mungkin akan sedikit mirip dengan yang dideskripsikan dalam
baguan immunoresisten. Kelebihan antibodi bebas mungkin terjadi di lokasi antigen
pada perukaan sel, atau kebalikannya, kelebihan antigen bebas mungkin dapa
memparalisis aktivitas limfosit. Sebagai tambahan, penelitian terbaru menunjukan
bahwa faktor seluler pada sistem imuyn mungkin dapat menyebabkan peningkatan
dari tumor. Dalam beberapa hewan dan sistem in vivo, jumlah yang kecil dari
limfosit tumor spesifik dapat meningkatkan pertumbuhan tumor dimana jumlah
yang besar pada sel yang sama dapat menurunkan perkembangan tumor.
Fenomena ini disebut immunostimulation, dan jika valid, dapat membantu
menjelaskan kegawatdaruratan neoplasma diatas stage subklinis dimana jumlah sel
tumor sangat saedikit dan rentan. Teka teki ini dibuat semakin sulit dengan adanya
fakta bahwa faktor de-blocking jyga ditemukan pada pasien kanker yang
mengalami remisi atau mengikuti prosedur operatif. Mekanismeyang berperan
dalam prose deblocking belum diketahui.
IV. Immunoprofilaksis
Immunoprofilaksis adalah induksi dari resistensi tumor pada lokasi awalnya
dan harus dipisahkan dari immunoterapi; yang dimana adalah penanganan dari
neoplasma yang sudah matang dan adalah masalah yang lebih sulit. Semua orang
tertarik pada immunologi tumor dan bermimpi untuk mensukseskan
immunoprofilaksis yang mirip dengan yang telah dicapai seperti pada penyakit yang
melibatkan bakteri dan virus. Immunoprofilaksis mungkin dapat dicapai
menggunakan immunisasi melawan etiologi kanker (cth: virus onkogenik) atau
melawan sel tumor spesifik pada neoplasma. Namun, virus onkologenik pada kanker
manusia (jika memang ada) belum dapat di identifikasi, dan jika memang benar ada
kami tidak yakin apakah transmisinya vertikal atau horizontal. Sel antigen spesifik
tumor memerlukan pendekatan lain yang masih blm bisa ditemukan. Kedua jalur
pendekatan yang telah dilaksanakan pada sistem hewan belum dapat dicoba
sepenuhnya pada manusia. Beberapa bukti tidak langsung dari konfirmasi asal yang

muncul dari penelitian seperti yang dilakukan Rosenthal dkk, yang melaporkan
analisis retrospektif pada kematian yang disebabkan oleh leukimia pada populasi
bayi dari Chicago yang telah menerima BCG dibandingkan dengan populasi sejenis
yang tidak menerima vaksin. Selama jangka waktu 1964 1969, angka kematian
pada bayi yang belum divaksinasi 6-7 kali lebih banyak dibandingkan yang
divaksinasi. Setidaknya 1 penelitian lain dari kanada telah mengkonfirmasi
penelitian Rosenthal, namun yang lainnya belum.
b. Prinsip Immunoterapi
Sangat jelas bahwa tujuan utama dari immunoterapi adalah pengahncuran
total dari seluruh sel neoplastik. Kesulitan untuk mencapai hal tersebut, penekanan
pertumbuhan sel tumor diincar saat ini. Sebuat ekspresi dari efek terapi akan dapat
memperpanjang masa remisi dan mencegah kemunculan penyakit metastatik.
Sering terjadi, para immunoterapis harus merasa puas apabila setidaknya
penurunan masa tumor telah dicapai. Sebelum dilakukan immunoterapi, sangat
penting untuk mengurangi masa tumor sampai tingkat minimum, kalau bisa kurang
dari 108 jumlah sel, dengan apapun yang dipunyaprosedur operasi radikal,
kemoterapi, atau terapi radiasi. Telah ditunjukan bahwa immunoterapu dapat
mencapau sedikit dari gambaran beban tumor yang berat, dan immunoterapi
apabila dengan sendirinya akan dianggap tidak efektif. Sekarang ini, selalu
digunakan dengan modalitas kanker lainnya, yang sangat bergantung pada
penurunan beban tumor yang signifikan. Seperti yang dibayangkan, immunoterapi
telah menunjukan efektivitas yang lebih tinggi terhadap neoplasma yang sangat
antigenik, cth: limfoma burkitt, melanoma malignan, dan neuroblastoma. Yang lebih
penting, pembaca harus mengetahui secara penuh mengenai efek embrionik
immunoterapi, dan sikap optimisme yang hati hati harus selalu dijaga saat area
penelitian janin ini dibawa ke jenjang penuh.
Immunoterapi Nonspesifik
Substansi yang meningkat atas respon dari antigen disebut adjuvant.
Adjuvant mungkin dapat efektif dengan merubah antigennya itu sendiri atau pada
reaksi immunologis pada antigen. Pada bentuk awal, kita dapat membayangkan
mekanisme dimana adjuvant akan meningkatkan pelepasan antigen. Immunoterapi
non spesifik diarahkan menuju reaksi antigen yang hanya fokus pada respons
seluler. Penelitian terbaru menunjukan, walaupun, setidaknya terdapat 2
mekanisme sitotoksik seluler. Yang satu terkait dengan sitotoksik sel yang
diproduksi oleh timus, yang dikenal sebagai antigen target, dan yang satunya
dikontrol oleh sistem sel thymus-independent effector, yang secara mandiri
mentarget antigen. Sistem yang terakhir disebutkan dipicu untuk menghancurkan
dengan pengenalan antibodi yang terikat oleh target dan mengubah pandangan
sederhana kita sebelumnya bahwa stimulasi dari mekanisme seluler itu
menguntungkan dimana imunitas humoral tidak berperan sama sekali. Ilmu terbaru
menunjukan 4 metode untuk menstimulasi mekanisme respons inang: (1)
meningkatkan antibodi sitotoksik, (2) menekan blocking factor (3) meningkatkan
efektifitas dalam penggunaan aktivitas makrofag, dan (4) meninggikan CMI.

Immunoterapi nonspesifik yang secara luas digunakan adalah penggunaan


adjuvant seperti bacillus Calmette-Guerin (BCG), Corynebacterium parvum,
levamisole, dan MER. BCG adalah strain hidp dari M.bovis. Corynebacterium parvum
adalah bakteri anaerob gram negatif dalam bentuk nonviable. Levamisole adalah
obat antiheminthic sustetis yang telah ditemukan dapat memberikan efek signifikan
pada imunitas tumor. MER adalah ekstraksi methanol dari tuberculi bacili yang telah
amto.
Era eksperimen saat ini mengenai produk banteria dimulai pada 1959,
dimana Old dkk mendemonstrasikan bahwa penyuntikan BCG dapat menekan
perkembangan tumor pada tikus. BCG telah dikenalkan kepada kedokteran klinis
pada 1921 dimana kegunaannya sebagai vaksin melawan tuberculosis. Sejak 1921,
banyak efek dari respon imun nonspesifik dari BCG pada hewan dan manusia telah
didemonstrasikan. Tikus yang diinjeksi dengan BCG menunjukan peningkatan dari
resistensi terhadap infeksi bakteri dan dapat membersihkan endotoksin dan
suntikan partikel karbon jauh lebih cepat dibandingkan tikus yang tidak diberikan
apa apa. Injeksi BCG akan mengaktivasi makrofag sebagai manifestasi dari
peningkatan fagositosis, peningkatan aktivitas microbidal, peningkatan
metabolisme makrofag, dan peningkatan kemampuan makrofag untuk membunuh
sel tumor monolayer. Kerja paling dramatis dari BCG adalah milik Rapp dkk dengan
hepatoma yang dapat di transplantasi pada marmut. Mereka mendemonstrasikan
bahwa injeksi BCG pada nodul tumor intradermal mampu mengeliminasi nodul lokal
dan juga menghancurkan sel tumor pada nodul limpa yang berkurang. Respon
dramatis terlihat pada hamster dengan hepatoma yang mungkint erjadi akibat dari
antigen yang cross reaktif antara BCG dan tumor binatang ini, bukti terbaru
menunjukan bahwa BCG dapat bereaksi slang dengan antigen pada sel melanoma
manusia. Pada manusia BCG telh digunakan secara 3 hal: (1) injeksi intralesional,
(2) administrasi sistemik, sebagian besar menggunakan skarifikasi atau injeksi
intradermal, dan (3) campuran dengan sel dan administrasi sebagai vaksin.
Penggunaan intralesional dari BCG telah digunakan secara luas dan telah
dinyatakan sebagai penanganan melanoma malignan kutaneus yang berulang.
Dalam 1 serial, kira kira 90% dari lebih dari 700 lesi yang disuntik secara intrakutan
pada 36 pasien dapat dibuat menjadi regresi penuh menggunakan injeksi BCG.
Penyebaran melanoma secara visceral maupun subkutan, lebih resisten kepada
penanganan menggunakan BCG. Nodul yang belum disuntik diantara lesi yang telah
disuntuk yang juga mengalami regresi selalu terdapat pada area drainase dari nodul
yang disuntik. Sepertinya, kontak langsung antara BCG dan tumor sangat penting
dalam mencapai efek terapeutik.
BCG dimasukan secara intradermal menggunakan suntukan lansgung atau
menggunakan teknik skarifikasi dan sudah banyak dilakukan pada pasien dengan
leukimia dan banyak jenis tumor padat. Banyak dari bukti aktvitas anti tumor dari
BCG digunakan secara sistemik dan didapatkan dari percobaan yang pada binatang.
Immunoterapi pada penanganan yang dilakukan menggunakan eksperimen pada
tumor, dinilai tidak efektif. Mathe dan kawan kawan melaporkan keberhasilan
menggunakan BCG pada anak anak dengan leukimia limpositik akut, dan Morton
dkk melaporkan peningkatan survivabilitas menggunakan BCF setelag eksisi lokal

dan pemotongan nodus limpa pada pasien dengan melanoma malignan stage 2.
Namun penelitian ini masih belum dibandingkan degan penelitian prospektis
menggunakan teknik random. Pada penyakit leukimia limfoblastik akut di anak
anak, terdapat 2 percobaan random sebagai kontrol yang telah gagal
mendemonstrasikan efek terapeutik. Yang lain telah meneliti BCG sebagai sebuah
adjuvant untuk siklofosfamid pada penelitian random kontrol pada pasien dengan
metastase kanker payudara. Tingkat respon objektif dan durasi respon tidak
dipengaruhi oleh penanganan menggunakan BCG pada pasien dengan kanker
payudara. Penelitian prospektif random lain sedang dijalankan, namun entusiasme
untuk mencari terapi tumor semakin menurun semakin harinya.
Mathe dkk telah melaporkan peningkatan survivabilitas pasien dengan
leukimia limfoblastik akit yang ditangani menggunakan BCG ditambah sel tumor
alogenik. Morton dan kawan kawan juga melaporkan BCG yang digunakan diengan
kultur jaringan allogenik sel melanoma dan melaporkan bahwa hal ini efektif pada
pasien dengan melanoma maligna stadium II dan stadium III. Namun, penelitian
prospektif yang meyakinkan bahwa kualitas dari vaksin pada seluruh penanganan
tumor padat masih kurang.
Corynebacterium parvum, seperti BCG, termasuk kedalam kelompok agen
bakterial yang mempunyai efek menstimulasi pada sistem retikuloendotelial,
peningkatan dari kapasitas fagosit makrofag, dan peningkatan dari tahanan pada
binatang untuk infeksi dan implantasi subsekuen atau induksi dari tumor
percobaan. C-Parvum juga aktif dengan injeksi intralesi. Pada sistem binatang, CParvum yang diberikan secara intravena dapat membuat regresi dari metastasis
lokal dan pulmonal. C-Parvum aslinya diberikan secara subkutan digabungkan
dengan kemoterapi, dan sekarang beberapa percobaan yang sudah berjalan sedang
mencoba immunopotensiator intravena ini. Saat digunakan secara intravena, obat
ini menghasilkan panas tinggi dan menggigil, dan beberapa pasien juga mengalami
purpura trombotik trombositopenia. Potensial dari terapi C-Parvum, menggunakan
subkutaneus maupun intraveus, masih belum di investigasi secara adekuat,
walaupun banyak percobaan klinis yang sedang berjalan. Tidak seperti BCG, CParvum sepertinya berperan terutama seabgai stimulasi dari fungsi makrofag;
efeknya pada imunitas sel T masih sangat jelas.
Levamisole telah dipelajari pada sistem tubuh binatang, dimana telah
menunjukan potensial antibodi dan respon hipersensitivitas yang tertunda karena
varietas antigen. Sepertinya, levamisole dapat berpotensi atau menunjukan
gambaran mengenai reaksi hipersensitivitas yang tertunda pada individu dengan
immunocompetent. Salah satu mekanisme dari aku levamisole dapat disebabkan
oleh maurasi dari prekursor limfosit immatur yang berasal dari thymus. Biasa juga
disebut immunomodulator hal ini sepertinya dapat mengganti kemampuan
immunologik pada pasien yang mengalami immunosuppress. Administrasi dari
levamisole sebelum atau bersamaan dengan adjuvant bakteri dapat meningkatkan
aktivitas dari hal yang telah disebutkan.
MER adalah ekstraksi dari residu BCG dan digunakan untuk menghadapi masalah
yang diakibatkan oleh preparat BCG, termasuk infeksi BCG sistemil. Material ini,
yang disupply sebagai suspensi cais, telah menunjukan aktivitas immunoprofilaktik

dan immunoterapik dibandingkan denganBCG pada banyak varietas binatang,


dimasukan secara intradermal atau subkutan pada manusia. MER memproduksi
reaksi lokal yang parah dikarakteristikan oleh ulserasi lokal dan/atau formasi abses
steril. MER sepertinya lebih immunopeten dibandingan BCG pada manusia dan
dapat mengembalikan hipersensitivitas yang tertunda pada sekitar 20% pasien
dengan metsatasis tumor padat yang luas. Sejumlah percobaan klinis menggunakan
MER sedang dilakukan, dan data tambahan dapat muncul dalam waktu dekat.
Kategori baru substansi yang dapat memiliki nilai terapeutik adalah
interferon. Interferon adalah glikoprotein sekretork yang diproduksi secara vivo dan
in vitro oleh sel eukariotik sebagai respon infeksi virus dan stimuli lainnya. Hal ini
akan menginduksi resistensi spektrum luas pada infeksi virus. Pertarat interferon
telah menunjukan efek pada sel tumor in vitro dan aktifitas antitumor in vivo
menggunakan mekanisme yang masih belum bisa dijelaskan namun sepertinya
dimediasi sebagian oleh efek dari beberapa komponen respon imun. Substansi ini
dapat diekstrak dari banyak tipe sel, namun leukosit dan limfoblast terlihat memiliki
keberadaan yang paling menjanjikan sebagai terapi. Metode produksi dan
penjernihan masih sangat mahal namun tersedia, dan percobaan terapeutik masih
berjalan.
Banyak faktor lain (thymosin) yang telah diidentifikasi mempunyai aktifitas
milik hormon thymic. Pada umumnya, hormon ini diharapkan dapat meningkatkan
pertahanan spesifik dari host menggunakan stimulasi dari pematangan sel T oleh
sel pendahulu. Ini dapat mewakili efek immunoaugmenting yang seharunya
berguna untuk membantu pasien dengan kanker, terutama mereka yang menderita
defisiensi sel T. penelitian awal mengenai pasien dengan karsinoma sel oat pada
paru menunjukan bahwa thymosin (fraksi 5) yang diberikan bersamaan dengan
kemoterapi dapat memperpanjang survivabilitas, terutama pada pasien dengan
reaktivitas imun yang relatif rendah sebelum permulaan terapi.
Immunoterapi spesifik
Immunoterapi tumor telah dipelajari menggunakan percobaan klinis yang
cukup banyak, namun hanya sedikit yang dilakukan menggunakan immunoterapi
spesifik dibandingkan menggunakan immunoterapi nonspesifik. Immunoterapi
spesifik dapat berupa aktif, pasif, atau adoptif.
Immunoterapi spesifik aktif menggunakan administrasi langsung ke sel
tumor, atau persamaannya, antigen yang dibawa yang akan bereaksi silang dengan
neoplasma. Tumor antigen biasanya memiliki antigenik yang lemah, sehingga
immunostimulan (cth BCG) biasanya dimasukan perlahan. Usaha lain yang
dilakukan untuk meningkatkan immunogenitas dari sel tumor telah dipelajari,
seperti perubahan permukaan oleh enzim, pengaruh dari virus, penanganan fisik,
dan modifikasi kimia. Walaupun hal ini tetap menjadi area yang menarik untuk
penelitian dimasa depan. Percobaan hingga kini pada manusia masih
mengecewakan.
Sebuah contoh immunoterapi spesifik pasif akan dapat menghasilkan
antisera pada kanker pasien di binatang (jumlah besar absorpsi antigen asing
dibutuhkan sebelum penggunaan) atau pasien kanker lain lalu antisera tersebut

disuntikan ke pasien. Transfer pasif antibodi telah dilakukan tanpa hasil yang
signifikan. Dengan pengetahuan lebih lanjut mengenai peran penting antibodi,
entusiasme menjadi semakin turun, kecuali pada area antibodi debloking. Sjorgen
telah melaporkan keberadaan antobodi limfosit dependan yang muncul untuk
mempersenjatai sel dan meningkatkan kematian tumor. Pihak lain telah
mendeskripsikan faktor serum yang sepertinya dapat mengaktifkan makrofag.
Immunoterapi spesifik adoptif sudah termasuk didalamnya transfer sel
limfoid singeneic, allogenic, atau xenogenik dari donor yang memiliki imun spesifik
untuk resipien penderita tumor. Sayangnya, pada manusia, resipien sepertinya
secara cepat menolak sel asing, atau yang lebih parah, sel immunokompeten yang
di donasikan dapat menyebabkan reaksi graft-versus-host pada pasien kanker
dengan immunodepresi. Beberapa produk subseluler telah dipelajari sebagai agen
immunoterapi. Terdapat substansi yang berhubungan dengan keadaan
hipersensitivitas ang ditunda, biasa disebut sebagai limfokin; substansi yang paling
sering dipelajari adalah faktor transfer. Administrasi parenteral pada faktor transfer
in vivo merubah limfosit resipien nonsensitif menjadi keadaan responsif melawan
antigen spesifik. Tujuan dalam penggunaan faktor transfer adalah untuk
memberikan pasien cara untuk menginstrusikan kloning dari limfosit mereka sendiri
untuk mengenali dan menolak tumor. Walaupun faktor transfer dapat dibentuk
dalam jumlah banyak dalam sistem binatang, saat ini hal itu hanya dapat
ditemukan dalam sistem tubuh manusia, dan kegunaan klinis nya dihubungkan
dengan respon anekdot.
V. Kesimpulan
Area immunologis tumor telah berkembang secara signifikan dalam 2 dekade
terakhir, dan mustahil untuk menyebutkan seluruh aspek yang berevolusi secara
cepat dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Pembaca didorong untuk
mendapatkan beberapa referensi jika menginginkan informasi tambahan. Dua
tujuan utama antara semua pihak yang tertarik pada tumor ginekologi klinis
berlanjut menjadi metode imunodiagnosis dan imunoterapi. Imunodiagnosis sampai
pada titik dimana terhenti karena kelemahan dalam antigen yang berhubungan
dengan tumor pada keganasan ginekologis dan fisikokimia serta masalah teknis
lainnya yang berhubungan dengan isolasi substansidari permukaan sel yang hanya
sedikit berbeda dari sel molekular normal. Keberadaan antigen yang berhubungan
dengan tumor di keganasan ginekologi telah ditunjukan oleh jumlah metode tidak
langsung, dan juga kemungkinan alat immunodiagnostik akan diciptakan untuk
klinisi.
Status immunoterapi pada kanker ginekologi mirip pada keganasan manusia
lainnya. Immunoprofilaksis menunggu untuk ditemukan baik pada virus atau agen
etiologi lainnya dan/atau pemurnian antigen yang berhubungan dengan tumor.
Percobaan immunoterapi baik spesifik maupun nonspesifik sudah dilakukan di
berbagai institusi dengan hasil yang bermacam-macam. Hal ini kurang dari hasil
optimum yang dapat dimengerti jika mempertimbangkan faktor faktor berikut.
Kebanyakan percobaan menggunakan immunoterapi non spesifik, yang bergantung
pada stimulasi umum dari sistem retikuloendotelial dengan bantuan stimulasi dari
kloning yang diarahkan kepada keganasan sebagai produk. Immunoterapi spesifik

masih belum berhasil karena lemahnya keadaan imun dimana antigen ikut
berperan. Sebagai tambahan, kebanyakan percobaan klinis telah dilaksanakan pada
pasien dengan beban tumor berat dimana untuk menurunkan beban tersebut
pasien disarankan untuk melakukan operasi, kemoterapi, dan/atau radioterapi.
Modal dari kanker adalah immunosupresif pada dan dari diri mereka sendiri dan
dapat meningkatkan efektifitas dari immunopotensiator.
Pada 1980, status dari sebagian besar teknik monitoring imun sangat
mengecewakan, memang sebagian besar dari teknik monitoring imun yang awalnya
diandalkan oleh immunoterapis untuk mendemonstrasikan efek dri agen
imunoterapeutik telah didemonstrasikan bahwa hal tersebut tidak dapat diandalkan
atau tidak akurat. Jadi, imunoterapis dipaksa untuk bergantung pada respon klinis
sebagai titik akhir, dan respon klinis dibingungkan oleh banyaknya faktor yang
berperan dalam kondisi pasien, seperti terapi tumorsidal lain, nutrisi, dan
perubahan genetis. Dalam banyak hal, kartu kartu sudah bertumpuk untuk
melawan immunoterapis, dan kesabaran sangat dibutuhkan dari pihak klinisi untuk
melewati masalah kompleks ini.

Anda mungkin juga menyukai