Anda di halaman 1dari 33

SEORANG WANITA DENGAN MELENA, ANEMIA, DAN CKD

Pembimbing :
dr. Anggun Sangguna Sp.PD

Penyusun :
Anak Agung Anom
030.10.026

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT MINTOHARDJO
PERIODE 2 JUNI-9 AGUSTUS 2014
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

LEMBAR PENGESAHAN
Nama

: Anak Agung Anom

Nim

: 030.10.026

Bagian

: Kepaniteraan klinik ilmu penyakit dalam

Periode

: 2 Juni-9 Agustus 2014

Pembimbing : dr.Anggun Sangguna Sp.PD

Jakarta, 4 Juli 2014

dr. Anggun Sangguna Sp.PD

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................4
BAB II STATUS PASIEN.......................................................................5
2.1 Identitas pasien .. 5
2.2 Anamnesis .. 5
2.3 Pemeriksaan fisik 7
2.4 Pemeriksaan laboratorium 10
2.5 Diagnosa.. 12
2.6 Diagnosa banding. 12
2.7 Penatalaksanaan 12
2.8 Rencana pemeriksaan.13
2.9 Prognosis .. 13
BAB III FOLLOW UP 14
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA... 18
4.1 Hematemesis melena.. 18
4.2 CKD. 22
BAB V ANALISA KASUS.. 30
BAB VI KESIMPULAN.. 34
BAB VII DAFTAR PUSTAKA 35

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hematemesis melena merupakan perdarahan saluran cerna bagian
atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas yang terbanyak
dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata
45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas, kemudian
menyusul gastritis hemoragika dengan 20 - 25%. ulkus peptikum
dengan 15 - 20%, sisanya oleh keganasan, uremia. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Vlad Dennis, dari 238 subjek, sebanyak
76 orang wanita dan 192 orang laik-laki mengalami hematemesis
melena.1
Diseluruh dunia, jumlah penderita Chronic Kidney Disease (CKD)
terus meningkat dan dianggap salah satu masalah kesehatan yang dapat
berkembang menjadi epidemi pada dekade yang akan datang.2
Prevalensi CKD menurut European Dialysis and Transplant Association
(EDTA) melaporkan bahwa prevalensi CKD sebesar 74,7% .2
Sedangkan di Indonesia pada tahun 2000, insiden terjadinya CKD
diperkirakan sekitar 100-150 per 1 juta penduduk. Menurut Pusat Data
& Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PDPERS)
jumlah penderita CKD sekitar 50 orang per satu juta penduduk, pada
tahun 2006 terdapat 100.000 orang penderita CKD.3

BAB II
STATUS KO ASISTEN
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FK USAKTI

2.1 Identitas pasien


Nama
: Ny.Khadijah
Umur
: 77 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan
:Alamat
: Rawa Belong no 7.

2.2 Anamnesis (Auto- anamnesis)


A. Keluhan utama
:
BAB berdarah 4 hari sebelum masuk rumah sakit
B. Keluhan tambahan

:
Nyeri perut 4 hari sebelum masuk rumah sakit, mual pada saat

makan sejak 1 minggu yang lalu. Os juga mengeluh nyeri di ulu hati. Os
juga merasa lemas, mudah lelah, mual, dan tidak nafsu makan sejak 1
minggu terakhir.
C. Riwayat penyakit sekarang

:
Os wanita usia 77 tahun datang ke UGD pada tanggal 16 Juni

2014 diantar oleh menantunya dengan keluhan BAB berdarah sejak 4


hari sebelum masuk rumah sakit. 1 hari sebelum masuk rumah sakit, Os
BAB berdarah sebanyak 4 kali. Konsistensi feces lunak, berwarna
hitam, bercampur dengan darah. Os juga mengeluh nyeri perut dan
mual.

Nyeri perut dirasakan di ulu hati. Os juga merasa lemas, mudah


lelah, dan tidak nafsu makan sejak 1 minggu terakhir. Os hanya makan
nasi sedikit dengan lauk tetapi saat makan, pasien merasa mual. Os
menyangkal bahwa sering merasa haus, sering merasa lapar, dan sering
BAK. Os juga menyangkal telah minum obat untuk jangka waktu yang
lama, Os hanya minum obat warung apabila demam dan batuk. Os
mempunyai kebiasaan mengonsumsi jamu sejak 30 tahun yang lalu, Os
mengonsumsi air putih hanya 3 gelas/hari dan BAK 3x dalam sehari. Os
mempunyai hipertensi yang terkontrol.
D. Riwayat penyakit dahulu
:
Os pernah di rawat di rumah sakit dengan diagnosa melena,
anemia gravis, dan insufisiensi renal pada dengan GFR 20.8 ccs/min
pada tahun 2011. Pada Mei pasien menjalani operasi histerektomi
karena pasien mengalami prolaps uteri.
E. Riwayat penyakit keluarga
:
Hipertensi, dan diabetes mellitus pada keluarga disangkal.
F. Riwayat kebiasaan
:
Os tidak pernah memakai obat-obatan untuk jangka waktu lama, Os
hanya menggunakan obat warung apabila demam dan batuk namun Os
sering mengonsumsi jamu-jamuan sejak 30 tahun lalu. Os hanya minum
air putih sebanyak 3 gelas/hari.

2.3 Pemeriksaan fisik


A. Keadaan umum
- Kesadaran
- Kesan sakit
- Kesan gizi

: Compos mentis
: Sakit ringan
: Gizi sedang

B. Tanda vital
- Tekanan darah
- Berat badan

: 100/70 mmHg
: 45 kg

Nadi

: 80x/menit, regular, kuat, isi cukup, ekual

kanan dan kiri


- Pernafasan
- Suhu
C. Kulit
D. Kepala
E. Mata

: 20x/menit, tipe thorako-abdominal


: 36,50C
: Sawo matang, tidak pucat, tidak jaundice
: Normocephali, tidak terdapat deformitas
: Konjungtiva pucat +/+ , sclera tidak

ikterik
F. Hidung
- Tidak terdapat deviasi septum
- Tidak terdapat pernafasan cuping hidung
- Tidak terdapat secret
G. Telinga
- Liang telinga lapang
- Tidak terdapat secret
- Membrane timpani intak
H. Mulut
- Bibir
: Tidak sianosis, tidak pucat, tidak kering
- Gusi dan mukosa
: Tidak hiperemis
- Gigi
: Tidak lengkap, terdapat karies gigi
- Lidah
:Tidak terdapat atrofi, tidak
hiperemis, tidak kering
- Uvula
I. Tenggorokan
- Tonsil
tidak melebar
- Faring
- Laring
J. Leher
- JVP
- KGB
- Tiroid
- Trakea
K. Thoraks
- Inspeksi
Bentuk

:Letak tengah, tidak hiperemis.


:T1-T1, tidak hiperemis, kripta
:Tidak hiperemis
:Tidak hiperemis
:5+2 cmH2O
:Tidak teraba pembesaran
:Tidak teraba pembesaran
:Tidak terdapat deviasi

:Simetris, tidak ada bagian yang

tertinggal
Dinding dada

:Sawo matang, tidak pucat, tidak

ada spider nervi


-Iga
-Iktus kordis
-Pulsasi abnormal

:Tidak terdapat retraksi iga


:Tidak terlihat
:Tidak terlihat

Vocal fremitus
Iktus kordis

:Simetris kanan dan kiri


:Teraba pada ICS 5

Palpasi

-Kulit

midclavicular kiri
Perkusi
Paru
Batas paru, hepar

garis

:Sonor dari ICS 2 sampai ICS 5


: Redup pada ICS 5 linea

midclavicula kanan
Batas paru, lambung

aksilaris anterior kiri


Batas paru, jantung kanan : Redup setinggi ICS 3-5 linea

sternalis kanan
Batas paru, jantung kiri

medial linea midclavicularis kiri.


Batas atas jantung
: Setinggi ICS 3 linea parasternalis

kiri.
Auskultasi Paru
Suara nafas
Suara nafas tambahan

: Timpani pada ICS 8 linea

: Redup setinggi ICS 5, 1 cm

: Vesicular kanan, dan kiri


: Tidak terdengar suara nafas

tambahan
Auskultasi jantung
Bunyi jantung
: S1,S2 regular
Bunyi jantung tambahan : Tidak terdengar bunyi jantung
tambahan
Abdomen
Inspeksi
Tidak cekung, tidak buncit, tidak terdapat smiling umbilicus,
tidak terdapat sagging of the flanks

Palpasi
Supel, terdapat nyeri tekan region epigastrium
-Hepar
: Tidak teraba pembesaran
8

-Vesica fellea
: Tidak terdapat Murphy sign
-Lien
: Tidak teraba pembesaran
-Ren
: Tidak teraba pembesaran
Perkusi
Timpani pada seluruh region abdomen, shifting dullness (-)
Auskultasi
Bising usus 2x/menit, tidak terdapat arterial bruit, dan
venous hum.

L. Genitalia
M. Anus/ rectum
N. Ekstremitas
Ekstremitas atas

terdapat oedem
Ektremitas bawah

: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: akral hangat, tonus baik, tidak
: akral hangat, tonus baik, tidak

terdapat oedem
2.4 Pemeriksaan laboratorium
16 Juni 2014
Tes

Hasil

Nilai normal

Eritrosit
Leukosit
Hemoglobin
Trombosit
Hematokrit
Gula darah sewaktu
Bilirubin total
Bilirubin direk
Bilirubin indirek
SGOT
SGPT
Total protein
Albumin
Globulin
Ureum
Kreatinin

pemeriksaan
1.71*
28.800*
5.0*
351.000
14*
144*
0,32
0,09
0,23
14
15
5.2*
3.0*
2.2*
219*
3.2*

4.2-5.4 juta/ L
5000-10.000/ L
12-14 g/Dl
150.000-450.000 ribu/ L
37-42 %
<110 mg/dl
0.1-1.2 mg/dL
<0.2 mg/Dl
<0.9 mg/Dl
<31 U/l
<31 U/l
6.4-8.3 g/dl
3.5-5.2 g/dl
2.6-3.4 g/dl
17-43 mg/dl
0.6-1.1 mg/dl

Pemeriksaan morfologi darah tepi


Eritrosit

: Normositik normokrom, roeloux, sel ellips, jumlah

menurun
Leukosit

: Jumlah meningkat dengan diff count -/-/7/78/10/3,

granulasi toxic
Trombosit : Morfologi dan jumlah normal
Kesan

: Anemia normositik normokrom, leukositosis shift to the

left
17 Juni 2014
Tes
PH
PCO2
PO2
HCO3 act
HCO3 std
BE (ecf)
SBE
ct CO2
AngGap
O2 Sat
O2 Ct
Natrium
Kalium
Clorida

Hasil pemeriksaan
7,45
22,7*
82,2*
15,6*
17,8
-8,7*
-8,0*
16,3*
24,7
97,1
7,8
134
5,4*
99

Nilai normal
7.35 7.45 mmHg
32 48 mmHg
83 108 mmol/L
21 28 mmol/L

Hasil pemeriksaan
2.00*
19.800*
5.8*
320.000
17*

Nilai normal
4.2-5.4 juta/ L
5000-10.000/ L
12-14 gr/Dl
150.000-450.000 ribu/ L
37-42 %

-2 3 mmol/L
-3 3 mmol/L
23 27 mmol/L
95 98 %
134 146 mmol/L
3.4 - 4.5 mmol/L
96-108 mmol/L

18 Juni 2014
Tes
Eritrosit
Leukosit
Hemoglobin
Trombosit
Hematokrit
19 Juni 2014

10

Tes

Hasil pemeriksaan

Eritrosit
Leukosit
Hemoglobin
Trombosit
Hematokrit

2.98*
16.100*
9.3*
366.000
27*

Nilai normal
4.2-5.4 juta/ L
5000-10.000/ L
12-14 gr/dL
150.000-450.000 ribu/ L
37-42 %

2.5 DIAGNOSA
Melena et causa gastritis erosif
Chronic kidney disease
Anemia et causa melena
2.6 DIAGNOSA BANDING
Melena et causa varices esofagus
2.7 PENATALAKSANAAN
-

Infus Nacl 14 tpm


Infus nefrosteril : RL = 2:1
Transfusi Pack Red Cell 2 kolf
Inj Prosogan 2x1
Inj Transamin 3x1
Inj Vit K 3x1
Inj ceftriaxon 2x1gr
Pro renal 3x1
Bicnat 3x1
Asam folat 3x1
Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP)

2.8 RENCANA PEMERIKSAAN


USG abdomen
2.9 PROGNOSA
Qou ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad fuctionam

: dubia ad bonam

Quo ad sanationam

: dubia ad malam
11

BAB III
FOLLOW UP
17 Juni 2014
S:
O: Keadaan umum

Nyeri perut (+), mual (-), BAB berdarah (+)


Compos mentis

Tekanan darah

110/70 mmHg

Nadi

80x/menit

Pernafasan

22x/menit

Suhu

36oC

Hb

5,8 gr/dl

Ureum

219 mg/dl

Kreatinin

3.2 mg/dl

GFR

11.2

PH

7,45 mmHg

PCO2

22,7 mmHg

PO2

82,2 mmol/L

HCO3

15,6 mmol/L

BE

-8,7 mmol/L

12

K+

5,4 mmol/L

Keadaan spesifik
Kepala

Normocephali, CA+/+, SI -/-

KGB

Tidak teraba massa

Cor

S1,S2 regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

Suara nafas vesicular, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen

Supel, nyeri tekan epigastrium (+)

Ekstremitas
A:

Odem (-), akral hangat (+)


Melena et causa gastritis erosive
CKD stage V
Anemia et causa melena
Inj Prosogan 2x1

P:

Inj Ceftriaxone 2x1gr


Inj Transamin 3x1
Inj Vit K 3x1
Nefrosteril : RL = 2:1, 20 tpm
Bicnat 3x1
Asam folat 3x1
Pro renal 3x1

18 Juni 2014
S:
O: Keadaan umum

Nyeri perut (-), mual (-), BAB berdarah (-)


Compos mentis

Tekanan darah

100/70 mmHg

Nadi

84x/menit

Pernafasan

20x/menit

Suhu

36,5oC

Eritrosit

2,00 juta/ L

Hb

5,8 gr/dl

Leukosit

19.800 L

13

Trombosit

320.000 L

Ht

17 %

Ureum

219 mg/dl

Kreatinin

3.2 mg/dl

GFR

11.2

Keadaan spesifik
Kepala

Normocephali, CA+/+, SI -/-

KGB

Tidak teraba massa

Cor

S1,S2 regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

Suara nafas vesicular, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen

Supel, nyeri tekan epigastrium (-)

Ekstremitas
A:

Odem (-), akral hangat (+)


CKD stage V

P:

Anemia
Infus Nefrosteril : RL = 2:1, 20 tpm
Inj Prosogan 2x1
Inj Cefoperazone 2x1gr
Inj Transamin 3x1
Inj Vit K 3x1
Bicnat 3x1
Pro renal 3x1
Asam folat 3x1
Transfusi pack red cell 1 kolf

19 Juni 2014
S:
O: Keadaan umum

Nyeri perut (-), mual (-), BAB berdarah (-)


Compos mentis

Tekanan darah

110/70 mmHg

Nadi

80x/menit

Pernafasan

20x/menit

Suhu

36oC

14

Eritrosit

2,98 juta/ L

Hb

9,3 gr/dl

Leukosit

16.100 L

Trombosit

366.000 L

Ht

27 %

Ureum

219 mg/dl

Kreatinin

3.2 mg/dl

GFR

11.2

Keadaan spesifik
Kepala

Normocephali, CA+/+, SI -/-

KGB

Tidak teraba massa

Cor

S1,S2 regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

Suara nafas vesicular, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen

Supel, nyeri tekan epigastrium (-)

Ekstremitas
A:

Odem (-), akral hangat (+)


CKD stage V

P:

Anemia
Infus Nefrosteril : RL = 2:1, 20 tpm
Inj Prosogan 2x1
Inj Levofloksasin 500mg 3x1
Inj Transamin 3x1
Inj Vit K 3x1
Bicnat 3x1
Prorenal 3x1
Asam folat 3x1
Transfusi PRC 1 kolf

15

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Hematemesis melena
A. Definisi
Hematemesis adalah muntah darah, melena adalah buang air
besar berwarna hitam ter yang disebabkan karena adanya luka pada
saluran cerna bagian atas. Warna merah atau gelap berasal dari konversi
Hb mejadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. 4
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di atas
ligamentum Treitz, mulai dari proksimal jejunum proksimal, duodenum,
gaster, dan esophagus. Melena dapat terjadi bersamaan dengan
hematemesis atau dapat berdiri sendiri. Banyak sedikitnya darah yang
keluar pada hematemesis dan melena sulit untuk dijadikan patokan
besar atau kecilnya luka pada saluran cerna. Hematemesis melena
merupakan keadaan gawat yang membutuhkan penanganan secara
cepat. 4
B. Etiologi
Terdapat beberapa penyebab terjadinya hematemesis, yaitu kelainan
di esophagus dan kelainan di lambung.
-

1. Kelainan di esofagus
Varises esophagus
Perdarahan varises esophagus merupakan salah satu komplikasi

terbanyak dari hipertensi portal akibat sirosis, terjadi sekitar 10 30 %


seluruh kasus perdarahan saluran cerna bagian atas. Penderita

16

hematemesis melena yang disebabkan oleh varises esophagus tidak


pernah mengeluh rasa nyeri pada epigastrium dan umunya perdarahan
bersifat spontan dan massif. Darah yang dikeluarkan tidak membeku
dan berwarna hitam karena sudah bercampur dengan asam lambung.4
-

Karsinoma esophagus
Pasien lebih mengalami melena disbanding hematemesis dan
melena yang terjadi tidak spontan, massif seperti varises
esophagus.4

Sindroma Mallory-weiss
Sindrom Mallory-Weiss, dikenal juga sebagai robekan Mallory
Weiss, adalah sebuah kondisi yang antara lain berhubungan dengan
alkoholisme dan hernia hiatal di mana lapisan mukosa di ujung
bawah esofagus atau di atas lambung robek laserasi, menyebabkan
muntah darah. Laserasi seringkali juga menyebabkan perdarahan
arteri submukosa.4

Esofagitis dan tukak esophagus


Pada tukak esophagus, lebih sering timbul melena dibandingkan
dengan hematemesis. Namun dibandingkan dengan tukak lambung,
tukak esophagus lebih jarang untuk terjadi perdarahan dan apabila
terjadi perdarahan maka perdarahan bersifat kronis dan ringan.4

2. Kelainan di lambung
Gastritis erosiva hemoragika
Gastritis adalah suatu keadaan inflamasi pada mucosa gaster.
Berdasarkan waktunya, gastritis dibagi menjadi 2 yaitu gastritis
akut dan gastritis kronis. Gastritis akut dibagi menjadi 2 yaitu :
gastritis erosive dan gastritis non erosive. Gastritis erosive dapat
disebabkan

karena

memakai

obat-obatan

NSAID

(aspirin,

ibuprofen) dalam waktu lama, menggunakan herbal dalam waktu

17

lama, alcohol , dan stress sedangkan gastritis non erosive


disebabkan oleh Helicobacter pylori.
Pada gastritis, pasien merasa nyeri pada ulu hati, iritasi lambung
dan apabila erosi sudah mencapai pembuluh darah, maka akan
terjadi hematemesis melena. Perdarahan pada gastritis erosiva tidak
bersifat massif.4
-

Tukak lambung
Pada tukak lambung pasien mengalami mual, muntah, nyeri ulu
hati. Pada tukak lambung, gejala yang dominan adalah hematemesis
dibandingkan melena.4

C. Patofisiologi
Penyebab melena yang tersering adalah varices esophagus dan
gastritis erosive. Pada varices esophagus, nekrosis sel hepar akan
menyebabkan peningkatan pada vena porta dan sebagai akibatnya
akan timbul pembuluh darah kolateral dalam subukosa esophagus,
gaster, rectum, serta pada dinding dalam abdomen.4
Pembuluh darah kolateral tersebut lebih kecil dan lebih mudah
pecah sehingga apabila varices tersebut pecah akibat suatu hal, akan
menyebabkan perdarahan yang massif. Dalam perjalanannya di
dalam usus, darah akan bercampur dengan asam lambung sehingga
darah akan menjadi hitam. Hal tersebut yang mendasari terjadinya
melena pada varices esophagus.4
Melena pada gastritis erosive disebabkan karena adanya
inflamasi pada mukosa gaster yang disebabkan oleh obat-obatan
NSAID, alcohol, stress. Inflamasi tersebut disebabkan karena
penggunaan NSAID , jamu, dan alcohol akan menghambat
pembentukan prostaglandin yang berfungsi untuk melindungi
dinding lambung sehingga akan terjadi erosi pada lambung. Apabila
hal itu terjadi terus, menerus dan mengenai pembuluh darah maka

18

pembuluh darah akan terkikis sehingga menyebabkan melena yang


tidak massif.5
D.
-

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah lengkap
Masa perdarahan
Masa pembekuan
Faal hati
Endoskopi SCBA

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan

pada

perdarahan

adalah

menghentikan

perdarahan secepat mungkin, karena apabila perdarahan terjadi


terus menerus akan menyebabkan anemia, infeksi. Infeksi
disebabkan karena darah merupakan media yang bagus untuk
berkembang biaknya kuman. Tatalaksana yang dilakukan adalah :
-

Non farmakologis : Tirah baring, pasang NGT untuk dekompresi,

puasa.6
Farmakologis
:
Transfusi PRC 500cc sampai Hb 10gr/dL pad avarices

F.
-

esophagus, Hb 12 gr/dL pada non varices.


Sementara menunggu darah dapat diberikan Nacl 0,9% atau
RL.
Untuk non varices : - Injeksi Vit K 3x1
- Injeksi transamin 3x1
- Antasida
- Sitoprotektor : Sukralfat 1gr 3x1

Komplikasi
Syok hipovolemik
Anemia
Pneumonia aspirasi
Infeksi

19

4.2 Chronic Kidney Disease


A. Definisi
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih
dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan
ginjal yaitu proteinuria. Jika tidak ada pertanda kerusakan ginjal yaitu laju
filtrasi glomerulus <60ml/menit/1,73m2.3
Tabel 2.1 Batasan penyakit ginjal kronik
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
- Kelainan patologik
- Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan
atau tanpa kerusakan ginjal
Pada pasien gagal ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh
laju filtrasi glomerulus (LFG). Stadium yang tinggi menunjukkan LFG
yang rendah. Klasifikasi stadium tersebut adalah :

Tabel 2.2 Laju filtrasi glomerulus dan stadium gagal ginjal kronik
Stadium

Deskripsi

Risiko meningkat

Kerusakan

Laju

filtrasi

glomerulus

(mL/menit/1.73 m)
90 dengan faktor
risiko
ginjal 90

20

disertai

LFG

normal

atau
meninggi
Penurunan ringan LFG
Penurunan sedang LFG
Penurunan berat LFG
Gagal ginjal

2
3
4
5

60-89
30-59
15-29
<15 atau dialysis

B. Etiologi
Dari data yang dikumpulkan oleh Indonesia Renal Registry (IRR) tahun
2007-2008 penyebab gagal ginjal kronik adalah glomerulonefritis (25%),
DM (23%), hipertensi (20%). 3
-

Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit
ginjal yang etiologinya tidak jelas akan tetapi memberikan
gambaran histopatologis tertentu pada glomerulus. Berdasarkan
sumber

terjadinya,

glomerulonefritis

dibedakan

menjadi

glomerulonefritis primer dan sekunder. 3


Glomerulus primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal
sendiri sedangkan glomerulus sekunder terjadi apabila kelainan
ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes mellitus,
SLE, multiple myeloma.3

Diabetes mellitus
Diabetes mellitus

merupakan

suatu

kelompok

penyakit

metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang disebabkan


karena kelainan kerja insulin, sekresi insulin atau keduanya.
Diabetes mellitus sering dianggap sebagai the great imitator, karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan
berbagai macam keluhan. 3

21

Pada diabetes mellitus terdapat komplikasi akut dan kronis.


Komplikasi

kronis

dibagi

menjadi

makroangiopati

dan

mikroangiopati. Makroangiopati menngenai pembuluh darah otak,


sedangkan

mikroangiopati

mengenai

pembuluh

darah

mata

(retinopati diabetic), ginjal (nefropati diabetic), saraf (neuropati


diabetic), ulkus diabetikum.3
-

Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140mmHg dan
tekanan darah diastolic 90 mmHg. Berdasarkan penyebabnya,
hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu : hipertensi primer atau idiopatik,
dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal.3

C. Patofisiologi
Terjadinya CKD dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor risiko
yang dapat diubah dan faktor risiko yang tidak dapat dirubah. Faktor risiko
yang dapat diubah adalah diabetes mellitus, hipertensi, kolestrol tinggi, dan
merokok. Faktor risiko yang tidak dapat diubah adalah keturunan, usia >60
tahun, jenis kelamin.7
Faktor risiko tersebut menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal
dan menyebabkan Glomerulal Filtratition Rate (GFR) menurun. GFR yang
menurun akan menyebabkan peningkatan ureum kreatinin dan Blood Urea
Nitrogen (BUN). GFR yang menurun akan menimbulkan kompensasi berupa
hipertrofi nefron yang menyebabkan poliuria dan penurunan sodium
sehingga terjadi hiponatremia.7
Apabila

hipertrofi

nefron

terjadi

secara

terus

menerus,

akan

menyebabkan penurunan fungsi non ekskretori ginjal yaitu kegagalan dalam


konversi kalsium yang menyebabkan penurunan absorbsi kalsium sehingga
menyebabkan hipokalsemia. Setelah itu, terjadi penurunan eritropoetin dan
terjadi keadaan anemia.7

22

Penurunan fungsi ekskretori ginjal akan menyebabkan penurunan


resorbsi sodium yang akan menyebabkan retensi cairan sehingga terjadi
hipertensi, edema, heart failure. Selain penurunan resorbsi sodium, akan
terjadi penurunan ekskresi fosfat sehingga terjadi hiperfosfatemia, pada
keadaan hiperfosfatemia terjadi penurunan absorbsi kalsium sehingga terjadi
hipokalsemia. Pada keadaan hipokalsemia, akan memicu kerja hormone
paratiroid sehingga dapat terjadi hiperparatiroidisme sekunder. Untuk
menghindari hal tersebut maka dapat diberikan asam amino pada pasien
CKD. Selain itu, terjadi penurunan sekresi ion H+ sehingga menyebabkan
asidosis metabolik.7

Tabel 2.3 Skema patofisiologi CKD.


Non modifiable risk
-

Herediter
Usia >60
tahun
Jenis
kelamin

Modifiable risk
-

DM
Hiperlipidem
ia
Hipertensi
Merokok

23

Aliran darah
renalis
BUN,
ureum,
kreatinin

GFR
Hiponatremi
a

Hipertrofi
nefron
fungsi
nefron
Penurunan fungsi
non ekskretori

EPO

Anemi
a

Gagal konversi
Ca
Hipokalsemia

Penurunan fungsi
ekskretori

resorbsi
sodium

HT
Edema

ekskresi
fosfat

ekskresi
H+
Asidosis
metaboli
k

Hiperfosfate
mia

CHF

Test fungsi ginjal


Test ini dilakukan untuk mengetahui apakah fungsi ginjal masih

baik

atau tidak.
Ureum
Kreatinin
GFR
-

Hiperkalem
ia

Hipokalsemia

D. Pemeriksaan penunjang
-

ekskresi
potasium

Tes darah rutin

24

Test ini dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi anemia, infeksi


pada pasien CKD atau tidak. Karena pada pasien CKD terjadi
penurunan produksi EPO.
Eritrosit
Hb
Leukosit
Trombosit
Ht
-

Sediaan apus darah tepi


Untuk mengetahui morfologi sel darah merah, jenis anemia apa yang
terjadi.

Glukosa darah
Untuk mengetahui apakah pasien memiliki DM atau tidak, karena
komplikasi mikroangiopati pada DM adalah nefropati diabetic.
Urinalisa
Untuk mengetahui apakah terdapat mikroalbuminuria atau tidak.

E. Penatalaksanaan
A. Terapi konservatif
Tujuan pengobatan dengan terapi konservatif adalah untuk mencegah
penurunan fungsi ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat
akumulasi toksin, memerbaiki keseimbangan asam basa serta elektrolit.3
Diet rendah protein
Peranan diet ini sangat penting untuk mencegah peningkatan ureum dan
kreatinin pada pasien CKD. Tetapi apabila terlalu lama diet rendah protein,
dapat mengganggu keseimbangan asam basa.3
Balance cairan

25

Pada pasien CKD, balance cairan sangat penting karena untuk


mencegah terjadinya oedem. Bila ureum serum >150mg/dL maka dieresis
harus sebesar 2L/hari.6
B. Terapi simptomatik
Asidosis metabolik
Pada keadaan asidosis metabolik harus segera dikoreksi karena akan
meningkatkan ion kalium yang berbahaya untuk jantung apabila jumlahnya
terlalu meningkat. Untuk mengobati asidosis diberikan Bicnat 3x1 yang
merupakan suatu alkali.3
Anemia
Pada pasien CKD dapat terjadi anemia karena penurunan produksi
EPO. Anemia dapat dikoreksi dengan pemberian transfusi PRC sesuai
dengan kebutuhan sampai Hb >10gr/dL.3
Hemodialisa
Pada pasien dengan CKD, terapi hemodialisa tidak boleh terlambat
namun apabila pasien belum pada stage V, hemodialisa belum boleh
dilakukan karena akan memerburuk faal ginjal. Terdapat indikasi absolute
dan indikasi relatif untuk dilakukannya hemodialisa. Indikasi absolute
untuk hemodialisa adalah perikarditis, ensefalopati uremica, oedem paru
yang tidak responsif dengan diuretik, BUN >120mg%, kreatinin >10
mg/dL. Indikasi elektif untuk dilakukan hemodialisa adalah mual, muntah,
anoreksia, GFR antara 5 atau 8 mL/menit/ 1,73m2.3

26

BAB V
ANALISA KASUS

5.1 Analisa masalah


1. Pada anamnesis, pasien mengeluh BAB berdarah sejak 4 hari. Feces
lunak, bercampur darah. Pasien juga nyeri ulu hati, mual, perut kembung,
lemas, mudah lelah, tidak nafsu makan. Pasien juga mengonsumsi jamu
sejak 30 tahun.
Analisa

27

Pasien lemas, mudah lelah dan tidak nafsu makan disebabkan karena
pasien mengalami anemia. Anemia merupakan keadaan penurunan Hb
yang menyebabkan pengangkutan Oksigen untuk menghasilkan energi
menjadi terganggu, hal tersebut mendasari terjadinya lemas, mudah lelah,
dan tidak nafsu makan. Pasien mengonsumsi jamu sejak 30 tahun yang lalu
merupakan faktor risiko terjadinya gastritis erosive yang menyebabkan
nyeri ulu hati, mual, perut kembung, dan BAB berdarah warna hitam.
Warna hitam didapatkan karena darah bercampur dengan asam lambung.
2. Pada pemeriksaan fisik di temukan konjungtiva anemis +/+, nyeri tekan
epigastrium.
Analisa

Konjungtiva merupakan salah satu indikator terjadinya anemia. Pada Os


terjadi anemia dengan hasil laboratorium darah Hb = 5,8gr/dl. Anemia
terjadi karena pasien mengalami melena selama 4 hari. Satu hari sebelum
masuk rumah sakit, Os mengalami melena sebanyak 4 kali dalam sehari
sehingga banyak darah yang keluar yang menyebabkan pasien anemia.
Selain melena, pasien juga mengalami CKD yang menyebabkan
penurunan hormon eritropoesis yaitu EPO sehingga menyebabkan anemia.
Nyeri tekan epigastrium disebabkan karena pasien mengalami gastritis
erosive yang disebabkan karena mengonsumsi obat-obatan dan jamu dalam
jangka waktu yang lama.
3. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan eritrosit 1,71 juta/ L,
leukosit 28.800/ L, Hb 5.0 gr/dL, Ht 14 %, GDS 144, total protein 5,2
g/dL, albumin 3,0 g/dL, globulin 2,2 g/dL, ureum 219 mg/dL, kreatinin 3,2
mg/dL.
Analisa
:
Pasien mengalami penurunan jumlah eritrosit karena terjadi melena
sejak 4 hari dengan frekuensi 1 hari sebelum masuk RS, Os BAB sebanyak
4kali sehingga banyak darah yang keluar pada saat BAB. Selain itu, Os

28

juga mengalami keadaan CKD yang menyebabkan produksi hormon


eritropoesis (EPO) menurun. Hal tersebut menyebabkan penurunan jumlah
eritrosit, hemoglobin (anemia) dan keadaan anemia akan membuat
penurunan nilai hematokrit.
Os mengalami leukositosis yang menandakan infeksi, infeksi tersebut
dapat disebabkan oleh melena karena darah merupakan media tumbuhnya
kuman yang sempurna. Walaupun Os mengalami leukositosis, tidak
didapatkan demam pada Os dikarenakan pada orang tua, imunitas tubuh
sudah berkurang yang menyebabkan respon tubuh terhadap infeksi juga
berkurang sehingga walaupun terdapat infeksi, Os tidak selalu demam.
Os memiliki ureum 219 mg/dL dan kreatinin 3,2 mg/dL dengan GFR
11,2. Hal ini disebabkan karena pasien mengalami CKD stage V. Pada
CKD terjadi penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) hal tersebut akan
menyebabkan proses ekskresi ureum dan kreatinin menjadi menurun
sehingga terjadilah peningkatan ureum dan kreatinin plasma.
Os memiliki nilai protein total, albumin, globulin yang menurun. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu karena Os mengeluh
tidak nafsu makan sejak 1 minggu yang lalu sehingga intake protein
berkurang. Hal lain adalah terjadinya sirosis hepatis, pada sirosis hepatis
hepar sudah mengalami kerusakan sehingga pembentukan albumin juga
terganggu dan rasio albumin globulin menjadi terbalik. Namun pada kasus
ini tidak diketahui apakah pasien mengalami sirosis hepatis atau tidak
karena pasien menolak untuk dilakukan USG abdomen.
4. Pada pemeriksaan analisa gas darah, didapatkan nilai PH 7,45 mmHg , nilai
HCO3 15,6 mmol/L, dan nilai BE -8,0 mmol/L dan elektrolit K adalah 5,4
mmol/L
Analisa
:
Pada pemeriksaan analisa gas darah, Os mengalami asidosis metabolic
dilihat dari nilai HCO3 dan BE. Nilai PH normal karena asidosis telah
dikompensasi dengan hiperventilasi. Asidosis disebabkan karena pasien
mengalami CKD stage V dimana pada keadaan CKD, kemampuan ginjal

29

untuk mengeluarkan ion H+ akan berkurang sehingga menyebabkan


asidosis metabolik. Asidosis juga dapat menyebabkan hiperkalemia karena
pada keadaan asidosis metabolik, terdapat pergeseran ion K+ dari sel ke
cairan ekstraselular.
5. Penatalaksanaan pasien diberikan
- Infus Nacl 14 tpm
- Infus nefrosteril : RL = 2:1
- Transfusi Pack Red Cell 500 cc
- Inj Prosogan 2x1
- Inj Transamin 250mg 3x1
- Inj Vit K 3x1
- Inj ceftriaxon 2x1gr
- Pro renal 3x1
- Bicnat 3x1
- Asam folat 3x1
Analisa

Terapi pada Os bertujuan untuk menghentikan perdarahan saluran cerna


dengan memberikan vit K yang merupakan salah satu ko faktor pembekuan
darah sehingga akan memicu sintesis faktor pembekuan darah di hati.
Selain itu juga, Os diberikan infus Nacl sebagai cairan fisiologis untuk
transfusi darah dan setelah itu dilanjutkan dengan infus RL 20tetes/menit.
Selain vitamin K juga diberikan transamin yang bersifat anti fibrinolitik
dengan cara menghambat aktivitas plasminogen, meningkatkan agregasi
platelet. Os juga dilakukan transfusi PRC dengan indikasi Hb 5,8 gr/dL
untuk mengembalikan darah yang keluar pada saat terjadinya melena.
Pada Os juga terjadi infeksi yang ditandai dengan peningkatan leukosit,
sehingga diberikan ceftriaxon yang merupakan antibiotik broad spektrum.
Ceftriaxon juga dapat mencegah infeksi post operasi seperti hysterectomy.
yang dilakukan oleh Os.

30

Os diberikan pro renal, natrium bicarbonate, asam folat, dan nefrosteril.


Bicnat merupakan suatu alkali sehingga digunakan untuk mengoreksi
keadaan asidosis metabolik yang terjadi sedangkan asam folat berfungsi
intuk mencegah infark miokard yang disebabkan karena kadar homosistein
yang meningkat pada pasien CKD dan selain itu untuk mencegah
terjadinya hiperparatiroidisme sekunder.
Prorenal merupakan suplemen asam amino yang bebas nitrogen
sehingga digunakan untuk suplai asam amino pada pasien asidosis
metabolik sedangkan nefrosteril berfungsi untuk mensuplai asam amino
pada pasien gagal ginjal. Os juga diberikan prosogan yang berisi
lansoprazole untuk menginhibisi sekresi asam lambung sehingga tidak
terjadi iritasi yang berlebihan pada lambung.

BAB VI
KESIMPULAN

Melena adalah perdarahan saluran cerna bagian atas yang dapat


disebabkan oleh beberapa faktor. Namun, faktor yang tersering meneybabkan
melena adalah varises esophagus dan gastritis erosive. Pada varises esophagus,
akan terjadi perdarahan yang massif sedangkan pada gastritis erosive tidak
terjadi perdarahan yang massif.
Ny.K datang dengan keluhan BAB berwarna hitam, disertai dengan
keluhan lain berupa nyeri ulu hati, lemas, mudah lelah. Setelah dilakukan
pemeriksaan darah rutin, Os mengalami anemia dengan Hb 5,8gr/dl. Sehingga
diagnosis pada kasus ini adalah melena dan anemia.

31

Melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,


selain menderita melena, anemia juga menderita CKD stage V dengan GFR
11,2 dan pada status dahulu pasien mengalami insufisiensi renal. Melena pada
kasus ini belum dapat dipastikan apakah terjadi karena varices esophagus atau
karena gastritis erosive karena pasien menolak untuk USG abdomen.
Tatalaksana pada Os bertujuan untuk menghentikan perdarahan,
memerbaiki Hb, dan mencegah kerusak ginjal lebih lanjut. Os diberikan Nacl
0,9%, ceftriaxon 2x1gr, vit K 3x1, transamin 3x1, pro renal 3x1, bicnat 3x1,
asam folat 3x1, prosogan 3x1, nefrosteril, transfusi PRC.

BAB VII
DAFTAR PUSTAKA

1.

Valed C. Epidemiological aspects and risk factors in the outcome of

2.

variceal eso-gastric bleeding at chirosis patients. JAQM.2008;3:317-20.


Warady BA, Chadha V. Chronic kidney disease : the global perspective.

3.

Pediatr Nephrol 2007;22:1999-2009.


Anonim.
Gagal
ginjal
Kronik.

Available

at

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31616/4/Chapter
%20II.pdf. Accesed on 4 July 2014.
4.

Joel F, Shehab S, Marvin H, Zhang Z. Severe erosive hemorrhagic


gastritis in a pediatric patient. Journal of pediatric Gastroenterology and
nutrition. 2012;55:119.

32

5.

Wehbi

M,

Katz

J.

Acute

gastritis.

Available

at

http://emedicine.medscape.com/article/175909-overview. Accesed on 3
july 2014.
6.

Ismail D, Alwi I, Subekti I, Semiardji G, Setiawan B, Suhendro et al.


Gagal ginjal kronik. In : Rani A, Soegondo S, Nassir AU, Wijaya IP,
Nafrialdi,

editors.

Panduan

pelayanan

medic.

Jakarta:

FKUI.

2008.p.157.
7.

Thomas R, Kanso A, Sedor RJ. Chronic kidney disease and its


complications. Prim care. 2008;35:329-32.

33

Anda mungkin juga menyukai