Anda di halaman 1dari 12

Pengawetan Makanan/Minuman

Monday, 17 May 2010

Last Updated on Sunday, 24 November 2013 09:07

Written by MasterAdmin

Hits: 30007

-4500

Proses pengawetan makanan telah lama dikenal dan digunakan oleh manusia,
teknologi berjalan seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan
adanya ketersediaan pangan. Secara umum makanan di alam mempunyai masa
penyimpanan (Shelf life) yang pendek atau relatif cepat mengalami kerusakan
sehingga

diperlukan

upaya-upaya

untuk

dapat

memperpanjang

masa

penyimpanan. Masa penyimpanan (Shelf life) berbeda dengan masa kadaluarsa,


makanan yang telah melewati masa penyimpanan mungkin masih bisa
dikonsumsi

namun kandungan

makanan/minuman

bisa

nutrisi sudah

diartikan

sebagai

tidak

suatu

terjamin.

proses

Pengawetan

untuk

menjaga

keberadaan nutrisi pada makanan sehingga makanan masih dapat dikonsumsi


dengan aman pada waktu yang lama dengan cara membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Sesuai perkembangan jaman, manusia tidak
hanya mengkonsumsi makanan/minuman dalam bentuk segar (fresh) tapi juga
dalam bentuk bahan olahan. Munculnya produk olahan lebih didasari pada

keinginan manusia untuk mencoba hal-hal baru atau untuk memenuhi kebutuhan
manusia yang berkaitan dengan aktifitas pada masa modern. Maka muncullah
produk-produk seperti biskuit, daging/ikan kaleng, susu, soft drink dan lain-lain,
beberapa produk soft drink memiliki masa kadaluarsa (expired date) sampai satu
tahun. Oleh karena itu proses pengawetan sudah tidak bisa dilepaskan dari
kehidupan

masyarakat. Penyebab

Kerusakan Pada

umumnya

kerusakan

makanan disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme terutama oleh bakteri


dan jamur. Seperti mahkluk hidup lain mikroorganisme membutuhkan nutrien
seperti karbohidrat, protein, lemak, mineral. Mikroorganisme mengubah nutrien
menjadi

energi

yang

mikroorganisme. Keberadaan

digunakan

mikroorganisme

untuk
pada

suatu

pertumbuhan
bahan/produk

makanan/minuman bisa bernilai menguntungkan atau merugikan bagi manusia..


Keberadaan mikroorganisme yang tidak dikehendaki dalam bahan/produk
makanan/minuman dapat menimbulkan kerusakan produk dan bahaya bagi
kesehatan manusia diakibatkan oleh keberadaan mikroorganisme itu sendiri atau
produk metabolisme yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Kerusakan yang
disebabkan oleh mikroorganisme dapat dideteksi dari: turunnya berat dan
volume produk, adanya bau dan warna yang tidak dikehendaki, turunnya nilai
gizi/nutrisi, berubahnya bentuk dan susunan senyawa, dan adanya toksin
(senyawa racun) yang berbahaya.Ditinjau dari asalnya mikroorganisme pada
produk makanan/minuman berasal dari : (1) Bahan baku (raw material ), semakin
kompleks komponen penyusun pada bahan baku suatu produk semakin beraneka
ragam jenis mikroba yang dapat ditemukan; (2)Lingkungan, mikroorganisme
yang mengkontaminasi produk dapat berasal dari lingkungan air, tanah dan
udara; (3)Peralatan, Jenis peralatan yang digunakan selama proses pembuatan
minuman/makanan dapat merupakan sumber kontaminasi mikroorganisme;
(4) Kebersihan dan kesehatan pekerja. Sementara itu berbagai jenis mikroba

hidup pada manusia dan manusia merupakan vektor penyebar mikroba


pathogen. Metode Pengawetan

Secara umum pengawetan makanan

dapat dibagi dua yaitu menggunakan teknologi/metode dan penambahan bahan


pengawet. Banyak cara dan teknologi yang telah dipakai untuk proses
pengawetan, pemilihan teknologi pengawetan didasarkan pada beberapa faktor
antara lain biaya, skala produksi, rentang waktu makanan tersebut dikonsumsi.
Cara pengawetan yang paling mudah dan telah dikenal sejak dahulu yaitu
pengeringan. Pengeringan adalah suatu peristiwa perpindahan massa dan energi
yang terjadi dalam pemisahan cairan atau kelembaban dari suatu bahan sampai
batas kandungan air yang ditentukan dengan menggunakan gas sebagai fluida
sumber panas dan penerima uap cairan (Treybal, 1978).Proses pengeringan
dapat

menggunakan

sinar

matahari

maupun

menggunakan

mesin-mesin

pengering. Pemanfaatan sinar matahari dapat menekan biaya sehingga proses


ini dengan mudah ditemui pada masyarakat tradisional misalnya untuk
pengeringan ikan maupun pengeringan padi. Pemanfaatan mesin pengering
banyak digunakan dalam skala industri maupun laboratorium, kelebihannya
yaitu tidak tergantung cuaca dan prosesnya lebih bisa dikontrol. Tujuan dari
pengeringan yaitu untuk mengurangi kadar air pada makanan sampai pada
kadar tertentu. Pengeringan juga dapat mengurangi berat makanan sehingga
mudah dikemas. Mikroorganisme yang mengakibatkan kerusakan makanan tidak
dapat berkembang dan bertahan hidup pada lingkungan dengan kadar air yang
rendah. Selain itu, banyak enzim yang mengakibatkan perubahan kimia pada
makanan

tidak

dapat

berfungsi

tanpa

kehadiran

air (Geankoplis,

1993).Pengeringan bisa dipakai untuk berbagai jenis makanan, seperti daging


buah-buahan dan sereal. Apel, buah pear, pisang, mangga, kacang merupakan
jenis buah-buahan yang sering menggunakan proses pengeringan, sementara
untuk jenis sereal seperti tepung gandum, padi, barley, tepung jagung dan lain-

lain.Refrigerasi yaitu proses pengawetan dengan cara menurunkan suhu produk,


proses pendinginan dapat menggunakan es-es balok maupun lemari es
(refrigerator). Pemakaian es balok banyak ditemui pada pengawetan ikan oleh
nelayan saat melaut, sementara pemakaian lemari es banyak dipakai dalam
rumah tangga. Pendinginan menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme tidak
maksimal. Mirip dengan proses refrigerasi adalah proses pembekuan, beberapa
negara menggunakan metode ini untuk mengamankan persediaan cadangan
makanan pada kondisi-kondisi darurat hal ini disebabkan metode ini dapat
dipakai dalam kapasitas besar dan makanan bisa bertahan sampai berbulanbulan.Pengalengan (canning) yaitu proses pengawetan meliputi pemasakan
makanan, pengemasan dalam kaleng yang telah disterilkan dan setelah
dikalengkan

harus

dilakukan

pemanasan

sekali

lagi. Cara

pengalengan

ditemukan oleh Nicholas Appert pada akhir abad 18. Penelitian yang telah
dilakukannya selama 15 tahun menunjukkan bahwa bila makanan dipanaskan
pada suhu tertentu kemudian ditutup/dibuat kedap udara akan membuat
makanan menjadi lebih awet. Pemanasan dilakukan dengan tujuan untuk
membunuh mikroorganisme dan pengemasan/pengalengan dapat mencegah
masuknya mikroorganisme baru.Pemimpin bangsa Perancis saat itu Napoleon
Bonaparte menggunakan metode pengemasan makanan ini untuk memenuhi
kebutuhan makanan untuk prajuritnya yang sedang berperang. Atas jasanya
tersebut Nicholas Appert mendapat pengahargaan berupa hadiah uang 12.000
franch.Proses pengemasan ini dikembangkan lagi oleh seorang warga negara
Inggris bernama Peter Durant. Dia membuat kemasan yang berasal dari timah
dengan tujuan kemasan tersebut tidak mudah pecah. Pembangunan pabrik
pengalengan makanan pertama di dunia dilakukan oleh Bryan Dorkin dan John
Hall pada tahun 1813.Daging, sayur, buah, susu, minuman ringan (soft
drink) dan makanan laut merupakan jenis makanan yang mudah ditemui

masyarakat

dalam

bentuk

kemasan

kaleng.

Tiap-tiap

makanan

memiliki

kemampuan alamiah yang berbeda-beda dalam mempertahankan kualitasnya


agar tidak mudah rusak. Buah-buahan yang mengandung kandungan asam yang
tinggi seperti strawberry hanya membutuhkan sedikit proses pemanasan ketika
proses

pengalengan. Sementara

buah-buahan

seperti

tomat

membutuhkan pemanasan yang lebih lama dan perlu ditambahkan zat-zat asam
tambahan. Lain halnya dengan makanan yang memiliki kadar asam sangat
rendah seperti sayuran dan daging, ketika dikalengkan harus melalui proses
tekanan tinggi (high prresure). Rendahnya kadar asam pada sayuran dan
daging membuat jenis makanan ini memiliki ketahanan yang rendah terhadap
mikroorganisme. Tujuan pemberian tekanan udara yang tinggi saat pengalengan
dimaksudkan untuk mengusir semua udara termasuk oksigen dari kemasan
sehingga mencegah reaksi kimiawi dan enzimatis yang dipicu oleh oksigen.
Tujuan kedua untuk menjaga tekanan dalam kaleng pada tekanan yang
membuat

pertumbuhan

mikroorganisme

tidak

optimal. Proses pengalengan

harus dijalankan dengan standar kualitas yang tinggi, Pada kondisi yang buruk
dapat menyebabkan peningkatan mikrooraganisme dan kadar air, kadar air
penting

dikontrol

karena

air

merupakan

faktor

penting (esensial)dalam

pertumbuhan bakteri. Kerusakan makanan dalam kaleng dapat diidentifikasi dari


bentuk kemasan, mikroorganisme akan mendekomposisi makanan, proses
dekomposisis

akan

menghasilkan

gas

sehingga

menyebabkan

kaleng menggelembung, bocor atau bahkan meledak. Metode pengalengan


memiliki

resiko

pencemaran

yang

tinggi

ketika

kaleng

tersebut

telah

terbuka.Salah satu contoh dampak negatif lainnya yaitu berkembangnya bakteri


anaerob misalnya Clostridium botulinum, mikroorganisme ini tidak menghasilkan
gas dan perubahan rasa pada makanan sehingga tidak bisa dideteksi dari rasa
dan bau makanan. Clostridium botulinum menghasilkan toxin/zat beracun yang

dapat menyebabkan sakit yang akut bahkan kematian.Metode pengawetan lain


yaitu Pasteurisasi, istilah ini diambil dari nama penemunya Louis Pasteur. Pada
tahun 1859 Louis Pasteur merupakan orang pertama yang membuktikan bahwa
bakteri merupakan penyebab kerusakan makanan. Tes pasteurisasi pertama
diselesaikan

oleh

Pasteur

danClaude

Bernard pada 20

April 1862. Pasteurisasi dilakukan dengan memanaskan tempat yang telah diisi
makanan/minuman pada suhu sekurang-kurangnya 63 oC selama 30 menit
kemudian segera diangkat dan didinginkan hingga suhu setinggi-tingginya 10 oC.
Dengan cara ini pertumbuhan bakteri dapat dihambat dengan cepat tanpa
mengubah

rasa

minuman

dan

makanan.

Tidak

seperti sterilisasi,

pasteurisasi tidak dimaksudkan untuk membunuh seluruh mikroorganisme di


makanan. Pasteurisasi bertujuan

untuk

mengurangi

jumlah mikroorganisme sehingga tidak lagi bisa menyebabkan penyakit (dengan


syarat produk yang telah dipasteurisasi didinginkan dan digunakan sebelum
tanggal

kadaluwarsa).Metode

Irradiasi dalam

yang

bentuk electron yang

modern

berenergi

yaitu

tinggi

atau

metode Irradiasi.
sinar

yang

dihasilkan dari accelerator, atau oleh sinar gamma (dihasilkan dari sumber
radioaktif

yang

berupa Cobalt

60

menghancurkan

mikroorganisme

biokimia. Penggunan

metode

ini

atau

memiliki

Caesium-137). Irradiasi dapat

atau inhibisi dari


pengaruh

yang

perubahan
luas

termasuk

membunuh bakteri, mold dan serangga sehingga dapat menghambat kerusakan


dan penuaan pada buah-buahan. Produk ionisasi dapat berupa electronically
charged (ion) maupun radikal bebas. Produk ini kemudian bereaksi dan
menyebabkan perubahan pada material yang diirradiasi atau yang disebut
dengan radiolisis. Ion-ion reaktif yang diproduksi oleh makanan irradiasi
menghancurkan mikroorganisme dalam sekejap, dengan mengubah stuktur
membran sel dan mempengaruhi aktivitas metabolik enzim. Namun, efek yang

lebih penting adalah pada molekul deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic
acid (RNA) dalam sel nukleus, yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan replikasi.
Reaksi inilah yang menyebabkan penghancuran mikroorganisme, serangga, dan
parasit selama proses irradiasi makanan. Efek-efek radiasi hanya dapat terlihat
setelah jangka waktu tertentu, saat DNA double helix gagal dibongkar dan
mikroorganisme tidak bisa direproduksi melalui pembelahan sel. Kecepatan
destruksi sel individu bergantung pada kecepatan dimana ion diproduksi dan
berinter-reaksi dengan DNA, dimana jumlah sel tereduksi bergantung pada dosis
total radiasi yang diterima.Teknologi yang digunakan mirip dengan pasteurisasi,
sehingga metode ini dikenal juga dengan pasteurisasi dingin karena produk tidak
dipanaskan. Irradiasi tidak efektif untuk menghilangkan virus dan tidak dapat
menghilangkan racun yang telah dibentuk oleh mikroorganisme. Sehingga
metode ini baik untuk makanan yang pada awalnya dalam keadaan baik.Para
ahli yang berasal dari berbagai badan-badan dunia seperti FAO (Food &
Agriculture Organization) dan WHO (World Health Organization) telah menjamin
keamanan dari metode pengawetan ini. Sebanyak 40 negara telah mengizinkan
irradiasi makanan sebagai salah satu cara untuk mengawetkan makanan;
contohnya adalah Amerika Serikat, Kanada, dan Cina. Diperkirakan setiap
tahunnya sekitar 500.000 ton makanan diradiasi. Keunggulan utama dari
irradiasi adalah: (a) tidak ada atau sedikit sekali proses pemanasan pada
makanan sehingga hampir tidak ada perubahan dalam sensor karakteristik
makanan; (b) dapat dilakukan pada makanan kemasan dan makanan beku; (c)
dapat dilakukan pada makanan segar melalui satu kali operasi dan tanpa
menggunakan tambahan bahan kimia; (d) perubahan pada aspek nutrisi dapat
dibandingkan dengan metoda pengawetan makanan lainnya, dan (e) proses
otomatis terkontrol dan memiliki biaya operasi rendah. Sementara itu, masalah
utama dalam proses ini adalah: (a) proses dapat digunakan untuk mengeliminasi

bakteri dalam jumlah besar sehingga makanan yang tidak layak makan menjadi
layak jual; (b) jika mikroorganisme pembusuk dimusnahkan tetapi bakteria
patogen tidak, konsumen tidak bisa melihat indikasinya dari bentuk makanan; (c)
makanan

akan

dimusnahkan

berbahaya

setelah

bagi

bakteri

kesehatan

tersebut

jika

bakteri

mengkontaminasi

penghasil

racun

makanan;

(d)

kemungkinan perkembangan resistensi mikroorganisme terhadap radiasi; dan (e)


resistensi publik disebabkan oleh kekhawatiran akan pengaruh radioaktif.

Pemakain Bahan Pengawet Sintetis

Pemakaian bahan-bahan pengawet (preservative agents) saat ini banyak


digunakan oleh masyarakat baik dalam skala industri maupun rumah tangga.
Dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemakaian bahan pengawet
yaitu jenis bahan pengawet dan dosis/ambang penggunaan. BPOM (Badan
Pengawasan Obat dan Makanan) telah memiliki jenis bahan pengawet yang
diijinkan lengkap dengan dosis/ambang batasnya serta bahan pengawet yang
dilarang di Indonesia. Ambang penggunaan bahan pengawet yaitu batasan
dimana konsumen tidak menjadi keracunan dengan tambahan pengawet
tersebut. Walaupun aman, bahan pengawet tetaplah mempunyai resiko terhadap
tubuh apabila terakumulasi dalam waktu yang lama. Banyak bahan-bahan
pengawet yang telah diizinkan untuk digunakan sebagai pengawet makanan
dengan dosis tertentu. Pemakaian pengawet dengan dosis yang tidak tepat
dapat menyebabkan proses pengawetan tidak maksimal maupun makanan yang
diawetkan justru dapat berbahaya bila dikonsumsi.Di masyarakat banyak pula
ditemui penggunaan bahan-bahan kimia yang berbahaya bila digunakan sebagai
pengawet.

Beberapa

waktu

yang

lalu

masyarakat

digemparkan

dengan

penggunaan formalin untuk pengawet makanan. Secara fisik, kandungan

formalin sulit terdeteksi, formalin hanya bisa dideteksi bila kandungannya tinggi.
Pemakaian

bahan

ini

tidak

diijinkan

karena

berbahaya

karena

dapat

menyebabkan keracunan dan kematian. Formalin/formaldehyde adalah salah


satu bahan tambahan makanan untuk pengawet yang sudah dilarang secara
resmi

sejak

Oktober

1168/Menkes/Per/X/1988. Selain

1988

melalui

formalin

masyarakat

Permenkes
perlu

Nomor

mewaspadai

terhadap keberadaan bahan-bahan pengawet berikut ini dalam bahan makanan


sehari-hari: (a) Asam borat (boric acid), atau boraks; (b) Asam salisilat (salicylic
acid) dan garamnya; (c) Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate,

DEPC);

(d) Dulsin (Dulcin); (e) Kalium Khlorat (potassium chlorate); (f) Kloramfenikol
(chloramphenicol); (g) Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable
oils); dan (h) Nitrofurazon (nitrofurazone) (Depkes, 2007).Pemakaian bahanbahan pengawet yang berbahaya biasanya lebih disebabkan karena faktor biaya
yang lebih murah dan dosisnya yang lebih rendah daripada pengawet seperti
benzoat sehingga dapat diperoleh keuntungan yang lebih banyak. Selain itu
bahan pengawet ini mudah digunakan dan banyak toko bahan kimia yang
menyediakan serta lebih cepat untuk proses pengawetan. Faktor ketidaktahuan
masyarakat akan akibat penggunaan bahan-bahan kimia tersebut juga berperan
dalam kasus penggunaan bahan pengawet berbahaya ini. Oleh karena itu
diperlukan upaya penyuluhan tentang bahaya penggunaan bahan kimia tersebut
dan alternatif penggunaan bahan-bahan pengawet/metode pengawetan yang
aman. Di samping itu perlu adanya penegakan hukum (law enforcement) dalam
upaya perlindungan konsumen.

Beberapa bahan-bahan pengawet yang diijinkan antara lain:

Pertama, Asam propionat. Sering digunakan untuk mencegah tumbuhnya jamur


atau kapang. Untuk bahan tepung terigu, dosis maksimum yang digunakan
adalah 0,32 % atau 3,2 gram/kg bahan; sedangkan untuk bahan dari keju, dosis
maksimum sebesar 0,3 % atau 3 gram/kg bahan.

Kedua, Asam Sitrat (citric acid). Merupakan senyawa intermedier dari asam
organik yang berbentuk kristal atau serbuk putih. Asam sitrat ini maudah larut
dalam air, spriritus, dan ethanol, tidak berbau, rasanya sangat asam,. Asam
sitrat juga terdapat dalam sari buah-buahan seperti nenas, jeruk, lemon,
markisa. Asam ini dipakai untuk meningkatkan rasa asam (mengatur tingkat
keasaman) pada berbagai pengolahan minum, produk air susu, selai, jeli, dan
lain-lain. Asam sitrat berfungsi sebagai pengawet pada keju dan sirup, digunakan
untuk mencegah proses kristalisasi dalam madu, gula-gula (termasuk fondant),
dan juga untuk mencegah pemucatan berbagai makanan, misalnya buah-buahan
kaleng dan ikan. Larutan asam sitrat yang encer dapat digunakan untuk
mencegah pembentukan bintik-bintik hitam pada udang. Penggunaan maksimum
dalam minuman adalah sebesar 3 gram/liter sari buah.

Ketiga, Benzoat

(acidum

benzoicum

atau

benzoic

acid). Benzoat

biasa

diperdagangkan adalah garam natrium benzoat, dengan ciri-ciri berbentuk


serbuk atau kristal putih, halus, sedikit berbau, berasa payau. Konsentrasi yang
digunakan 150 ppm. Sangat effektif terhadap yeast, tetapi juga terhadap
molds dan bakteri asam laktat dan asetat. Banyak dipakai dalam industri
makanan/minuman.

Keempat, Gula pasir.Digunakan sebagai pengawet dan lebih efektif bila dipakai
dengan tujuan menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagai bahan pengawet,

pengunaan gula pasir minimal 3% atau 30 gram/kg bahan. Makanan yang


dimasak dengan kadar sukrosa/gula pasir tinggi akan meningkatkan tekanan
osmotik yang tinggi sehingga menyebabkan bakteri terhambat. Banyak dipakai
pada buah-buahan atau sirup dengan bahan dasar buah-buahan.

Kelima, Natrium

Metabisulfit. Natrium

metabisulfit

yang

diperdagangkan

berbentuk kristal. Pemakaiannya dalam pengolahan bahan pangan bertujuan


untuk mencegah proses pencoklatan pada buah sebelum diolah, menghilangkan
bau dan rasa getir terutama pada ubi kayu serta untuk mempertahankan warna
agar tetap menarik. Natrium metabisulfit dapat dilarutkan bersama-sama bahan
atau diasapkan. Prinsip pengasapan tersebut adalah mengalirkan gas SO2 ke
dalam bahan sebelum pengeringan. Pengasapan dilakukan selama + 15 menit.
Maksimum penggunaannya sebanyak 2 gram/kg bahan. Natrium metabisulfit
yang

berlebihan

akan

hilang

sewaktu

pengeringan.Keenam,

Nitrit

dan

Nitrat. Terdapat dalam bentuk garam kalium dan natrium nitrit. Natrium nitrit
berbentuk butiran berwarna putih, sedangkan kalium nitrit berwarna putih atau
kuning dan kelarutannya tinggi dalam air. Nitrit dan nitrat dapat menghambat
pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan dalam waktu yang singkat. Sering
digunakan pada daging yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna
merah daging. Jumlah nitrit yang ditambahkan biasanya 0,1 % atau 1 gram/kg
bahan yang diawetkan. Untuk nitrat 0,2 % atau 2 gram/kg bahan. Apabila lebih
dari jumlah tersebut akan menyebabkan keracunan, oleh sebab itu pemakaian
nitrit dan nitrat diatur dalam undang-undang. Untuk mengatasi keracunan
tersebut maka pemakaian nitrit biasanya dicampur dengan nitrat dalam jumlah
yang sama. Nitrat tersebut akan diubah menjadi nitrit sedikit demi sedikit
sehingga jumlah nitrit di dalam daging tidak berlebihan.Ketujuh, Garam (Natrium
Chlorida). Penggaraman yaitu proses penambahan garam (Natrium Chlorida)

pada produk makanan dengan konsentrasi tertentu. Garam dapur dalam


keadaan

murni

tidak

berwarna,

tetapi

kadang-kadang

berwarna

kuning

kecoklatan yang berasal dari kotoran-kotoran yang ada didalamnya. Air laut
mengandung

garam

dapur.

Garam

dapur

sebagai

penghambat

pertumbuhan mikroba, sering digunakan untuk mengawetkan ikan dan juga


bahan-bahan lain. Pengunaannya sebagai pengawet minimal sebanyak 20 %
atau

ons/kg

bahan. (Jatmiko

Pengembangan Kab. Pati).

Wahyudi,

Kantor

Penelitian

dan

Anda mungkin juga menyukai