Anda di halaman 1dari 4

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI

SAPARAN DI DESA TETEP RANDUACIR


KEC. ARGOMULYO KOTA SALATIGA

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Sebagai Rancangan Penulisan Skripsi


Pada Program Studi S1 PAI STAIN SALATIGA di Salatiga

Disusun Oleh :
WAHDATUL AINIYAH
NIN : 111 06 029

JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKA AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2009/2010
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Islam sebagai agama memiliki makna yang cukup luas, merupakan
petunjuk bagi jalan hidup manusia dan merupakan rahmat bagi seluruh alam.
Islam sebagai agama wahyu terakhir memiliki kebenaran yang bersifat universal
dan absolut, tidak bertentangan dengan kebenaran akal meskipun kebenaran akal
itu bersifat universal dan absolut, tidak berarti bahwa kebenaran akal sama dengan
kebenaran agama. Karena itu ijtihad dalam bidang Pendidikan Islam semakin
diperlukan. Sebab masalah-masalah kependidikan yang termuat dalam Al-Qur’an
dan Hadits bersifat garis besar dan umum. Apabila terdapat rincian, hal itu
dibutuhkan penelitian yang berkaitan dengan permasalahan pendidikan Islam.
Dalam Islam diakui bahwa adanya kebutuhan terhadap agama disebabkan
manusia selaku makhluk Tuhan dibekali dengan berbagai potensi yang dibawa
sejak lahir, salah satunya adalah kecenderungan terhadap agama. Berkaitan
dengan hal ini Arifin (1991 : 96) bahwa sesuai dengan fitrahnya, manusia diberi
kemampuan untuk memilih jalan yang benar dan salah, kemampuan ini didapat
dari proses kependidikan.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi
sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran. Pendidikan sudah
menjadi suatu keharusan untuk mendapat prioritas perhatian, karena sebagai
peningkatan kualitas suatu bangsa atau kualitas sumber daya manusia (SDM).
Bahkan Islam juga menganjurkan umatnya untuk melaksanakan pendidikan, Islam
mengutamakan pendidikan untuk bekal kehidupan sehari-hari. Hal ini ditegaskan
dalam hadits yang berbunyi :

Pendidikan Islam merupakan pengembangan pikiran, penataan perilaku,


pengaturan emosial, hubungan peranan manusia dengan dunia ini, serta
bagaimana manusia mampu memanfaatkan dunia sehingga mampu meraih tujuan
pendidikan sekaligus mengupayakan perwujudan (Abdurrahman, 1995 : 34).
Aspek keimanan dan keyakinan menjadi landasan akidah yang mengakar dan
integral serta menjadi motivator yang menggugah manusia untuk berpandangan ke
depan, optimis, sungguh-sungguh dan berkesadaran. Aspek syariat telah
menyumbangkan berbagai kaidah dan norma yang dapat mengatur perilaku dan
hubungan manusia sehingga masyarakat memiliki suatu nilai yang tertanam di
jiwanya, nilai positif yang dapat dijadikan pegangan sebagai pembangun
karakteristik pribadi.
Nilai ini didapat dari pendidikan yang telah ia jalani, baik pendidikan
formal maupun non formal. Pendidikan tidak hanya didapat dari sekolah saja, bisa
saja didapat dari suatu pengalaman yang belum pernah ia temui sebelumnya atau
bisa juga dari suatu kejadian yang sudah terbiasa dilakukan di lingkungannya,
kebiasaan ini seringkali disebut tradisi yang terjadi di masyarakat.
Suatu tradisi yang sudah menjadi kebiasaan rutin di masyarakat akan sulit
dihilangkan. Khususnya pada masyarakat jawa, suatu tradisi dianggap sangat
penting karena menurut mereka itu warisan dari nenek moyang. Selagi tradisi
tersebut tidak menyimpang dari syariat Islam khususnya bagi masyarakat pemeluk
agama Islam maka tidak masalah tradisi tersebut dijalankan. Bisa jadi dalam
tradisi tersebut juga mengandung adanya pendidikan yang Islami. Karena tradisi
ini suatu adat kebiasaan yang sudah mendarah daging di masyarakat yang bisa
dipikir dengan akal sehat tidak logis kenyataannya. Oleh karena itu Indra (2005 :
190) menyatakan pendidikan yang diselenggarakan oleh pendidikan Islam pada
umumnya sentuhannya hanya pada qalbu atau hati, sementara sentuhan pada akal
sangat tidak seimbang.
Pelaksanaan tradisi tersebut ada yang rutin setiap satu bulan sekali juga
ada yang satu tahun sekali. Seperti halnya suatu tradisi yang terdapat di desa
Tetep, Randuacir, Argomulyo, Salatiga setiap satu tahun sekali di desa Tetep ini
diadakan tradisi Saparan. Tradisi ini dilakukan di bulan Sapar (bulan Jawa), yang
menurut sejarah tradisi ini untuk mensyukuri desa Tetep supaya tetap makmur dan
sejahtera serta untuk mengirim do’a bagi para sesepuh yang dulunya membangun
desa Tetep yang sekarang sudah meninggal.
Tradisi Saparan ini hampir mirip dengan tradisi Nyadran yang biasa terjadi
di bulan Suro (Muharram). Karena tradisi Saparan ini termasuk tradisi yang tidak
dijalankan masyarakat luas, khususnya di Jawa, maka peneliti tertarik untuk
meneliti tradisi Saparan tersebut. Dimana tradisi ini berfungsi untuk mengukuhkan
nilai-nilai, gagasan dan keyakinan yang berlaku di masyarakat.
Berkaitan dengan latar belakang di atas, skripsi ini akan membahas tentang
“NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI SAPARAN DI
DESA TETEP RANDUACIR KEC. ARGOMULYO KOTA SALATIGA”.

B. PENEGASAN ISTILAH
Dalam penelitian ini istilah-istilah yang perlu disajikan untuk memberikan
batasan-batasan pengertian adalah sebagai berikut :
1. Nilai-nilai
Purwadarminta (2006 : 801) nilai adalah harga (taksiran harga).
Sehingga nilai-nilai di sini sesuatu yang memiliki daya tersendiri yang bisa
dijadikan penilaian bagi seseorang. Nilai-nilai tersebut mampu memberikan
pandangan bagi seseorang untuk menilai suatu kejadian yang mana dalam
kejadian tersebut ada segi positif dan negatifnya.
2. Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan Islam (tafsir,
2008 : 24). Dimana pendidikan ini akan menghasilkan calon anak didik yang
berpedoman Islam, dan berbudi pekerti mulia berlandaskan Islam.
3. Tradisi Saparan
Depdiknas (2007 : 1208) tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun
(dari nenek moyang) yang masih dijalankan masyarakat. Jadi tradisi Saparan
disini berarti adat kebiasaan yang dilaksanakan pada bulan Sapar (bulan
Jawa), dan masih dijalankan sampai saat ini oleh masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai