Anda di halaman 1dari 13

Wiwing marisya

1102011294

1. Cedera Craniocerebral / Trauma Kepala


1.1.
Definisi
Menurut Dawodu (2002) dan Sutantoro (2003), cedera kepala adalah trauma yang mengenai calvaria dan
atau basis cranii serta organ-organ di dalamnya, dimana kerusakan tersebut bersifat non-degeneratif /
non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan fisik, kognitif
maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa penurunan tingkat kesadaran.
1.2.

Klasifikasi

Berdasarkan mekanisme cedera kepala dibagi atas :


a. Cedera kepala tumpul : dapat terjadi akibat kecelakaan mobil-motor, jatuh dari ketinggian atau
dipukul dengan benda tumpul
b. Cedera kepala tembus : disebabkan oleh tembakan peluru, atau cedera tusukan
Morfologi cedera kepala
a. Fraktur Kranium, dapat terjadi pada atap dan dasar tengkorak
1) Fraktur Calvaria : bisa berbentuk garis atau bintang, depresi atau non depresi, terbuka atau
tertutup
2) Fraktur basis cranii :
- dengan atau tanpa kebocoran cerebrospinal fluid (CSF)
- dengan atau tanpa paresis N.VII
b. Lesi Intrakranium
1) Lesi fokal : perdarahan epidural
perdarahan subdural
perdarahan intraserebral

Wiwing marisya
1102011294

2) Lesi difus : komosio ringan


Komosio klasik
Cedera akson difus
1.3.
Etiologi
Adapun penyebab cedera kepala karena :
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Kecelakaan olahraga
c. Penganiayaan
d. Tertembak
e. Jatuh
f. Cedera akibat kekerasan
1.4.

Patofisiologi
Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Meskipun otak hanya seberat 2
% dari berat badan orang dewasa, ia menerima 20 % dari curah jantung. Sebagian besar yakni 80 % dari
glukosa dan oksigen tersebut dikonsumsi oleh substansi kelabu.
Cedera kepala yang terjadi langsung akibat trauma disebut cedera primer. Proses lanjutan yang sering
terjadi adalah gangguan suplai untuk sel yaitu oksigen dan nutrien, terutama glukosa. Kekurangan
oksigen dapat terjadi karena berkurangnya oksigenasi darah akibat kegagalan fungsi paru, atau karena
aliran darah otak menurun, misalnya akibat syok. Karena itu pada cedera kepala harus dijamin bebasnya
jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik tidak terganggu, sehingga oksigenasi tubuh
cukup. Gangguan metabolisme jaringan otak akam menyebabkan edem yang mengakibaykan hernia
melalui foramen tentorium, foramen magnum, atau herniasi dibawah falks serebrum.
Jika terjadi herniasi jaringan otak yang bersangkutan akan mengalami iskemik sehingga dapat
menimbulkan nekrosis atau perdarahan yang menimbulkan kematian (3).
Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Cedera Primer
Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak, robek pembuluh darah
(hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk robeknya duramater, laserasi, kontusio).
2) Cedera Sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut melampaui batas kompensasi ruang
tengkorak.
Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan volumenya tetap. Volume
dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah, liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi
yang terlampaui akan mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan Tekanan
Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler.
Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi :
CPP = MAP ICP
CPP : Cerebral Perfusion Pressure
MAP : Mean Arterial Pressure
ICP : Intra Cranial Pressure
Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak. Iskemia otak mengakibatkan
edema sitotoksik kerusakan seluler yang makin parah (irreversibel). Diperberat oleh kelainan
ekstrakranial hipotensi/syok, hiperkarbi, hipoksia, hipertermi, kejang, dll.
3) Edema Sitotoksik
Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis Neurotransmitter yang
menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l. glutamat, aspartat). EAA melalui reseptor AMPA
(N-Methyl D-Aspartat) dan NMDA (Amino Methyl Propionat Acid) menyebabkan Ca influks

Wiwing marisya
1102011294

berlebihan yang menimbulkan edema dan mengaktivasi enzym degradatif serta menyebabkan fast
depolarisasi (klinis kejang-kejang).
4) Kerusakan Membran Sel
Dipicu Ca influks yang mengakitvasi enzym degradatif akan menyebabkan kerusakan DNA, protein,
dan membran fosfolipid sel (BBB breakdown) melalui rendahnya CDP cholin (yang berfungsi
sebagai prekusor yang banyak diperlukan pada sintesa fosfolipid untuk menjaga integritas dan repair
membran
tersebut).
Melalui rusaknya fosfolipid akan meyebabkan terbentuknya asam arakhidonat yang menghasilkan
radikal bebas yang berlebih.
5) Apoptosis
Sinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound apoptotic bodies terjadi kondensasi
kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA dan akhirnya sel akan mengkerut (shrinkage).
Dalam penelitian ternyata program bunuh diri ini merupakan suatu proses yang dapat dihentikan.
Patologi
Dari gambarannya (neuropatologi), kerusakan otak dapat digolongkan menjadi fokal dan difus,
walaupun terkadang kedua tipe tersebut muncul bersamaan. Alternatif yang lain menggolongkan
kerusakan otak menjadi primer (terjadi sebagai dampak) dan sekunder (munculnya kerusakan neuronal
yang menetap, hematoma, pembengkakan otak, iskemia, atau infeksi).
KERUSAKAN FOKAL
1) Kontusio kortikal dan laserasi
Kontusio kortikal dan laserasi bisa terjadi di bawah atau berlawanan (counter-coup) pada sisi yang
terkena, tapi kebanyakan melibatkan lobus frontal dan temporal. Kontusio biasanya terjadi multiple
dan bilateral. Kontusio multiple tidak depresi pada tingkat kesadaran, tapi hal ini dapat terjadi ketika
perdarahan akibat kontusio memproduksi ruang yang menyebabkan hematoma.
2) Hematoma intracranial
Perdarahan intracranial dapat terjadi baik di luar (ekstradural) maupun di dalam dura (intradural).
Lesi intradural biasanya terdiri dari campuran dari hematoma subdural dan intraserebral, walaupun
subdural murni juga terjadi. Kerusakan otak bisa disebabkan direk atau indirek akibat herniasi
tentorial atau tonsilar.
3) Intraserebral (Burst lobe)
Kontusio di lobus frontal dan temporal sering mengarah pada perdarahan di dalam substansia otak,
biasanya dihubungkan dengan hematoma subdural yang hebat.
Burst Lobe adalah definisi yang biasanya digunakan untuk menerangkan penampakan dari
hematoma intraserebral bercampur dengan jaringan otak yang nekrotik, ruptur keluar ke ruang
subdural.
4) Subdural
Pada beberapa pasien, dampaknya bisa mengakibatkan ruptur hubungan vena-vena dari permukaan
kortikal dengan sinus venosus, memproduksi hematoma subdural murni dengan tidak adanya bukti
mendasar adanya kontusio kortikal atau laserasi.
5) Ekstradural
Fraktur cranii merobek pembuluh darah meningeal tengah, mengalir ke dalam ruang ekstradural. Hal
ini biasanya terjadi pada regio temporal atau temporoparietal. Kadang-kadang hematoma ekstradural
terjadi akibat kerusakan sinus sagital atau transvesal.

Wiwing marisya
1102011294

6) Herniasi tentorial/tonsillar (sinonim: cone)


Tidak seperti tekanan intrakranial tinggi yang secara direk merusak jaringan neuronal, tapi
kerusakan otak terjadi sebagai akibat herniasi tentorial atau tonsillar.
Peningkatan tekanan intrakranial yang progresif karena hematoma supratentorial, menyebabkan
pergeseran garis tengah (mid line). Herniasi dari lobus temporal medial sampai hiatus tentorial juga
terjadi (herniasi tentorial lateral), menyebabkan kompresi dan kerusakan otak tengah..
Herniasi tentorial lateral yang tidak terkontrol atau pembengkakan hemispheric bilateral difus
akan mengakibatkan herniasi tentrorial central.
Herniasi dari tonsil serebellar melalui foramen magnum (herniasi tonsillar) dan berikut kompresi
batang otak bawah bisa diikuti herniasi tentorial central atau yang jarang terjadi, yaitu traumatik
posterior dari fossa hematoma.
KERUSAKAN DIFUS
1) Diffused Axonal Injury (DAI)
Tekanan yang berkurang menyebabkan kerusakan mekanik akson secara cepat. Lebih dari 48 jam,
kerusakan lebih lanjut terjadi melalui pelepasan neurotransmiter eksitotoksik yang menyebabkan
influs Ca 2+ ke dalam sel dan memacu kaskade fosfolipid. Kemungkinan genetik diketahui dengan
adanya gen APOE 4, dapat memainkan peranan dalam hal ini. Tergantung dari tingkat keparahan
dari luka, efek dapat bervariasi dari koma ringan sampai kematian.
DAI terjadi pada 10-15% CKB. 60% DAI berakhir dengan kecacatan menetap dan vegetative state,
35-50% berakhir dengan kematian. Dalam proses biomekanis, DAI terjadi karena adanya proses
deselerasi yang menyebabkan syringe trauma (tergunting) karena adanya gaya yang simpang siur.
2) Iskemia serebral
Iskemia serebral umumnya terjadi setelah cedera kepala berat dan disebabkan baik karena hipoksia
atau perfusi serebral yang terganggu/rusak. Pada orang normal, tekanan darah yang rendah tidak
mengakibatkan rendahnya perfusi serebral karena adanya autoregulasi, terbukti adanya
vasodilatasi serebral.
Setelah cedera kepala, bagaimanapun juga sistem autoregulasi sering tidak sempurna/cacat dan
hipotensi bisa menyebabkan efek yang drastis. Kelebihan glutamat dan akumulasi radikal bebas juga
bisa mengkontribusikan kerusakan neuronal. Penyebab lain iskemia serebral adalah lesi massa yang
menyebabkan herniasi tentorial, traksi atau perforasi pembuluh darah, spasme arterial, dan kenaikan
TIK karena edema otak. Lokasi iskemia dapat terjadi pada korteks, hipokampus, ganglion basalis dan
batang otak.
Pathogenesis Cedera Kepala
Mekanisme otak normal
Berat otak manusia normal berkisar antara 1200-1400 gram. Dalam keadaan istirahat otak
membutuhkan oksigen sebanyak 20% dari seluruh kebutuhan oksigen tubuh dan memerlukan 70%
glukosa tubuh. Adanya kebutuhan oksigen yang tinggi tersebut disertai dengan aktivitas metabolic otak
yang terjadi terus-menerus memerlukan aliran darah yang konstan ke dalam otak, sehingga otak
membutuhkan makanan yang cukup dan teratur. Berkurang atau hilangnya suplai darah ke otak dalam
beberapa menit akan menimbulkan gangguan pada jaringan otakdari yang ringan hingga berat berupa
kematian sel otak.

Wiwing marisya
1102011294

1.5.
a.

Diagnosis dan Diagnosis Banding


Anamnesis
Diagnosis cedera kepala biasanya tidak sulit ditegakkan : riwayat kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
kerja atau perkelahian hampir selalu ditemukan. Pada orang tua dengan kecelakaan yang terjadi di
rumah, misalnya jatuh dari tangga, jatuh di kamar mandi atau sehabis bangun tidur, harus dipikirkan
kemungkinan gangguan pembuluh darah otak (stroke) karena keluarga kadang-kadang tak
mengetahui pasti urutan kejadiannya, jatuh kemudian tidak sadar atau kehilangan kesadaran lebih
dahulu sebelum jatuh.
Anamnesis lebih rinci tentang:
- Sifat kecelakaan.
- Saat terjadinya, beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah sakit.
- Ada tidaknya benturan kepala langsung.
- Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran sampai saat diperiksa. Bila si pasien
dapat diajak berbicara, tanyakan urutan peristiwanya sejak sebelum terjadinya kecelakaan,
sampai saat tiba di rumah sakit untuk mengetahui kemungkinan adanya amnesia retrograd.
Muntah dapat disebabkan oleh tingginya tekanan intrakranial. Pasien tidak selalu dalam keadaan
pingsan (hilang / turun kesadarannya), tapi dapat kelihatan bingung / disorientasi (kesadaran
berubah)
Indikasi Rawat Inap :
- Perubahan kesadaran saat diperiksa.
- Fraktur tulang tengkorak.
- Terdapat defisit neurologik.
- Kesulitan menilai kesadaran pasien, misalnya pada anak-anak, riwayat minum alkohol, pasien
tidak kooperatif.
- Adanya faktor sosial seperti :
a. Kurangnya pengawasan orang tua/keluarga bila dipulangkan.

Wiwing marisya
1102011294

b. Kurangnya pendidikan orang tua/keluarga.


c. Sulitnya transportasi ke rumah sakit.
Pasien yang diperbolehkan pulang harus dipesan agar segera kembali ke rumah sakit bila timbul
gejala sebagai berikut :
- Mengantuk berat atau sulit dibangunkan. Penderita harus dibangunkan tiap 2 jam selama periode
tidur.
- Disorientasi, kacau, perubahan tingkah laku
- Nyeri kepala yang hebat, muntah, demam.
- Rasa lemah atau rasa baal pada lengan atau tungkai, kelumpuhan, penglihatan kabur.
- Kejang, pingsan.
- Keluar darah/cairan dari hidung atau telinga
- Salah satu pupil lebih besar dari yang lain, gerakan-gerakan aneh bola mata, melihat dobel, atau
gangguan penglihatan lain
- Denyut nadi yang sangat lambat atau sangat cepat atau pola nafas yang tidak biasa
Rawat inap mempunyai dua tujuan, yakni observasi (pemantauan) dan perawatan. Observasi
ialah usaha untuk menemukan sedini mungkin kemungkinan terjadinya penyulit atau kelainan lain
yang tidak segera memberi tanda atau gejala.
Pada penderita yang tidak sadar, perawatan merupakan bagian terpenting dari penatalaksanaan.
Tindakan pembebasan jalan nafas dan pernapasan mendapat prioritas utama untuk diperhatikan.
Penderita harus diletakkan dalam posisi berbaring yang aman.
b. Pemeriksaan Fisik
Hal terpenting yang pertama kali dinilai bahkan mendahului trias adalah status fungsi vital dan status
kesadaran pasien.
Status fungsi vital
Yang dinilai dalam status fungsi vital adalah:
- Airway (jalan napas) dibersihkan dari benda asing, lendir atau darah, bila perlu segera dipasang
pipa naso/orofaring; diikuti dengan pemberian oksigen. Manipulasi leher harus berhati-hati bila
ada riwayat / dugaan trauma servikal (whiplash injury).
- Breathing (pernapasan) dapat ditemukan adanya pernapasan Cheyne-Stokes, Biot / hiperventilasi,
atau pernapasan ataksik yang menggambarkan makin buruknya tingkat kesadaran.
- Circulation (nadi dan tekanan darah). Pemantauan dilakukan untuk menduga adanya shock,
terutama bila terdapat juga trauma di tempat lain, misalnya trauma thorax, trauma abdomen,
fraktur ekstremitas. Selain itu peninggian tekanan darah yang disertai dengan melambatnya
frekuensi nadi dapat merupakan gejala awal peninggian tekanan intrakranial, yang biasanya
dalam fase akut disebabkan oleh hematoma epidural.
Status kesadaran pasien
Cara penilaian kesadaran yang luas digunakan ialah dengan Skala Koma Glasgow; cara ini sederhana
tanpa memerlukan alat diagnostik sehingga dapat digunakan balk oleh dokter maupun perawat.
Melalui cara ini pula, perkembangan/perubahan kesadaran dari waktu ke waktu dapat diikuti secara
akurat. Yang dinilai adalah respon membuka mata, respon verbal dan respon motorik.
Status neurologis
Pemeriksaan neurologik pada kasus trauma kapitis terutama ditujukan untuk mendeteksi adanya
tanda-tanda fokal yang dapat menunjukkan adanya kelainan fokal, dalam hal ini perdarahan
intrakranial. Tanda fokal tersebut ialah : anisokori, paresis / paralisis, dan refleks patologis..
Selain trauma kepala, harus diperhatikan adanya kemungkinan cedera di tempat lain seperti
trauma thorax, trauma abdomen, fraktur iga atau tulang anggota gerak harus selalu dipikirkan dan
dideteksi secepat mungkin

Wiwing marisya
1102011294

c. Pemeriksaan Penunjang
Foto Rontgen tengkorak (AP Lateral) biasanya dilakukan pada keadaan: defisit neurologik fokal,
liquorrhoe, dugaan trauma tembus/fraktur impresi, hematoma luas di daerah kepala.
Perdarahan intrakranial dapat dideteksi melalui pemeriksaan arterografi karotis atau CT Scan kepala
yang lebih disukai, karena prosedurnya lebih sederhana dan tidak invasif, dan hasilnya lebih akurat.
Meskipun demikian pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan di setiap rumah sakit. CT Scan juga dapat
dilakukan pada keadaan: perburukan kesadaran, dugaan fraktur basis kranii dan kejang.
1.6.
1.7.
1.8.

Tatalaksana
Komplikasi
Prognosis
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan total. Jenis
dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi.
Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehinnga area yang tidak mengalami
kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan. Tetapi semakin tua
umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin
berkurang.
Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat
sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran. Jika kesadaran telah kembali pada minggu
pertama, maka biasanya ingatan penderita akan pulih kembali.
Penderita bisa mengalami sindroma pasca konkusio, dimana sakit kepala terus menerus dirasakan
dan terjadi gangguan ingatan.
Status vegetatif kronis merupakan keadaan tak sadarkan diri dalam waktu yang lama, yang disertai
dengan siklus bangun dan tidur yang mendekati normal.
Keadaan ini merupakan akibat yang paling serius dari cedera kepala yang non-fatal. Penyebabnya
adalah kerusakan pada bagian atas dari otak (yang mengendalikan fungsi mental), sedangkan talamus
dan batang otak (yang mengatur siklus tidur, suhu tubuh, pernafasan dan denyut jantung) tetap utuh. Jika
status vegetatif terus berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, maka kemungkinan untuk sadar
kembali sangat kecil.
www.sanirachman.blogspot.com

2. Fraktur Basis Cranii


2.1.
Definisi
2.2.
Etiologi
2.3.
Patofisiologi
2.4.
Manifestasi Klinis
Otorrhea atau keluarnya cairan otak melalui telinga menunjukan terjadi fraktur pada petrous
pyramid yang merusak kanal auditory eksternal dan merobek membrane timpani mengakibatkan
bocornya cairan otak atau darah terkumpul disamping membrane timpani (tidak robek)
Battle Sign (warna kehitaman di belakang telinga) : Fraktur meluas ke posterior dan merusak
sinus sigmoid.
Racoon atau pandabear: fraktur dasar tengkorak dari bagian anterior menyebabkan darah bocor
masuk ke jaringan periorbital.
Selain tanda diatas fraktur basal juga diindikasikan dengan tanda tanda kerusakan saraf cranial.
Saraf olfaktorius, fasial dan auditori yang lebih sering terganggu. Anosmia dan kehilangan dari
rasa akibat trauma kepala terutama jatuh pada bagian belakang kepala. Sebagian besar anosmia
bersifat permanen
Fraktur mendekati sella mungkin merobek bagian kelenjar pituitary hal ini dapat mengakibatkan
diabetes insipidus

Wiwing marisya
1102011294

Fraktur pada tulang sphenoid mungkin dapat menimbulkan laserasi saraf optic dan dapat
menimbulkan kebutaan, pupil tidak bereaksi terhadap cahaya. Cedera sebagian pada saraf optic
dapat menimbulkan pasien mengalami penglihatan kabur .
Kerusakan pada saraf okulomotorius dapat dikarakteriskan dengan ptosis dan diplopia
Kerusakan pada saraf optalmic dan trigeminus yang diakibatkan fraktur dasar tengkorak
menyebrang ke bagian tengah fossa cranial atau cabang saraf ekstrakranial dapat mengakibatkan
mati rasa atau Paresthesia
Kerusakan pada saraf fasial dapat diakibatkan karena fraktur tranversal melalui tulang petrous
dapat mengakibatkan facial palsy segera ,sedangkan jika fraktur longitudinal dari tulang petrous
dapat menimbulkan fasial palsy tertunda dalam beberapa hari.
Kerusakan saraf delapan atau auditorius disebabkan oleh fraktur petrous mengakibatkan hilang
pendengaran atau vertigo postural dan nystagmus segera setelah trauma.
Fraktur dasar melalui tulang sphenoid dapat mengakibatkan laserasi pada arteri karotis internal
atau cabang dari intracavernous dalam hitungan jam atau hari akan didapat exopthalmus
berkembang karena darah arteri masuk kes sinus dan bagian superior mengembung dan bagian
inferior menjadi kosong dapat mengakibatkan nyeri
Jika fraktur menimbulkan ke bagian meningen atau jika fraktur melalui dinding sinus paranasal
dapat mengakibatkan bakteri masuk kedalam cranial cavity dan mengakibatkan meningitis dan
pembentukan abses, dan cairan otak bocor kedalam sinus dan keluar melalui hidung atau
disebut rinorhea. Untuk menguji bahwa cairan yang keluar dari hidung merupakan cairan otak
dapat menggunakan glukotest dm (karena mucus tidak mengandung glukosa). Untuk mencegah
terjadinya meningitis pasien propilaksis diberikan antibiotik.
Penimbunan udara pada ruang cranial (aerocele) sering terjadi pada fraktur tengkorak atau
prosedur dapat menimbulakn pneumocranium
http://pademen.blogspot.com
3. Perdarahan Interkranial
Perdarahan intrakranial adalah perdarahan (patologis) yang terjadi di dalam kranium, yangmungkin
ekstradural, subdural, subaraknoid, atau serebral (parenkimatosa). Perdarahanintrakranial dapat terjadi
pada semua umur dan juga akibat trauma kepala sepertikapitis,tumor otak dan lain-lain.
3.1.

Epidural Hemorrhage

Perdarahan epidural adalah sebuah bentuk cedera kepala yang mudah ditangani yang selalu
berhubungan dengan prognosa yang baik. Pada beberapa kejadian yang jarang, perdarahan seperti itu
bisa terjadi spontan. Kemajuan dalam pencitraan CT kontemporer telah memberi konfirmasi diagnosa
perdarahan epidural dengan cepat dan akurat.
Perdarahan epidural muncul dalam ruang potensial diantara dura dan kranium. Epi dalam bahasa
Yunani berarti diatas. Sebuah perdarahan epidural bisa juga merujuk pada ekstradural (diluar dura).
Perdarahan epidural akibat gangguan pembuluh darah dura, termasuk cabang-cabang arteri dan vena
meningea media, sinus venosus dura, dan pembuluh darah kranium. Perdarahan dan pertumbuhan
berkelanjutan bisa mengakibatkan hipertensi intrakranial.
Sebanyak 10-20% dari semua pasien dengan cedera kepala diperkirakan mendapat perdarahan
epidural, insiden yang sebanding dengan usia terdapat pada populasi pediatri. Kira-kira 17% pasien yang
sebelumnya sadar lalu memburuk menjadi koma setelah trauma diketahui mendapat perdarahan
epidural.

Wiwing marisya
1102011294

DEFENISI
Perdarahan epidural adalah perdarahan yang menghasilkan sekumpulan darah diluar dura mater
otak atau tulang belakang. Perdarahan biasanya sebagai akibat dari robeknya arteri meningea media dan
mungkin dengan cepat mengancam jiwa. Juga disebut perdarahan ekstradural.
ETIOLOGI
Trauma merupakan penyebab khas perdarahan epidural, meskipun perdarahan spontan bisa saja
muncul. Trauma seringnya berupa benturan tumpul pada kepala akibat serangan, terjatuh, atau kecelakan
lain; trauma akselerasi-deselerasi dan gaya melintang. Distosia, ektraksi forseps, dan tekanan kranium
berlebihan pada jalan lahir juga mencakup perdarahan pada bayi baru lahir.
PATOFISIOLOGI
Tidak seperti Subdural Hematoma, contusio cerebri, atau trauma difus pada kepala (otak), EDH tidak
dihasilkan akibat gerakan kepala sekunder atau akselerasi kepala. EDH utamanya disebabkan oleh
ganguan struktur duramater dan pembuluh darah kepala biasanya karena fraktur calvaria. Laserasi
(robeknya) arteri meningea media dan sinus venosus duramater yang menyertainya merupakan etiologi
terbanyak.
Pada fossa posterior, kelainan sinus venosus duramater (misalnya: sinus transversus atau sinus
sigmoid) karena fraktur dapat memicu EDH. Kelainan sinus sagitalis superior dapat menyebabkan EDH
vertex. Sebab non-arterial lain dari epidural hemorrhage termasuk pelebaran vena, vena diplo,
granulationes arachnidales, dan sinus pertrosus.
Sebagian kecil epidural hematom telah dilaporkan tanpa adanya trauma. Etiologinya dapat suatu
penyakit infeksi pada kepala, malformasi vaskuler dari duramater, dan akibat suatu metastasis dari tumor
ganas tertentu. EDH spontan dapat pula terjadi pada pasien dengan koagulopati akibat masalah medis
primer lain (seperti: fase terminal penyakit hati, peminum alkohol kronis, atau penyakit lain yang
berkaitan dengan disfungsi platelet).
Banyak hematoma epidural melibatkan kasus trauma, sering juga pada kasus benturan benda tumpul
pada kepala. Pasien mungkin memiliki tanda eksternal berupa cidera kepala seperti laserasi kulit kepala,
cephalohematoma, atau memar. Cidera sistemik mungkin juga dapat dijumpai. Tergantung dari kekuatan
benturan, pasien dapat tanpa hilang kesadaran, penurunan kesadaran singkat, atau kehilangan kesadaran.
Klasik lucid interval terjadi pad 20-50% pasien dengan EDH. Pada awalnya, suatu benturan yang
menyebabkan cidera kepala sedikit mempengaruhi kesadaran, setelah perbaikkan kesadaran, EDH
berlanjut meluas sampai mengakibatkan efek massa dari perdarahan itu sendiri sehingga meningkatkan
tekanan intrakranial (TIK), penurunan kesadaran, dan dapat mengalami sindrom herniasi.
Dengan kenaikan TIK, sebuah respon Cushing dapat terjadi. Trias Cushing klasik antara lain
hipertensi sistemik, bradikardi, dan depresi nafas. Respon ini biasanya terjadi ketika perfusi cerebri,
sebagian batang otak berkurang karena peningkatan TIK. Terapi antihipertensi selama ini dapat memicu
iskemik cerebri dan kematian sel yang kritis. Evakuasi lesi massa meringankan Cushing Respon.
Penilaian neurologi sangat penting. Perhatian sudah seharusnya dilakukan terhadap tingkat
kesadaran, aktivitas motorik, respon membuka mata, verbalisasi, reaksi pupil dan ukurannya, dan tanda
lateralisai seperti hemiparesis atau hemiplegia. GCS sangat penting dalam penilaian kondisi klinis
terbaru dari pasien. GCS memiliki korelasi positif dengan outcome. Pada pasien sadar dengan lesi massa,
fenomena pronator drift mungkin membantu untuk menilai klinis signifikasi klinis. Drifting
ekstrimitas ketika pasien diminta untuk memegang kedua lengan terentang dengan telapak tangan
menghadap ke atas menunjukkan efek massa halus namun signifikan. http://drgugum.blogspot.com
GAMBARAN KLINIS
Kebanyakan perdarahan epidural asalnya adalah trauma, seringnya melibatkan benturan tumpul pada
kepala. Pasien mungkin memiliki bukti eksternal cedera kepala seperti laserasi kulit kepala,
cephalohematoma, atau kontusio. Cedera sistemik juga dapat muncul. Tergantung pada daya benturan,
pasien mungkin saja tidak kehilangan kesadaran, kehilangan kesadaran singkat, atau kehilangan
kesadaran berkepanjangan.

Wiwing marisya
1102011294

Interval lucid klasik muncul pada 20-50% pasien dengan perdarahan epidural. Pada awalnya, tekanan
mudah-lepas yang menyebabkan cedera kepala mengakibatkan perubahan kesadaran. Setelah kesadaran
pulih, perdarahan epidural terus meluas sampai efek massa perdarahan itu sendiri menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial, menurunnya tingkat kesadaran, dan kemungkinan sindroma herniasi.
Interval lucid yang bergantung pada luasnya cedera, merupakan kunci untuk menegakkan diagnosa
perdarahan epidural.
Dengan hipertensi intrakranial berat, respon Cushing mungkin muncul. Trias Cushing klasik
melibatkan hipertensi sistemik, bradikardia, dan depresi pernafasan. Respon ini biasanya muncul ketika
perfusi serebral, terutama sekali batang otak, dikompromi oleh peningkatan tekanan intra kranial. Terapi
anti hipertensi selama ini mungkin menyebabkan iskemia serebral akut dan kematian sel. Evakuasi lesi
massa mengurangi respon Cushing.
Penilaian neurologis penting. Perhatian terutama diberikan pada tingkat kesadaran, aktivitas motorik,
pembukaan mata, respon verbal, reaktivitas dan ukuran pupil, dan tanda-tanda lateralisasi seperti
hemiparesis atau hemiplegia. GCS penting dalam menilai kondisi klinis terkini. GCS positif
berhubungan dengan hasil akhir. Pada pasien yang sadar dengan lesi massa, fenomena drift pronator
mungkin membantu dalam menilai arti klinis. Arah ekstremitas ketika pasien diminta menahan kedua
lengan teregang keluar dengan kedua telapak tangan menghadap keatas mengindikasikan efek massa
yang sulit dipisahkan namun penting.
Pada pencitraan yang dihasilkan oleh CT scan dan MRI, perdarahan epidural biasanya tampak
berbentuk konveks karena ekspansinya berhenti pada sutura kranium, dimana dura mater sangat erat
melekat ke kranium. Perdarahan epidural dapat muncul dalam kombinasi dengan perdarahan subdural,
ataupun dapat muncul sendiri. CT-scan mengungkap perdarahan subdural atau epidural pada 20% pasien
yang kehilangan kesadaran.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Level hematokrit, kimia, dan profil koagulasi (termasuk hitung trombosit) penting dalam penilaian
pasien dengan perdarahan epidural, baik spontan maupun trauma.
Cedera kepala berat dapat menyebabkan pelepasan tromboplastin jaringan, yang mengakibatkan
DIC. Pengetahuan utama akan koagulopati dibutuhkan jika pembedahan akan dilakukan. Jika
dibutuhkan, faktor-faktor yang tepat diberikan pre-operatif dan intra-operatif.
Pada orang dewasa, perdarahan epidural jarang menyebabkan penurunan yang signifikan pada level
hematokrit dalam rongga kranium kaku. Pada bayi, yang volume darahnya terbatas, perdarahan epidural
dalam kranium meluas dengan sutura terbuka yang menyebabkan kehilangan darah yang berarti.
Perdarahan yang demikian mengakibatkan ketidakstabilan hemodinamik; karenanya dibutuhkan
pengawasan berhati-hati dan sering terhadap level hematocrit.
PENCITRAAN
a. Radiografi
o
Radiografi kranium selalu mengungkap fraktur menyilang bayangan vaskular cabang arteri
meningea media. Fraktur oksipital, frontal atau vertex juga mungkin diamati.
o
Kemunculan sebuah fraktur tidak selalu menjamin adanya perdarahan epidural. Namun, >
90% kasus perdarahan epidural berhubungan dengan fraktur kranium. Pada anak-anak, jumlah ini
berkurang karena kecacatan kranium yang lebih besar.
b. CT-scan
CT Scan dari EDH akut sebelah kiri. Tampak lesi hiperdens bentuk tipikal convex. Hematom
membentuk demikian karena berada di bawah permukaan cranium, dibatasi dengan sutura. Tampak
juga midline shift sistem ventricular. Perdarahan ini membutuhkan operasi evakuasi segera.

Wiwing marisya
1102011294

o
o

o CT-scan merupakan metode yang paling akurat dan sensitif


dalam mendiagnosa perdarahan epidural akut. Temuan ini
khas. Ruang yang ditempati perdarahan epidural dibatasi oleh
perlekatan dura ke skema bagian dalam kranium, khususnya
pada garis sutura, memberi tampilan lentikular atau bikonveks.
Hidrosefalus mungkin muncul pada pasien dengan perdarahan
epidural fossa posterior yang besar mendesak efek massa dan
menghambat ventrikel keempat.
o CSF tidak biasanya menyatu dengan perdarahan epidural;
karena itu hematom kurang densitasnya dan homogen.
Kuantitas hemoglobin dalam hematom menentukan jumlah radiasi yang diserap.
Tanda densitas hematom dibandingkan dengan perubahan parenkim otak dari waktu ke waktu
setelah cedera. Fase akut memperlihatkan hiperdensitas (yaitu tanda terang pada CT-scan).
Hematom kemudian menjadi isodensitas dalam 2-4 minggu, lalu menjadi hipodensitas (yaitu
tanda gelap) setelahnya. Darah hiperakut mungkin diamati sebagai isodensitas atau area densitasrendah, yang mungkin mengindikasikan perdarahan yang sedang berlangsung atau level
hemoglobin serum yang rendah.
Area lain yang kurang sering terlibat adalah vertex, sebuah area dimana konfirmasi diagnosis CTscan mungkin sulit. Perdarahan epidural vertex dapat disalahtafsirkan sebagai artefak dalam
potongan CT-scan aksial tradisional. Bahkan ketika terdeteksi dengan benar, volume dan efek
massa dapat dengan mudah disalahartikan. Pada beberapa kasus, rekonstruksi coronal dan sagital
dapat digunakan untuk mengevaluasi hematom pada lempengan coronal.
Kira-kira 10-15% kasus perdarahan epidural berhubungan dengan lesi intrakranial lainnya. Lesilesi ini termasuk perdarahan subdural, kontusio serebral, dan hematom intraserebral
MRI : perdarahan akut pada MRI terlihat isointense, menjadikan cara ini kurang tepat untuk
mendeteksi perdarahan pada trauma akut. Efek massa, bagaimanapun, dapat diamati ketika
meluas.

PENGOBATAN
Terapi Obat-obatan
Pengobatan perdarahan epidural bergantung pada berbagai faktor. Efek yang kurang baik pada
jaringan otak terutama dari efek massa yang menyebabkan distorsi struktural, herniasi otak yang
mengancam-jiwa, dan peningkatan tekanan intrakranial.
Dua pilihan pengobatan pada pasien ini adalah (1) intervensi bedah segera dan (2) pengamatan klinis
ketat, di awal dan secara konservatif dengan evakuasi tertunda yang memungkinkan. Catatan bahwa
perdarahan epidural cenderung meluas dalam hal volume lebih cepat dibandingkan dengan perdarahan
subdural, dan pasien membutuhkan pengamatan yang sangat ketat jika diambil rute konservatif.
Tidak semua kasus perdarahan epidural akut membutuhkan evakuasi bedah segera. Jika lesinya kecil
dan pasien berada pada kondisi neurologis yang baik, mengamati pasien dengan pemeriksaan neurologis
berkala cukup masuk akal.
Meskipun manajemen konservatif sering ditinggalkan dibandingkan dengan penilaian klinis,
publikasi terbaru Guidelines for the Surgical Management of Traumatic Brain Injury
merekomendasikan bahwa pasien yang memperlihatkan perdarahan epidural < 30 ml, < 15 mm tebalnya,
dan < 5 mm midline shift, tanpa defisit neurologis fokal dan GCS > 8 dapat ditangani secara nonoperatif. Scanning follow-up dini harus digunakan untukmenilai meningkatnya ukuran hematom
nantinya sebelum terjadi perburukan. Terbentuknya perdarahan epidural terhambat telah dilaporkan. Jika
meningkatnya ukuran dengan cepat tercatat dan/atau pasien memperlihatkan anisokoria atau defisit
neurologis, maka pembedahan harus diindikasikan. Embolisasi arteri meningea media telah diuraikan
pada stadium awal perdarahan epidural, khususnya ketika pewarnaan ekstravasasi angiografis telah
diamati.
Ketika mengobati pasien dengan perdarahan epidural spontan, proses penyakit primer yang
mendasarinya harus dialamatkan sebagai tambahan prinsip fundamental yang telah didiskusikan diatas.

Wiwing marisya
1102011294

Terapi Bedah
Berdasarkan pada Guidelines for the Management of Traumatic Brain Injury, perdarahan epidural
dengan volume > 30 ml, harus dilakukan intervensi bedah, tanpa mempertimbangkan GCS. Kriteria ini
menjadi sangat penting ketika perdarahan epidural memperlihatkan ketebalan 15 mm atau lebih, dan
pergeseran dari garis tengah diatas 5 mm. Kebanyakan pasien dengan perdarahan epidural seperti itu
mengalami perburukan status kesadaran dan/atau memperlihatkan tanda-tanda lateralisasi.
Lokasi juga merupakan faktor penting dalam menentukan pembedahan. Hematom temporal, jika
cukup besar atau meluas, dapat mengarah pada herniasi uncal dan perburukan lebih cepat. Perdarahan
epidural pada fossa posterior yang sering berhubungan dengan gangguan sinus venosus lateralis, sering
membutuhkan evakuasi yang tepat karena ruang yang tersedia terbatas dibandingkan dengan ruang
supratentorial.
Sebelum adanya CT-scan, pengeboran eksplorasi burholes merupakan hal yang biasa, khususnya
ketika pasien memperlihatkan tanda-tanda lateralisasi atau perburukan yang cepat. Saat ini, dengan
teknik scan-cepat, eksplorasi jenis ini jarang dibutuhkan.
Saat ini, pengeboran eksplorasi burholes disediakan bagi pasien berikut ini :
o Pasien dengan tanda-tanda lokalisasi menetap dan bukti klinis hipertensi intrakranial yang tidak
mampu mentolerir CT-scan karena instabilitas hemodinamik yang berat.
o Pasien yang menuntut intervensi bedah segera untuk cedera sistemiknya.
KOMPLIKASI
Kebanyakan dari komplikasi perdarahan epidural muncul ketika tekanan yang mereka kerahkan
mengakibatkan pergeseran otak yang berarti. Ketika otak menjadi subyek herniasi subfalcine, arteri
serebral anterior dan posterior mungkin tersumbat, menyebabkan infark serebral.
Herniasi kebawah batang otak menyebabkan perdarahan Duret dalam batang otak, paling sering di
pons. Herniasi transtentorial menyebabkan palsy nervus III kranialis ipsilateral, yang seringnya
membutuhkan berbulan-bulan untuk beresolusi sekali tekanan dilepaskan. Palsy nervus III kranialis
bermanifestasi sebagai ptosis, dilatasi pupil, dan ketidakmampuan menggerakkan mata ke arah medial,
atas, dan bawah.
Pada anak-anak < 3 tahun, fraktur kranium dapat menyebabkan kista leptomeningeal atau fraktur
bertumbuh. Kista ini diyakini muncul ketika pulsasi dan pertumbuhan otak tidak mengijinkan fraktur
untuk sembuh, lalu menambah robek dura dan batas fraktur membesar. Pasien dengan kista
leptomeningeal biasanya memperlihatkan massa scalp pulsatil.
PROGNOSIS
Meksipun tujuan akhir adalah mencapai angka kematian 0% dan hasil akhir fungsional baik sebesar
100%, angka kematian keseluruhan pada kebanyakan seri pasien dengan perdarahan epidural berkisar
antara 9,4-33%, rata-rata sekitar 10%. Secara umum, pemeriksaan motorik pre-operatif, skor GCS, dan
reaktivitas pupil secara pasti berhubungan dengan hasil akhir fungsional pasien dengan perdarahan
epidural akut jika mereka berhasil bertahan. Karena banyaknya perdarahan epidural yang terisolasi tidak
melibatkan kerusakan struktural otak yang mendasarinya, hasil akhir secara keseluruhan akan menjadi
sempurna jika evakuasi bedah yang tepat dilakukan.
Pada pasien trauma cedera otak dengan perdarahan epidural, prognosis lebih baik jika ada interval
lucid (sebuah periode kesadaran sebelum kembalinya koma) dibandingkan jika pasien koma sejak
mendapat cedera.
http://ningrumwahyuni.wordpress.com
4. Respon Cushing
Cushing's triad (not to be confused with the Cushing reflex) is a sign of increased intracranial pressure.
It is the triad of:
1. Hypertension (progressively increasing systolic blood pressure)

Wiwing marisya
1102011294

2. Bradycardia
3. Widening pulse pressure (an increase in the difference between systolic and diastolic pressure over
time)
Cushing's triad suggests a cerebral hemorrhage in the setting of trauma or an space occupying lesion
(e.g. brain tumor) that is growing and a possible impending fatal herniation of the brain. Cushing's triad
is named after an American neurosurgeon Harvey Williams Cushing (1869-1939).
http://classictriads.com

Anda mungkin juga menyukai