LP NS
LP NS
NEPROTIK SYNDROM
1. DEFINISI
Nefrotik sindrom adalah kumpulan gejala degenerasi ginjal tanpa adanya peradangan,
ditandai dengan oedema, albuminuria dan penurunan albumin dalam serum (Ramali, 2003,
hal 230).
Nefrotik sindrom berkaitan erat dengan proteinuria(Tisher, 1997, hal 37).
Sindrom nefrotik adalah penyakit yang terjadi secara tiba-tiba, biasanyan berupa oliguria
dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proeinuria berat. Tanda yang
terlihat jelas adalah oedema pada kaki dan genetalia (Mansjoer, 1999, hal 525).
Sindrom nefrotik ialah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia, kadang kadang terdapat hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi
ginjal (Ngastiyah, 1997,
hal 304)
Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranoproliperatif
Glomerulonefritis pascastreptokokok
B.
Glomerulonefritis sekunder
3. PATOFISIOLOGI
Pada individu yang sehat, dinding kapiler glomerrolusberfungsi sebagai sawar untuk
menyingkirkan protein agar tidak memasuki ruangan urinarius melalui diskriminasi ukuran
dan muatan listrik(Tisher, 1997, hal 37).
Dengan adanya gangguan pada glomerulus, ukuran dan muatan sawar selektif dapat rusak
sehingga terjadi peningkatan permeabilitas membran glomerolus. Proses penyaringan pun
menjadi terganggu.molekul protein yang seharusnya mampu tersaring oleh glomerulus, tidak
dapat tersaring. Sehingga urine mengandung protein(Tisher, 1997, hal 37).
Sebagian besar protein dalam urine adalah albumin. Dengan banyaknya albumin yang
keluar bersama urine, mengakibatkan kandungan albumin dalam darah menjadi rendah yang
disebut hipoalbuminemia(Mansjoer, 1999, hal 526)
Rangkaian keadaan yang menunjukkan mulai dari proteinuria sampai sindrom nefrotik
tergantung pada perkembangan dari hipoalbuminemia.hipoalbuminemia mengurangi tekanan
onkotik plasma, dan kemudian mengakibat perpindahan cairan intravaskular ke ruang
interstitial. Perpindahan cairan ini akan menjadikan volume cairan intravaskular menurun,
sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke ginjal / volume darah efektif
menurun(Soeparman, 1990, hal 286).
Ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin - angiotensin dan
sekresi aldosteron yang kemudian mengakibatkan retensi natrium dan air. Kejadian ini
menimbulkan edema perifer, anasarka dan asites. Kondisi hipoalbuminemia juga
mempengaruhi respon imun seseorang.faktor imun Ig G menurun sehingga penderita
nefrotik sindrom lebih peka terhadap semua macam infeksi (Soeparman,1990)
4. MANIFESTASI KLINIS
Pada penderita Sindrom Nefrotik, edema merupakan gejala klinik yang menonjol. Kadang kadang mencapai 40 % dari pada berat badan dan didapatkan edema anasarka. Pasien sangat
rentan terhadap infeksi sekunder. Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria,
azotemia dan hipertensi ringan. Terdapat proteinuria terutama albumin
(85-95%)
sebanyak 10 - 15 gram perhari. Selama edema masih banyak biasanya produksi urin
berkurang, berat jenis urin meninggi. Sedimen dapat normal atau berupa torak hialin,
granula, lipoid; terdapat pula sel darah putih. Pada fase non nefritis, uji fungsi ginjal tetap
normal atau meninggi. Dengan perubahan yang progresif di glomerulus terdapat penurunan
fungsi ginjal pada fase nefrotik.
Kimia darah menunjukkan hipoalbuminemia. Kadar globulin normal atau meninggi sehingga
terdapat perbandingan albumin - globulin yang terbalik. Didapatkan pula
hiperkolesterolemia, kadar fibrinogen meninggi sedangkan kadar ureum normal. Pada
keadaan lanjut biasanya terdapat glukosuria tanpa hiperglikemia(Ngastiyah, 1997, hal 306).
Mansjoer(1999, hal 526) menyatakan bahwa gejala utama yang ditemukan pada penderita
nefrotik sindrom adalah :
A. proteinuria > 3,5 g / hari
B. hipoalbuminemia < 30 g / l
C. edema anasarka
D. hiperlipidemia / hiperkolesterolemia
E. hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri.
F. hematuria, hipertensi
5. KOMPLIKASI
Pada kasus berat dapat ditemukan gagal ginjal
6. PENATALAKSANAAN
Ngastiyah(1997, hal 306) menjelaskan penatalaksanaan penderita Sindrom Nefrotik adalah
sebagai berikut:
A. Medis
Pengobatan :
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit.
b. Diet tinggi protein 2-3 gram/kgBB/hari dengan garam minimal bila edema masih
berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit.
c. Diuretik
d. Kortikosteroid. Berikan prednison peroral dengan dosis awitan 60 mg/hari/luas
permukaan badan(lbp) selama 28 hari. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per
oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/lbp, setiap 3 hari dalam satu minggu
dengan dosis maksimum 60 mg/hari.
e. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi
f. Berikan obat digitalis bila ada indikasi gagal jantung.
B. Keperawatan
Penderita sindrom nefrotik perlu dirawat di rumah sakit karena memerlukan pengawaan
dan pengobatan yang khusus. Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah edema
anasarka, diet, risiko terjadi komplikasi dan pengawasan mengenai
pengobatan/gangguan rasa aman dan nyaman.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk pemeriksaan penunjang, dilakukan pemeriksaan urine dan darah untuk memastikan
adanya proteinuria, proteinemia, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia. Biasanya ditemukan
hematuria mikroskopik lebih dari 20 eritrosit /luas permukaan badan. Pemeriksaan darah
lengkap juga diperlukan untuk mencari mikroangiopati, pemeriksaan imunologi untuk
menentukan adanya Lupus Eritematosus Sistemik(Mansjoer, 1999, hal 528).
Selain itu, untuk menunjang diagnosa, perlu dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal berupa
urin mikroskopik, ureum, kreatinin, elektrolit, dan protein urin(Tisher, 1997, hal 40).
Untuk pengawasan kemajuan penderita Sindrom Nefrotik, dilakukan pengukuran dan
pencatatan berkala dari tekanan darah, keseimbangan cairan serta berat badan( Mansjoer,
1990)
8. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan nefrotik sindrom, penulis menggunakan format
pengkajian konseptual Gordon yang terdiri dari 11 pola. Hal ini dikarenakan format ini
menunjang dan mempermudah dalm memperoleh data focus.
Pada klien dengan nefrotik sindrom, hal yang perlu di kaji menurut 11 pola konseptual
Gordon yang dikemukakan oleh Doengoes (2000,
a.
Persepsi kesehatan
Tanyakan tentang alasan klien masuk rumah sakit, riwayat kejadian , keluhan
utama, riwayat penyakit masa lalu yang berkaitan dengan nefrotik sindrom, riwayat
kesehatan keluarga dan riwayat gaya hidup klien.
b.
c.
Pola eliminasi
Kaji pola bab dan bak klien sebelum sakit dan selama sakit.apakah terjadi
perubahan pola berkemih seperti peningkatan frekuensi, proteinuria.
d.
Pola aktivitas
Kaji tanda tanda vital terutama tekanan darah, kaji adanya tanda - tanda
kelelahan.
e.
f.
g.
h.
i.
Pola seksualitas
Kaji kebutuhan seksual klien
j.
k.
Pola spiritual
Kaji persepsi klien dilihat dari segi agama, apakah klien memahami bahwa
penyakitnya adalah ujian dari Allah SWT.
Selain itu, lakukan pemeriksaan fisik pada klien meliputi penkajian edema yang tampak,
bengkak di mata, kaki, tangan, wajah dan genital, serta catat derajat pitting.
B. Analisis Data
N
Data
o
Problem
Penyebab
Kelebihan
Mekanisme regulator
meregang
volume cairan
oedema
- perut membesar
- urine tampung 500 mL selama 2 jam.
- hitung albumin 2, 1 gr/100mL
- penampilan umum gemuk akibat edema
2.
Resiko
infeksi
terjadi
Penurunan respon
imun, prosedur
invasive dan
derah infus.
kateterisasi
Data
Masalah
Penyebab
3.
Intoleransi
aktivitas
Kelemahan fisik
Defisit
asam
perawatan diri
Kelemahan fisik
C. Diagnosis Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulator ginjal dengan
retensi air dan natrium(Tucker,1998,
hal 578).
Kriteria hasil :
1) Menunjukkan keluaran urine tepat dengan hasil laboratorium mendekati
normal.
2) BB stabil, TTV dalam batas normal, tak ada edema.
3) Keseimbangan masukan dan pengeluaran.
Intervensi :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
b. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, prosedur invasif dan
kateterisasi(Doengoes, 2000, hal 622)
Kriteria hasil:
Tak mengalami tanda / gejala infeksi.
Intervensi :
1) Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan perawat.
Rasional : menurunkan resiko kontaminasi silang.
2) Pertahankan prinsip aseptik dalam setiap tindakan keperawatan yang
berhubungan dengan area invasive dan kateterisasi.
Rasional : membatasi introduksi bakteri kedalam tubuh.
3) Lakukan perawatan kateter rutin dan perawatan infuse.
Tisher, C. C, Wilcox, C. S. (1997). House Officer Series Nephrology, 3/E (Buku Saku
Nefrologi, E/3). Jakarta: EGC.
Tucker, S. M, Canobbio, M. M, Paquette, E. V, Wells, M. F. (1998). Patient Care
Standards; Nursing Process, Diagnosis, and Outcome, 3/V, 5/E
(Standar
Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi, V/3, E/5). Jakarta:
EGC