Anda di halaman 1dari 33

KATA PENGANTAR

Puji syukur pertama-tama dan sudah sepatutnya kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahan rahmat dan ridho-Nya lah. Tugas review yang berjudul Pengembangan Batik
Pacitan Melalui Perencanaan Wilayah Berbasis Konsep One Village One Product (OVOP). ini dapat
kami selesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah Perencanaan Wilayah, yaitu :
1. Ibu Ema Umilia, ST., MT.
2. Ibu Ketut Dewi Martha Erli Handayeni, ST., MT.
Tak lupa juga kami sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
kontribusi dalam terselesaikannya makalah ini yang tidah dapat kami sebutkan satu persatu. Penyusun
berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya. Demikian beberapa kata
yang penyusun tulis untuk mengantar para pembaca menjelajahi makalah ini. Kami sebagai penyusun
hanyalah manusia biasa yang tentu tak luput dari kesalahan. Kritik dan saran sangat kami butuhkan demi
tercipta yang lebih baik. Jika terdapat banyak kesalahan dalam makalah ini, kami sebagai penyusun
memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Surabaya, 18 Mei 2014

Tim Penyusun

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................................. 2
DAFTAR TABEL............................................................................................................ 3
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................ 3
BAB I........................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN........................................................................................................... 4
1.1

LATAR BELAKANG........................................................................................... 4

1.2

RUMUSAN MASALAH...................................................................................... 4

1.3

MANFAAT DAN TUJUAN PENULISAN................................................................4

1.4

SASARAN PENULISAN..................................................................................... 4

1.5

SISTEMATIKA PENULISAN............................................................................... 5

BAB II.......................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................... 5
2.1

REVIEW TEORI KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH.......................................5

BAB III......................................................................................................................... 5
GAMBARAN UMUM...................................................................................................... 5
3.1

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENGEMBANGAN WILAYAH...............................5

3.2

IDENTIFIKASI POTENSI & PERMASALAHAN.....................................................5

3.3

ISU STRATEGIS............................................................................................... 5

BAB IV......................................................................................................................... 6
ANALISA & KONSEP PERENCANAAN WILAYAH.............................................................6
4.1

ANALISIS PERSOALAN STUDI WILAYAH...........................................................6

4.2

PENANGANAN PERSOALAN STUDI WILAYAH...................................................6

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 2

4.3

PERUMUSAN PERENCANAAN WILAYAH BERBASIS KONSEP ONE VILLAGE ONE

PRODUCT (OVOP).................................................................................................... 6
BAB V......................................................................................................................... 6
KESIMPULAN............................................................................................................... 6
5.1

KESIMPULAN.................................................................................................. 6

5.2

LESSON LEARNED.......................................................................................... 6

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 6

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 3

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di setiap daerah di Indonesia yang sebagian masyarakat memproduksi batik, corak dan motif
batik satu sama lain tentunya berbeda-beda. Dalam hal ini eksistensinya saling mempertahankan ciriciri seni tradisi, proses teknologinya, dan selera konsumennya. Motif batik daerah-daerah itu sampai
sekarang masih terlihat jelas unsur-unsur yang mempengaruhi pertumbuhannya, baik dari corak,
warna, susunan, penempatan hiasan, dan isian pada motif yang dilukiskan. Dengan motif yang khas,
batik di daerah-daerah itu dapat hidup berkembang dan tumbuh sebagai kegiatan budaya tradisi,
misalnya di daerah Kabupaten Pacitan.
Ciri khas batik Pacitan adalah batik tulis halus dengan menggunakan warna, yaitu warna soga.
Warna soga batik Pacitan di daerah pantai selatan Jawa Timur, cenderung lebih gelap dibandingkan
dengan warna soga dari daerah sebelah utara. Batik Pacitan dari daerah pantai Lorok, motif dan
warnanya mirip batik Surakarta, yaitu warna wedelan biru tua dan warna soga coklat kemerahmerahan. Batik Pacitan dikenal karena kualitas batik tulisnya yang masih mempertahankan
penggunaan peralatan tradisional, yaitu canting.
Batik Pacitan mengalami perubahan fungsi. Perubahannya terlihat pada bergesernya penggunaan
batik. Batik Pacitan juga mengalami perkembangan motif karena mendapat pengaruh dari dalam
maupun dari luar. Pengaruh dari dalam berasal dari beberapa perajin muda lulusan perguruan tinggi
yang bersedia kembali ke daerah dan ikut berpartisipasi dalam mengembangkan batik Pacitan,
sedangkan pengaruh dari luar berasal dari motif daerah lain yang turut memperkaya ornamen batik
Pacitan.
Dari potensi tersebut perlu adanya pengembangan wilayah yang mendukung batik pacitan agar
terus berkembang. Melalui Sub-sektor Industri Kecil dan Menengah (IKM) memberikan kontribusi
yang signifikan pada sektor industri dan menjadi salah satu penggerak ekonomi Indonesia terutama
di wilayah pedesaan. Meningkatkan pendapatan pelaku usaha IKM, berarti memperbaiki taraf hidup
masyarakat yang pada gilirannya akan mengurangi tingkat kemiskinan diseluruh wilayah tanah air.
Selain berproduksi membuat barang, IKM juga bertindak sebagai pemasok bahan/barang setengah
jadi seperti komponen untuk perusahaan besar. Dalam rangka mempercepat pengembangan IKM,
maka dilaksanakan program pengembangan IKM dengan pendekatan OVOP (One Village One
Product) di sentra.
Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 5

OVOP adalah suatu gerakan masyarakat yang secara integratif berupaya meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap potensi dan kekayaan daerah, meningkatkan pendapatan para pelaku usaha dan
masyarakat sekaligus meningkatkan rasa percaya diri dan kebanggaan terhadap kemampuan yang
dimiliki masyarakat dan daerahnya. Sumber daya alam ataupun produk budaya lokal serta produk
khas lokal yang telah dilakukan secara turun temurun dapat digali dan dikembangkan untuk
menghasilkan produk bernilai tambah tinggi sesuai tuntutan dan permintaan pasar.

1.2 Rumusan Masalah


Perumusan masalah ini berfokus pada potensi batik sebagai produk unggulan pada Kabupaten
Pacitan khususnya Kecamatan Ngadirojo. Dari penjelasan tersebut, maka diperrtimbanganlah
pengembangan produk batik dengan pendekatan konsep perencanaan wilayah di Kabupaten Pacitan.
Sehingga akan memunculkan perumusan masalah dalam penanganan isu dan persoalan sebagai
berikut Pengembangan Batik Pacitan Melalui Perencanaan Wilayah Berbasis Konsep One Village
One Product (OVOP).

1.3 Manfaat dan Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah menganalisa persoalan terkait pola dan penanganan isu
perencanaan wilayah. Beberapa manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Memberi pengetahuan berdasarkan beberapa referensi yang terkait dengan faktor penyebab
timbulnya persoalan pembangunan wilayah, dampak dan implikasinya, serta upaya dan
rekomendasi penanganan persoalan pembangunan wilayah yang telah diidentifikasi
2. Memberikan penentuan pengembangan perencanaan wilayah yang sesuai berdasarkan hasil
analisa yang telah dilakukan melalui konsep-konsep perencanaan wilayah.

1.4 Sasaran Penulisan


Untuk mencapai tujuan, sasaran yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi potensi & masalah timbulnya persoalan pengembangan wilayah dan mampu
menilai dampak / implikasi persoalan pengembangan wilayah.
2) Menentukan faktor penyebab berdasarkan analisa dengan penyesuaian terhadap pengembangan
perencanaan wilayah.
3) Menyusun serta merumuskan upaya dan rekomendasi melalui konsep perencanaan wilayah
untuk mengatasi persoalan pembangunan wilayah yang telah diidentifikasi.

1.5 Sistematika Penulisan


Adapun sistematika penulisan dari makalah ini adalah:
Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 6

BAB I

PENDAHULUAN

Bab I berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, serta sistematika
pelaporan dalam pengembangan konsep perencanaan wilayah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Bab II berisi tinjauan terhadap teori konsep dalam perencanaan wilayah serta review kebijakan

rencana pemerintah terhadap studi kasus.


BAB III GAMBARAN UMUM
Bab III berisi gambaran umum wilayah studi dengan identifikasi potensi & masalah serta isu

strategis yang muncul pada studi kasus.


BAB IV ANALISA & KONSEP PERENCANAAN WILAYAH
Bab IV berisi perumusan skema penanganan yang tepat untuk menanggulangi kasus dan

kemudian diturunkan ke dalam konsep perencanaan wilayah.


BAB V KESIMPULAN
Bab V berisi kesimpulan dan lesson learned dari konsep pengembangan perencanaan wilayah.

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Pengembangan Wilayah


Secara luas, pembangunan wilayah diartikan sebagai suatu upaya merumuskan dan
mengaplikasikan kerangka teori ke dalam kebijakan ekonomi dan program pembangunan yang di
dalamnya mempertimbangkan aspek wilayah dengan mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan
menuju tercapainya kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan (Nugroho dan Dahuri, 2004).
Perencanaan pembangunan wilayah semakin relevan dalam mengimplementasikan kebijakan
ekonomi dalam aspek kewilayahan. Hoover dan Giarratani (dalam Nugroho dan Dahuri, 2004),
menyimpulkan tiga pilar penting dalam proses pembangunan wilayah, yaitu:
1. Keunggulan komparatif (imperfect mobility of factor).
Pilar ini berhubungan dengan keadaan dtemukannya sumber-sumber daya tertentu yang secara
fisik relatif sulit atau memiliki hambatan untuk digerakkan antar wilayah. Hal ini disebabkan
adanya faktor-faktor lokal (bersifat khas atau endemik, misalnya iklim dan budaya) yang
mengikat mekanisme produksi sumber daya tersebut sehingga wilayah memiliki komparatif.
Sejauh ini karakteristik tersebut senantiasa berhubungan dengan produksi komoditas dari sumber
daya alam, antara lain pertanian, perikanan, pertambangan, kehutanan, dan kelompok usaha
sektor primer lainnya.
2. Aglomerasi (imperfect divisibility).
Pilar aglomerasi merupakan fenomena eksternal yang berpengaruh terhadap pelaku ekonomi
berupa meningkatnya keuntungan ekonomi secara spasial. Hal ini terjadi karena berkurangnya
biayabiaya produksi akibat penurunan jarak dalam pengangkutan bahan baku dan distribusi
produk.
3. Biaya transpor (imperfect mobility of good and service).
Pilar ini adalah yang paling kasat mata mempengaruhi aktivitas perekonomian. Implikasinya
adalah biaya yang terkait dengan jarak dan lokasi tidak dapat lagi diabaikan dalam proses
produksi dan pembangunan wilayah.
Perkembangan wilayah dapat didekati melalui teori sektor (sektor theory) dan teori tahapan
perkembangan (development stages theory). Teori sektor diadopsi dari Fisher dan Clark yang
mengatakan bahwa berkembangnya wilayah, dihubungan dengan transformasi struktur ekonomi
dalam tiga sektor utama, yakni sektor primer, sektor sekunder serta sektor tersier. Perkembangan ini

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 8

ditandai oleh penggunaan sumber daya dan manfaatnya, yang menurun di sektor primer, meningkat
di sektor tertier, dan meningkat hingga pada suatu tingkat tertentu di sektor sekunder.
Sedangkan teori tahapan perkembangan dikemukakan oleh para pakar seperti Rostow, Fisher,
Hoover, Thompson dan lain-lain. Teori ini dianggap lebih mengadopsi unsur spasial dan sekaligus
menjembatani kelemahanan dari teori sektor. Pertumbuhan dan perkembangan wilayah dapat
digambarkan melalui lima tahapan.
1. Wilayah dicirikan oleh adanya industri yang dominan.
Pertumbuhan wilayah sangat bergantung pada produk yang dihasilkan oleh industri tersebut,
antara lain minyak, hasil perkebunan dan pertanian, dan produk-produk primer lainnya.
Industri demikian dimiliki oleh banyak negara dalam awal pertumbuhannya.
2. Tahapan ekspor kompleks.
Tahapan ini menggambarkan bahwa wilayah telah mampu mengekpsor selain komoditas
dominan juga komoditas kaitannya. Misalnya, komoditas dominan yang diekspor sebelumnya
adalah minyak bumi mentah, maka dalam tahapan kedua wilayah juga mengekspor industri
(metode) teknologi penambangan (kaitan ke belakang) dan produk-produk turunan dari
minyak bumi (kaitan ke depan) misalnya premium, solar dan bahan baku plastik.
3. Tahapan kematangan ekonomi.
Tahapan ketiga ini menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi wilayah telah terdiversifikasi
dengan munculnya industri substitusi impor, yakni industri yang memproduksi barang dan jasa
yang sebelumnya harus diimpor dari luar wilayah. Tahapan ketiga ini juga memberikan tanda
kemandirian wilayah dibandingkan wilayah lainnya.
4. Tahapan pembentukan metropolis (regional metropolis).
Tahapan ini memperlihatkan bahwa wilayah telah menjadi pusat kegiatan ekonomi untuk
mempengaruhi dan melayani kebutuhan barang dan jasa wilayah pinggiran. Dalam tahapan ini
pengertian wilayah fungsional dapat diartikan bahwa aktivitas ekonomi wilayah lokal
berfungsi sebagai pengikat dan pengendali kota-kota lain. Selain itu, volume aktivitas ekonomi
ekspor sangat besar yang diiringi dengan kenaikan impor yang sangat signifikan.
5. Tahapan kemajuan teknis dan profesional (technical professional virtuosity).
Tahapan ini memperlihatkan bahwa wilayah telah memberikan peran yang sangat nyata
terhadap perekonomian nasional. Dalam wilayah berkembang Universitas Sumatera Utara
produk dan proses-proses produksi yang relatif canggih, baru, efisien dan terspesialisasi.
Aktivitas ekonomi telah mengandalkan inovasi, modifikasi, dan imitasi yang mengarah kepada
pemenuhan kepuasan individual dibanding kepentingan masyarakat. Sistem ekonomi wilayah
menjadi kompleks (economic reciproating system), mengaitkan satu aktivitas dengan aktivitas
ekonomi lainnya (Nugroho dan Dahuri, 2004).

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 9

Dalam kerangka pembangunan nasional, perencanaan pengembangan wilayah dimaksudkan


untuk memperkecil perbedaan pertumbuhan kemakmuran antar wilayah atau antar daerah. Di
samping itu, diusahakan untuk memperkecil perbedaan kemakmuran antara perkotaan dan pedesaan
(Jayadinata, 1999).

2.2 Pembangunan Ekonomi Wilayah


Menurut Blakely dalam Kuncoro (2004), pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di
mana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang
ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan
merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut. Menurut Todaro (2006)
pembangunan harus memenuhi tiga komponen dasar yaitu:
1. Kecukupan (sustenance): kemampuan untuk memnuhi kebutuhan-kebutuhan dasar, yaitu sandang,
pangan, papan, ketahanan dan proteksi.
2. Harga diri (self esteem): dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri,
untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau mengejar sesuatu, dan seterusnya.
3. Kebebasan dari sikap menghamba (freedom): kemampuan untuk memilih: kemampuan untuk
berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan
Selain itu, Todaro juga menjelaskan proses pembangunan di lingkungan masyarakat setidaknya
harus memiliki tiga tujuan inti, yaitu:
1) Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok,
seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, an perlindungan keamanan.
2) Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi
penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan
perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan, yang kesemuanya itu tidak hanya untuk
memperbaiki kesajahteraan materiil, melainkan juga menumbuhkan harga diri pada pribadi dan
bangsa yang bersangkutan.
3) Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara
keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan
ketergantungan.

2.3 Konsep OVOP (One Village One Product)


2.3.1 Konsep Pengembangan OVOP
OVOP adalah suatu gerakan masyarakat yang secara integratif berupaya meningkatkan
kesadaran masyarakat terhadap potensi dan kekayaan daerah, meningkatkan pendapatan para
Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 10

pelaku usaha dan masyarakat sekaligus meningkatkan rasa percaya diri dan kebanggaan terhadap
kemampuan yang dimiliki masyarakat dan daerahnya. Sumber daya alam ataupun produk budaya
lokal serta produk khas lokal yang telah dilakukan secara turun temurun dapat digali dan
dikembangkan untuk menghasilkan produk bernilai tambah tinggi sesuai tuntutan dan permintaan
pasar
Menurut Sugiharto dan Syamsul Rizal (2008), gerakan OVOP adalah suatu gerakan
revitalisasi daerah di Propinsi Oita, Pulau Kyushu di Jepang, untuk mencari atau menciptakan apa
yang menjadi keuntungan daerah atau apa yang dirasakan dan menjadi kebanggaan daerah, untuk
kemudian dilakukan pdilakukan eningkatan keunggulan produk atau jasa yang dihasilkan serta
kualitas dan pemasarannya, sehingga akhirnya dapat diterima dan diakui nilainya oleh masyarakat
secara nasional, regional maupun secara internasional.
Menurut Prayudi (2008), latar belakang munculnya OVOP ada tiga alasan, yaitu: adanya
konsentrasi dan kepadatan populasi di perkotaan sebagai akibat pola urbanisasi dan menimbulkan
menurunnya populasi penduduk di pedesaan. Kedua, untuk dapat menghidupkan kembali gerakan
dan pertumbuhan ekonomi di pedesaan, maka perlu dibangkitkan suatu roda kegiatan ekonomi
yang sesuai dengan skala dan ukuran pedesaan dengan cara memanfaatkan potensi dan
kemampuan yang ada didesa tersebut serta melibatkan para tokoh masyarakat setempat. Ketiga,
mengurangi ketergantungan masyarakat desa yang terlalu tinggi terhadap pemerintah daerah
maupun pemerintah pusat.
Menurut Meirina (2012), aspek-aspek penentu keterlaksanaan OVOP adalah sebagai berikut:
tujuan pelaksanaan, inisiator OVOP, sumber pendanaan, tahap-tahap pelaksanaan, bentuk
partisipasi dalam menentukan produk unggulan, desain dan desainer, bentuk pendampingan dan
jalur pemasaran. Sedangkan, menurut Patrisina (2011), OVOP dalam sepuluh tahun terakhir
berkembang hampir di seluruh dunia, dan produk-produknya mendapat respon cukup besar dari
buyers di setiap negara. Konsep OVOP mengutamakan produk unik yang ada disetiap daerah dan
keunikan tersebut menyangkut kultur budaya, lingkungan, bahan baku, pengerjaan, dan proses
produksinya.

2.3.2 Operasional Pengembangan Konsep OVOP


Program Pengembangan IKM dengan pendekatan OVOP di Sentra pada dasarnya merupakan
program insentif dari pemerintah yang diberikan kepada masyarakat khususnya pelaku usaha
dalam rangka mempercepat pengembangan produk unggulan khas dan unik daerah untuk mampu
Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 11

menembus pasar global. Pendekatan OVOP akan mendorong perbaikan kualitas dan kuantitas
produk unggulan daerah dan mengantarkannya ke pasar global. Adapun proses operasional dari
konsep OVOP ini adalah:
1) Seleksi Sentra OVOP
Sentra OVOP merupakan wilayah desa atau kecamatan dimana produk IKM sebagai produk
OVOP diproduksi. Adapun kriteria-kriteria yang dipakai sebagai patokan dalam melakukan
seleksi sentra OVOP adalah potensi sumber daya wilayah, keberadaan industri utama dan
industri pendukung penghasil produk OVOP, nilai keunikan dan kearifan lokal pada hasil
produk, komitmen pemerintah daerah, optimalisasi kelembagaan, kesesuaian dengan Perda
RUTR, ketersediaan bahan baku di daerah setempat, serta kemudahan akses lokasi dengan
memakai transportasi umum
2) Seleksi Produk OVOP
Setiap daerah memiliki produk ataupun komoditi yang potensial untuk menjadi produk
OVOP. Walaupun demikian, tidak semua komoditi tersebut dapat dikategorikan sebagai
produk OVOP. Untuk dapat disebut sebagai produk OVOP, suatu produk harus memenuhi
kriteria sebagai produk OVOP, yaitu dari kriteria batasan produk, produsen, jenis produk,
dan jumlah produk. Seleksi dimaksudkan untuk menjaring produk-produk IKM di Sentra
yang akan dikembangkan menjadi produk OVOP.
3) Penilaian Sentra Ovop dan Produk Ovop serta Penetapan Klasifikasi Produk Ovop
Untuk menentukan klasifikasi suatu produk OVOP, maka dilakukanlah penilaian terlebih
dahulu terhadap calon produk OVOP. Kriteria penilaian dan prosedur penetapannya terbagi
dalam beberapa proses, yaitu:
Proses penilaian sentra OVOP, dengan syarat-syaratnya yaitu: produk yang diproduksi
tersebut memiliki keunikan dan kearifan lokal, adanya komitmen program atau fasilitasi
Pemerintah Daerah, memiliki pengurus sentra OVOP, ketersediaan bahan baku di

daerah setempat, serta akses ke lokasi sentra yang dapat dicapai transportasi umum
Proses penilaian produk OVOP, dimana aspek yang dinilai adalah aspek produksi dan

pengembangan masyarakat, pemasaran, serta kualitas dan penampilan produk


Proses klasifikasi produk OVOP, didasarkan dengan jumlah skor atas unsur-unsur yang
dinilai. Penilaian terhadap setiap jenis produk didasarkan pada unsur-unsur yang dinilai
dalam format kuesioner. Selanjutnya, hasil penilaian produk dinyatakan dalam 5
tingkatan. Nilai skor tertinggi (91-100) ditetapkan dengan klasifikasi Bintang 5.

Sedangkan nilai skor terendah (50-60) ditetapkan dengan klasifikasi Bintang 1


4) Kelembagaan Pengembangan Produk OVOP
Untuk mengkoordinasikan program pengembangan Industri Kecil dan Menengah melalui
pendekatan OVOP di sentra, dibentuk Forum Koordinasi OVOP (FKO) di tingkat Pusat dan
Provinsi. Forum Koordinasi OVOP (FKO) adalah forum para pihak terkait (stakeholder)
Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 12

dalam pengembangan IKM melalui pendekatan OVOP. FKO tingkat Pusat dibentuk dan
dikoordinasikan oleh Direktur Jenderal IKM. FKO tingkat Provinsi dibentuk dan
dikoordinasikan oleh Kepala Dinas Provinsi yang menyelenggarakan urusan bidang
perindustrian. FKO beranggotakan wakil-wakil dari instansi maupun lembaga profesional
yang memiliki kompetensi di bidang masing-masing.
5) Pembinaan Sentra OVOP dan Produsen Produk OVOP
Pembinaan dan pengembangan IKM dengan pendekatan OVOP di sentra, dilakukan dalam 2
bagian, yaitu pembinaan sentra OVOP dan pembinaan produsen produk OVOP. Pelaksanaan
pembinaan dilakukan dalam berbagai bentuk yang kemudian akan disesuaikan dengan
kebutuhannya.
Pembinaan sentra OVOP
Tujuan pembinaan sentra OVOP adalah untuk mengembangkan produk unggulan dan
unik hingga mencapai kualitas yang semakin baik, meningkatkan jumlah pengusaha dan
perajin dalam sentra, serta menyiapkan perusahaan untuk memiliki ijin usaha.
Sedangkan untuk fasilitasi pembinaan sentra OVOP dapat meliputi: pemberian
pendidikan dan pelatihan, pemberian bantuan sarana produksi, serta keikutsertaan dalam

promosi dan pemasaran (pameran, website, katalog).


Pembinaan produsen produk OVOP
Tujuan pembinaan produsen produk OVOP adalah untuk memperbaiki kualitas produk
dan desain, memperbaiki manajemen produksi dan administrasi, serta meningkatkan
kemampuan promosi dan pemasaran. Sedangkan fasilitasi pembinaan perusahaan
produk OVOP mencakup pemberian pendidikan dan pelatihan, pemberian bantuan
sarana produksi, pendampingan tenaga ahli, serta keikutsertaan dalam promosi dan
pemasaran (pameran, took/galeri OVOP, website, katalog, media cetak dan elektronik).

6) Penghargaan OVOP
Penghargaan OVOP (OVOP Award) adalah bentuk pengakuan pemerintah yang tertinggi
terhadap produk OVOP yang diproduksi oleh suatu perusahaan dan bermakna insentif yang
membanggakan. Penghargaan ini diberikan kepada perusahaan/produsen produk OVOP
dengan sertifikat bintang tiga, empat dan lima yang mengikuti seleksi penghargaan OVOP
dan terpilih untuk menerima penghargaan.
7) Program dan Kegiatan OVOP
Program Pengembangan IKM dengan pendekatan OVOP di sentra disusun sebagai acuan di
tingkat pusat maupun di tingkat daerah dalam pelaksanaan seleksi dan pembinaan untuk
meningkatkan kualitas dan produktifitas produk unggulan dan unik IKM dengan pendekatan
OVOP. Adapun program pengembangan IKM dengan pendekatan OVOP di sentra meliputi:
Koordinasi dan sosialisasi program OVOP di provinsi

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 13

Identifikasi, seleksi sentra dan produk OVOP di provinsi/ kabupaten/ kota serta

sertifikas produk OVOP


Pembinaan dan pengembangan sentra OVOP dan produk OVOP
Pemberian penghargaan OVOP

2.3.3 Penerapan OVOP di Indonesia


Penerapan OVOP di Indonesia dilaksanakan melalui program Kementerian Perindustrian sejak
tahun 2008 untuk mengembangkan potensi industri kecil dan menengah pada berbagai sektor,
termasuk di antaranya sektor kerajinan. Tiga prinsip gerakan OVOP adalah Lokal Tapi Global
yakni pengembangan pendekatan ovop yang bertujuan untuk meningkatkan, mengembangkan dan
memasarkan produk yang bisa menjadi sumber kebanggaan masyarakat setempat, terutama yang
bisa dipasarkan baik didalam maupun di luar negeri sehingga tercapailah tujuan dari
pengembangan OVOP tersebut. Yang kedua adalah prinsip Kemandirian dan Kreativitas,
dimana diharapkan agar masyarakat mampu bangkit dan lebih kreatif dalam mendukung
pengembangan OVOP ini, dan prinsip yang terakhir adalah pengembangan sumberdaya manusia.
Berikut ini merupakan alur tahapan perluasan pengembangan Konsep OVOP di Indonesia.
Tabel 1. Tabel Tahapan Perluasan Pengembangan OVOP di Indonesia

Tahun

2010

No.
1
2
3

pendekatan OVOP
Rapat koordinasi dan evaluasi penetapan lokasi pengembangan
Penyusunan rencana tindak pengembangan OVOP di masing-masing lokasi

atau daerah potensi yang ditetapkan


Identifikasi peran koperasi dan UKM utama (Champion) di daerah potensi

5
6

yang ditetapkan
Sosialisasi konsep pengembangan OVOP di lokasi terpilih
Tindak lanjut rencana aksi yang sudah ditetapkan yang mungkin dilakukan

pada tahun pertama


Tahun Kedua (Kerjasama) Tahun 2011
Peningkatan nilai tambah produk unggulan melalui industri pengolahan atau

prosesing (value chain)


Peningkatan akses pasar produk yang dihasilkan melalui temu usaha/business

3
4

matching serta promosi produk: lokal, nasional, dan internasional


Peningkatan Supply chain produk unggulan OVOP
Peningkatan kapasitas SDM melalui pendampingan, penyuluhan, pelatihan, dan

study banding.
Tahap Ketiga (Kelanjutan) Tahun 2012
Peningkatan nilai tambah produk unggulan melalui industri pengolahan atau

2011

2012

Peran
Tahun Pertama (Koordinasi) Tahun 2010
Identifikasi potensi yang diusulkan daerah untuk dikembangkan dengan

prosesing (value chain)

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 14

2013

2014

Peningkatan akses pasar produk yang dihasilkan melalui temu usaha/business

3
4

matching serta promosi produk: lokal, nasional, dan internasional


Peningkatan Supply chain produk unggulan OVOP
Peningkatan kapasitas SDM melalui pendampingan, penyuluhan, pelatihan, dan

study banding.
Tahap Keempat (Peningkatan Berkelanjutan) Tahun 2013
Peningkatan dan perluasan pendampingan komunitas masyarakat local sesuai

dengan potensi ekonomi daerah


Peningkatan nilai tambah produk unggulan melalui industry pengolahan dan

packaging
Peningkatan promosi ekonomi masyarakat secara menyeluruh(budaya, produk

dan potensi alam) di tingkat Provinsi


Peningkatan promosi produk unggulan

internasional(fairs, events, festival)


Tahap Kelima (Lanjutan) Tahun 2014
Peningkatan dan perluasan pendampingan komunitas masyarakat local sesuai

dengan potensi ekonomi daerah


Peningkatan nilai tambah produk unggulan melalui industry pengolahan dan

packaging
Peningkatan promosi ekonomi masyarakat secara menyeluruh(budaya, produk

dan potensi alam) di tingkat Provinsi


Peningkatan promosi produk unggulan

OVOP secara

OVOP secara

nasional

nasional

dan

dan

internasional(fairs, events, festival)


Sumber: Kementrian Koperasi dan UKM RI

2.4 Alat Analisis Pengembangan Wilayah


2.4.1 Analisis SWOT
Menurut Jogiyanto (2005:46), analisis SWOT digunakan untuk menilai kekuatan-kekuatan
dan kelemahan-kelemahan dari sumber-sumber daya yang dimiliki oleh suatu wilayah dan
kesempatan-kesempatan eksternal serta tantangan-tantangan yang akan dihadapi. Menurut David
(2008), pada dasarnya proses analisis ini dimulai dengan mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan internal yang akan digabungkan dengan peluang dan ancaman dari eksternal, dengan
pernyataan misi yang jelas, serta menjadi dasar untuk penetapan tujuan dan strategi. Tujuan dan
strategi ditetapkan dengan maksud memanfaatkan kekuatan internal dan mengatasi kelemahan.
Berikut ini merupakan penjelasan dari SWOT (David.,2005:47) yaitu:
1. Kekuatan (Strenghts)
Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan, atau keungulan-keungulan lain yang
berhubungan dengan para pesaing perusahaan dan kebutuhan pasar yang dapat dilayani
oleh perusahaan yang diharapkan dapat dilayani. Kekuatan adalah kompetisi khusus yang
memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan di pasar
Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 15

2. Kelemahan (Weakness)
Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan
kapabilitas yang secara efektif menghambat kinerja perusahaan. Keterbatasan tersebut
dapat berupa fasilitas, sumber daya keuangan,kemampuan manajemen dan keterampilan
pemasaran dapat merupakan sumber dari kelemahan perusahaan.
3. Peluang (Opportunities)
Peluang adalah situasi penting yang mengguntungkan dalam lingkungan perusahaan.
Kecendrungan kecendrungan penting merupakan salah satu sumber peluang, seperti
perubahaan teknologi dan meningkatnya hubungan antara perusahaan dengan pembeli
atau pemasokk merupakan gambaran peluang bagi perusahaan.
4. Ancaman (Threats)
Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungan dalam lingkungan perusahaan.
Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi sekarang atau yang diinginkan
perusahaan. Adanya peraturan-peraturan pemerintah yang baru atau yang direvisi dapat
merupakan ancaman bagi kesuksesan perusahaan.
Menurut Ferrel dan Harline (2005), fungsi dari Analisis SWOT adalah untuk mendapatkan
informasi dari analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok persoalan internal (kekuatan dan
kelemahan) dan pokok persoalan eksternal (peluang dan ancaman). Analisis SWOT dapat
digunakan dengan berbagai cara untuk meningkatkan analisis dalam usaha penetapan strategi.
Umumnya yang sering digunakan adalah sebagai kerangka atau panduan sistematis dalam diskusi
untuk membahas kondisi altenatif dasar yang mungkin menjadi pertimbangan penetapan strategi.
Menurut Rangkuti (2006), Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana
peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan
dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan
altenatif strategis.

Gambar 1. Matriks SWOT

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 16

Sumber: www.kajianpustaka.com, 2015

Berikut ini adalah keterangan dari matriks SWOT diatas :


1. Strategi SO (Strength and Oppurtunity). Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran
perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan
memanfaatkan peluang sebesar besarnya.
2. Strategi ST (Strength and Threats). Strategi dalam menggunakan kekuatan yang
dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.
3. Strategi WO (Weakness and Oppurtunity). Strategi ini diterapkan berdasarkan
pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
4. Strategi WT (Weakness and Threats). Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat
defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman

2.5 Review Kebijakan Wilayah


Berdasarkan atas kebijakan MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia) serta Keputusan Rapat Koordinasi Nasional Kementerian Koperasi dan UKM
Republik Indonesia mengenai Pengembangan Produk Unggulan Daerah dengan Pendekatan OVOP,
maka Kabupaten Pacitan termasuk dalam salah satu dari 80 kabupaten/kota yang telah ditetapkan
sebagai sentra OVOP. Kabupaten ini merupakan bagian dari Java Economic Corridor dengan
produk unggulan pengembangannya yang berupa batik tulis, serta peran Koperasi Wan Canting Jaya
sebagai koperasi utama pendukung pengembangan produk unggulan desa.
Selain itu, konsep pengembangan OVOP di Kabupaten Pacitan juga didukung oleh Rencana Kerja
Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pacitan Tahun 2014, dimana terdapat
beberapa program pemerintah daerah dalam mendukung keberlangsungan program OVOP di
wilayah ini. Adapun program-program dukungan tersebut berupa:
1. Program penyelenggaraan pameran produk unggulan, dalam rangka meningkatkan volume
pemasaran produk unggulan
2. Program pembinaan bagi pengrajin Industri Kecil Batik, dengan cara meningkatkan
ketrampilan para pengrajing industri kecil batik serta memfasilitasi kebutuhan sarana
pendukung bagi para pengrajin industri kecil batik
3. Program pengembangan industri berbasis OVOP, dengan cara meningkatkan pangsa pasar
batik Pacitan serta meningkatkan kualitas dan kuantitas Batik Tulis Pacitan

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 17

4. Program pelatihan teknis dan fasilitasi industri batik Kabupaten Pacitan, dalam rangka
meningkatkan ketrampilan teknis membatik bagi industri kecil batik serta memenuhi sarana
prasarana bagi industri kerajinan Batik Pacitan
5. Program fasilitasi promosi produk industri kreatif, dengan cara pelaksanaan kegiatan pameran
promosi industri kerajinan Kabupaten Pacitan didalam daerah dan luar daerah
6. Program pengembangan sentra-sentra industri potensial, dengan cara penambahan ataupun
perluasan sentra-sentra industri produk unggulan serta melakukan pembinaan terhadap
kelompok pengrajin produk unggulan tersebut
7. Program peningkatan daya saing daerah, dengan cara menggali dan mengembangkan
serta mempromosikan produk-produk unggulan yang inovatif, kreatif, serta
mengandung unsur kearifan local

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 18

BAB III
GAMBARAN UMUM
3.1 Gambaran Umum Wilayah Pengembangan Wilayah
Kabupaten Pacitan merupakan kabupaten yang terletak di pantai selatan pulau Jawa dan memiliki
wilayah karakteristik berupa wilayah perbukitan (85% dari luas wilayah), daratan rendah, dan daerah
pantai, serta termasuk dalam kawasan ekokarst. Terdapat pengembangan wilayah administrasi di
Kabupaten Pacitan setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2005 tentang Desa, sehingga di Kabupaten Pacitan terjadi pengembangan wilayah terutama di desa,
yang mana terjadi pemekaran desa berjumlah 7 (tujuh) desa. Hal ini berakibat pada perubahan
wilayah administrasi Kabupaten Pacitan dari yang sebelumnya 12 kecamatan, 5 kelurahan dan 159
desa menjadi 12 kecamatan, 5 kelurahan dan 166 desa (total 181 desa, kecamatan, kelurahan)
Selain itu Kabupaten Pacitan memiliki letak geografis yang berada antara 110 55- 111 25
Bujur Timur dan 7 55 - 8 17 Lintang Selatan. Adapun batas-batas administrasi dari Kabupaten
Pacitan adalah:

Sebelah Timur
Sebelah Selatan
Sebelah Barat
Sebelah Utara

: Kabupaten Trenggalek
: Samudera Indonesia
: Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah)
: Kabupaten Ponorogo

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 19

Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan dan Batas Administrasi Kabupaten Pacitan


Sumber: Hasil Analisis, 2015

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 20

3.2 Identifikasi Potensi dan Permasalahan

Gambar 3. Aktivitas Produksi Batik Kabupaten Pacitan


Sumber: Indonesia Kreatif

3.2.1 Potensi Batik Pacitan


Adapun potensi-potensi dari produksi batik Pacitan adalah:
1) Kreatifitas masyarakat dalam mengembangkan pola batik yang lebih modern dan berciri khas
Sebagai salah satu sentra batik yang cukup terkenal pada awal abad ke-20 Batik Pacitan
banyak dipengaruhi oleh motif-motif batik dari Yogyakarta dan Solo. Namun, dalam dekade
terakhir pengrajin batik Pacitan mulai mengembangkan daya kreativitas mereka sendiri,
terutama setelah Kabupaten Pacitan mempatenkan motif buah pace menjadi motif khas Batik
Pacitan. Eksplorasi desain terus dilakukan untuk dapat memberikan nilai tambah Batik Pacitan
yang lebih kompetitif dibandingkan batik-batik dari daerah lain.
2) Pemasaran melalui media internet maupun media offline
Di Kabupaten Pacitan terdapat beberapa motif batik pacitan yaitu motif pace dan motif lain
yang cukup menarik. Disamping itu banyak juga motif lain yang dapat dikembangkan. Batik
secara nasional sudah menjadi trend dan menjadi salah satu pakaian yang diminati sehingga
akan mudah untuk memasarkannya secara global melalui jaringan internet maupun offline.
Dengan adanya pemasaran melalui jaringan internet, akan memaksimalkan sistem pelayanan
Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 21

yang dari customer servis sehingga pengiriman barang sesuai dengan pesanan serta tepat
waktu.
3) Mata pencaharian masyarakat yang didominasi pengrajin batik
Dari kawasan pengembangan batik di Kecamatan Ngadirojo Lorok Pacitan Indonesia
merupakan suatu kawedanan daerah Pacitan bagian timur yang terdiri dari 3 kecamatan yaitu
kec Tulakan, kec Ngadirojo dan kec Sudimoro. Daerah ini merupakan daerah pesisir laut
selatan, dengan wilayahnya yang tersedia sedikit areal sawah, sehingga banyak warga yang
mata pencahariannya bukan petani.
4) Dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan sentra OVOP
Produksi batik merupakan salah satu bagian dari sektor potensial yang ada di Kabupaten
Pacitan, sehingga diperlukannya dukungan dari pemerintah untuk mengembangkan sektor ini.
Dalam hal ini pemerintah kemudian mendukung kegiatan produksi batik dengan cara
menetapkan Kabupaten Pacitan sebagai salah satu wilayah yang memakai sistem
pengembangan OVOP dengan sektor unggulan berupa batik tulis. Selain itu, pemerintah juga
memfasilitasi keberlangsungan kegiatan produksi dengan cara penyelenggaraan kegiatan
pameran promosi industri kerajinan Kabupaten Pacitan didalam daerah dan luar daerah untuk
memperluas pangsa pasar, memberikan pembinaan dan pelatihan bagi para pelaku industri
batik sehingga dapat meningkatkan ketrampilan teknis membatik serta meningkatkan kualitas
dari produksi batik tersebut, dan memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana pendukung
industri kerajinan Batik Pacitan
3.2.2 Permasalahan Batik Pacitan
Sedangkan permasalahan-permasalahan dalam produksi batik Pacitan adalah:
1) Lokasi sentra produksi batik yang jauh dari pusat kota
Salah satu potensi unggulan yang diyakini kedepan akan menjadi komoditas Batik Puri
Cokrokembang utama Pacitan dari sektor ekonomi adalah potensi batik Pacitan. Dan salah
satu tempat penghasil batik Khas Pacitan adalah di Kecamatan Ngadirojo atau Lorok. Produk
batik dari Kecamatan ini adalah batik puri. Tempat pembuatan batik Puri ini tepatnya di desa
cokro kembang kecamatan ngadirojo pacitan, yang jaraknya sekitar 45 Km dari pusat kota
Pacitan.
2) Keterbatasan modal para pelaku industri
Pada dasarnya, pelaku-pelaku industri kecil batik di Kabupaten Pacitan menggunakan
sebagian besar modal individu untuk mempertahankan keberlangsungan produksi batik.
Namun, dengan naiknya tarif harga dasar yang berakibat pada kenaikan harga barang,
ditambah dengan kondisi hasil produksi yang tetap, tentunya hal tersebut kemudian dapat
memicu kebangkrutan perlahan-lahan dari industri kecil tersebut. Hal ini dikarenakan adanya

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 22

keterbatasan modal yang dimiliki oleh para pelaku usaha batik dalam mempertahankan
produksi batik
3) Persaingan terhadap daerah lain akibat adanya globalisasi
Dengan adanya tren globalisasi akhir-akhir ini, maka peluang persaingan pasar bebas antar
negara makin besar sehingga mengakibatkan mudahnya barang impor yang masuk ke
Indonesia. Selain di Kabupaten Pacitan, sentra-sentra produksi batik juga banyak tersebar di
berbagai penjuru Indonesia sehingga produk batik Pacitan harus mampu bersaing dengan
wilayah-wilayah lain dalam memperebutkan permintaan pasar. Dengan adanya persaingan
gobal serta persaingan dari daerah penghasil produk batik lainnya, diharapkan batik Pacitan
dapat mempertahankan keberlangsungan produksinya dengan cara mempertahankan ciri khas
dan kearifan lokal di tiap-tiap produknya.

3.3 Isu Strategis


Adapun isu-isu strategis yang dapat ditarik dalam dokumen

Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Pacitan tahun 2012-2032 serta Rencana Kerja Dinas Koperasi Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Pacitan Tahun 2014 adalah sebagai berikut :
1. Diarahkan sebagai kecamatan dengan hirarki K-2, dengan fungsi PKL dan kegiatan sebagai
sentra kegiatan sektor perikanan dan kelautan (budidaya keramba), pertambangan dan sektor
industri produksi batik tulis dan sale pisang.
2. Target Jumlah penduduk untuk Kecamatan Ngadirojo sebagai PKL mecapai jumlah 50.000100.000 jiwa
3. Kurangnya kualitas dan kuantitas produksi bagi pelaku industri batik sehingga
masih kalah bersaing dengan IKM dari luar daerah

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 23

BAB IV
ANALISA KONSEP PERENCANAAN WILAYAH

4.1 Analisis Persoalan Studi Wilayah


4.1.1 Implementasi Pengembangan One Village One Product Batik Ngadirojo
Secara teoritis ada empat faktor yang mempengaruhi implementasi suatu
program, yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi. Kondisi
masing-masing faktor dapat dijelaskan sebagai berikut.
A. Komunikasi
Komunikasi berperan penting untuk memperlancar pelaksanaan suatu program.
Minimal ada dua hal penting yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan aspek
komunikasi, yaitu kejelasan informasi mengenai sasaran dan tujuan program
pengembangan koperasi dan koordinasi antar bagian terkait. Berdasarkan hasil
wawancara diperoleh bahwa pada umumnya program pengembangan koperasi sudah
disampaikan dengan jelas. Berdasarkan pengamatan di lapangan dapat diketahui bahwa
komunikasi antar stakeholder terkait sudah terjalin cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan
mudahnya mengakses program-program yang digulirkan pemerintah, seperti : program
dana bergulir, program sertifikasi tanah melalui APBD, dan APBN.
Tabel Analisis Implementasi Program OVOP

Faktor
Implementasi
OVOP

Dimensi
Program Komunikasi

Penjelasan
Dalam
aspek
kejelasan
informasi telah baik, dimana
komunikasi antar stakeholder
terkait telah terjalin dengan
lancer
Konsistensi dalam pemberian
informasi
juga
telah
dilakukan secara berkala dan
berkelanjutan
sehingga
produk
yang
dihasilkan
menjadi maksimal
Informasi
yang
disampaikan belum dapat di
terapkan dengan maksimal
karena program OVOP ini
bersifat top-down

Sumber : Hasil Analisis, 2015

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 24

B. Sumberdaya
Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia merupakan faktor aktif yang bertugas menglola dan
memberdayakan faktor-faktor lainnya. Keberadaan anggaran yang mencukupi tidak
akan membuat program berjalan cukup baik jika tidak di dukung dengan sumber
daya manusia yang professional. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan program
pengembangan koperasi OVOP di Kabupaten Pacitan sudah didukung oleh SDM
yang memadai, baik dari sisi pendidikan formal maupun pendidikan keterampilan.
Sumber Daya Finansial
Aspek finansial merupakan aspek yang juga berperan aktif dalam
implementasi suatu program. Aspek finansial berfungsi untuk mendukung kegiatan
operasional sehari-hari seperti untuk biaya pelayanan publik, penyelenggaraan
sarana dan prasarana, biaya transportasi, penyelenggaraan pelatihan dan lain-lain.
Dalam kaitannya dengan aspek keuangan, dapat dikatakan belum memadai. Hal
tersebut terlihat dari minimnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Koperasi
Asosiasi Pengerajin Batik di Kabupaten Pacitan.
Tabel Analisis Implementasi Program OVOP

Faktor
Implementasi
OVOP

Dimensi
Program Sumber Daya

Penjelasan
Staff yang cukup (jumlah &
mutu) yang dimiliki oleh
Kabupaten Pacitan khususnya
Kecamatan Ngadirojo dalam
pengembangan batik terhadap
program OVOP telah baik, ini
terlihat
dari
pendidikan
keterampilan yang diberikan
terkait pembuatan batik
Sarana yang dibutuhkan
masih belum terpenuhi, ini
dikarenakan prasarana dan
sarana dalam pengembangan
batik di Kabupaten Pacitan
khususnya
Kecamatan
Ngadirojo masih minim

Sumber : Hasil Analisis, 2015

A. Disposisi

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 25

Disposisi merupakan watak dan karakteristik yang dimiliki oleh


implementator,

seperti

komitmen,

kejujuran

dan

sifat

demokratis.

Jika

implementator memiliki disposisi yang baik, maka akan dapat menjalankan program
yang baik seperti yang diinginkan oleh pembuat program. Disposisi juga terkait
dengan respon impementator terhadap program, pemahaman terhadap program dan
preferensi nilai yang dimiliki implementator.
Hasil observasi menunjukkan bahwa pelaksanaan implementasi program
OVOP di Kabupaten Pacitan belum mempunyai pemahaman yang memadai terkait
koordinasi dengan seksi bidang yang lain sehingga antara bidang berjalan sendirisendiri.
Tabel Analisis Implementasi Program OVOP

Faktor
Implementasi
OVOP

Dimensi
Program Disposisi

Penjelasan
Komitmen masih belum
berjalan dengan baik karena
pemahaman
terkait
koordinasi dengan seksi
bidang
masih
berjalan
sendiri-sendiri
Pemberian Insentif dalam
pengembangan
program
OVOP belum dituangkan
dalam regulasi yang jelas
sehingga
dalam
pengembangan OVOP masih
belum maksimal

Sumber : Hasil Analisis, 2015

A. Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi juga merupakan instrument yang penting dalam
pelaksanaan suatu program. Struktur birokrasi menggambarkan arah hubungan,
garis komando, dan pola koordinasi antar unit kerja dalam koordinasi. Aspek-aspek
yang terkait dengan struktur birokrasi antara lain Standar Operasional Prosedur, Pola
hubungan kerja dan ketersediaan antara wewenang dn tanggungjawab dari masingmasing pelaksana kebijakan pengembangan koperasi. Berkenaan dengan aspek
tersebut berdasarkan hasil wawancara, menyatakan bahwa didalam organisasi tidak
tersedia SOP akan tetapi sudah ada tugas fungsi pokok seksi dan urutan jabatan yang
jelas.

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 26

Mengenai pola hubungan antar bagian dalam organisasi harus jelas sehingga
tidak terjadi miskoordinasi. Berdasarkan survei media diketahui sudah ada pola
hubungan yang jelas dalam organisasi.
Tabel Analisis Implementasi Program OVOP

Faktor
Implementasi
OVOP

Dimensi
Program Struktur Birokrasi

Penjelasan
Standar
Operasional
Prosedur belum tersedia
namun sudah ada tugas fungsi
dan pokok yang jelas di
Pemerintah
Daerah
Kabupaten Pacitan

Sumber : Hasil Analisis, 2015

4.1.2 Tahapan Pengembangan Ovop Batik Ngadirojo Pacitan


Implementasi program OVOP di Kabupaten Pacitan diawali dengan gerakan
OVOP kepada masyarakat. Namun, dalam penetapan OVOP di Kabupaten Pacitan masih
kental dengan konsep sentra, sehingga keunggulan dan keunikan tidak muncul.
Poin yang sangat krusial pada tahap sosialisasi adalah pemerintah maupun
masyarakat yang mempunyai pandangan yang sama mengenai OVOP. Masyarakat yang
disasar harus dapat melihat sejauh mana manfaat yang akan mereka peroleh apabila
berpartisipasi dalam konsep OVOP.

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 27

Pengembangan dan tahapan-tahapan OVOP di Kabupaten Pacitan dapat dilihat pada table.
TAHAPAN

TUJUAN

Sosialisasi OVOP
Pencarian OVOP

Memperkenalkan OVOP
Menemukan produk-produk yang berpotensi

Produk Pemenang

diembangkan pada program OVOP


Menentukan produk-produk yang memenuhi kriteria

OVOP
Kampanye Standar

OVOP
Mendorong peningkatan standar mutu pada produk-

Promosi Pasar

produk pemenag OVOP


Memperluas pasar di tingkat regional maupun nasional

OVOP
Pencarian OVOP

dan juga global


Menentukan produk berkualitas terbaik yang layak

Unggulan
OVOP menuju

ekspor
Mengembangkan kompetensi inti pada OVOP

Kompetensi Inti

unggulan

4.1.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERLANJUTAN


IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KONSEP OVOP MELALUI
KOPERASI
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan implementasi pengembangan
konsep OVOP sentra industri batik di Kabupaten Pacitan berdasarkan hasil analisis
yaitu: dukungan dan support dari pemerintah, bantuan modal pengembangan, dan
investasi teknologi. Faktor-faktor lain yang berpengaruh yaitu pembangunan
kesejahteraan pembuat batik, pembangunan sumber daya, dan peningkatan pendapatan
pembuat batik. Untuk meningkatkan keberlanjutan implementasi program OVOP di
Kabupaten Pacitan, maka perlu dilakukan perbaikan pada setiap atribut yang
mempengaruhi keberlanjutan konsep OVOP di Kabupaten Pacitan. Ada baiknya
perbaikan dilakukan secara menyeluruh dan bertahap tidak hanya pada atribut sensitif
saja agar didapatkan hasil yang maksimal.
Faktor kunci yang mempengaruhi keberlanjutan implementasi konsep OVOP
sebagai berikut.

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 28

4.2 Penanganan Persoalan Studi Wilayah


Dalam penangnanan persoalan OVOP di wilayah studi adalah untuk menggali dan
mempromosikan produk inovatif dan kreatif berbasis sumber daya lokal, yang bersifat unik/khas
daerah, bernilai tambah tinggi, ramah lingkungan dan juga memiliki ciri berdaya saing
internasional. Sehingga perlu memaksimalkan tiga prinsip OVOP yaitu berpikir global bertindak
lokal, berbasis kreatif, pengembangan sumber daya manusia. Ketiga prinsip OVOP tersebut
dijelaskan sebagai berikut.
a. Berpikir global bertindak lokal
Dikaitkan dengan prinsip-prinsip dasar OVOP, program OVOP yang dilaksanakan oleh
pemerintah memiliki perbedaan yang cukup mendasar. Prinsip pertama yaitu local but global
yang bermakna menghasilkan produk atau jasa yang bernilai lokal dan dapat diterima secara
global. Dalam prinsip OVOP, dilaksanakan dengan cara meningkatkan kualitas produk atau
mutu produksi. Hasil akhir penelitian tidak mengindikasikan adanya peningkatan dalam
produksi yang dapat diterima secara global.
Prinsip local but global yang berkaitan dengan pengembangan potensi batik yang menjadi
fokus utama pemerintah dalam program tersebut. Pengembangan produk melalui OVOP
dilakukan pada pengembangan UKM-UKM agar dapat menghasilkan produk yang bermuatan
lokal dan dapat bersaing di pasar global.
b. Bebas dan Kreatif
Prinsip kedua yaitu self radiance and creativity yang bermakna memanfaatkan potensi yang
dimiliki secara kreatif dengan usaha-usaha yang mandiri sudah cukup terlihat dalam
pelaksanaan OVOP di Kabupaten Pacitan. Program OVOP dititik beratkan kepada
pengembangan kemandirian atau pemberdayaan masyarakat setempat. Namun penerapan
OVOP di Kabupaten Pacitan yang disusun oleh pemerintah tidak menitikberatkan pada
pengembangan motivasi dan kreativitas pengerajin batik dan pelaku UKM. Hal ini
disebabkan karena program OVOP top-down dari pemerintah pusat dan sosialisasi program
OVOP baru relatif digalakkan, sehingga masyarakat masih sangat awam dengan program ini.
c. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Prinsip ketiga yaitu human resource development memiliki makna mengembangkan potensi
masyarakat agar memiliki semangat untuk kreatif dan mampu menghadapi tantangan OVOP
sebagai program pemerintah dimana tidak difokuskan pada pengembangan potensi
masyarakat daerah secara menyeluruh sehingga semangat penerapan OVOP seolah-olah
hanya diperkenalkan pada peserta program, yaitu pengerajin batik dan pelaku UKM saja.
Pada dasarnya pelaksanaan OVOP di Kabupaten Pacitan belum sesuai dengan prinsip
Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 29

mendasar OVOP. Ketidaksesuaian ini dapat dikurangi apabila seluruh langkah program
OVOP yang sudah disusun oleh pemerintah sepenuhnya dilakukan dengan tanggung jawab.
Bagaimanapun program yang bersifat top-down pasti memerlukan proses pengawasan dan
evaluasi terus menerus agar tujuan utama di lapangan tercapai.
Prinsip ini sebenarnya sudah terlihat dengan adanya pembinaan yang dilakukan oleh para
pengerajin dan juga pemerintah daerah setempat, namun masih belum berkelanjutan.
Sehingga hasil yang ingin dicapai belum maksimal.

4.3 Perumusan Perencanaan Wilayah Berbasis Konsep One Village One Product (OVOP)

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 30

Kekuatan (Strenght)
S1
INTERNAL

Adanya

kreatifitas

masyarakat

Kelemahan (Weakness)
dalam

W1 : Keterbatasan modal dalam pengembangan

mengembangkan batik dalam bentuk pola-pola

batik

batik yang lebih modern dan berciri khas

W2 : Jauhnya sentra batik di Kabupaten Pacitan

S2 : Masyarakat rata-rata bekerja di sektor

terhadap

perdagangan jasa terutama pembuat batik

terorganisirnya pemasaran

S3 : Adanya daya tarik dalam proses pembuatan

W3 : Kurang tersedianya sarana penunjang

batik

kegiatan produksi batik Pacitan

S4 : Adanya tenaga terampil dan professional

W4 : Belum optimalnya kerjasama antar para

dalam pengembangan batik

pelaku usaha industri batik dengan pemerintah

S5 : Semakin terbukanya lapangan kerja bagi

dalam melaporkan perkembangan usahanya

Peluang (Opportunity)

masyarakat
Peningkatan pemasaran dan branding terhadap

Pengembangan sarana dan prasarana terhadap

O1 : Segmen pemasaran batik khas Pacitan tidak

batik Pacitan berdasarkan konsep One Village One

produksi batik khas Pacitan

hanya berpusat di Kabupaten Pacitan tetapi juga

Product

EKSTERN
AL

pusat

kota

sehingga

luar daerah
O2 : Pemasaran melalui media masa cetak maupun
media elektronik
O3 : Adanya dukungan pemerintah pusat dan
daerah dalam pengembangan sentra OVOP
O4 : Respon positif masyarakat dalam mendukung
kebijakan

pemerintah

terkait

pengembangan

OVOP

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 31

belum

Ancaman (Threat)
T1 : Adanya persaingan terhadap daerah lain yang

Program

pelatihan

berkelanjutan

dalam

Membuat jaringan usaha antara KUKM

pengembangan produk batik khas Pacitan

menghasilkan produk batik


T2 : Tingginya selektifitas produk unggulan dalam
proses penetapan daerah sentra OVOP
T3 : Adanya

pengaruh pasar bebas yang

diakibatkan oleh globalisasi

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 32

BAB V
KESIMPULAN
5.1

KESIMPULAN

5.2

LESSON LEARNED

DAFTAR PUSTAKA

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah| 33

Anda mungkin juga menyukai