Anda di halaman 1dari 3

Tetanus pada dewasa dan Neonatorum

Pengertian
Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani, dengan
tanda utama kekakuan otot (spasme), tanpa disertai gangguan kesadaran. Sedangkan Tenanus
Neonatus adalah penyakit infeksi yang menerang bayi baru lahir yang berusia di bawah 28 hari.
Etiologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, berukuran 2-5 x 0,4-0,5 milimikron yang
hidup tanpa oksigen (anaerob), dan membentuk spora. Spora dewasa mempunyai bagian yang
berbentuk bulat yang letaknya di ujung, dan memberi gambaran penabuh genderang (drum stick).
Spora ini mampu bertahan hidup dalam lingkungan panas, antiseptik, dan di jaringan tubuh.
Spora ini juga bisa bertahan hidup beberapa bulan bahkan bertahun. Bakteria yang berbentuk
batang ini sering terdapat dalam kotoran hewan dan manusia, dan bisa terkena luka melalui debu
atau tanah yang terkontaminasi. Clostridium tetani merupakan bakteria Gram positif dan dapat
menghasilkan eksotoksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) dapat
menyebabkan kekejangan pada otot.
Usia
Tetanus dapat menyerang semua usia khususnya pada neonatus dan dewasa.
Masa Inkubasi
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3 12 hari, namun dapat mecapai 1 2 hari dan kadangkadang lama melebihi satu bulan; makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis. Terdapat
hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat, serta
interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit; semakin jauh tempat invasi, semakin
panjang masa inkubasi.
Penularan
Spora Clostridium tetani yang masuk melalui luka terbuka
Patogenesis
Pertolongan persalinan dan pemotongan tali pusat yang tidak steril akan memudahkan spora
Clostridium tetani masuk dari luka tali pusat dan melepaskan tetanospamin. Pada dewasa, spora
dapat masuk melalui luka terbuka. Tetanospamin akan berikatan dengan reseptor di membran
prasinaps pada motor neuron. Kemudian bergerak melalui sistem transpor aksonal retrograd
melalui sel-sel neuron hingga ke medula spinalis dan batang otak, seterusnya menyebabkan
gangguan sistim saraf pusat (SSP) dan sistim saraf perifer. Gangguan tersebut berupa gangguan
terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya neurotransmiter inhibisi, yaitu asam
aminobutirat gama (GABA) dan glisin, sehingga terjadi epilepsi, yaitu lepasan muatan listrik
yang berlebihan dan berterusan, sehingga penerimaan serta pengiriman impuls dari otak ke
bagian-bagian tubuh terganggu. Ketegangan otot dapat bermula dari tempat masuk kuman atau
pada otot rahang dan leher. Pada saat toksin masuk ke sumsum tulang belakang, kekakuan otot
yang lebih berat dapat terjadi. Dijumpai kekakuan ekstremitas, otot-otot dada, perut dan mulai
timbul kejang. Toksin dapat mencapai korteks serebri, sehingga penderita akan mengalami
kejang spontan. Pada sistim saraf otonom yang diserang tetanospasmin akan menyebabkan

gangguan proses pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal, pencernaan, perkemihan,


dan pergerakan otot. Kekakuan laring, hipertensi, gangguan irama jantung, berkeringat secara
berlebihan (hiperhidrosis) merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom. Kejadian gejala
penyulit ini jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum gejala tersebut timbul.
Organ yang diserang
Neuromuscuar junction
Gejala Klinis
Neonatus yang terinfeksi Clostridium tetani masih menunjukkan perilaku seperti menangis dan
menyusui seperti bayi yang normal pada dua hari yang pertama. Pada hari ke-3, gejala-gejala
tetanus mulai kelihatan. Gejala klinis yang sering dijumpai pada tetanus neonatorum adalah:
a. Terjadinya kekakuan otot rahang sehingga penderita sukar membuka mulut. Kekakuan
otot pada leher lebih kuat akan menarik mulut kebawah, sehingga mulut sedikit
ternganga. Kadang-kadang dapat dijumpai mulut mecucu seperti mulut ikan dan
kekakuan pada mulut sehingga bayi tak dapat menetek.
b. Terjadi kekakuan otot mimik muka dimana dahi bayi kelihatan mengerut, mata bayi agak
tertutup, dan sudut mulut bayi tertarik ke samping dan ke bawah.
c. Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur, bertumpu
pada tumit dan belakang kepala. Jika dibiarkan secara berterusan tanpa rawatan, bisa
terjadi fraktur tulang vertebra.
d. Kekakuan pada otot dinding perut menyebabkan dinding perut teraba seperti papan.
Selain otot dinding perut, otot penyangga rongga dada (toraks) juga menjadi kaku
sehingga penderita merasakan kesulitan untuk bernafas atau batuk. Jika kekakuan otot
toraks berlangsung lebih dari 5 hari, perlu dicurigai risiko timbulnya perdarahan paru.
e. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan akibat kekakuan yang terusmenerus dari otot laring yang bisa menimbulkan sesak nafas. Efek tetanospamin dapat
menyebabkan gangguan denyut jantung seperti kadar denyut jantung menurun
(bradikardia), atau kadar denyut jantung meningkat (takikardia). Tetanospasmin juga
dapat menyebabkan demam dan hiperhidrosis. Kekakuan otot polos pula dapat
menyebabkan anak tidak bisa buang air kecil (retensi urin).
f. Bila kekakuan otot semakin berat, akan timbul kejang-kejang umum yang terjadi setelah
penderita menerima rangsangan misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, terpapar sinar
yang kuat dan sebagainya. Lambat laun, masa istirahat kejang semakin pendek
sehingga menyebabkan status epileptikus, yaitu bangkitan epilepsi berlangsung terus
menerus selama lebih dari tiga puluh menit tanpa diselangi oleh masa sedar; seterusnya
bisa menyebabkan kematian.
Tetanus pada dewasa umumnya mirip, timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, didahului
dengan ketgangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka
mulut (trismus) karena spsme otot massater. Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah
berupa badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam ekstrensi lengan kaku dan tangan
mengapal biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul paroksimal, dapat dicetus oleh
rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul spontan. Karena
kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin bahkan dapat terjadi

fraktur collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya
pada stadium akhir
Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang
Pemeriksaan darah leukosit dapat meninggi
Pengobatan
Anti Toksin : ATS 500 U IM dilanjutkan dengan dosis harian 500-1000 U
Anti kejang : Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB / 4 jam IM Efek samping stupor, koma
Antibiotik : Pemberian penisilin prokain 1,2 juta U/hari

Anda mungkin juga menyukai