Migrenjh
Migrenjh
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Migren merupakan salah satu keluhan nyeri kepala yang banyak dijumpai
di masyarakat. Hal ini pastilah sangat mengganggu, bukan hanya menimbulkan
rasa tidak nyaman atau sakit, tapi juga menghambat produktifitas di kehidupan
sehari-hari. Migren dapat terjadi karena beberapa penyebab, seperti stres,
perubahan hormon, makanan, faktor fisik, dll.
B. Tujuan Penulisan
Penulisan refrat ini bertujuan untuk mengetahui mengenai migren yang
mencakup definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis, serta penanganannya. Selain
itu juga sebagai syarat untuk dapat mengikuti ujian kepanitaraan klinik di bagian
Ilmu Kesehatan Syaraf di RSUD Tidar Magelang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Menurut International Headache Society (IHS) migren adalah nyeri
kepala vaskular berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam.
Nyeri biasanya sesisi (unilateral), sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang
sampai berat, diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai dengan mual dan atau
muntah, fotofobia, dan fonofobia.
B. EPIDEMIOLOGI
Dari hasil penelitian epidemiologi,migren terjadi pada hampir 30 juta
penduduk Amerika Serikat, 75 % diantaranya adalah wanita. Migren dapat
terjadi pada semua usia, tetapi biasanya muncul antara usia 10-40 tahun dan
angka kejadiannya menurun setelahusia 50 tahun. Migren tanpa aura umumnya
lebih sering dibandingkan migren disertai aura dengan persentase sebanyak 90%.
C. ETIOLOGI
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya migren adalah sebagai berikut :
1. Riwayat penyakit migren dalam keluarga
2. Perubahan hormon (estrogen dan progesteron) pada wanita, khususnya pada
fase luteal siklus menstruasi.
3. Makanan yang bersifat vasodilator (anggur merah, natrium nitrat),
vasokonstriktor (keju, coklat), serta zat tambahan pada makanan.
4. Stres
5. Faktor fisik
6. Rangsang sensorik (seperti cahaya yang silau, bau menyengat)
7. Alkohol
8. Merokok
D. KLASIFIKASI
Menurut The International Headache Society (1988), klasifikasi migren
adalah sebagai berikut:
1. Migren tanpa aura
2. Migren dengan aura
a. Migren dengan aura yang khas
b. Migren dengan aura yang diperpanjang
c. Migren dengan lumpuh separuh badan (familial hemiflegic migraine)
d. Migren dengan basilaris
e. Migren aura tanpa nyeri kepala
f. Migren dengan awitan aura akut
3. Migren oftalmoplegik
4. Migren retinal
5. Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial
6. Migren dengan komplikasi
a. Status migren (serangan migren dengan sakit kepala lebih dari 72 jam)
b. Infark migren
7. Gangguan seperti migren yang tidak terklasifikasikan
Dahulu dikenal adanya classic migraine dan common migraine. Classic
migraine didahului atau disertai dengan fenomena defisit neurologik fokal,
misalnya gangguan penglihatan, sensorik, atau wicara. Sedangkan common
migraine tidak didahului atau disertai dengan fenomena defisit neurologic fokal.
Oleh Ad Hoc Committee of the International Headache Society (1987) diajukan
perubahan nama atau sebutan untukkeduanya menjadi migren dengan aura untuk
classic migraine dan migren tanpa aura untuk common migraine.
E. PATOFISIOLOGI
Migren bisa dipahami sebagai suatu gangguan primer otak (primary of
the brain) yang terjadi karena adanya kelainan pada aktivitas saraf sehingga
pembuluh darah mengalami vasodilatasi, yang disusul dengan adanya nyeri
kepala berikut aktivasi saraf lanjutannya. Serangan migren bukanlah didasari oleh
suatu primary vascular event. Serangan migren bersifat episodik dan bervariasi
baik dalam setiap individu maupun antar individu. Variabilitas tersebut paling
tepat dijelaskan melalui pemahaman terhadap kelainan biologik dasar dari migren
yaitu disfungsi ion channel pada nuklei aminergik batang otak yang secara normal
berfungsi mengatur input sensoris dan memberikan kendali neural (neural
influences) terhadap pembuluh darah kranial.
Dulu migren oleh Wolff disangka sebagai kelainan pembuluh darah (teori
vaskular). Sekarang diperkirakan kelainan primer di otak. Sedangkan kelainan di
pembuluh darah sekunder. Ini didasarkan atas tiga percobaan binatang:
1. Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (spreading
depression dari Leao)
Teori depresi yang meluas Leao (1944), dapat menerangkan tumbuhnya aura
pada migren klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia
menemukan bahwa depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap macam
rangsangan lokal pada jaringan korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah
gelombang (oligemia) yang menjalar akibat penekanan aktivitas sel neuron otak
spontan. Perjalanan dan meluasnya gelombang oligemia sama dengan yang terjadi
waktu kita melempar batu ke dalam air. Kecepatan perjalanannya diperkirakan 25 mm per menit dan didahului oleh fase rangsangan sel neuron otak yang
berlangsung cepat. Jadi sama dengan perjalanan aura pada migren klasik.
Gelombang oligemia tersebut didahului oleh fase pendek hiperemia yang sangat
mungkin berhubungan dengan gejala seperti melihat kilatan cahaya. Oligemia
merupakan respon dari adanya penurunan fungsi neuronal (depressed neuronal
function) yang kelihatan jelas masih berlangsung ketika keluhan nyeri kepala
mulai muncul. Temuan tersebut, bersama dengan bukti langsung yang
4
menunjukkan bahwa suplai oksigen lokal ternyata lebih dari adekuat, menjadikan
pendapat yang menganggap migraine semata-mata hanya merupakan suatu
vascular headache tidak lagi dapat dipertahankan.
Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen dan Lauritzen (1981).
dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita migren
klasik. Pada waktu serangan migren klasik, mereka menemukan penurunan aliran
darah pada bagian belakang otak yang meluas ke depan dengan kecepatan yang
sama seperti pada depresi yang meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa
penurunan aliran darah otak regional yang meluas ke depan adalah akibat dari
depresi yang meluas.
Terdapat persamaan antara percobaan binatang oleh Leao dan migren klinikal,
akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tak ada fase
vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan aliran darah yang berkurang
berlangsung terus setelah gejala gejala aura. Meskipun demikian, eksperimen
perubahan aliran darah memberi kesan bahwa manifestasi migren terletak primer
di otak dan kelainan vaskular adalah sekunder.
2. Sistem trigemino-vaskular
Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung.
substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-gene related peptid
(CGRP). Semua ini berasal dari ganglion nervus trigeminus sesisi SP, NKA. dan
CGRP menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain ltu, rangsangan
oleh serotonin (5hydroxytryptamine) pada ujung-ujung saraf perivaskular
menyebabkan rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesisi.
Seperti diketahui, waktu serangan migren kadar serotonin dalam plasma
meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan
penyempitan pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan
bahwa serotonin bekerja melalut sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan
rasa nyeri kepala dan pelebaran pembuluh darah. Obat-obat anti-serotonin
misalnva cyproheptadine (Periactin) dan pizotifen (Sandomigran, Mosegor)
bekerja pada sistem ini untuk mencegah migren.
Faktor Pencetus
Intrinsik & Ekstrinsik
Spreeding
depression
Sist.Trigemino
vaskular
Gejala aura
Inti2 saraf di
batang
otak
(rafe & lokus
seruleus)
Gejala
autonom
-Vasodilatasi
-Me Ambang nyeri
Nyeri kepala
Meningkatkan aktv.
Sist. Saraf simpatis
dan
aura
F. MANIFESTASI KLINIS
Secara keseluruhan, manifestasi klinis penderita migren bervariasi pada
setiap individu. Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migren, tetapi
semuanya tidak harus dialami oleh tiap individu. Fase-fase tersebut antara lain:
1. Fase Prodormal. Fase ini dialami 40-60% penderita migren. Gejalanya
berupa perubahan mood, irritable, depresi, atau euphoria, perasaan lemah,
letih, lesu, tidur berlebihan, menginginkan jenis makanan tertentu (seperti
coklat) dan gejala lainnya. Gejala ini muncul beberapa jam atau hari sebelum
fase nyeri kepala. Fase ini member pertanda kepada penderita atau keluarga
bahwa akan terjadi serangan migren.
2. Fase Aura. Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang mendahului
atau menyertai serangan migren. Fase ini muncul bertahap selama 5-20 menit.
Aura ini dapat berupa sensasi visual, sensorik, motorik, atau kombinasi dari
aura-aura tersebut.
Aura visual muncul pada 64% pasien dan merupakan gejala neurologis
yang paling umum terjadi. Yang khas untuk migren adalah scintillating scotoma
(tampak bintik-bintik kecil yang banyak), gangguan visual homonim, gangguan
salah satu sisi lapang pandang, persepsi adanya cahaya berbagai warna yang
bergerak pelan (fenomena positif). Kelainan visual lainnya adalah adanya
scotoma (fenomena negatif) yang timbul pada salah satu mata atau kedua mata.
Kedua fenomena ini dapat muncul bersamaan dan berbentuk zig-zag. Aura pada
migren biasanya hilang dalam beberapa menit dan kemudian diikuti dengan
periode laten sebelum timbul nyeri kepala, walaupun ada yang melaporkan tanpa
periode laten.
3. Fase Nyeri Kepala. Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral dan
awalnya berlangsung didaerah frontotemporalis dan ocular, kemudian setelah
1-2 jam menyebar secara difus kea rah posterior. Serangan berlangsung
selama 4-72 jam pada orang dewasa, sedangkan pada anak-aak berlangsung
selama 1-48 jam. Intensitas nyeri bervariasi, dari sedang sampai berat, dan
kadang sangat mengganggu pasien dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Migren dengan aura termasuk hemiparesis dengan criteria klinik yang sama
seperti diatas dan sekurang-kurangnya salah satu anggota keluarga terdekatnya
mempunyai riwayat migren yang sama
4. Migren basilaris
Migren dengan aura yang jelas berasal dari batang otak atau dari kedua lobi
oksipitales. Kriteria klinik sama dengan yang diatas dengan tambahan dua atau
lebih dari gejala aura seperti berikut ini:
Gangguan lapangan penglihatan temporal dan nasal bilateral
Disartia
Vertigo
Tinitus
Penurunan pendengaran
11
Diplospi
Ataksia
Parastesia bilateral
Parestesia bilateral dan penurunan kesadaran
5. Migren aura tanpa nyeri kepala
Migren jenis ini memiliki gejala aura yang khas tetapi tanpa diikuti oleh nyeri
kepala. Biasanya terdapat pada individu yang berumur lebih dari 40 tahun.
6. Migren dengan awitan aura akut
Migren dengan aura yang berlangsung penuh kurang dari 5 menit. Kriteria
diagnosisnya sama dengan criteria migren dengan aura, dimana gejala neurologik
(aura) terjadi seketika lebih kurang 4 menit, nyeri kepala teradi selama 4-72 jam
(bila tidak diobati atau dengan pengobatan tetapi tidak berhasil), selama nyeri
berlangsung sekurangnya disertai dengan mual atau muntah, fonofobia/fotofobia.
Untuk menyingkirkan TIA maka dilakukan pemeriksaan angiografi dan
pemeriksaan jantung serta darah.
7. Migren oftalmoplegik
Migren jenis ini dicirikan oleh serangan yang berulangpulang yang
berhubungan dengan paresis satu atau lebih saraf otak okular dan tidak didapatkan
kelainan organik. Kriteria diagnosis terdiri dari sekurang-kurangnya 2 serangan
disertai paresisi saraf otak III, IV, dan VI serta tidak didapatkan kelainan
serebrospinal.
8. Migren retinal
Terjadi serangan berulang kali dalam bentuk skotoma monokular atau buta tidak
lebih dari satu jam. Dapet berhubungan dengan nyeri kepala atau tidak. Gangguan
ocular dan vascular tidak dijumpai.
9. Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial
Migren dan gangguan intracranial berhubungan dengan awitan secara
temporal. Aura dan lokasi nyeri kepala berhubungan erat dengan lesi intracranial.
Keberhasilan pengobatan lesi intrakranial akan diikuti oleh hilangnya serangan
migren.
12
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis
banding.
1. CT scan dan MRI kepala
2. Pungsi lumbal
I. DIAGNOSIS BANDING
1. Nyeri kepala tegang (tension headache)
2. Nyeri kepala Kluster (cluster headache)
3. Gangguan peredaran darah sepintas (Transient Ischemic Attack/TIA)
J. TERAPI
13
1. Terapi Medikamentosa
Pendekatan terapi migraine dapat dibagi kedalam terapi nonfarmakologis
dan farmakologis. Terapi nonfarmakologis meliputi:
a. edukasi kepada penderita mengenai penyakit yang dialaminya
b. mekanisme penyakit
c. pendekatan terapeutik, dan
d. mengubah pola hidup dalam upaya menghindari pemicu serangan
migraine.
e. Tidur yang teratur
f. Makan yang teratur
g. Olahraga
h. Mencegah puncak stres melalui relaksasi, serta mencegah makanan
pemicu.
Pesan yang penting adalah, penderita lebih baik berupaya menjaga
keteraturan hidup (regularity of habits), daripada membatasi beragam
makanan dan aktivitas. Yang tidak dapat diketahui adalah sensitivitas dari otak
terhadap
pemicu-pemicu
pada
waktu
tertentu.
Ketidakpastian
ini
telah
dipublikasikan
evidence-based
review
dari
pendekatan
a. Aspirin
b. Acetaminophen
c. Nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID)
Pada banyak penderita, migraine menunjukkan respon yang baik
menggunakan terapi sederhana yang diberikan pada waktu serangan.
Terdapat sejumlah kunci bagi keberhasilan penggunaan analgetik dan
NSAID, setelah terlebih dahulu mempertimbangkan keinginan penderita
dan kontraindikasi: obat harus diminum sesegera mungkin begitu
komponen nyeri kepala dari serangan mulai dirasakan; dosis obat harus
adekuat, sebagai contoh, 900 mg aspirin, 1000 mg acetaminophen, 500
sampai
nyeri
tanpa
menekan
mekanisme
patofisiologi
yang
15
terbatas. Dewasa ini telah dikenal terdapat tujuh subklas utama dari 5-HT
receptors klas 1 sampai 7. Semua triptan dapat mengaktivasi reseptor
5-HT1B/1D, serta dalam potensi yang lebih ringan dapat mengaktivasi
reseptor
second-order
neurons
dari
trigeminocervical
complex.
17
(medically
unimportant)
namun
secara
klinis
pada wajah (flushing), dan nyeri atau kaku leher. Triptan dapat
menimbulkan konstriksi arteri koronaria dan dapat mengakibatkan
keluhan pada dada (chest symptoms), terkadang sangat menyerupai
angina pectoris. Keluhan seperti ini dapat merupakan tanda
peringatan; dengan demikian penilaian kardiovaskular sangat penting
menjadi pertimbangan sebelum penggunaan. Penderita yang kedapatan
mengalami keluhan tersebut jarang berakhir dengan masalah serius.
Namun demikian, meskipun jarang terjadi, terapi menggunakan
triptan pernah dilaporkan menimbulkan infark miokardial. Data ini
menjadikan peringatan umum mengenai tingkat keamanan dari
golongan triptan. Data tersebut didukung oleh studi farmakologis in
vitro yang membuktikan potensi triptan dalam menimbulkan konstriksi
pembuluh darah koroner pada manusia, meskipun ergotamine dan
dihydroergotamine memiliki efek serupa yang lebih poten dan
bertahan lebih lama ketimbang triptan. Terbukti jelas pula melalui
anatomical studies menggunakan antibodi yang selektif terhadap
reseptor 5-HT1B atau 5-HT1D manusia bahwa reseptor 5-HT1B berada
terutama pada sirkulasi kranial namun juga ditemukan berada pada
sirkulasi koroner.
2. Terapi Preventif
Keputusan untuk memulai terapi preventif terhadap penderita migraine
sebaiknya diambil melalui persetujuan penderita; dengan mendasarkan
pertimbangan pada kombinasi dari frekuensi, durasi, tingkat keparahan, dan
resistensi (tractability) dari serangan akut yang dialami, termasuk juga
keinginan penderita. Penderita yang mengalami serangan yang tidak responsif
menggunakan
obat-obat
untuk
serangan
akut
serta
serangan
yang
20
pengambilan
keputusan
pengobatan.
Hindari
penggunaan
21
BAB III
KESIMPULAN
Migren adalah nyeri kepala vaskular berulang dengan serangan nyeri yang
berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya sesisi (unilateral), sifatnya berdenyut,
intensitas nyerinya sedang sampai berat, diperberat oleh aktivitas, dan dapat
disertai dengan mual dan atau muntah, fotofobia, dan fonofobia.
Migren diklasifikasikan menjadi; migren dengan aura, migren tanpa aura,
migren oftalmoplegik, migren retinal, migren yang berhubungan dengan
gangguan intracranial, migren dengan komplikasi, dan gangguan seperti migren
yang tidak terklasifikasikan. Diagnosis migren dapat ditemukan dengan
memperhatikan cirri-ciri khusus dari beberapa klasifikasi migren diatas. Selain
itu dibutuhkan pemeriksaan CT scan dan MRI untuk menyingkirkan diagnosis
banding.
Penatalaksaan migrain secara garis besar dapat dilakukan dengan
mengurangi faktor resiko, terapi farmakologi dan non farmakologi dan terapi
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Aminoff, MJ et al. 2005. Lange medical book : Clinical Neurology, Sixth
Edition, Mcgraw-Hill.
2. Dawn C. Buse, PhD, Marcia F. T. Rupnow, PhD, and Richard B. Lipton, MD.
2009. Assesing And Managing All Aspect of Migraine. URL :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2676125
3. Dewanto George, dkk. 2007. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf.
EGC. Jakarta.
4. Harsono. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
5. Harsono. 2007. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua. Gadjah Mada
University. Yogyakarta.
6. Mardjono Mahar dan Sidharta Priguna. 2004. Neurologi Klinis Dasar. Dian
Rakyat:Jakarta.
7. Maria Piane, et al. 2007. Genetics of Migraine and pharmacogenomics: some
consideration. URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2779399
23
24