DOLALAK
Tahun 2011/2012
Disusun oleh:
Nama
:Dewi Ciptaningsih
Nomer
:7
Kelas
: X.6
Tarian Dolalak
Salah satu kesenian khas Kab. Purworejo adalah DOLALAK. Awal mula kehadirannya
tidak diketahui secara pasti namun ada pada zaman penjajahan Belanda. Tari dolalak tercipta
karena terinspirasi oleh perilaku serdadu Belanda pada saat beristirahat di camp-camp.
Serdadu- serdadu tersebut beristirahat sambil minum-minuman keras, ada juga yang
menyanyi dan berdansa ria. Aktifitas sehari-hari para serdadu di kamp ditiru oleh para
pengikutnya yang kebanyakan pribumi, oleh sebab itu terciptalah tari dolalak yang bentuknya
sederhana dan berulang-ulang. Tari dolalak ditarikan oleh para remaja putri yang berpakaian
mirip serdadu Belanda, dan puncaknya digambarkan saat penari mendem atau kerasukan
setan. Pengiring yang digunakan berupa: kendang, rebana dan bedug, sedangkan syairsyairnya tentang keagamaan, pendidikan dan juga berbagai kritik dan sindiran. Tari ini dapat
ditarikan bersama penonton sehingga bisa disebut sebagai tari pergaulan. Tari dolalak
mempunyai berbagai ragam sesuai dengan daerah asalnya misalnya; gaya Kaligesingan,
Mlaranan,
Sejiwanan,
dan
Banyuuripan.
Tari dolalak berasal dari kata do dan la-la yang dimaksud not balok dari do, re, mi, fa,
sol, la, si, do, yang diambil dari pendengaran penduduk pribumi yang berubah menjadi lidah
jawa dolalak, sekitar tahun 1940. Tari ini oleh rakyat Indonesia diciptakan sebagai misi
keagamaan dan politik untuk memerangi Belanda. Tari ini dipentaskan pada saat-saat
tertentu, diantaranya ; mantu, sunatan dan syukuran. Biasanya warga mengundang group
tertentu yang disebut nanggap dalam bahasa jawa, tari ini ditarikan menjelang hajatan yaitu
pada
malam
hari
semalam
suntuk.
Gerak : gerak tari dolalak merupakan gerak keprajuritan didominasi oleh gerak yang rampak
dan dinamis nyaris seperti gerakan bela diri pencak silat yang diperhalus. Gerakan kirig
(gerakan bahu yang cepat pada saat-saat tertentu) merupakan ciri khas dolalak yang tidak
didapati pada tarian lain. Penelitian Prihartini membagi tari dolalak menjadi tiga bagian
yaitu: tari kelompok, tari pasangan, dan tari tunggal. Tari tunggal biasanya diikuti dengan
trance atau kesurupan sehingga penari bisa menari hingga berjam-jam. Pada
perkembangannya tari dolalak dimodivikasi sehingga bisa ditarikan hanya 15 menit.
Dalam tari terdapat berbagai macam istilah diantaranya gerak kaki ( adeg, tanjak, hoyog,
sered, mancat, gejug, jinjit, ngentrik, ngetol, engklel, sing, pencik, kesutan, sampok,
jengkeng dan sepak). Gerak tangan (ngruji, taweng, ngregem, malangkerik, ukel, ukel
wolak-walik, tepis, jentus, keplok, enthang, siak, kesutan grodha, miwir sampur, ngithir
sampur, bapangan wolak-walik, atur-atur, cathok, mbandhul, cakilan dan tangkisan).
Gerak tubuh/ badan (ogek,entrag dan geblag). Gerak leher(tolehan, lilingan dan
coklekan) gerak bahu (kirig dan kedher).
Busana : kostum tradisional dolalak menggunakan baju lengan panjang hitam dan celana
pendek hitam dengan pelisir untu walang pada tepinya. Serta aksesorius kuning
keemasan pada bagian dada dan punggung ditambah topi pet hitam dengan hiasan
dan kaos kaki panjang, namun saat ini dimodivikasi pada celana pendek yang
dahulu diatas lutut menjadi di bawah lutut. Bahkan ada juga yang dimodivikasi
dengan gaya muslim dengan berkerudung namun aksesorisnya tetap sama.
Memakai sampur pendek yang diikat di sebelah kanan saja.
Musik : semula hanya acapela, namun dalam perkembangannya diiringi dengan lagu
dan tembang seerta iringan solawat jawa dan dilengkapi juga dengan bedug,
kendang, terbang, kecer dan organ. Musiknya beragam dari vocal bawa sebagai
lagu pembuka hingga lagu parikan atau pantun yang menggunakan bahasa melayu lama
dan sebagian bahasa jawa bahkan bahasa arab. Bahkan sekarang masuk juga lagu jenis
pop, dangdut dan campursari.
Syair lagu: bertema tentang agama sindiran sosial, kegembiraan dan nasehat kehidupan ada
juga yang bernuansa romantis yang dinyatakan dengan pantun atau parikan.
Dansa (tari gaul gaya barat ) dengan iringan lagu membangkitkan inspirasi beberapa warga
pribumi untuk menirunya menjadi tari dolalak. Menurut penelitian Prihatini (2000) nama mereka
adalah Rejotaruno, Duliyat dan Ronodimejo untuk menirunya. Dari hasil survey jurisan sejarah
FKIP IKIP Semarang (1971) mencatat bahwa akar kesenian dolalak tumbuh pada masa perang
Aceh (1873-1904). Untuk menghibur diri pasukan Belanda yang ditugaskan di Aceh membuat
tari keprajuritan , dengan barisan dan cakepan atau nyanyian yang berbentuk pernesan atau
sindiran serta dengan pakaian ala Belanda dan Perancis. Ketika Purworejo menjadi basis militer
Belanda kesenian itu juga makin berkembang luas. Menurut salah satu sumber di internet
(javapromo.com, 2007) yang dikemukakan oleh Tijab pimpinan group dolalak dusun Giri
Tengah Borobudur mengatakan bahwa dolalak berasal dari kata Duh allah dan lahirnya
seni dolalak karena adanya kisah pasukan Srikandi yang membantu Nyai Ageng Serang
pada saat perang Diponegoro. Pasukan wanita tersebut berada di bawah pimpinan
Ambarsari
dan
Roro
Ayu
Tunggalsari.
Pada awal kehadirannya sampai tahun 1970 dolalak merupakan kesenian rakyat yang
berfungsi sebagai penghibur pada kegiatan hajatan masyarakat desa. Pada dekade 1970
ketika pemerintah mulai menggalakkan kesenian daerah sebagai aset wisata, dan mulai ada
campur tangan dari pemerintah dan pembinaan. Atas prakarsa Bupati Soepanto (1975) yang
menganjurkan kaum wanita bisa menjadi penari dolalak mendapat respon yang positif. Sehingga
mulailah muncul group- group dolalak di tingkat kecamatan dan mencapai puncaknya pada
dekade 1980 an. Bahkan pada tahun 80 an terjadi perubahan yang menonjol dimana kemudian
para penari yang tadinya lelaki diganti menjadi wanita yang diawali dengan group dolalak dari
dusun Teneran, desa Kaligono, kecamatan Kaligesing. Dan kemudian pada saat ini berkembang
pesat
group
dolalak
yang
penarinya
wanita.
Isi lain yang perlu diungkap adalah mantra yang digunakan oleh sesepuh group dolalak ketika
mengendalikan kekuatan ghaib yang merasuki penari dolalak. Sebelum group dolalak menari
telah disediakan sesaji diantaranya: bunga setaman minimum 3 macam, minuman ( teh, kopi, dan
air putih), kelapa muda, pisang dan jajan pasar, alat kecantikan (bedak, lipstik, kaca pengilon,
sisir dan minyak wangi), kinang, sirih dan kapur sirih. Semuanya itu disajikan untuk penari yang
mendhem atau kerasukan roh halus. Dalam kondisi menari mereka bisa totalitas dan bahkan
kadang
dapat
melakukan
hal-
hal
yang
aneh
dan
diluar
kebiasaan.