id
digilib.uns.ac.id
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
Oleh :
AHMAD MUSLIM RIFAI
NIM. I 1406518
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Maka sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan,
maka bersama kesulitan pasti ada kemudahan
(Q.S. Al-Insyirah: 5-6)
Berani menghadapi tantangan adalah guru
dari teori kesuksesan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Intisari
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui densitas, waktu hancur dalam
air, ketahanan impak dan kapasitas produksi pupuk pellet biokomposit. Pellet
dibuat dengan campuran dari kotoran sapi dengan menggunakan molasses sebagai
perekatnya. Komposisi yang digunakan adalah 50 % kotoran sapi dan 50 %
molasses. Variasi yang digunakan adalah diameter lubang output pada mesin
pembuat pellet. Proses pembuatannya adalah kotoran sapi dan molasses dicampur
terlebih dahulu dengan persentasi yang telah ditentukan, kemudian dimasukkan ke
dalam mesin pembuat pellet dengan variasi diameter lubang luaran. Pengujian yang
dilakukan meliputi, uji ketahanan impak, uji densitas, uji hancur dalam air, dan
kapasitas produksi. Hasil penelitian menunjukan ketahanan impak pupuk pellet
biokomposit pada variasi lubang diameter 12 mm, 10mm dan 8 mm cenderung
semakin meningkat. Demikian juga untuk waktu kapasitas produksinya. Pada
diameter lubang output 12 mm nilainya lebih besar dibandingkan dengan diameter
10 mm dan 8 mm. Untuk nilai densitas, pada variasi diameter lubang output 12
mm, 10 mm dan 8 mm cenderung berbanding terbalik. Pada diameter lubang
output 8 mm memiliki nilai densitas yang lebih besar daripada nilai densitas pada
diameter lubang output 10 mm dan 12 mm.
Kata Kunci: biokomposit, kotoran sapi, molasses, pellet
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Abstract
The purpose of this study was to determine the density, when crushed in water,
impact resistance and fertilizer production capacity biocomposite pellets. Pellets
made with a mixture of cow manure by using molasses as an adhesive. The
composition used was 50% cow manure and 50% molasses. The variation used is
the output hole diameter on pellet machine. The manufacturing process is the cow
manure and molasses mixed in advance with predetermined percentage, then
inserted into the pellet machine with output hole diameter variation. Tests
conducted included, impact resistance test, density test, tests crushed in water, and
production capacity. The result showed resilience impact biocomposites fertilizer
pellets on 12 mm diameter hole variation, 10mm and 8 mm tend to increase.
Similarly, for the production capacity. At 12 mm diameter hole output value is
larger than the diameter of 10 mm and 8 mm. For density values, the variation of
the output hole diameter 12 mm, 10 mm and 8 mm tend to be inversely
proportional. At the output of 8 mm diameter hole has a value greater density than
the density values in the output hole diameter of 10 mm and 12 mm.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah dan
bimbinganNya
penulis
dapat
menyelesaikan
skripsi
ini
yang
berjudul
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman
Abstrak .................................................................................... ......................
Kata Pengantar ..............................................................................................
Daftar Isi .......................................................................................................
Daftar Tabel .................................................................................................
Daftar Gambar ...............................................................................................
Daftar Lampiran ............................................................................................
vi
viii
x
xii
xii
xiv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................
1.2 Perumusan Masalah ..........................................................................
1.3 Batasan Masalah ...............................................................................
1.4 Tujuan Penelitian ..............................................................................
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................
1
4
4
4
4
6
10
10
11
11
13
13
15
15
16
17
18
19
19
20
20
21
22
22
23
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 29
5.2 Saran ................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 30
LAMPIRAN ................................................................................................. 32
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kandungan unsur kimia dalam suatu kotoran sapi .........................
Tabel 2.2 Pengaruh macam-macam perekat ...................................................
Tabel 4.1.a Ketahanan Impak Pupuk Pellet Biokomposit ..............................
Tabel 4.1.b Perbandingan Ketahanan Impak Pupuk Pellet Biokomposit
Dengan Kotoran Kambing ...........................................................
Tabel 4.2 Nilai Densitas Pupuk Pellet Biokomposit .......................................
Tabel 4.3 Kapasitas Produksi Pupuk Pellet Biokomposit ...............................
commit to user
7
12
24
25
26
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Peternakan sapi milik pondok pesantren Abdurrahman bin Auf ...
Gambar 2.1 Konsep mesin pres untuk pembuatan POP ....................................
Gambar 2.2 Alat uji ketahanan impak ...............................................................
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ..................................................................
Gambar 3.2 Raw material kotoran sapi kering ..................................................
Gambar 3.3 Molasses (tetes tebu) ......................................................................
Gambar 3.4 Mesin Pembuat Pellet .....................................................................
Gambar 3.5 Tabung pencampur ........................................................................
Gambar 3.6 Set up peralatan proses pencampuran ............................................
Gambar 4.1 Kurva hubungan variasi diameter pellet dengan ketahanan impak
(IRI) ..............................................................................................
Gambar 4.2 Kurva hubungan antara diameter pellet dengan densitas
rata-rata .........................................................................................
Gambar 4.3 Kurva hubungan antara diameter pellet dengan besarnya
kapasitas produksi pellet pupuk biokomposit ...............................
commit to user
2
9
16
18
19
20
20
22
22
24
26
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Alat Penelitian ............................................................................
Lampiran 2. Bahan Penelitian .........................................................................
Lampiran 3. Hasil Pengujian Ketahanan Impak ............................................
Lampiran 4. Data Awal ...................................................................................
Lampiran 5. Data Pembanding ........................................................................
commit to user
32
33
34
35
37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
berkembang. Dahulu limbah kotoran ternak merupakan salah satu masalah yang
berdampak sistemik bagi lingkungan di sekitar area peternakan. Dewasa ini kotoran
sapi mulai dikembangkan ke arah energi alternatif dan pemanfaatan pupuk organik.
Karena kurangnya pengetahuaan para petani akan pendayagunaan pupuk organik
maka para petani lebih memilih pupuk kimiawi yang mudah didapat. Sesuai
dengan data Lembaga Penelitian Tanah (LPT) akibat pemakaian pupuk kimiawi,
79% tanah sawah di Indonesia bahan organik (BO) sangat rendah. Kondisi ini
memerlukan penyembuhan. Untuk meningkatkan kandungan bahan organik,
dibutuhkan tambahan bahan-bahan organik (pupuk organik) berkisar 5-10
ton/hektar. Kebutuhan pupuk organik yang sangat besar memicu peneliti dalam
mengkaji dalam usaha menciptakan pupuk organik yang tepat guna.
Berdasarkan peninjauan di lapangan, Pondok Pesantren Abdurrahman bin
Auf yang berada di Klaten (Jawa Tengah) memiliki luas lahan kurang lebih
mencapai lima hektar. Pondok Pesantren Abdurahman bin Auf memiliki beberapa
unit usaha, diantaranya peternakan ayam, peternakan bebek, peternakan angsa,
peternakan kambing dan peternakan sapi. Pondok Pesantren memiliki santri
sebanyak 120 orang dan 30% diantaranya aktif dalam bidang swadaya peternakan
tersebut. Dengan jumlah sapi mencapai 100 ekor, volume kotoran yang dapat
dimanfaatkan juga sangat besar. Seekor sapi mampu menghasilkan kotoran padat
dan cair sekitar 23,6 kg/hari dan 9,1 kg/hari (Undang, 2002). Jika Pondok
Pesantren tersebut memiliki 100 ekor sapi dengan rata-rata kotoran yang dihasilkan
adalah 2.360 kg/hari untuk kotoran sapi berwujud padat dan 910 kg/hari untuk
kotoran sapi berwujud cair. Sebagian besar kotoran basah sapi dimanfaatkan untuk
kepentingan biogas dan pupuk kandang berwujud cair. Namun, beberapa masalah
juga timbul dari kotoran sapi pasca biogas yang dinilai cukup potensial jika diteliti
lebih lanjut. Peneliti sebelumnya menyatakan bahwa kotoran sapi sisa biogas jauh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lebih baik dari pada kotoran sapi baru. Gas metan yang terkandung di dalam
kotoran sapi tersebut sangat tidak dibutuhkan oleh tanaman pertanian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
air daun dan lain sebagainya. Kelemahan pupuk organik bokhasi adalah
bentuk kurang baik dan proses packing yang sulit.
3. Pupuk Organik Curah (serbuk/powder)
Proses pembuatan pupuk curah yang cukup mudah karena mirip dengan
proses pembuatan pupuk bokhasi yang dilanjutkan dengan proses
penghancuran (crushing). Pupuk dalam bentuk serbuk memiliki kelemahan
pada proses handling di lapangan yang cukup sulit, karena ukuran partikel
serbuk yang terlalu kecil dan ringan.
4. Pupuk Organik Cair (berbentuk cair berasal dari urin sapi dan zat lainya)
Pupuk dalam bentuk ini sangat baik jika dilihat dari proses hancurnya.
Namun kelemahan dari pupuk berbentuk cair adalah kadungan nutrisi yang
ada dalam pupuk ini tidak sebanding dengan pupuk organik yang berasal
dari kotoran sapi padat.
5. Pupuk Organik Pelet (berbentuk silinder dan berdimensi sesuai kebutuhan)
Bentuk pelet merupakan bentuk baru yang sedang dikembangkan
Sebelumnya beberapa peneliti berusaha menemukan komposisi yang tepat
campuran antara kotoran sapi dengan bahan pencampurnya. Namun seiring dengan
perkembangan pupuk kompos yang yang berasal dari kotoran sapi diperlukan
proses pembuatan pupuk yang lebih efisien dengan memanfaatkan teknologi yang
ada, di antaranya dengan menggunakan mesin pellet. Mesin pellet yang digunakan
menyerupai mesin pellet yang digunakan untuk membuat pakan ternak. Pupuk
yang dibuat ini dinamakan pupuk organik biokomposit, karena tidak menggunakan
bahan kimia sehingga bersifat organik. Hal ini sesuai dengan perkembangan
teknologi pertanian saat ini yaitu dengan memanfaatkan pupuk organik yang
mempunyai dampak lebih bagus daripada pemanfaatan pupuk kiimia. Dimana
pengertian dari pupuk organik biokomposit itu sendiri adalah penggabungan dua
unsur yang berasal dari biosif menjadi satu antara pupuk kompos limbah biogas
dan perekat tetes tebu (binder) dengan persentasi yang ditentukan.
1.2
Perumusan Masalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1.3
Batasan Masalah
Untuk menentukan arah penelitian yang baik, ditentukan batasan masalah
sebagai berikut:
a) Pengambilan bahan material kotoran sapi sudah melewati tahap pengomposan
mengunakan bakteri STARBIO.
b) Distribusi partikel limbah kotoran sapi diasumsikan homogen.
1.4
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:
1.5
Manfaat Penelitian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d) Manfaat dari aspek ekonomi: Harga pupuk organik komersil lebih murah dan
dapat dikembangkan secara mandiri.
e) Manfaat bagi tanah/tanaman pertanian: Meningkatkan kesuburan tanah,
memperbaiki struktur, dan menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
DASAR TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka
Undang (2002) dalam penelitiannya seekor sapi mampu menghasilkan
kotoran padat dan cair 23,6 kg/hari dan 9,1 kg/hari. Seekor sapi muda yang sudah
dikebiri akan memproduksi 15-30 kg kotoran/hari. Namun, kotoran sapi yang
masih baru tidak dapat langsung dipakai sebagai pupuk tanaman, tetapi harus
mengalami proses pengomposan terlebih dahulu. Beberapa alasan mengapa bahan
organik seperti kotoran sapi perlu dikomposkan sebelum dimanfaatkan sebagai
pupuk tanaman antara lain adalah:
a) Bila tanah mengandung cukup udara dan air, penguraian bahan organik
berlangsung cepat sehingga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman,
b) Penguraian bahan segar hanya sedikit sekali memasok humus dan unsur hara
ke dalam tanah,
c) Struktur bahan organik segar sangat kasar dan dayanya terhadap air kecil,
sehingga bila langsung dibenamkan akan mengakibatkan tanah menjadi
sangat remah,
d) Kotoran
sapi
tidak selalu
tersedia
pada
saat
diperlukan,
sehingga
potong
tertera
pada
Tabel
2.1.
Hasil analisis
laboratorium Lokal Penelitian Sapi Potong dan BPTP (Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian) Jawa Timur terhadap kompos organik (hi-grade) produksi
Penelitian Sapi Potong.
commit to user
Lokal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel. 2.1. Kandungan unsur kimia dalam suatu kotoran sapi (Iwan, 2002)
Kotoran sapi tidak serta merta langsung bisa digunakan sebagai pupuk
tanaman atau campuran media tanam karena masih mengandung gas-gas berbahaya
yang bisa mematikan tanaman. Oleh karena itu, penggunaan pupuk kandang harus
melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Tahap pertama kotoran sapi
difermentasikan dan dicampur dengan bahan-bahan organik seperti cacahan
gedebog pisang atau cacahan rumput. Setelah tercampur ditambah kapur dan
difermentasikan kembali selama tiga sampai empat hari sesuai dengan kebutuhan.
Jika dalam skala besar biasanya jangka yang diperlukan sekitar 14 sampai 21 hari.
Selanjutnaya ditambahkan tepung dedak, tepung jagung, molasses (tetes tebu) dan
pemberian starter (bakteri pembusuk). Strater dibuat sendiri di laboratorium
tanaman hias. Perkembangan bakteri pembusuk saat ini telah berhasil dibuat dan
mengembangkan sebanyak dua belas macam starter diantaranya: DMAZ
(Dekomper MAZ), STARDA (strater Dahsyat), STARBIO (Starter bio),
STARKO (Strater komplit), PSBB (Phosphat solubilizing Bactery Bengkalispelarut fospat dari bengkalis) dan lai sebagainya (Windukencana, 2009).
Dalam penelitian ini digunakan kotoran sapi sisa hasil biogas. Pada kotoran
ini tidak berbau lagi dikarenakan sudah diberikan bakteri pengurai seperti
STARBIO, buatan dari PT. Lembah Hijau Multifarm Solo. Serbuk pengurai
limbah organik (tinja, lemak, rambut, sampah makanan dan lain-lain) yang apabila
terkena air berubah menjadi miliaran mikroba yang memangsa kotoran organik
dalam septic tank anda serta memangsa bakteri yang mengeluarkan bau tidak
sedap. STARBIO merupakan produk terbaru teknologi canggih yang akan
membantu kita mengatasi masalah kotoran ternak, septic tank /saluran limbah
dengan cara baru. STARBIO merupakan mikroba /bakteri yang berfungsi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menguraikan limbah menjadi bahan asal alami yang tidak berbau. Dalam septic
tank, STARBIO bekerja memangsa endapan isi septic tank yang sudah menahun
dan menguraikannya menjadi bahan alami, kembali ke tanah, tanpa bau, beracun,
ramah lingkungan (Taufiq, 2008).
Widyawati (2006) menyatakan bahwa fungsi molasses bagi pupuk kompos
adalah dapat menghambat kandungan gas metan (CH4) yang terkandung di dalam
kotoran hewan ternak. Kadar metan dalam kotoran hewan merupakan unsur yang
paling tidak dibutuhkan oleh tanaman. Selain itu molasses juga berfungsi
mengoptimalkan sintesis protein mikroba pada tanah dan juga mampu
menyediakan energi tersedia, sumber nitrogen untuk aktivitas dan pertumbuhan
mikrobia dalam rumen khususnya bakteri golongan selulolitik dan hemiselulolitik
tercermin dari degradasi serat kasarnya.
Iwan (2002) menyatakan bahwa kotoran sapi dapat dibuat menjadi beberapa
jenis kompos yaitu curah, blok, granula dan bokhasi. Kompos sebagai pupuk
organik yang berbahan kotoran sapi mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan
pupuk anorganik. Selain itu, kompos juga mempunyai prospek dan peluang yang
besar untuk dipasarkan secara lebih meluas untuk mengurangi ketergantungan
petani terhadap pupuk kimia. Penyediaan kompos organik yang berkelanjutan dan
praktis dapat mempermudah petani untuk memanfaatkannya sebagai penyubur
tanah dan tanaman pertaniannya.
Isroi (2009) melakukan penelitian tentang macam-macam bentuk pupuk
organik. Pupuk organik yang umum dikemas dalam bentuk granul atau dikenal
dengan istilah POG (Pupuk Organik Granul). Bentuk granul dipilih karena petani
sudah terbiasa dengan pupuk granul. Dalam hal ini petani mengalami masalah
karena terbiasa dengan pemakaian pupuk granul yang sudah dilnilai paling
sempurna dalam keseharianya. Bentuk granul juga memudahkan untuk aplikasi dan
pengemasan. Salah satu kelemahan POG adalah proses produksinya yang cukup
sulit. Pembuatan POG minimal harus melewati 7 tahap pembuatan. Setiap tahapan
ada tingkat kesulitannya tersendiri.
Isroi (2009) melakukan penelitian tentang perbandingan bentuk pupuk secara
fungsional. Keunggulan POP (Pupuk Organik Pelet) bentuk alternatif pupuk
organik adalah bentuk pelet. Pelet memiliki keunggulan yang sama dengan POG,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.1. Konsep mesin pres untuk pembuatan POP (Isroi, 2009)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.2
2.2.1
Landasan Teori
Komposit dan Komposit Partikel
Zulfia (2008) menyatakan bahwa pengertian komposit merupakan
perpaduan dari dua material atau lebih yang memiliki fasa yang berbeda menjadi
suatu material baru yang memiliki propertis lebih baik dari keduanya. Jika
perpaduan ini terjadi dalam skala makroskopis maka disebut sebagai komposit.
Zulfia (2008) menyatakan bahwa kotoran sapi yang sering digunakan
sebagai material komposit adalah kotoran kering yang sudah berbentuk butiran atau
berbentuk partikel. Hal ini merupakan perpaduan antar dua partikel yang berbeda
antara partikel unsur padat dan kering atau disebut gabungan partikel komposit.
Fungsi dari komposit partikel atau komposit yang berbentuk partikel lebih bersifat
sebagai penguat (Particulate composites). Interaksi antara partikel dan matrik
terjadi tidak dalam skala atomik atau molekular. Partikel seharusnya berukuran
kecil dan terdistribusi merata ke segala bidang. Sebagai contoh dari large particle
composite: cement sebagai matriks dan sand sebagai partikel atau gravel sebagai
matriks dan sand sebagai partikel.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
2.2.2
digilib.uns.ac.id
Biokomposit
Harizamrry (2008) melakukan penelitian tentang biokomposit. Biokomposit
adalah gabungan dari dua kata bio dan komposit. Bio itu sendiri adalah suatu unsur
yang berasal dari bahan-bahan organik. Sedangkan komposit yang berarti suatu
material yang terdiri dari dua atau lebih material yang di gabungkan secara makro
(digabungkan secara mekanis), membentuk material baru dengan sifat yang lebih
baik. Jadi dapat disimpulkan secara umum, biokomposit adalah gabungan dua atau
lebih material yang digabungkan secara makro namun material penggabungannya
hanya material yang bersifat organik. Hal ini tentunya untuk membentuk material
baru yang memiliki sifat lebih baik. Dalam prosesnya pembuatan material
biokomposit hampir sama dengan proses pembuatan biomassa namun yang
membedakan adalah fungsinya. Biasanya material komposit adalah material yang
digunakan untuk komoditas bahan atau material komponen. Sedangkan biomassa
biasanya digunakan untuk komoditas bahan bakar pemanfaatan energi alternatif.
2.2.3
Perekat (Binder)
Vest (2003) meneliti tentang pengepresan material padat. Bahwa pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Binder (%)
-
144
Tetes tebu
434
Dextrin
561
Kanji
209
Bentonit
143
Lime
141
Black cement
245
193
218
Na Cl
140
Polyvinyl Acetate
297
Peridur XC3
266
CMC
141
perekat
untuk
dapat
meningkatkan
pengepresan.
c) Kemudahan untuk memperolehnya.
d) Harga murah.
commit to user
sifat-sifat
material
perpustakaan.uns.ac.id
2.2.4
digilib.uns.ac.id
tanaman yang hanya dapat ditanam di daerah yang memiliki iklim tropis.
Perkebunan tebu di Indonesia menempati luas areal + 232 ribu hektar, yang
tersebar di Medan, Lampung, Semarang, Solo, dan Makassar. Dari seluruh
perkebunan tebu yang ada di Indonesia, 50% di antaranya adalah perkebunan
rakyat, 30% perkebunan swasta, dan hanya 20% perkebunan negara. Pada tahun
2002 produksi tebu Indonesia mencapai +2 juta ton. Tebu-tebu dari perkebunan
diolah menjadi gula di pabrik-pabrik gula. Dalam proses produksi di pabrik gula,
ampas tebu dihasilkan sebesar 90% dari setiap tebu yang diproses, gula yang
termanfaatkan hanya 5%, sisanya berupa molasses (tetes tebu) dan air.
Molasses merupakan salah satu hasil sampingan pabrik gula yang memiliki
sukrosa sekitar 30 % dan gula reduksi sekitar 25 %, berupa glukosa dan fruktosa.
Molasses masih dapat diolah menjadi beberapa produk lain seperti gula cair,
penyedap makanan (MSG), alkohol dan dry yeast untuk roti, protein tunggal, pakan
ternak, asa citric dan acetic acid alcohol. (Kristanto, 2007).
Selama ini medium fermentasi yang sering digunakan untuk produksi
alginat baik oleh bakteri A. Vinelandii maupun P.aerugionosa adalah media sintetis.
Molasses merupakan hasil samping industri gula yang mengandung senyawa
nitrogen, trace element dan kandungan gula yang cukup tinggi terutama kandungan
sukrosa sekitar 34% dan kandungan total karbon sekitar 37% (Suastuti, 1998).
2.2.5
a. Pengolahan Pendahuluan, ditujukan untuk pemecahan dan pemisahan bahanbahan pencemar atau kotoran dari bahan yang akan digunakan.
b. Pembuatan pellet, terdiri atas proses pencetakan, pendinginan dan pengeringan.
c. Perlakuan akhir, terdiri dari proses sortasi, pengepakan dan pergudangan
Pada proses pembuatan pellet terdapat proses pengkondisian dimana
campuran bahan pakan dipanaskan dengan air dengan tujuan untuk gelatinisasi.
Tujuan gelatinisasi yaitu agar terjadi pencetakan antar partikel bahan penyusun
sehingga penampakan pellet kompak, durasinya mantap, tekstur dan kekerasannya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bagus. Gelatinisasi merupakan rangkaian proses yang dimulai dari imbibisi air,
pembengkakan granula sampai granula pecah. Pecahnya granula pati disebabkan
karena pemanasan melebihi batas pengembangan granula. Penguapan dilakukan
dengan bantuan steam boiler yang uapnya diarahkan ke dalam campuran. Apabila
pencampuran dilakukan dengan mixer jenis beton molen, proses penguapan
dilakukan sambil mengaduk campuran tersebut. Penguapan tidak boleh dilakukan
diatas suhu yang diizinkan, yaitu sekitar 800C. Beberapa mesin cetak pellet
berkapasitas sedang dan besar mempunyai fasilitas penguapan ini. Jadi, penguapan
atau steaming tidak dilakukan pada saat pencampuran, tetapi pada saat pencetakan,
(Pujoningsih, 2004).
Pencetakan
Setelah semua bahan baku tercampur secara homogen, langkah selanjutnya
adalah mencetak campuran tadi menjadi bentuk pellet. Mesin pencetakan sederhana
bisa merupakan hasil modifikasi gilingan daging yang diberi penggerak berupa
motor listrik atau motor bakar. Perbedaan mendasar antara mesin pencetak pellet
sederhana dan mesin pencetak pellet yang digunakan di industri pakan terletak
pada sistem kerja mesin tersebut. Sistem kerja mesin cetak sederhana adalah
dengan mendorong bahan pakan campuran di dalam sebuah tabung besi atau baja
dengan menggunakan ulir (screw) menuju cetakan (die) berupa pelat berbentuk
lingkaran dengan lubang-lubang berdiameter 2-3 mm, sehingga pakan akan keluar
dari cetakan tersebut dalam bentuk pellet. Kelemahan sistem ini adalah diperlukan
tambahan air sebanyak 10-20% kedalam campuran pakan, sehingga diperlukan
pengeringan setelah pencetakan tersebut. Penambahan air dimaksudkan untuk
membuat campuran atau adonan pakan menjadi lunak, sehingga bisa keluar melalui
cetakan. Jika dipaksakan tanpa menambahkan air ke dalam campuran, mesin akan
macet. Di samping itu, pellet yang keluar dari mesin pencetak biasanya kurang
padat, (Pujoningsih, 2004).
Pengeringan
Pengeringan pada intinya adalah mengeluarkan kandungan air di dalam
pakan menjadi kurang dari 14%. Proses pengeringan perlu dilakukan apabila
pencetakan dilakukan dengan mesin sederhana. Jika pencetakan dilakukan dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mesin pellet sistem kering, cukup dikering-anginkan saja hingga uap panasnya
hilang, sehingga pellet menjadi kering dan tidak mudah berubah kembali ke bentuk
tepung. Proses pengeringan bisa dilakukan dengan penjemuran di bawah terik
matahari atau menggunakan mesin. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan.
Penjemuran secara alami tentu sangat tergantung kepada cuaca, higienitas atau
kebersihan pakan harus dijaga dengan baik, jangan sampai tercemar debu, kotoran
dan gangguan hewan atau unggas yang dikhawatirkan akan membawa bibit
penyakit. Mesin pengering yang umum digunakan sangat beragam, diantaranya
oven pengering. Dalam oven pengering, pellet basah disimpan dalam baki dan oven
dipanaskan dengan bantuan kompor minyak tanah, batu bara atau bahan bakar
lainnya. Penyimpanan pellet dalam baki tidak boleh terlalu tebal, supaya dihasilkan
pengeringan yang merata dan harus sering dibalik supaya tidak gosong. Yang perlu
diperhatikan apabila menggunakan alat pengering adalah suhu pemanasan tidak
boleh lebih dari 800 C. Pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi akan merusak
kandungan nutrisi pakan, serta membuat pakan menjadi terlalu keras, (Pujoningsih,
2004).
2.3
sp gr =
K F
r2 t
................................................(2.1)
Dimana :
sp gr : densitas (
)
F
: berat sampel (gr)
: konstanta (3,14)
r
: jari-jari (mm)
t
: tinggi sampel (mm)
K
: konstanta (1 untuk satuan dalam SI atau 0,061 untuk satuan dalam inchpound)
2.3.2 Pengujian Ketahanan Impak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(2.2)
Dari rumus ini kita dapat mengambil hasil IRI (Impack Resistance Index)
untuk nilai ambang batas yang dipenuhi adalah sebesar 50 poin, jika dihitung
menggunakan rumus IRI hasil dari kesepuluh sampel dapat dikatakan baik jika
lebih dari nilai 50 (Physical Testing of Fuel Briquettes ,1989).
40
200
3,5
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam satuan gram, setelah itu di cari berapa jumlah pellet yang di dapat dari berat
tersebut, sehingga didapatkan kapasitas produksi dalam pcs/menit.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Uji Ketahanan
Impak
Uji Densitas
ANALISA DATA:
Data yang diperoleh dari beberapa sampel
uji:
1.
2.
3.
KESIMPUL
SELESAI
commit to user
Kapasitas
Produksi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.3
Bahan Penelitian
1. Bahan dasar yang digunakan adalah kotoran sapi kering residu biogas yang
sudah berbentuk powder, berasal dari peternakan sapi perah yang berada di
Podok Pesantren Aburrahman bin Auf (Klaten).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.4
Peralatan Penelitian
a) Timbangan Digital
b) Mesin pembuat pellet
c) Jangka Sorong
3.4.1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menggerakkan shaft yang sudah terhubung dengan screw pencetak, sesuai dengan
arah putaran shaft secara torsional screw menekan bahan kearah keluar mendesak
keluar melalui celah-celah pencetak.
Pellet mentah dapat dibentuk dengan pengepresan uniaksial. Pada proses ini
diperlukan
bahan
pengikat
(binder)
dan
pelumas
(lubricant).
Pengikat
dimaksudkan untuk menambah daya ikat antar partikel sehingga tidak terjadi
keretakan dan laminasi. Pelumas dimaksudkan untuk mengurangi keausan dinding
die dan meningkatkan daya geser partikel. Pelumas yang digunakan dalam
peletisasi uranium dioksida ialah seng stearat dan tidak digunakan senyawa
pengikat lain, (Sugondo, 2000).
3.5
Tahap Penelitian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3.6
digilib.uns.ac.id
Teknik Pelaksanaan
material yang dipakai berbentuk serbuk (powder) maka metode spray up dilakukan
di dalam tabung tertutup (tabung pencampur) yang sudah dimodefikasi dengan
lubang masukan dan lubang keluran udara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.
Memanasi barrel dengan heater dalam waktu 5 menit dengan suhu 120C.
3.
4.
Kotoran sapi akan masuk dalam barrel menuju cetakan lubang luaran dan
keluar berupa pellet.
5.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV
ANALISA DATA
Diameter
(mm)
Banyaknya
sampel
IRI (poin)
22
10
220
10
27
10
270
12
32
10
320
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bikomposit akan semakin besar juga sehingga cenderung lebih kuat dan lebih tahan
apabila menerima tekanan. Semakin besar ukuran dari diameter sampel maka nilai
IRI-nya akan semakin besar pula.
Tabel 4.1.b Perbandingan Ketahanan Impak Pupuk Pellet Biokomposit
dengan Kotoran Kambing
No
1
2
3
4
Jenis Pupuk
Pellet
Biokomposit
Pellet
Biokomposit
Pellet
Biokomposit
Kotoran Kambing
Diameter
(mm)
Banyaknya
Nilai Jatuh
Banyaknya
Sampel
IRI (poin)
22
10
220
10
27
10
270
12
32
10
320
80.2
10
802
Apabila dibandingkan dengan kotoran kambing nilai IRI dari pupuk pellet
biokomposit sangat terpaut jauh. Untuk kotoran kambing mempunyai IRI poin
sebesar 802 poin. Walau memiliki kekuatan impak yang lebih rendah daripada
kotoran kambing, pupuk pellet biokomposit sudah memiliki kekuatan impak yang
termasuk bagus. Tujuan dari penelitian ini tidak hanya mencari kekuatan impak
yang paling besar saja.
4.2 Densitas
Nilai densitas rata-rata dari pellet pupuk biokomposit adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2. Nilai Densitas Pupuk Pellet Biokomposit
No
Massa (gr)
Diamater 8
mm
Diameter 10
mm
Diamater
12 mm
commit to user
Diamater 8
mm
Densitas
(gr/mm3)
Diameter 10 Diamater 12
mm
mm
perpustakaan.uns.ac.id
1
2
3
4
5
Ratarata
digilib.uns.ac.id
1.56
1.68
1.8
1.74
1.84
2.22
2.2
2.29
2.12
2.15
3.81
3.55
3.76
3.62
3.91
0.0019
0.002
0.0022
0.0022
0.0023
0.0014
0.0014
0.0015
0.0013
0.0014
0.0014
0.0013
0.0014
0.0013
0.0014
0.0021
0.0014
0.0013
Gambar 4.3 Kurva hubungan antara diameter pellet dengan densitas ratarata
Untuk nilai densitas pupuk pellet biokomposit, pada diameter lubang output
8 mm, nilai densitas 0,00212 gr/mm3. Sedangkan pada diameter 10 mm memiliki
nilai densitas 0,0014 gr/mm3. Pada diameter 12 mm densitas yang dihasilkan
sebesar 0,00136 gr/mm3.
Besarnya nilai densitas berkebalikan dengan besarnya diameter lubang
keluaran. Pada diameter yang besar, dalam hal ini 12 mm, densitas pupuk pellet
biokomposit cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan densitas dari pupuk
pellet biokomposit yang memliki diameter yang lebih kecil, yaitu 10 mm dan 8
mm. Diameter lubang luaran berpengaruh terhadap besar kecilnya pellet yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dihasilkan, dengan penekanan yang sama maka untuk diameter lubang luaran yang
lebih besar akan mengakibatkan mudah keluar dari pellet tersebut, sehingga
kerapatan yang ada cenderung kecil. Untuk diameter lubang luaran yang lebih kecil
akan menyebabkan pellet yang keluar lebih susah sehingga kerapatan menjadi lebih
besar. Karena dengan ukuran yang lebih besar maka kerapatan tentu saja lebih
rendah bila dibandingkan dengan ukuran yang lebih kecil. Sehingga untuk diameter
lubang keluaran yang kecil, dalam hal ini 8 mm, memiliki kerapatan yang lebih
besar sehingga densitas juga lebih besar pula (0,00212 gr/mm3).
4.3
Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi dari mesin pellet dapat dilihat pada gambar 4.3
Tabel 4.3 Kapasitas Produksi Pupuk Pellet Biokomposit.
No
Diameter
(mm)
Berat rata-rata
sampel (gram)
Kapasitas Produksi
(pcs/min)
1.724
110.59
10
2.196
98.83
12
3.73
62.86
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V
PENUTUP
5. 1. Kesimpulan
Kesimpulan
1. Densitas pellet pupuk biokomposit diameter 8 mm sebesar 0,0021 gr/mm3,
diameter 10 mm sebesar 0,0014 gr/mm3, diameter 12 mm sebesar 0,0013
gr/mm3
2. Nilai IRI pellet pupuk biokomposit untuk diameter 8 mm sebesar 220 poin,
diameter 10 mm sebesar 270 poin, diameter 12 mm sebesar 320 poin
3. Besarnya kapasitas produksi untuk diameter luaran 8 mm sebesar 110,59
pcs/min, untuk diameter luaran 10 mm sebesar 98,53 pcs/min, untuk
diameter luaran 12 mm sebesar 62,86 pcs/min.
4. Ketahanan impak pupuk pellet biokomposit pada variasi lubang diameter 12
mm, 10mm dan 8 mm cenderung semakin meningkat. Pada diameter lubang
output 12 mm nilainya lebih besar dibandingkan dengan diameter 10 mm
dan 8 mm.
5. Untuk nilai densitas dan kapasitas produksi, pada variasi diameter lubang
output 12 mm, 10 mm dan 8 mm cenderung berbanding terbalik. Pada
diameter lubang output 8 mm memiliki nilai densitas yang lebih besar
daripada nilai densitas pada diameter lubang output 10 mm dan 12 mm.
5. 2. Saran
Untuk lebih mengembangkan penelitian tentang pupuk pellet biokomposit,
maka penulis menyarankan :
1.
2.
commit to user