Anda di halaman 1dari 42

perpustakaan.uns.ac.

id

digilib.uns.ac.id

PENGARUH DIAMETER LUBANG LUARAN TERHADAP


DENSITAS, KETAHANAN IMPAK DAN KAPASITAS
PRODUKSI PELLET PUPUK BIOKOMPOSIT LIMBAH
KOTORAN SAPI

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik

Oleh :
AHMAD MUSLIM RIFAI
NIM. I 1406518

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

MOTTO
Maka sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan,
maka bersama kesulitan pasti ada kemudahan
(Q.S. Al-Insyirah: 5-6)
Berani menghadapi tantangan adalah guru
dari teori kesuksesan

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Memiliki semangat untuk hidup akan jauh


lebih hidup dari pada hanya merasa hidup

Hidup adalah perjuangan hadapi dengan senyuman


karena hidup ini indah

Karya ini kupersembahkan kepada:

Bunda dan Ayahku tercinta


terima kasih untuk kasih sayang dan doa yang engkau panjatkan
demi puteramu ini, jerih payah dan pengorbananmu akan jadi hal
yang takkan sanggup terbalaskan

Istriku yang terkasih


commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

doa dan kesetiaanmu adalah peyulut api semangat, you are my


everything

Kedua Kakakku dan keponakanku serta adikku tersayang


terima kasih dorongan dan keceriaan yang kalian berikan

Keluarga Besar Teknik Mesin UNS


yang telah banyak membantu sehingga selesai juga studi ku

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PENGARUH DIAMETER LUBANG LUARAN TERHADAP


DENSITAS, WAKTU HANCUR DALAM AIR, KETAHANAN IMPAK DAN
KAPASITAS PRODUKSI PELLET PUPUK BIOKOMPOSIT LIMBAH
KOTORAN SAPI
AHMAD MUSLIM RIFAI
Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret

Intisari
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui densitas, waktu hancur dalam
air, ketahanan impak dan kapasitas produksi pupuk pellet biokomposit. Pellet
dibuat dengan campuran dari kotoran sapi dengan menggunakan molasses sebagai
perekatnya. Komposisi yang digunakan adalah 50 % kotoran sapi dan 50 %
molasses. Variasi yang digunakan adalah diameter lubang output pada mesin
pembuat pellet. Proses pembuatannya adalah kotoran sapi dan molasses dicampur
terlebih dahulu dengan persentasi yang telah ditentukan, kemudian dimasukkan ke
dalam mesin pembuat pellet dengan variasi diameter lubang luaran. Pengujian yang
dilakukan meliputi, uji ketahanan impak, uji densitas, uji hancur dalam air, dan
kapasitas produksi. Hasil penelitian menunjukan ketahanan impak pupuk pellet
biokomposit pada variasi lubang diameter 12 mm, 10mm dan 8 mm cenderung
semakin meningkat. Demikian juga untuk waktu kapasitas produksinya. Pada
diameter lubang output 12 mm nilainya lebih besar dibandingkan dengan diameter
10 mm dan 8 mm. Untuk nilai densitas, pada variasi diameter lubang output 12
mm, 10 mm dan 8 mm cenderung berbanding terbalik. Pada diameter lubang
output 8 mm memiliki nilai densitas yang lebih besar daripada nilai densitas pada
diameter lubang output 10 mm dan 12 mm.
Kata Kunci: biokomposit, kotoran sapi, molasses, pellet

EFFECT OF HOLE DIAMETER OUTCOME ON DENSITY,


DISINTEGRATION TIME IN WATER, IMPACT RESISTANCE, AND
PRODUCTION CAPACITY OF FERTILIZER BIOCOMPOSITE PELLETS
FROM COW MANURE

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

AHMAD MUSLIM RIFAI


Mechanical Engineering Sebelas Maret University

Abstract
The purpose of this study was to determine the density, when crushed in water,
impact resistance and fertilizer production capacity biocomposite pellets. Pellets
made with a mixture of cow manure by using molasses as an adhesive. The
composition used was 50% cow manure and 50% molasses. The variation used is
the output hole diameter on pellet machine. The manufacturing process is the cow
manure and molasses mixed in advance with predetermined percentage, then
inserted into the pellet machine with output hole diameter variation. Tests
conducted included, impact resistance test, density test, tests crushed in water, and
production capacity. The result showed resilience impact biocomposites fertilizer
pellets on 12 mm diameter hole variation, 10mm and 8 mm tend to increase.
Similarly, for the production capacity. At 12 mm diameter hole output value is
larger than the diameter of 10 mm and 8 mm. For density values, the variation of
the output hole diameter 12 mm, 10 mm and 8 mm tend to be inversely
proportional. At the output of 8 mm diameter hole has a value greater density than
the density values in the output hole diameter of 10 mm and 12 mm.

Keywords: biocomposite, cow manure, molasses, pellets

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah dan
bimbinganNya

penulis

dapat

menyelesaikan

skripsi

ini

yang

berjudul

PENGARUH DIAMETER LUBANG LUARAN TERHADAP DENSITAS,


KETAHANAN IMPAK DAN KAPASITAS PRODUKSI PELLET PUPUK
BIOKOMPOSIT LIMBAH KOTORAN SAPI. Adapun tujuan penulisan
skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar
sarjana teknik di Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Penulis menyampaikan terima kasih yang sangat mendalam kepada semua
pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian dan penulisan skripsi ini,
khususnya kepada :
1. Bapak Zainal Arifin, S.T., M.T. selaku pembimbing I dan Bapak Prof. Dr.
Kuncoro Diharjo, S.T., M.T. selaku pembimbing II yang dengan sabar dan
penuh pengertian telah memberikan banyak bantuan dalam penelitian dan
penulisan skripsi ini.
2. Bapak Dody Ariawan, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNS.
3. Bapak Eko Prasetya Budiana, S.T., M.T., Bapak Ir. Wijang Wisnu Raharjo,
M.T., Bapak Dody Ariawan, S.T., M.T., selaku dosen penguji.
4. Bapak Prof. Dr. Kuncoro Diharjo, S.T., M.T., selaku Dekan Fakultas Teknik
UNS.
5. Bapak Bambang Kusharjanta, S.T, M.T. selaku pembimbing akademik.
6. Dosen-dosen Teknik Mesin FT UNS yang telah membuka wacana keilmuan
penulis.
7. Ibu Hj. Daryati dan Bapak H. Damami, S.Pd yang selalu mendoakan dan
menyayangiku
8. Farlina Wahyulistyo, SE yang selalu mendampingiku saat suka dan duka
9. Bapak H. Paryono dan Ibu Sri Wahyuni, terimakasih doanya
10. Mas Muhson Rifai dan Mbak Erna serta si kecil Fadly yang selalu
mendukungku dan memberikan keceriaan

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

11. Anwar Rifai yang selalu menyemangatiku


12. Teman-teman mahasiswa Teknik Mesin UNS
13. Seluruh civitas akademika Teknik Mesin UNS
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, bila ada saran, koreksi dan kritik demi kesempurnaan
skripsi ini, akan penulis terima dengan ikhlas dan dengan ucapan terima kasih.
Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis berharap skripsi ini dapat
digunakan sebagaimana mestinya.
Surakarta, April 2011

Penulis

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman
Abstrak .................................................................................... ......................
Kata Pengantar ..............................................................................................
Daftar Isi .......................................................................................................
Daftar Tabel .................................................................................................
Daftar Gambar ...............................................................................................
Daftar Lampiran ............................................................................................

vi
viii
x
xii
xii
xiv

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................
1.2 Perumusan Masalah ..........................................................................
1.3 Batasan Masalah ...............................................................................
1.4 Tujuan Penelitian ..............................................................................
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................

1
4
4
4
4

BAB II. DASAR TEORI


2.1 Tinjauan Pustaka ................................................................................
2.2 Landasan Teori ...................................................................................
2.2.1 Komposit dan Komposit Partikel .............................................
2.2.2 Biokomposit .............................................................................
2.2.3 Perekat (binder) ........................................................................
2.2.4 Tetes tebu (Molasses) ...............................................................
2.2.5 Proses Pembuatan Pellet ..........................................................
2.3 Pengujian Sampel Pellet Pupuk Biokomposit ....................................
2.3.1 Pengujian Densitas ..................................................................
2.3.2 Pengujian Ketahanan Impak ....................................................
2.3.3 Kapasitas Produksi Mesin ........................................................

6
10
10
11
11
13
13
15
15
16
17

BAB III. METODE PENELITIAN


3.1 Diagram Alir Penelitian .....................................................................
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................
3.3 Bahan Penelitian ................................................................................
3.4 Peralatan Penelitian ...........................................................................
3.4.1 Mesin Pembuat Pellet ...............................................................
3.5 Tahap Penelitian ................................................................................
3.6 Teknik Pelaksanaan ...........................................................................
3.6.1 Proses Pencampuran ................................................................
3.6.2 Proses Pembuatan Pellet ...........................................................

18
19
19
20
20
21
22
22
23

BAB IV. HASIL DAN ANALISA


4.1 Ketahanan Impak Pellet Pupuk Biokomposit .................................... 24
4.2 Densitas .............................................................................................. 26
4.3 Kapasitas Produksi ............................................................................. 27

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 29
5.2 Saran ................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 30
LAMPIRAN ................................................................................................. 32

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kandungan unsur kimia dalam suatu kotoran sapi .........................
Tabel 2.2 Pengaruh macam-macam perekat ...................................................
Tabel 4.1.a Ketahanan Impak Pupuk Pellet Biokomposit ..............................
Tabel 4.1.b Perbandingan Ketahanan Impak Pupuk Pellet Biokomposit
Dengan Kotoran Kambing ...........................................................
Tabel 4.2 Nilai Densitas Pupuk Pellet Biokomposit .......................................
Tabel 4.3 Kapasitas Produksi Pupuk Pellet Biokomposit ...............................

commit to user

7
12
24
25
26
27

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1.1 Peternakan sapi milik pondok pesantren Abdurrahman bin Auf ...
Gambar 2.1 Konsep mesin pres untuk pembuatan POP ....................................
Gambar 2.2 Alat uji ketahanan impak ...............................................................
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ..................................................................
Gambar 3.2 Raw material kotoran sapi kering ..................................................
Gambar 3.3 Molasses (tetes tebu) ......................................................................
Gambar 3.4 Mesin Pembuat Pellet .....................................................................
Gambar 3.5 Tabung pencampur ........................................................................
Gambar 3.6 Set up peralatan proses pencampuran ............................................
Gambar 4.1 Kurva hubungan variasi diameter pellet dengan ketahanan impak
(IRI) ..............................................................................................
Gambar 4.2 Kurva hubungan antara diameter pellet dengan densitas
rata-rata .........................................................................................
Gambar 4.3 Kurva hubungan antara diameter pellet dengan besarnya
kapasitas produksi pellet pupuk biokomposit ...............................

commit to user

2
9
16
18
19
20
20
22
22
24
26
28

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Alat Penelitian ............................................................................
Lampiran 2. Bahan Penelitian .........................................................................
Lampiran 3. Hasil Pengujian Ketahanan Impak ............................................
Lampiran 4. Data Awal ...................................................................................
Lampiran 5. Data Pembanding ........................................................................

commit to user

32
33
34
35
37

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah


Penggunaan pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan semakin

berkembang. Dahulu limbah kotoran ternak merupakan salah satu masalah yang
berdampak sistemik bagi lingkungan di sekitar area peternakan. Dewasa ini kotoran
sapi mulai dikembangkan ke arah energi alternatif dan pemanfaatan pupuk organik.
Karena kurangnya pengetahuaan para petani akan pendayagunaan pupuk organik
maka para petani lebih memilih pupuk kimiawi yang mudah didapat. Sesuai
dengan data Lembaga Penelitian Tanah (LPT) akibat pemakaian pupuk kimiawi,
79% tanah sawah di Indonesia bahan organik (BO) sangat rendah. Kondisi ini
memerlukan penyembuhan. Untuk meningkatkan kandungan bahan organik,
dibutuhkan tambahan bahan-bahan organik (pupuk organik) berkisar 5-10
ton/hektar. Kebutuhan pupuk organik yang sangat besar memicu peneliti dalam
mengkaji dalam usaha menciptakan pupuk organik yang tepat guna.
Berdasarkan peninjauan di lapangan, Pondok Pesantren Abdurrahman bin
Auf yang berada di Klaten (Jawa Tengah) memiliki luas lahan kurang lebih
mencapai lima hektar. Pondok Pesantren Abdurahman bin Auf memiliki beberapa
unit usaha, diantaranya peternakan ayam, peternakan bebek, peternakan angsa,
peternakan kambing dan peternakan sapi. Pondok Pesantren memiliki santri
sebanyak 120 orang dan 30% diantaranya aktif dalam bidang swadaya peternakan
tersebut. Dengan jumlah sapi mencapai 100 ekor, volume kotoran yang dapat
dimanfaatkan juga sangat besar. Seekor sapi mampu menghasilkan kotoran padat
dan cair sekitar 23,6 kg/hari dan 9,1 kg/hari (Undang, 2002). Jika Pondok
Pesantren tersebut memiliki 100 ekor sapi dengan rata-rata kotoran yang dihasilkan
adalah 2.360 kg/hari untuk kotoran sapi berwujud padat dan 910 kg/hari untuk
kotoran sapi berwujud cair. Sebagian besar kotoran basah sapi dimanfaatkan untuk
kepentingan biogas dan pupuk kandang berwujud cair. Namun, beberapa masalah
juga timbul dari kotoran sapi pasca biogas yang dinilai cukup potensial jika diteliti
lebih lanjut. Peneliti sebelumnya menyatakan bahwa kotoran sapi sisa biogas jauh

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

lebih baik dari pada kotoran sapi baru. Gas metan yang terkandung di dalam
kotoran sapi tersebut sangat tidak dibutuhkan oleh tanaman pertanian.

Gambar 1.1. Peternakan sapi milik Pondok Pesantren Abdul Rahman


Bin Auf Klaten
Beberapa penelitian tentang limbah ternak kotoran sapi semakin banyak
mendatangkan manfaat. Selain untuk keperluan biogas, kotoran sapi ini dapat
mendatangkan manfaat lain seperti dijadikan pupuk organik untuk keperluan
pertanian. Pupuk organik bisa berasal dari kotoran hewan ternak (pupuk kandang)
dan bisa pula dari pembusukan dedaunan. Untuk pupuk organik yang berasal dari
kotoran hewan, material penyusun utamanya adalah kotoran sapi dan kambing.
Namun, selain mudah didapat dalam aplikasinya kotoran sapi lebih banyak
digunakan sebagai bahan dasar pupuk kompos organik. Seiring dengan
perkembangan teknologi pupuk organik, banyak berbagai macam bentuk pupuk
organik diantaranya adalah:
1. Pupuk Organik Granul (berbentuk bulatan dengan demensi tertentu)
Pupuk dalam bentuk granul mempunyai keunggulan baik pada proses
handling di lapangan (penyebaran) dan proses packing yang cukup baik.
Namun, pupuk granul ini memiliki kelemahan pada proses pembuatan yang
cukup panjang. Selain itu, pupuk dalam bentuk granul tidak mudah hancur
dalam air dan memiliki harga yang cukup mahal.
2. Pupuk Organik Bokhasi (berbentuk box/trapesium dengan dimensi sesuai
kebutuhan) pupuk ini sangat mudah dibuat namun dengan mencampurkan
kotoran sapi dengan beberapa bahan pendukung seperti, jerami, molasses,

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

air daun dan lain sebagainya. Kelemahan pupuk organik bokhasi adalah
bentuk kurang baik dan proses packing yang sulit.
3. Pupuk Organik Curah (serbuk/powder)
Proses pembuatan pupuk curah yang cukup mudah karena mirip dengan
proses pembuatan pupuk bokhasi yang dilanjutkan dengan proses
penghancuran (crushing). Pupuk dalam bentuk serbuk memiliki kelemahan
pada proses handling di lapangan yang cukup sulit, karena ukuran partikel
serbuk yang terlalu kecil dan ringan.
4. Pupuk Organik Cair (berbentuk cair berasal dari urin sapi dan zat lainya)
Pupuk dalam bentuk ini sangat baik jika dilihat dari proses hancurnya.
Namun kelemahan dari pupuk berbentuk cair adalah kadungan nutrisi yang
ada dalam pupuk ini tidak sebanding dengan pupuk organik yang berasal
dari kotoran sapi padat.
5. Pupuk Organik Pelet (berbentuk silinder dan berdimensi sesuai kebutuhan)
Bentuk pelet merupakan bentuk baru yang sedang dikembangkan
Sebelumnya beberapa peneliti berusaha menemukan komposisi yang tepat
campuran antara kotoran sapi dengan bahan pencampurnya. Namun seiring dengan
perkembangan pupuk kompos yang yang berasal dari kotoran sapi diperlukan
proses pembuatan pupuk yang lebih efisien dengan memanfaatkan teknologi yang
ada, di antaranya dengan menggunakan mesin pellet. Mesin pellet yang digunakan
menyerupai mesin pellet yang digunakan untuk membuat pakan ternak. Pupuk
yang dibuat ini dinamakan pupuk organik biokomposit, karena tidak menggunakan
bahan kimia sehingga bersifat organik. Hal ini sesuai dengan perkembangan
teknologi pertanian saat ini yaitu dengan memanfaatkan pupuk organik yang
mempunyai dampak lebih bagus daripada pemanfaatan pupuk kiimia. Dimana
pengertian dari pupuk organik biokomposit itu sendiri adalah penggabungan dua
unsur yang berasal dari biosif menjadi satu antara pupuk kompos limbah biogas
dan perekat tetes tebu (binder) dengan persentasi yang ditentukan.

1.2

Perumusan Masalah

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Limbah kotoran sapi yang ada ternyata berjumlah banyak. Tetapi


penangananan limbah tersebut masih terbatas secara konvensional. Hal ini
dikarenakan terdapat kendala dalam pengolahannya. Oleh karena itu perlu adanya
suatu proses yang tepat dalam menangani limbah ini. Salah satunya adalah dengan
dibuatnya pellet pupuk biokomposit dengan bahan limbah kotoran sapi ini. Maka
dibuat penelitian ini mengenai pengaruh diameter lubang luaran terhadap densitas,
ketahanan impak dan kapasitas produksi pellet pupuk biokomposit.

1.3

Batasan Masalah
Untuk menentukan arah penelitian yang baik, ditentukan batasan masalah

sebagai berikut:
a) Pengambilan bahan material kotoran sapi sudah melewati tahap pengomposan
mengunakan bakteri STARBIO.
b) Distribusi partikel limbah kotoran sapi diasumsikan homogen.

1.4

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

a) Mengetahui besarnya densitas dari pupuk pellet biokomposit


b) Mengetahui besarnya ketahanan impak pupuk pellet biokomposit
c) Mengetahui besarnya kapasitas produksi pupuk pellet biokomposit

1.5

Manfaat Penelitian

a) Manfaat bagi Mahasiswa: Dapat memahami proses pembuatan, mengetahui


fungsi dan menemukan bentuk baru untuk pupuk organik yang berasal dari
kotoran sapi.
b) Manfaat bagi Perguruan Tinggi: Meyakinkan kepada masyarakat/industri akan
kemampuan dalam pengembangan teknologi, khususnya teknologi pupuk
organik dibidang pertanian.
c) Manfaat bagi Pemerintah: Mengurangi akan keberadaan pupuk tanaman
nasional bersubsidi yang membebani negara dengan adanya pupuk organik
yang dikembangkan secara swadaya masyarakat.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

d) Manfaat dari aspek ekonomi: Harga pupuk organik komersil lebih murah dan
dapat dikembangkan secara mandiri.
e) Manfaat bagi tanah/tanaman pertanian: Meningkatkan kesuburan tanah,
memperbaiki struktur, dan menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB II
DASAR TEORI

2.1

Tinjauan Pustaka
Undang (2002) dalam penelitiannya seekor sapi mampu menghasilkan

kotoran padat dan cair 23,6 kg/hari dan 9,1 kg/hari. Seekor sapi muda yang sudah
dikebiri akan memproduksi 15-30 kg kotoran/hari. Namun, kotoran sapi yang
masih baru tidak dapat langsung dipakai sebagai pupuk tanaman, tetapi harus
mengalami proses pengomposan terlebih dahulu. Beberapa alasan mengapa bahan
organik seperti kotoran sapi perlu dikomposkan sebelum dimanfaatkan sebagai
pupuk tanaman antara lain adalah:
a) Bila tanah mengandung cukup udara dan air, penguraian bahan organik
berlangsung cepat sehingga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman,
b) Penguraian bahan segar hanya sedikit sekali memasok humus dan unsur hara
ke dalam tanah,
c) Struktur bahan organik segar sangat kasar dan dayanya terhadap air kecil,
sehingga bila langsung dibenamkan akan mengakibatkan tanah menjadi
sangat remah,
d) Kotoran

sapi

tidak selalu

tersedia

pada

saat

diperlukan,

sehingga

pembuatan kompos merupakan cara penyimpanan bahan organik sebelum


digunakan sebagai pupuk.
Iwan (2002) meneliti akan kandungan nitrogen (N), phospor (P) dan kalium
(K) dalam kotoran sapi

potong

tertera

pada

Tabel

2.1.

Hasil analisis

laboratorium Lokal Penelitian Sapi Potong dan BPTP (Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian) Jawa Timur terhadap kompos organik (hi-grade) produksi
Penelitian Sapi Potong.

commit to user

Lokal

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel. 2.1. Kandungan unsur kimia dalam suatu kotoran sapi (Iwan, 2002)

Kotoran sapi tidak serta merta langsung bisa digunakan sebagai pupuk
tanaman atau campuran media tanam karena masih mengandung gas-gas berbahaya
yang bisa mematikan tanaman. Oleh karena itu, penggunaan pupuk kandang harus
melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Tahap pertama kotoran sapi
difermentasikan dan dicampur dengan bahan-bahan organik seperti cacahan
gedebog pisang atau cacahan rumput. Setelah tercampur ditambah kapur dan
difermentasikan kembali selama tiga sampai empat hari sesuai dengan kebutuhan.
Jika dalam skala besar biasanya jangka yang diperlukan sekitar 14 sampai 21 hari.
Selanjutnaya ditambahkan tepung dedak, tepung jagung, molasses (tetes tebu) dan
pemberian starter (bakteri pembusuk). Strater dibuat sendiri di laboratorium
tanaman hias. Perkembangan bakteri pembusuk saat ini telah berhasil dibuat dan
mengembangkan sebanyak dua belas macam starter diantaranya: DMAZ
(Dekomper MAZ), STARDA (strater Dahsyat), STARBIO (Starter bio),
STARKO (Strater komplit), PSBB (Phosphat solubilizing Bactery Bengkalispelarut fospat dari bengkalis) dan lai sebagainya (Windukencana, 2009).
Dalam penelitian ini digunakan kotoran sapi sisa hasil biogas. Pada kotoran
ini tidak berbau lagi dikarenakan sudah diberikan bakteri pengurai seperti
STARBIO, buatan dari PT. Lembah Hijau Multifarm Solo. Serbuk pengurai
limbah organik (tinja, lemak, rambut, sampah makanan dan lain-lain) yang apabila
terkena air berubah menjadi miliaran mikroba yang memangsa kotoran organik
dalam septic tank anda serta memangsa bakteri yang mengeluarkan bau tidak
sedap. STARBIO merupakan produk terbaru teknologi canggih yang akan
membantu kita mengatasi masalah kotoran ternak, septic tank /saluran limbah
dengan cara baru. STARBIO merupakan mikroba /bakteri yang berfungsi

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

menguraikan limbah menjadi bahan asal alami yang tidak berbau. Dalam septic
tank, STARBIO bekerja memangsa endapan isi septic tank yang sudah menahun
dan menguraikannya menjadi bahan alami, kembali ke tanah, tanpa bau, beracun,
ramah lingkungan (Taufiq, 2008).
Widyawati (2006) menyatakan bahwa fungsi molasses bagi pupuk kompos
adalah dapat menghambat kandungan gas metan (CH4) yang terkandung di dalam
kotoran hewan ternak. Kadar metan dalam kotoran hewan merupakan unsur yang
paling tidak dibutuhkan oleh tanaman. Selain itu molasses juga berfungsi
mengoptimalkan sintesis protein mikroba pada tanah dan juga mampu
menyediakan energi tersedia, sumber nitrogen untuk aktivitas dan pertumbuhan
mikrobia dalam rumen khususnya bakteri golongan selulolitik dan hemiselulolitik
tercermin dari degradasi serat kasarnya.
Iwan (2002) menyatakan bahwa kotoran sapi dapat dibuat menjadi beberapa
jenis kompos yaitu curah, blok, granula dan bokhasi. Kompos sebagai pupuk
organik yang berbahan kotoran sapi mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan
pupuk anorganik. Selain itu, kompos juga mempunyai prospek dan peluang yang
besar untuk dipasarkan secara lebih meluas untuk mengurangi ketergantungan
petani terhadap pupuk kimia. Penyediaan kompos organik yang berkelanjutan dan
praktis dapat mempermudah petani untuk memanfaatkannya sebagai penyubur
tanah dan tanaman pertaniannya.
Isroi (2009) melakukan penelitian tentang macam-macam bentuk pupuk
organik. Pupuk organik yang umum dikemas dalam bentuk granul atau dikenal
dengan istilah POG (Pupuk Organik Granul). Bentuk granul dipilih karena petani
sudah terbiasa dengan pupuk granul. Dalam hal ini petani mengalami masalah
karena terbiasa dengan pemakaian pupuk granul yang sudah dilnilai paling
sempurna dalam keseharianya. Bentuk granul juga memudahkan untuk aplikasi dan
pengemasan. Salah satu kelemahan POG adalah proses produksinya yang cukup
sulit. Pembuatan POG minimal harus melewati 7 tahap pembuatan. Setiap tahapan
ada tingkat kesulitannya tersendiri.
Isroi (2009) melakukan penelitian tentang perbandingan bentuk pupuk secara
fungsional. Keunggulan POP (Pupuk Organik Pelet) bentuk alternatif pupuk
organik adalah bentuk pelet. Pelet memiliki keunggulan yang sama dengan POG,

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

yaitu: kemudahan aplikasi, pengemasan, dan transportasi. Keunggulan yang lain


adalah proses pembuatan yang lebih singkat dan mudah.. Tidak adanya pupuk
organik yang berbentuk pelet di pasaran merupakan salah satu pemicu utama dari
dibentuknya POP ini. Tantangan POP kemungkinan adalah resistensi dari petani.
Keunggulan penting POP adalah dari sisi teknik dan biaya produksi. Tahapan
produksi POP sangat singkat dan sederhana. Tahapan pentingnya hanya 4 tahap
saja. Jadi bisa menghemat sekitar tiga tahap. Tahapan ini juga akan berimbas pada
ongkos produksi. Karena tahapannya yang sederhana dan singkat dan relatif murah.
Harga POP bisa dibuat murah, kira-kira bisa 30-50% dari harga POG. Berikut
adalah tahap-tahap dalam pembuatan POP (Pupuk Organik Pelet):
1. Pengomposan bahan mentah
2. Pencampuran dengan bahan-bahan lain
3. Pembuatan pelet
4. Pengeringan
5. Pengemasan
Adapun peralatan yang dibutuhkan adalah. (Isroi, 2009) :
1. Mesin pelet
2. Pengering (jika perlu)
3. Alat-alat pendukung:
a) Meja conveyor
b) Pisau pemotong pelet

Gambar 2.1. Konsep mesin pres untuk pembuatan POP (Isroi, 2009)

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Sugondo (2000) melakukan penelitian tentang manufaktur pelet, Di mana


pelet mentah dapat dibentuk dengan pengepresan uniaksial. Pada proses ini
diperlukan bahan pengikat (perekat) dan pelumas (lubricant). Pengikat
dimaksudkan untuk menambah daya ikat antar partikel sehingga tidak terjadi
keretakan dan laminasi. Pelumas dimaksudkan untuk mengurangi keausan dinding
cetakan (die) dan meningkatkan daya geser partikel. Pelumas yang digunakan
dalam peletisasi uranium dioksida ialah seng stearat dan tidak digunakan senyawa
pengikat lain.
Diposeno (2010) melakukan penelitian tentang variasi campuran antara
kotoran sapi dengan molasses. Untuk campuaran terbaik perbandingan antara
kotoran sapi dengan molasses yaitu sebesar 50:50, yaitu 50% kotoran sapi dan 50%
molasses.

2.2
2.2.1

Landasan Teori
Komposit dan Komposit Partikel
Zulfia (2008) menyatakan bahwa pengertian komposit merupakan

perpaduan dari dua material atau lebih yang memiliki fasa yang berbeda menjadi
suatu material baru yang memiliki propertis lebih baik dari keduanya. Jika
perpaduan ini terjadi dalam skala makroskopis maka disebut sebagai komposit.
Zulfia (2008) menyatakan bahwa kotoran sapi yang sering digunakan
sebagai material komposit adalah kotoran kering yang sudah berbentuk butiran atau
berbentuk partikel. Hal ini merupakan perpaduan antar dua partikel yang berbeda
antara partikel unsur padat dan kering atau disebut gabungan partikel komposit.
Fungsi dari komposit partikel atau komposit yang berbentuk partikel lebih bersifat
sebagai penguat (Particulate composites). Interaksi antara partikel dan matrik
terjadi tidak dalam skala atomik atau molekular. Partikel seharusnya berukuran
kecil dan terdistribusi merata ke segala bidang. Sebagai contoh dari large particle
composite: cement sebagai matriks dan sand sebagai partikel atau gravel sebagai
matriks dan sand sebagai partikel.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

2.2.2

digilib.uns.ac.id

Biokomposit
Harizamrry (2008) melakukan penelitian tentang biokomposit. Biokomposit

adalah gabungan dari dua kata bio dan komposit. Bio itu sendiri adalah suatu unsur
yang berasal dari bahan-bahan organik. Sedangkan komposit yang berarti suatu
material yang terdiri dari dua atau lebih material yang di gabungkan secara makro
(digabungkan secara mekanis), membentuk material baru dengan sifat yang lebih
baik. Jadi dapat disimpulkan secara umum, biokomposit adalah gabungan dua atau
lebih material yang digabungkan secara makro namun material penggabungannya
hanya material yang bersifat organik. Hal ini tentunya untuk membentuk material
baru yang memiliki sifat lebih baik. Dalam prosesnya pembuatan material
biokomposit hampir sama dengan proses pembuatan biomassa namun yang
membedakan adalah fungsinya. Biasanya material komposit adalah material yang
digunakan untuk komoditas bahan atau material komponen. Sedangkan biomassa
biasanya digunakan untuk komoditas bahan bakar pemanfaatan energi alternatif.

2.2.3

Perekat (Binder)
Vest (2003) meneliti tentang pengepresan material padat. Bahwa pada

pengepresan (kompaksi) tekanan rendah membutuhkan bahan perekat untuk


membantu pembentukan ikatan diantara partikel pada sampel. Penambahan
pengikat yang digunakan dalam pengepresan dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu
bahan perekat organik dan anorganik. Bahan-bahan perekat organik antara lain:
molasses, coaltar, bitumen, kanji dan resin; sedangkan bahan pengikat anorganik
antara lain: tanah liat, semen, lime, dan sulphite liquior.
Ozbayoglu (2003) melakukan penelitian tentang pengaruh macam-macam
pengikat pada pengepresan Angouran Smithsonite Fines. Berikut adalah data
pengujian pada pengepresan Angouran Smithsonite Fines pada kandungan perekat
5%, kandungan air 6%, tekanan pengepresan 200 kg/cm dan temperatur
pemanassan 100C sebagai berikut:

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel. 2.2 Pengaruh macam-macam perekat (Kristanto, 2007).


Crushing Load (kg/sampel)

Binder (%)
-

144

Tetes tebu

434

Dextrin

561

Kanji

209

Bentonit

143

Lime

141

Black cement

245
193
218

Na Cl

140
Polyvinyl Acetate

297

Peridur XC3

266

CMC

141

Hinkle dan Rosenthal (2003) menyatakan bahwa fungsi utama perekat


dalam proses pengepresan adalah sebagai bahan perekat/pengikat. Dengan adanya
perekat, maka sampel yang dihasilkan pemilihan jenis dan kandungan perekat yang
tepat akan sangat menentukan kualitas sampel yang akan dibuat. Ada beberapa
kriteria yang harus diperhatikan dalam memilih perekat yang akan digunakan
sebagai pengikat, antara lain:
a) Kesesuaian antara perekat dengan bahan yang akan diikat.
b) Kemampuan

perekat

untuk

dapat

meningkatkan

pengepresan.
c) Kemudahan untuk memperolehnya.
d) Harga murah.

commit to user

sifat-sifat

material

perpustakaan.uns.ac.id

2.2.4

digilib.uns.ac.id

Tetes Tebu (Molasses)


Winoto (2009) manyatakan bahwa, tebu merupakan salah satu jenis

tanaman yang hanya dapat ditanam di daerah yang memiliki iklim tropis.
Perkebunan tebu di Indonesia menempati luas areal + 232 ribu hektar, yang
tersebar di Medan, Lampung, Semarang, Solo, dan Makassar. Dari seluruh
perkebunan tebu yang ada di Indonesia, 50% di antaranya adalah perkebunan
rakyat, 30% perkebunan swasta, dan hanya 20% perkebunan negara. Pada tahun
2002 produksi tebu Indonesia mencapai +2 juta ton. Tebu-tebu dari perkebunan
diolah menjadi gula di pabrik-pabrik gula. Dalam proses produksi di pabrik gula,
ampas tebu dihasilkan sebesar 90% dari setiap tebu yang diproses, gula yang
termanfaatkan hanya 5%, sisanya berupa molasses (tetes tebu) dan air.
Molasses merupakan salah satu hasil sampingan pabrik gula yang memiliki
sukrosa sekitar 30 % dan gula reduksi sekitar 25 %, berupa glukosa dan fruktosa.
Molasses masih dapat diolah menjadi beberapa produk lain seperti gula cair,
penyedap makanan (MSG), alkohol dan dry yeast untuk roti, protein tunggal, pakan
ternak, asa citric dan acetic acid alcohol. (Kristanto, 2007).
Selama ini medium fermentasi yang sering digunakan untuk produksi
alginat baik oleh bakteri A. Vinelandii maupun P.aerugionosa adalah media sintetis.
Molasses merupakan hasil samping industri gula yang mengandung senyawa
nitrogen, trace element dan kandungan gula yang cukup tinggi terutama kandungan
sukrosa sekitar 34% dan kandungan total karbon sekitar 37% (Suastuti, 1998).

2.2.5

Proses Pembuatan Pellet


Proses pengolahan pellet terdiri dari 3 tahap yaitu, (Pujoningsih, 2004):

a. Pengolahan Pendahuluan, ditujukan untuk pemecahan dan pemisahan bahanbahan pencemar atau kotoran dari bahan yang akan digunakan.
b. Pembuatan pellet, terdiri atas proses pencetakan, pendinginan dan pengeringan.
c. Perlakuan akhir, terdiri dari proses sortasi, pengepakan dan pergudangan
Pada proses pembuatan pellet terdapat proses pengkondisian dimana
campuran bahan pakan dipanaskan dengan air dengan tujuan untuk gelatinisasi.
Tujuan gelatinisasi yaitu agar terjadi pencetakan antar partikel bahan penyusun
sehingga penampakan pellet kompak, durasinya mantap, tekstur dan kekerasannya

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

bagus. Gelatinisasi merupakan rangkaian proses yang dimulai dari imbibisi air,
pembengkakan granula sampai granula pecah. Pecahnya granula pati disebabkan
karena pemanasan melebihi batas pengembangan granula. Penguapan dilakukan
dengan bantuan steam boiler yang uapnya diarahkan ke dalam campuran. Apabila
pencampuran dilakukan dengan mixer jenis beton molen, proses penguapan
dilakukan sambil mengaduk campuran tersebut. Penguapan tidak boleh dilakukan
diatas suhu yang diizinkan, yaitu sekitar 800C. Beberapa mesin cetak pellet
berkapasitas sedang dan besar mempunyai fasilitas penguapan ini. Jadi, penguapan
atau steaming tidak dilakukan pada saat pencampuran, tetapi pada saat pencetakan,
(Pujoningsih, 2004).
Pencetakan
Setelah semua bahan baku tercampur secara homogen, langkah selanjutnya
adalah mencetak campuran tadi menjadi bentuk pellet. Mesin pencetakan sederhana
bisa merupakan hasil modifikasi gilingan daging yang diberi penggerak berupa
motor listrik atau motor bakar. Perbedaan mendasar antara mesin pencetak pellet
sederhana dan mesin pencetak pellet yang digunakan di industri pakan terletak
pada sistem kerja mesin tersebut. Sistem kerja mesin cetak sederhana adalah
dengan mendorong bahan pakan campuran di dalam sebuah tabung besi atau baja
dengan menggunakan ulir (screw) menuju cetakan (die) berupa pelat berbentuk
lingkaran dengan lubang-lubang berdiameter 2-3 mm, sehingga pakan akan keluar
dari cetakan tersebut dalam bentuk pellet. Kelemahan sistem ini adalah diperlukan
tambahan air sebanyak 10-20% kedalam campuran pakan, sehingga diperlukan
pengeringan setelah pencetakan tersebut. Penambahan air dimaksudkan untuk
membuat campuran atau adonan pakan menjadi lunak, sehingga bisa keluar melalui
cetakan. Jika dipaksakan tanpa menambahkan air ke dalam campuran, mesin akan
macet. Di samping itu, pellet yang keluar dari mesin pencetak biasanya kurang
padat, (Pujoningsih, 2004).

Pengeringan
Pengeringan pada intinya adalah mengeluarkan kandungan air di dalam
pakan menjadi kurang dari 14%. Proses pengeringan perlu dilakukan apabila
pencetakan dilakukan dengan mesin sederhana. Jika pencetakan dilakukan dengan

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

mesin pellet sistem kering, cukup dikering-anginkan saja hingga uap panasnya
hilang, sehingga pellet menjadi kering dan tidak mudah berubah kembali ke bentuk
tepung. Proses pengeringan bisa dilakukan dengan penjemuran di bawah terik
matahari atau menggunakan mesin. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan.
Penjemuran secara alami tentu sangat tergantung kepada cuaca, higienitas atau
kebersihan pakan harus dijaga dengan baik, jangan sampai tercemar debu, kotoran
dan gangguan hewan atau unggas yang dikhawatirkan akan membawa bibit
penyakit. Mesin pengering yang umum digunakan sangat beragam, diantaranya
oven pengering. Dalam oven pengering, pellet basah disimpan dalam baki dan oven
dipanaskan dengan bantuan kompor minyak tanah, batu bara atau bahan bakar
lainnya. Penyimpanan pellet dalam baki tidak boleh terlalu tebal, supaya dihasilkan
pengeringan yang merata dan harus sering dibalik supaya tidak gosong. Yang perlu
diperhatikan apabila menggunakan alat pengering adalah suhu pemanasan tidak
boleh lebih dari 800 C. Pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi akan merusak
kandungan nutrisi pakan, serta membuat pakan menjadi terlalu keras, (Pujoningsih,
2004).

2.3

Pengujian Sampel Pellet Pupuk Biokomposit

2.3.1 Pengujian Densitas


Densitas suatu material merupakan perbandingan antara berat dan volume
dari material tersebut. Penentuan densitas dapat dilakukan berdasarkan ASTM
D1037-99, dengan rumus:

sp gr =

K F
r2 t

................................................(2.1)

Dimana :
sp gr : densitas (
)
F
: berat sampel (gr)

: konstanta (3,14)
r
: jari-jari (mm)
t
: tinggi sampel (mm)
K
: konstanta (1 untuk satuan dalam SI atau 0,061 untuk satuan dalam inchpound)
2.3.2 Pengujian Ketahanan Impak

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Pengujian ini mangacu pada standard pengujian Fuel Briquettes (ASTM


D2677-67T), untuk ketahanan jatuh dari suatu briket dijatuhkan dari ketinggian 2
meter dan diamati kerusakannya. Sampel dijatuhkan berulang kali sampai hancur.
IRI =

100 X Average Number of Drops

(2.2)

Average Number of Pieces

Dari rumus ini kita dapat mengambil hasil IRI (Impack Resistance Index)
untuk nilai ambang batas yang dipenuhi adalah sebesar 50 poin, jika dihitung
menggunakan rumus IRI hasil dari kesepuluh sampel dapat dikatakan baik jika
lebih dari nilai 50 (Physical Testing of Fuel Briquettes ,1989).
40

200

3,5

Gambar 2. 2. Alat uji ketahanan impak

2.3.3 Kapasitas Produksi Mesin


Untuk kapasitas produksi mesin pellet dihitung dengan cara besarnya pellet
yang dihasilkan dalam satuan waktu tertentu, pada penelitian ini selama satu menit.
Setelah satu menit mesin dihentikan kemudian pellet yang dihasilkan ditimbang

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dalam satuan gram, setelah itu di cari berapa jumlah pellet yang di dapat dari berat
tersebut, sehingga didapatkan kapasitas produksi dalam pcs/menit.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1

Digram Alir Penelitian


MULAI

STUDI SIFAT FISIS DAN


MEKANIS:
- Pencarian data sekunder dari
MEMBUAT ALAT STUDI EKSPERIMENTAL
UNTUK PROSES HOMOGENITAS
Merancang tabung homogenitas pencampuran
kotoran sapi dengan molasse
MEMBUAT DIAMETER LUBANG
LUARAN
PEMBUATAN
PELLET:
Dengan varisi:
Diamater lubang output

Uji Ketahanan
Impak

Uji Densitas

ANALISA DATA:
Data yang diperoleh dari beberapa sampel
uji:
1.
2.
3.

Analisa data ketahanan impak


Analisa data besarnya densitas
Analisa data besarnya kapasitas produksi

KESIMPUL
SELESAI

commit to user

Kapasitas
Produksi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian


3.2

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan April -November 2010. Bertempat di

Laboraturium Material, Laboraturium Proses Produksi Jurusan Teknik Mesin


Universitas Sebelas Maret Surakarta

3.3

Bahan Penelitian

1. Bahan dasar yang digunakan adalah kotoran sapi kering residu biogas yang
sudah berbentuk powder, berasal dari peternakan sapi perah yang berada di
Podok Pesantren Aburrahman bin Auf (Klaten).

Gambar 3.2. Raw material kotoran sapi kering


Kotoran sapi ini telah mengalami proses fermentasi atau pembuatan pupuk
organik secara terbuka. Dengan mencampurkan kotoran sapi dengan bakteri
pengurai bernama BIOSTAR dan jerami, diaduk dan didiamkan selama 2
sampai 3 minggu. Setelah benar-benar kering kemudian pupuk organik
dihancurkan menggunakan mesin crushing. Kotoran sapi sudah tidak berbau
lagi dan memiliki struktur yang cukup kering dan berbentik partike/serbuk.
Adapun persentase perbandingan dari proses pengomposan pupuk adalah:
kotoran sapi + 10 % jerami : STARBIO : air = 8 : 1 : 1.
2. Molasses (tetes tebu) yang berasal limbah proses produksi gula pasir, berasal
dari pabrik gula Mojo (Sragen, Jawa Tengah).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Gambar 3.3. Molasses (tetes tebu)

3.4

Peralatan Penelitian

a) Timbangan Digital
b) Mesin pembuat pellet
c) Jangka Sorong

3.4.1

Mesin Pembuat Pellet

Gambar 3.4. Mesin Pembuat Pellet


Cara kerja dari mesin pembuat pellet adalah sebagai berikut: gaya pada
motor di teruskan ke gear box, gear box mentransmisikan gaya dari arah horizontal
ke arah vertikal, dan kemudian gaya diteruskan kembali ke puli untuk

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

menggerakkan shaft yang sudah terhubung dengan screw pencetak, sesuai dengan
arah putaran shaft secara torsional screw menekan bahan kearah keluar mendesak
keluar melalui celah-celah pencetak.
Pellet mentah dapat dibentuk dengan pengepresan uniaksial. Pada proses ini
diperlukan

bahan

pengikat

(binder)

dan

pelumas

(lubricant).

Pengikat

dimaksudkan untuk menambah daya ikat antar partikel sehingga tidak terjadi
keretakan dan laminasi. Pelumas dimaksudkan untuk mengurangi keausan dinding
die dan meningkatkan daya geser partikel. Pelumas yang digunakan dalam
peletisasi uranium dioksida ialah seng stearat dan tidak digunakan senyawa
pengikat lain, (Sugondo, 2000).

3.5

Tahap Penelitian

1. Tahap pengambilan bahan, pengambilan bahan dasar kotoran sapi diperoleh


dari peternakan sapi perah di Pondok Pesantren Abdurahman bin Auf di
Delanggu.
2. Tahap pengambilan molasses (tetes tebu), diambil dari limbah pabrik gula
pasir yang berada di daerah Karanganyar.
3. Tahap pencampuran, dengan variasi kandungan kotoran sapi dengan molasses
50:50.
4. Tahap pembuatan pellet, dengan memasukkan campuran kotoran sapi dengan

molasses ke dalam mesin pembuat pellet dengan variasi diameter lubang


output 12 mm, 10 mm, dan 8 mm.
5. Tahap pengujian, pengujian ketahanan impak dengan alat uji jatuh dengan cara
sampel dijatuhkan pada ketinggian 2 meter ,yang mengacu pada standard
ASTM D 2677-67T, pengujian densitas mengacu pada standard ASTM
D1037-99 dan penghitungan besarnya kapasitas produksi.
6. Tahap analisa data, dengan pengambilan data dari ke tiga pengujian tersebut
dapat diambil kesimpulan.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

3.6

digilib.uns.ac.id

Teknik Pelaksanaan

3.6.1 Proses Pencampuran


Pada dasarnya penelitian ini menggunakan metode spray up. Karena raw

material yang dipakai berbentuk serbuk (powder) maka metode spray up dilakukan
di dalam tabung tertutup (tabung pencampur) yang sudah dimodefikasi dengan
lubang masukan dan lubang keluran udara.

Gambar 3. 5. Tabung pencampur


Lubang masukan dan keluaran udara pada tabung pencampur bertujuan agar dapat
menciptakan arus terbulensi yang memudahkan dalam proses pencampuran.
Kotoran sapi dan molasses dapat tercampur secara homogen akan memudahkan
proses pencampuran, proses manufaktur dan pengujian sampel pellet pupuk
biokomposit. Berikut adalah set up peralatan spary up ditunjukan pada gambar 3.6.
di bawah ini.

Gambar 3. 6. Set up peralatan proses pencampuran

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3.6.2 Proses Pembuatan Pellet


Proses pembuatan pellet adalah sebagai berikut:
1.

Cetakan dipasang terlebih dahulu untuk diameter 12 mm.

2.

Memanasi barrel dengan heater dalam waktu 5 menit dengan suhu 120C.

3.

Kemudian setelah mesin dinyalakan adonan dimasukkan ke dalam hopper

4.

Kotoran sapi akan masuk dalam barrel menuju cetakan lubang luaran dan
keluar berupa pellet.

5.

Langkah yang sama untuk diameter lubang luaran 10 mm dan 8 mm.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB IV
ANALISA DATA

4.1 Ketahanan Impak Pellet Pupuk Biokomposit


Pengujian ketahanan impak sampel pupuk pellet biokomposit dapat dilihat
pada gambar 4.1.a
Tabel 4.1.a Ketahanan Impak Pupuk Pellet Biokomposit
No

Diameter
(mm)

Banyaknya nilai jatuh

Banyaknya
sampel

IRI (poin)

22

10

220

10

27

10

270

12

32

10

320

Gambar 4.1. Kurva hubungan variasi diameter pellet dengan ketahanan


impak (IRI)
Ketahanan sampel pupuk pellet biokomposit ditunjukkan dengan nilai IRI
poin (impack resistance indect). Untuk variasi diameter lubang output 12 mm
memiliki nilai IRI yang terbesar yaitu sebesar 320 poin. Sedangkan nilai IRI yang
terendah pada variasi diameter 8 mm yaitu sebesar 220 poin.
Dari perolehan data dapat dilihat bahwa diameter ouput semakin besar maka
nilai IRI poin juga akan semakin besar. Semakin besar diameter output maka pupuk
pellet biokomposit juga semakin besar pula. Sehingga semakin besar pupuk pellet
biokomposit maka ketahanan impaknya juga akan semakin besar pula. Hal ini
menunjukkan bahwa IRI poin dipengaruhi oleh besarnya ukuran dari diameter
sampel, dengan semakin besar diameter luaran maka diameter dari pupuk pellet

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

bikomposit akan semakin besar juga sehingga cenderung lebih kuat dan lebih tahan
apabila menerima tekanan. Semakin besar ukuran dari diameter sampel maka nilai
IRI-nya akan semakin besar pula.
Tabel 4.1.b Perbandingan Ketahanan Impak Pupuk Pellet Biokomposit
dengan Kotoran Kambing
No
1
2
3
4

Jenis Pupuk
Pellet
Biokomposit
Pellet
Biokomposit
Pellet
Biokomposit
Kotoran Kambing

Diameter
(mm)

Banyaknya
Nilai Jatuh

Banyaknya
Sampel

IRI (poin)

22

10

220

10

27

10

270

12

32

10

320

80.2

10

802

Apabila dibandingkan dengan kotoran kambing nilai IRI dari pupuk pellet
biokomposit sangat terpaut jauh. Untuk kotoran kambing mempunyai IRI poin
sebesar 802 poin. Walau memiliki kekuatan impak yang lebih rendah daripada
kotoran kambing, pupuk pellet biokomposit sudah memiliki kekuatan impak yang
termasuk bagus. Tujuan dari penelitian ini tidak hanya mencari kekuatan impak
yang paling besar saja.

4.2 Densitas
Nilai densitas rata-rata dari pellet pupuk biokomposit adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2. Nilai Densitas Pupuk Pellet Biokomposit
No

Massa (gr)
Diamater 8
mm

Diameter 10
mm

Diamater
12 mm

commit to user

Diamater 8
mm

Densitas
(gr/mm3)
Diameter 10 Diamater 12
mm
mm

perpustakaan.uns.ac.id

1
2
3
4
5
Ratarata

digilib.uns.ac.id

1.56
1.68
1.8
1.74
1.84

2.22
2.2
2.29
2.12
2.15

3.81
3.55
3.76
3.62
3.91

0.0019
0.002
0.0022
0.0022
0.0023

0.0014
0.0014
0.0015
0.0013
0.0014

0.0014
0.0013
0.0014
0.0013
0.0014

0.0021

0.0014

0.0013

Gambar 4.3 Kurva hubungan antara diameter pellet dengan densitas ratarata

Untuk nilai densitas pupuk pellet biokomposit, pada diameter lubang output
8 mm, nilai densitas 0,00212 gr/mm3. Sedangkan pada diameter 10 mm memiliki
nilai densitas 0,0014 gr/mm3. Pada diameter 12 mm densitas yang dihasilkan
sebesar 0,00136 gr/mm3.
Besarnya nilai densitas berkebalikan dengan besarnya diameter lubang
keluaran. Pada diameter yang besar, dalam hal ini 12 mm, densitas pupuk pellet
biokomposit cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan densitas dari pupuk
pellet biokomposit yang memliki diameter yang lebih kecil, yaitu 10 mm dan 8
mm. Diameter lubang luaran berpengaruh terhadap besar kecilnya pellet yang

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dihasilkan, dengan penekanan yang sama maka untuk diameter lubang luaran yang
lebih besar akan mengakibatkan mudah keluar dari pellet tersebut, sehingga
kerapatan yang ada cenderung kecil. Untuk diameter lubang luaran yang lebih kecil
akan menyebabkan pellet yang keluar lebih susah sehingga kerapatan menjadi lebih
besar. Karena dengan ukuran yang lebih besar maka kerapatan tentu saja lebih
rendah bila dibandingkan dengan ukuran yang lebih kecil. Sehingga untuk diameter
lubang keluaran yang kecil, dalam hal ini 8 mm, memiliki kerapatan yang lebih
besar sehingga densitas juga lebih besar pula (0,00212 gr/mm3).

4.3

Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi dari mesin pellet dapat dilihat pada gambar 4.3
Tabel 4.3 Kapasitas Produksi Pupuk Pellet Biokomposit.
No

Diameter
(mm)

Berat rata-rata
sampel (gram)

Kapasitas Produksi
(pcs/min)

1.724

110.59

10

2.196

98.83

12

3.73

62.86

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Gambar 4.3 Kurva hubungan antara diameter pellet dengan besarnya


kapasitas produksi pupuk pellet biokomposit
Kapasitas produksi pupuk pellet biokomposit dengan diameter 8 mm adalah
sebesar 110,59 pcs/min. Sedangkan pada diameter 10 mm kapasitas produksinya
sebesar 98,53 pcs/min. Untuk kapasitas produksi pellet dengan diameter 12 mm,
yaitu sebesar 62,86 pcs/min.
Besarnya kapasitas produksi dipengaruhi oleh diameter luaran mesin pellet.
Diameter yang besar memang akan menghasilkan pellet dengan jumlah yang lebih
sedikit daripada diameter yang lebih kecil. Karena diameter yang lebih kecil akan
menghasilkan pellet dengan ukuran yang lebih kecil sehingga jumlah yang
dihasilkan pun akan lebih banyak dibandingkan dengan diameter yang lebih besar
walaupun berat yang dihasilkan lebih besar pada diameter yang lebih besar.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB V
PENUTUP

5. 1. Kesimpulan
Kesimpulan
1. Densitas pellet pupuk biokomposit diameter 8 mm sebesar 0,0021 gr/mm3,
diameter 10 mm sebesar 0,0014 gr/mm3, diameter 12 mm sebesar 0,0013
gr/mm3
2. Nilai IRI pellet pupuk biokomposit untuk diameter 8 mm sebesar 220 poin,
diameter 10 mm sebesar 270 poin, diameter 12 mm sebesar 320 poin
3. Besarnya kapasitas produksi untuk diameter luaran 8 mm sebesar 110,59
pcs/min, untuk diameter luaran 10 mm sebesar 98,53 pcs/min, untuk
diameter luaran 12 mm sebesar 62,86 pcs/min.
4. Ketahanan impak pupuk pellet biokomposit pada variasi lubang diameter 12
mm, 10mm dan 8 mm cenderung semakin meningkat. Pada diameter lubang
output 12 mm nilainya lebih besar dibandingkan dengan diameter 10 mm
dan 8 mm.
5. Untuk nilai densitas dan kapasitas produksi, pada variasi diameter lubang
output 12 mm, 10 mm dan 8 mm cenderung berbanding terbalik. Pada
diameter lubang output 8 mm memiliki nilai densitas yang lebih besar
daripada nilai densitas pada diameter lubang output 10 mm dan 12 mm.

5. 2. Saran
Untuk lebih mengembangkan penelitian tentang pupuk pellet biokomposit,
maka penulis menyarankan :
1.

Untuk penelitian selanjutnya dalam pembuatan pupuk pellet biokomposit


disarankan untuk memeprgunakan daya motor yang lebih besar.

2.

Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memperbanyak variasi dari


jumlah lubang outputnya.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai