Agung Haryanto
102010207 (A7)
Pendahuluan
Diare merupakan masalah yang banyak dihadapi oleh banyak negara baik negara
maju maupun negara berkembang. Diare secara epidemiologic biasanya didefinisikan sebagai
keluarnya tinja yang lunaka atau cair lima kali atau lebih dalam satu hari. Diare dapat
menyerang baik orang dewasa maupun anak-anak, namun pada orang dewasa, diare lebih
banyak disebabkan oleh karena adanya kelainan organic maupun fungsional dari organ-organ
di rongga abdomen, dan menyebabkan diare kronis. Namun pada anak-anak, diare lebih
sering terjadi akibat infeksi baik virus maupun bakteri dan patogen lainnya mengingat sistem
imun anak-anak serta fungsi organnya yang belum sempurna seperti orang dewasa, dan
menyebabkan diare akut. Pada makalah ini akan dibahas mengenai diare akut pada anak serta
komplikasinya sering terjadi yaitu dehidrasi karena kekurangan cairan dalam tubuhnya.
A. Anamnesis
1
Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari
anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan.
Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan
pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien
yang profesional dan optimal.
Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:
1.
2.
3.
4.
5.
Identitas pasien
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budaya
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agma, status perkawinan,
pekerjaan, dan alamat rumah. Data ini sangat penting karena data tersebut sering berkaitan
dengan masalah klinik maupun gangguan sistem organ tertentu.
Berdasarkan diagnosa kasus maka anamnesisnya yaitu menanyakan sejak kapan
timbul diarenya? frekuensi diarenya, konsistensinya, apakah ada darah, lendir, perubahan
warna? Apakah ada gejala lain seperti mual, muntah, dan demam? Apa faktor penyebabnya,
apakah dari makanannya? Sudah diobati belum sebelumnya?
B. Epidemiologi
Anak-anak, terutama bayi lebih rentan menderita dehidrasi disebabkan karena:
-
Rasio luas permukaan tubuh dan berat yang lebih besar sehingga insensible water loss
lebih besar
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan akan air ketika haus
Kebutuhan cairan basal yang lebih banyak (100-120 ml/kg/hari, sekitar 10-12% berat
tubuh)
Memiliki tubulus renalis yang proses reabsorbsinya belum sempurna.1
Pada negara-negara berkembang, diare banyak terjadi pada anak usia <5 tahun. Rotavirus
merupakan infeksi virus yang paling banyak didapat pada anak-anak di seluruh dunia, dan
mencatat angka 35% dari diare cair yang berat dan berpotensi fatal. Sementara Salmonella
bertanggung jawab atas seperduabelas dari total kematian pada anak usia <5 tahun akibat
diare. Angka kematian akibat infeksi Shigella dysenteriae tipe 1 (bentuk paling berat dari
shigellosis) juga mengalami penurunan. Adanya penurunan tingkat kematian merupakan
akibat dari membaiknya penanganan diare dan membaiknya tingkat gizi anak dan balita.
2
Diare pada awal masa kanak-kanak yang terjadi berulang-ulang slema masa pertumbuhan
anak yang kritikal, terutama apabila berhubungan dengan malnutrisi, ko-infeksi, dan anemia
mungkin dapat memiliki efek jangka panjang terhadap pertumbuhan linear, fisik, dan kognitif
anak.1,2
Diare menyebar dengan cepat dalam komunitas tertutup seperti di rumah atau bangsal
perawatan rumah sakit, atau tempat penitipan anak, juga dapat banyak terjadi pada musimmusim tertentu.1
Faktor resiko mayor termasuk kontaminasi lingkungan dan paparan yang banyak pada
enteropatogen. Faktor resiko tambahan termasuk usia muda, imunodefisiensi, campak,
malnutrisi, dan penyapihan awal.
C. Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dapat dilakukan dapat dibagi dua, yaitu pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
a. Pemeriksaan fisik
Secara umum pemeriksaan umum pada diare yang pertama adalah tanda vital yaitu
tekanan darah, suhu, denyut nadi dan lainnya. Di dukung dengan pemeriksaan umum berupa
inspeksi, palpasi di daerah abdomen, perkusi dan auskultasi guna mendengar bising usus.
Pada anak yang terkena dehidrasi, perlu dilakukan juga beberapa pemeriksaan untuk
menentukan derajat dehidrasinya. Yaitu seperti mengecek turgor kulit, mulut dan lidah, mata
dan air mata, ubun-ubun yang cekung, tangan/kaki dingin, basah, nadi cepat atau lemah, serta
napas cepat, dalam yang dikarenakan asidosis metabolik.
b. Pemeriksaan penunjang
Darah
Darah perifer lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung
jenis leukosit).
Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis leukositnya
yang normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama pada infeksi bakteri
invasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih. Jumlah leukosit
biasanya tidak meningkat pada diare virus-mediated dan racun-dimediasi. Leukositosis sering
tetapi tidak terus-menerus diamati dengan bakteri enteroinvasif. infeksi Enteroinvasive dari
3
adanya
leukosit
enteroinvasive. Namun,
enterotoksigenik E
tinja
keberadaan
tidak
menghilangkan
leukosit
feses
virus.
kemungkinan
menghilangkan
Neutropenia
dapat
organisme
pertimbangan
timbul
pada
salmonellosis.
Ureum, kreatinin. Ureum dan kreatinin diperiksa untuk memeriksa adanya kekurangan
volume cairan dan mineral tubuh.
Selain itu dapat pula di lakukan uji biokimia karena bakteri penyebab diare ada yang
mempunyai kemampuan untuk meragi gula tertentu.setelah melakukan uji-uji diatas, dapat
dilanjutkan dengan uji serologi yang paling penting, untuk mengetahui ada tidaknya antibody
terhadap antigen penyebab diare tersebut. Salah satu contoh seperti bakteri Vibrio cholera,
yang merupakan salah satu penyebab diare tersering. Bakteri ini dari hasil identifikasi
merupakan bakteri gram negatif ,berbentuk batang bengkok, punya flagel, meragi glukosa
dan tidak ragi laktosa, dan lain lainnya yang juga merupakan ciri khas yang sangat penting
utnuk membedakan dengan kuman lainya.3,4
C. Diagnosis
1. Working Diagnosis
Diare akut
Diare yang jelas mulainya dan kemudian dapat sembuh kembali dengan normal dalam waktu
yang relatif singkat. Penyebab diare akut dapat berupa infeksi ataupun noninfeksi. Pada
beberapa kasus, keduanya sama-sama berperan. Penyebab noninfeksi dapat berupa obatobatan, alergi makanan, penyakit primer gastrointestinal seperti, inflammatory bowel disease,
atau berbagai penyakit sistemik seperti, tirotoksikosis dan sindrom karsinoid. Penyebab
infeksi dapat berupa bakteri, virus, ataupun parasit. Pasien dengan diare akut akibat infeksi
sering mengalami nausea, vomiting, nyeri perut, sampai kejang perut, demam, dan diare.
Terjadi renjatan hipovolemik harus di hindari. Kekurangan cairan menyebabkan pasien akan
merasa haus, lidah kering,tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun, dan suara menjadi
serak. Gangguan biokimiawi seperti asidosis metabolic akan menyebabkan frekuensi
pernapasan lebih cepat dan dalam. Secara klinik diare akut di bagi dua menjadi diare
koleriform (diare terdiri dari cairan saja) dan disentriform pada diare didapatkan lendir kental
dan kadang-kadang darah.2,4
2. Differential Diagnosis
Dysentri
Sindrom dysentri terdiri dari kumpulan gejala diare dengan darah dan lendir dalam feses dan
adanya tenesmus. Diare berdarah dapat disebabkan oleh kelompok penyebab diare, seperti
oleh infeksi virus, bakteri, parasit, Intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi. Tetapi
sebagian besar disentri disebabkan oleh infeksi. Penularannya secara fecal oral kontak dan
orang ke orang atau kontak orang dengan alat rumah tangga. Penyebab utama disentri adalah
Shigella, Salmonela, compylobacter jejui, Escherichia ( E. Coli) , dan Entamoeba histolytica.
Disentri berat ummunya disebabkan oleh shigellia dysentery, kadang-kadang dapat juga
disebabkan oleh shigella flexneri, salmonella dan enteroinvasl v.e.E.coli ( EIEC).
Infeksi ini menyebar melalui makanan dan air yang terkontaminasi dan biasanya terjadi pada
daerah dengan sanitasi dan higiene perorangan yang buruk Diare pada disentri umumnya
diawali oleh diare cair, kemudian pada hari kedua atau ketiga baru muncul darah, dengan
maupun tanda lendir, sakit perut yang diikuti munculnya tenesmus panas disertai hilangnya
nafsu makan dan badan terasa lemah.Pada saat tenesmus terjadi, pada kebanyakan penderita
akan mengalami penurunan volume diarenya dan mungkin feses hanya berupa darah dan
lendir. Gejala infeksi saluran napas akut dapat menyertai disentri. Disentri dapat
menimbulkan dehidrasi dari yang ringan sampai dengan dehidrasi berat, walaupun
kejadiannya lebih jarang jika dibandingkan dengan diare cair akut, Komplikasi disentri dapat
terjadi lokal di saluran cerna maupun sistemik.2,4
Kolera
Kolera merupakan suatu penyakit akut yang menyerang saluran pencernaan dan disebabkan
oleh bakteri jenis Vibrio cholerae. Ditandai dengan gejala diare dan kadang-kadang diserta
muntah, turgor cepat berkurang, timbul asidosis dan tidak jarang disertai renjatan. Infeksi
terjadi akibat masuknya kuman Vibrio cholerae melalui mulut bersama-sama dengan
makanan atau minuman. Hal ini disebabkan adanya kontak langsung benda-benda tersebut
dengan tinja yang mengandung kuman kolera. Semua gejala klinis umumnya merupakan
akibat kehilangan cairan tubuh dan elektrolit. Tinja tampak seperti air cucian beras atau tajin,
kadang-kadang disertai muntah, turgor yang cepat menurun, mata cekung, ubun-ubun besar
cekung, pernafasan cepat dan dalam, sianosis, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun,
bunyi jantung melemah akhirnya timbul renjatan. Kadar hematokrit dan berat jenis plasma
akan meningkat, menurunnya kadar bikarbonat di dalam plasma dan pH darah arteri,
sedangkan kadar natrium dan kalium dalam plasma mungkin normal atau menurun.2,4
D. Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
6
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi :
-
(Entamoeba
hystolitica,
Giardia
lamblia, Trichomonas
Clostridium perfringens
C perfringens adalah bakteri batang gram positip, anaerob, membentuk spora. Bakteri
ini sering menyebabkan keracunan makanan akibat dari enterotoksin dan biasanya sembuh
sendiri. Gejala berlangsung setelah 8 24 jam setelah asupan produk-produk daging yang
terkontaminasi, diare cair dan nyeri epigastrium, kemudian diikuti dengan mual, dan muntah.
7
Demam jarang terjadi. Gejala ini akan berakhir dalam waktu 24 jam. Pemeriksaan
mikrobiologis bahan makanan dengan isolasi lebih dari 105 organisma per gram makanan,
menegakkan diagnosa keracunan makanan C perfringens . Pulasan cairan fekal menunjukkan
tidak adanya sel polimorfonuklear, pemeriksaan laboratorium lainnya tidak diperlukan. Terapi
dengan rehidrasi oral dan antiemetik. 1,4,5
Vibrio cholera
V cholerae adalah bakteri batang gram-negatif, berbentuk koma dan menyebabkan
diare yang menimbulkan dehidrasi berat, kematian dapat terjadi setelah 3 4 jam pada pasien
yang tidak dirawat. Toksin kolera dapat mempengaruhi transport cairan pada usus halus
dengan meningkatkan cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi cairan. Penyebaran kolera
dari makanan dan air yang terkontaminasi. Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah,
yang secara cepat menjadi diare berat, diare seperti air cucian beras. Pasien kekurangan
elektrolit dan volume darah. Demam ringan dapat terjadi. Kimia darah terjadi penurunan
elektrolit dan cairan dan harus segera digantikan yang sesuai. Kalium dan bikarbonat hilang
dalam jumlah yang signifikan, dan penggantian yang tepat harus diperhatikan. Biakan feses
dapat ditemukan V.cholerae. 1,4,5
Target utama terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang agresif. Kebanyakan
kasus dapat diterapi dengan cairan oral. Kasus yang parah memerlukan cairan intravena.
Antibiotik dapat mengurangi volume dan masa berlangsungnya diare. Tetrasiklin 500 mg tiga
kali sehari selama 3 hari, atau doksisiklin 300 mg sebagai dosis tunggal, merupakan pilihan
pengobatan. Perbaikan yang agresif pada kehilangan cairan menurunkan angka kematian
( biasanya < 1 %). Vaksin kolera oral memberikan efikasi lebih tinggi dibandingkan dengan
vaksin parenteral. 1,4,5
pajanan ulang oleh E coli penghasil LT. Pemeriksaan terhadap LT antara lain: (1) akumulasi
cairar. di usus pada hewan percobaan; (2) perubahan sitologik yang khas pada biakan sel
ovarium hamster Cina dan se. lainnya; (3) stimulasi produksi steroid pada biakan se. tumor
adrenal; dan (4) pemeriksaan ikatan dar. imunologik dengan antiserum standar terhadap LT
Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan di laboratoriurr. rujukan. 1,4,5
Beberapa strain ETEC menghasilkan enterotoksin yang tahan panas STa (BM 15004000), yang berada di bawah kendali kelompok plasmid heterogen. ST mengaktifkan guanilil
siklase dalam sel epitel enterik dar. merangsang sekresi cairan. Banyak strain ST-positif juga
menghasilkan LT. Strain yang memproduksi kedua toks:r. tersebut menyebabkan diare yang
lebih berat. 1,4,5
Plasmid yang mambawa gen untuk enterotoksin (LT ST) mungkin juga membawa gen
untuk faktor kolonisai. yang memfasilitasi penempelan strain E coli pada sel epi:; usus.
Faktor kolonisasi tertentu muncul dalam frekuer.i tertentu pada beberapa serotipe. Serotipe
ETEC tertenr. tersebar luas; yang lainnya memiliki distribusi yang terbatas. Ada
kemungkinan bahwa sebenarnya setiap T coli dapat memperoleh penyandi plasmid untuk
enterotoksin. Tidak ada hubungan yang jelas antara strain ETEC dan strain EPEC dalam
menimbulkan diare pada anak. Begitu juga, tidak ada keterkaitan antara strain
enterotoksigenik dengan strain yang dapat menginvas sel epitel usus. 1,4,5
Enteroinvasif E coli (EIEC) menimbulkan penyakit yang sangat mirip shigelosis.
Penyakit ini terjadi paling sering pada anak-anak di negara berkembang dan pada
pengunjung negara-negara tersebut. Seperti shigela, strain EIEC tidak memfermentasikan
laktosa atau memfermentasi laktosa dengan lambat dan nonmotil. EIEC menimbulkan
penyakit dengan menginvasi sel epitel mukosa usus. EIEC memiliki gejala klinis demam,
nyeri perut, dan tinja cair menjadi bervolume sedikit, berlendir, dan berdarah. Berlangsung
singkat. 1,4,5
Enteroagregatif E coli (EAEC) menyebabkan diare akut dan kronik (durasi >14 hari)
pada masyarakat di negara berkembang. Organisme ini juga menyebabkan penyakit yang
ditularkan melalui makanan di Negara industri. Organisme ini ditandai oleh pola
perlekatannya rmg khas pada sel manusia. EAEC menghasilkan toksin mirip ST dan
hemolisin. 1,4,5
Enterohemoragik E Coli (Subtipe 0157). EHEC telah dikenal sejak terjadi wabah
kolitis hemoragik. Wabah ini terjadi akibat makanan yang terkontaminasi. Kebanyakan kasus
terjadi 7-10 hari setelah asupan makanan atau air terkontaminasi. EHEC dapat merupakan
penyebab utama diare infeksius. Subtipe 0157 : H7 dapat dihubungkan dengan perkembangan
10
Hemolytic Uremic Syndrom (HUS). Centers for Disease Control (CDC) telah meneliti bahwa
E Coli 0157 dipandang sebagai penyebab diare berdarah akut atau HUS. EHEC non-invasif
tetapi menghasilkan toksin shiga, yang menyebabkan kerusakan endotel, hemolisis
mikroangiopatik, dan kerusakan ginjal. 1,4,5
Shigella
Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air. Organisme
Shigella menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada kolon
melalui enterotoksin dan invasi bakteri. 1,4,5
Basil shigela Gram-negatif yang merupakan patogen manusia memiliki empat
subgrup: S. dysenteriae, S. flexneri, S. boydii, dan S. sonnei. Terjadi di seluruh dunia dan
merupakan penyebab tersering ketiga diare bakterial di negara maju. Di negara maju sebagian
besar kasus disebabkan oleh S. sonnei, sisanya terutama disebabkan oleh S. flexneri yang
biasanya berasal dari luar negeri. Wabah sering terjadi di sekolah bayi, pusat penitipan anak,
penjara, dan perkemahan. Di negara tropis, disentri endemik paling sering disebabkan oleh S.
flexneri, diikuti oleh S. sonnei. Disentri endemik disebabkan oleh S. dysentriae tipe 1 (basil
Shiga, Sd 1) dan terutama terjadi di negara tropis. Penularannya adalah melalui fekal-oral
dari kasus diare; dapat ditularkan melalui air atau makanan atau melalui hubungan seksual
dengan kontak oro-anal. Lalat dapat menyebarkan infeksi di negara tropis. Jumlah bakteri
yang diperlukan untuk menginfeksi rendah (10-100 organisme) sehingga mudah terjadi
penyebaran manusia ke manusia. Infeksi terutama mengenai anak-anak. Lingkungan padat
dan higiene personal yang buruk mempermudah penularan. Masa inkubasi 2-4 hari (berkisar
1-7 hari). 1,4,5
Setelah masuk, organisme menginvasi mukosa kolon dan menyebabkan inflamasi,
ulserasi, perdarahan, dan pengelupasan, serta sekresi cairan. S. dysentriae tipe 1 juga
memproduksi enterotoksin (toksin Shiga) yang dapat menyebabkan mikroangiopati sehingga
terjadi sindrom hemolitik-uremik dan purpura trombo- sitopenik trombotik. 1,4,5
Manifestasi klinis
11
lendir
Sering terdapat karier konvalesens setelah pemulihan secara klinis namun biasanya
menghilang dalam 8 minggu. 1,4,5
Komplikasi
Jarang pada kasus infeksi S. sonnei. Dilatasi toksik dan/atau perforasi (S. flexneri dan S.
dysentriae tipe 1). Sindrom hemolitik-uremik (S. dysentriae tipe 1). 1,4,5
Diagnosis
Kultur tinja dibutuhkan bila penyebab diare inflamasi perlu dibedakan.
Spesimen. Feses segar, lendir, dan usapan rektum dapat digunakan untuk biakan. Ditemukan
banyak leukosit pada feses dan kadang-kadang juga ditemukan beberapa sel darah merah
pada pemeriksaan mikroskopik. Spesimen serum, apabila dibutuhkan, harus diambil dengan
jarak 10 hari untuk melihat kenaikan titer antibodi aglutinasi. 1,4,5
Biakan. Bahan digoreskan pada medium diferensial (misalnya, agar MacConkey atau EMB)
dan pada medium selektif (agar enterik Hektoen atau agar salmonela-shigela), yang menekan
Enterobacteriaceae lain dan organisme gram positif. Koloni yang tidak berwarna (laktosanegatif) diinokulasi pada agar triplet gula besi. Organisme yang tidak menghasilkan H2S,
yang menghasilkan asam tetapi tidak menghasilkan gas pada pangkal dan bagian miring
yang basa di medium agar triplet gula besi, dan tidak motil sebaiknya dilakukan pemeriksaan
aglutinasi slide dengan antiserum spesifik shigela. 1,4,5
Serologi. Orang normal sering memiliki aglutinin terhadap beberapa spesies shigela. Namun,
serangkaian penentuan titer antibodi dapat menunjukkan peningkatan antibodi yang spesifik.
Serologi tidak digunakan untuk mendiagnosis infeksi shigela. 1,4,5
Pengobatan. Sebagian besar kasus bersifat ringan dan hanya membutuhkan perhatian terhadap asupan cairan oral yang adekuat. Infeksi berat membutuhkan antibiotik:
12
resistensi obat sering terjadi, sehingga pengetahuan mengenai pola resistensi lokal akan
berguna
siprofloksasin untuk orang dewasa dan trimetoprim untuk anak-anak seringkah cukup.
1,4,5
Vibrio non-kolera
Spesies Vibrio non-kolera telah dihubungkan dengan mewabahnya gastroenteritis. V
parahemolitikus, non-01 V. kolera dan V. mimikus telah dihubungkan dengan konsumsi
kerang mentah. Diare terjadi individual, berakhir kurang 5 hari. Diagnosa ditegakkan dengan
membuat kultur feses yang memerlukan media khusus. Terapi dengan koreksi elektrolit dan
cairan. Antibiotik tidak memperpendek berlangsungnya penyakit. Namun pasien dengan diare
parah atau diare lama, direkomendasikan menggunakan tetrasiklin. 1,4,5
Yersinia.
Spesies Yersinia adalah kokobasil, gram-negatif. Diklasifikasikan sesuai dengan
antigen somatik (O) dan flagellar (H). Organisme tersebut menginvasi epitel usus. Yersinia
menghasilkan enterotoksin labil. Terminal ileum merupakan daerah yang paling sering
terlibat, walaupun kolon dapat juga terinvasi. Penampilan klinis biasanya terdiri dari diare
dan nyeri abdomen, yang dapat diikuti dengan artralgia dan ruam (eritrema nodosum atau
eritema multiforme). Feses berdarah dan demam jarang terjadi. Pasien terjadi adenitis, mual,
muntah dan ulserasi pada mulut. Diagnosis ditegakkan dari kultur feses. Penyakit biasanya
sembuh sendiri berakhir dalam 1-3 minggu. Terapi dengan hidrasi adekuat. Antibiotik tidak
diperlukan, namun dapat dipertimbangkan pada penyakit yang parah atau bekterimia.
Kombinasi Aminoglikosid dan Kuinolon nampaknya dapat menjadi terapi empirik pada
sepsis. 1,4,5
Penyebab lainnya dapat juga karena infeksi virus dan parasit. Contoh dari organisme patogen
tersebut adalah:
Rotavirus
Rotavirus (virus RNA) merupakan penyebab tersering gastroenteritis di seluruh dunia.
Sebagian besar disebabkan oleh grup A, dan sangat jarang oleh grup B dan grup C, yang
terjadi pada hewan; rotavirus mamalia serta rotavirus burung lain tampaknya tidak
menyebabkan infeksi pada manusia.
13
Grup A dapat dibagi lagi menjadi sejumlah serotype. Insidensi tertinggi adalah pada
anak- anak berusia 6-24 bulan, walaupun tidak jarang pula hingga usia 4 tahun. Kasus
subklinis sering terjadi. Virus dapat menginfeksi orang dewasa dan neonatus, walaupun
penyakit cenderung asimtomatik atau ringan. Di daerah beriklim sedang, hampir semua kasus
terjadi pada musim dingin. Di negara yang lebih hangat, kasus terjadi sepanjang tahun.
Wabah nosokomial sering terjadi di rumah sakit di antara bayi baru lahir dan bayi. Penularan
biasanya terjadi secara fekal-oral namun dapat juga fekores- piratorius. Virus stabil dalam
lingkungan dan dapat ditularkan melalui air atau permukaan yang terkontaminasi. Masa
inkubasi 2-3 hari. 1,4,5
Patogenesis. Virus bermultiplikasi dalam mukosa usus proksimal, merusak mikrovili dan
epitel kolumnar yang digantikan oleh sel-sel kuboid imatur. Virus mengganggu absorpsi
cairan dan menyebabkan diare osmotic. Imunitas (lokal, humoral, dan selular) terbentuk
setelah pemulihan, sehingga infeksi berulang cenderung lebih ringan.1,2,4
Manifestasi klinis. Penyakit timbul secara mend dak dengan demam, muntah, dan diare cair
dengan berbagai keparahan. Gejala biasanya berhenti setelah 4-6 hari, namun dapat
memanjang dan berat pada pasien immunocompromised. Ekskresi virus berhenti setelah seminggu atau lebih, namun dapat memanjang pada pasien immunocompromised.5
Diagnosis. Biasanya melalui deteksi antigen cepat dengan immunoassay enzim atau immunochromatography. Tes berbasis PCR meningkatkan angka deteksi, namun kurang cepat dan
tidak tersedia secara rutin.5,6
40 dan 41 adalah yang paling banyak terlibat. Virus ini tidak memiliki kecenderungan
musiman. Transmisi secara fekal-oral Masa inkubasi 8-10 hari. Infeksi asimtomatik sering
terjadi. Diare cenderung lebih ringan namun kadang-kadang lebih lama bila dibandingkan
dengan gastroenteritis rotavirus. Gejala pernapasan jarang diobservasi Diagnosis melalui
deteksi antigen atau PCR. Pengobatan meliputi perhatian terhadap hidrasi.6
Amoebiasis
Beberapa spesies genus protozoon Entamoeba menginfeksi manusia, namun hanya E.
histolytica yang menyebabkan penyakit. Manusia merupakan satu-satunya reservoir.
Amoebiasis terjadi secara luas di daerah tropis dan subtropis Asia, Afrika,Timur Tengah, dan
Amerika Tengah dan Selatan, terutama pada kondisi sosioekonomi yang buruk. Di negara
maju, amoebiasis terjadi pada imigran baru dari dan pada turis yang berkunjung ke daerah
tersebut, di institusi mental, dan pada pria homoseksual. Penularannya melalui tertelannya
kista dalam makanan atau air yang terkontaminasi oleh feses. Penularan langsung dari orang
ke orang terjadi di antara pria-pria homoseksual. Di usus halus, kista dicerna, melepaskan
empat trofozoit yang bermigrasi ke arah bawah untuk hidup pada permukaan kolon dan
bermultiplikasi dengan pembelahan biner. Enkistasi terjadi pada sisi kiri kolon di mana isi
feses lebih padat. Kista dapat bertahan di luar tubuh manusia untuk waktu yang lama,
terutama pada kondisi lembap. Trofozoit tidak menularkan infeksi. Dari 90% orang terinfeksi
merupakan pengekskresi kista asimtomatik. Masa inkubasi 2-6 minggu. 1,6
Patogenesis. Hanya trofozoit yang dapat menginvasi jaringan dan sejumlah faktor virulensi
telah diidentifikasi. Setelah melekat ke mukosa usus, trofozoit menyebabkan inflamasi dan
ulserasi yang meluas di bawah mukosa hidup dan menyebabkan gambaran ulkus berbentuk
botol. Trofozoit invasif biasanya menelan sel darah merah. Kadang-kadang suatu segmen
ileosaekum dapat menebal secara difus dari inflamasi kronik, menimbulkan gejala masa
abdomen kanan bawah. Trofozoit dapat menginvasi vena lokal dan bermigrasi melalui
sirkulasi vena porta ke hati (biasaya lobus kanan) dan menyebabkan abses. Kortikosteroid
merupakan predisposisi invasi aliran darah. Invasi menyebabkan nekrosis hepa- tosit yang
menggantikan parenkim hati; infiltrasi neutrofilik minimal. Bahan nekrotik dan dikelilingi
oleh lapisan tipis jaringan hati hidup yang mengalami kongesti, dan disebut kapsul. Trofozoit
hanya ditemukan dalam kapsul ini. Imunitas terhadap penyakit invasif di masa depan
terbentuk setelah pemulihan namun tidak berfungsi terhadap kolonisasi segar dalam usus. 1,4,6
15
Manifestasi klinis. Diare berdarah dan berlendir yang memburuk secara bertahap dalam 1-3
minggu, nyeri perut seperti kram, dan pireksia. Gejala biasanya menetap selama beberapa
minggu sebelum menghilang, bahkan bila tidak diberi terapi apapun. Namun demikian,
relaps sering terjadi secara regular dalam beberapa bulan atau tahun. Keluarnya kista dapat
berlanjut selama bertahun-tahun pada pasien yang tidak diobati, bahkan bila asimtomatik. 1,4,6
Komplikasi. Kolitis fulminan pada pasien immunocompromised, hamil, atau bahkan tidak
berdaya dan malnutrisi. 'Amoebiasis kronik': kista tidak jarang terdapat pada individu dengan
diare berlendir intermiten namun tidak berdarah. Beberapa kasus mengalami infeksi amoeba
invasif derajat rendah, namun sebagian besar mengalami infeksi asimtomatik dengan diare
yang tidak berhubungan. Abses hati amoebik (umumnya timbul beberapa bulan setelah
menghilangnya diare) sering timbul secara akut dengan demam berdurasi singkat, serta nyeri
tumpul atau pleuritik pada kuadran kanan atas. Dapat timbul manifestasi subakut dengan
penurunan berat badan dan hepatomegali dengan durasi beberapa minggu. Demam dapat
menjadi satu-satunya gejala. Sering terjadi efusi pleura sisi kanan. Dapat terjadi ruptur ke
dalam rongga pleura dan kemudian ke paru- paru saat pasien membatukkan sputum berwarna
anchovy; atau ke dalam peritoneum atau perikardium. 1,4,6
E. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah :
1. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang belebihan ini akan merangsang usus
untuk mengeluarkannya sehingga terjadi diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) peningkatan sekresi air dan elektrolit ke
dalam rongga usus dan selanjutnya terjadi diare timbul karena terdapat peningkatan isi
rongga usus.
16
Patofisiologi1,2
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
1. Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang menyebabkan terjadinya gangguan
keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik, hipokalemi dan sebagainya).
2. Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan berkurang, pengeluaran
bertambah).
3. Hipoglikemia.
Gejala hipoglikemi aakan muncul bila glukosa darah menurun sampai 40mg% pada bayi
dan 50mg% pada anak-anak. Gejala hipoglikemia dapat berupa : lemas, apatis, peka
rangsang, tremor, berkeringat, syok, pucat, kejang sampai koma. Terjadinya hipoglikemia
ini perlu dipertimbangkan jika terjadi kejang yang tiba-tiba tanpa adanya panas atau
penyakit lain yang disertai dengan kejang.
4. Gangguan sirkulasi darah.
Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi darah
berupa renjatan (shock) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringanberkurang dan terjadi
hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan dalam otak,
kesadaran menurun (soporokomatosa) dan bila tidak segera ditolong penderita dapat
meninggal.
5. Gangguan keseimbangan asam-basa (metabolik asidosis)1,2
17
c.
e.
Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB): gambaran klinisnya turgor kurang,
jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat , napas cepat dan dalam.
Dehidrasi berat ( hilang cairan 8- 10 BB): tanda dehidrasi sedang ditambah
dengan kesadran menurun ( apatis sampai koma), otot- otot kaku sianosis. 2
Dehidrasi hipotonik (dehidrasi hiponatremia) yaitu bila kadar natrium dalam
150mEq/l.
Dehidrasi hipertonik (hipernatremia) bila kadar natrium dalam plasma lebih dari
150mEq/l.1
18
Penatalaksanaan
Non medica mentosa
Terapi rehidrasi oral
Dehidrasi harus dievaluasi secara teratur dan dikoreksi selama 4-6 jam pertama
berdasarkan derajat dehidrasi dan perkiraan kebutuhan cairan harian. Setelah rehidrasi
tercapai, terapi pemeliharaan dengan larutan rehidrasi oral harus terus menggantikan
pengeluaran yang terus berlangsung. Anak yang tidak dapat menoleransi asupan oral
atau anak dalam kondisi syok harus mendapat rehidrasi intravena. Resiko yang
berhubungan dengan dehidrasi berat dan harus mendapat rehidrasi intravena diantara
lain: usia,6bulan, prematur, sakit kronik, demam>38C jika usia <3bulan atau > 39C
jika usia 3-36 bulan, diare berdarah, vomitus persisten, pengeluaran urine yang sangat
sedikit, mata cekung dan tingkat kesadaran yang menurun. Vomitus sering terjadi pada
penyakit diare namun bukan merupakan kontraindikasi bagi penggunaan rehidrasi oral
dan tidak menurunkan angka keberhasilan keseluruhan terapi rehidrasi oral.4,7
Penggunaan terapi rehidrasi oral efektif dalam mengobati anak apapun penyebab diare
atau berapapun kadar natrium serum anak saat awitan terapi. Larutan rehidrasi oral yang
optimal harus dapat mengganti air, natrium, kalium dan bikarbonat, dan laurtan tsb juga
harus isotonik dan hipotonik. Penambahan glukosa ke dalam larutan berguna
meningkatkan penyerapan natrium dengan memanfaatkan kotransporasi natrium yang
digabungkan dengan glukosa, bukan sebagi sumber kalori. Meskipun secara umum
larutan rehidrasi oral standar WHO (90mEq natrium dan 111mmol glukosa per liter)
sudah adekuat, namun cairan rehidrasi oral dengan osmolalitas yang lebih rendah (75
19
mEq natrium dan 75 mmol glukosa per liter dengan osmolaritas 245 mOsm per liter)
dapat efektif untuk mengurangi kandungan kandungan zat dalam tinja, vomitus dan
kebutuhan cairan intravena tanpa menambah resiko hiponatremia.4,7
Rehidrasi oral berbahan dasar sereal dapat diberikan pada anak yang malnutrisi dan
dapat disiapkan di rumah. Rehidrasi oral harus diberikan perlahan pada anak dan batita
terutama apabila terdapat vomitus, di mana pemberian awal dapat sebanyak 5 ml dan
semakin lama semakin banyak volumenya tergantung dari batas yang dapat ditoleransi
anak. Rehidrasi oral juga dapat diberian melalui nasogastric tube, namun cara ini tidak
lazim dilakukan. Rehidrasi oral jangan diberikan pada anak dengan syok, ileus,
intusussepsi, intoleransi karbohidrat, vomitus berat, dan volume tinja yang banyak. Clear
liquids, misalnya jus dan soda pop kuran gmengandung natrium dan kalium untuk
mengganti kehilangan akibat diare. Pencampuran larutan rehidrasi oral dengan clear
liquids ini harus dihindari karen ahal ini akan mengencerkan konsentrasi natrium
dan/atau kalium pada sebagian besar kasusu akan meningkatkan kadar glukosa melebihi
kadar efektif, serta menyebabkan diare semakin parah akibat hipertonisitas dan kadar
glukosanya yang tinggi.4,7
Terapi rehidrasi intravena
Anak harus ditimbang berat badannya secara berkala untuk memprediksi kehilangan
cairan tubuh yang telah terjadi (1 kg dianggap setara dengan 1L air). Namun apabila
berat badan anak normal tidak diketahui sedangkan berat badan anak sekarang diketahui
dan derajat dehidrasi dapat diperkirakan, maka untuk menemukan berat badan normal
anak dapat dipergunakan persamaan:4,7
0-10 kg
100mL/kg
11-20 kg
1000 mL+ 50mL/kg untuk setiap kg>10 kg
>20 kg
1500 mL+ 20mL/kg untuk setiap kg>20kg*
* Total cairan maksimum per hari biasanya 2400 mL
21
protein sebesar 2 atau 3 g/kg/hari. Selain, itu, dianjurkan pyula suplementasi pisang hijau
atau pectin dalam diet pada diare persisten.4,7
Suplementasi zink
Terdapat bukti yang kuat bahwa suplementasi zink dapat mengurani durasi dan tingkat
keparahan dari diare dan mengurani angka kematian akibat diare, WHO dan UNICEF
menganjurkan suplementasi zink oral dalam 10-14 hari selama dan setelah diare (10
mg/hari untuk batita <6 bulan dan 20 mg/hari untuk yang berusia >6 bulan).
Terapi tambahan
Penggunaan proviotik yang mengandung bakteri non-patogen (lactobacillus,
bifdobacterium) terbukti berhasil di negara-negara maju. Sacharomyces boulardii
merupakan ragi nonpatogen yang dapat digunakan untuk mengobat dan mengurangi
angka kekambuhan enterokolitis C. Difficile dan lactobacillus GG dapat mengurangi
keparahan dehidrasi rotavirus.4,7
Medika mentosa
dan dalam mengurangi volume diare akibat AIDS. Bismut subsalisilat memilii efek
sebagai antimikroba dan antisekretorik yang efektif dalam mengurangi durasi diare
akut namun penggunaannya harus hati-hati karena kemungkinana salisilisme akut dan
kronik serta ensefalopati bismut kronik akibat pemberian yang berlebihan atau pada
penderita insufisiensi ginjal. Tinja hitam yang merupakan salah satu efek sampingnya
Pencegahan4,7
23
ETEC.
Meningkatkan sanitasi air dan sarana serta mempromosikan kebersihan pribadi
Dapat dilakukan misalnya dengan mencuci tangan dengan sabun secara rutin.
Meningkatkan penanganan diare
Dilakukan dengan identifikasi serta terapi yang tepat.
Kesimpulan
Diare akut pada anak merupakan kasus yang tidak dapat dianggap ringan. Walaupun
diare akut menunjukkan gejala yang ringan dan mungkin dapat sembuh sendiri, diare
akut ini dapat menyebabkan dehidrasi dan komplikasi dari dehidrasinya yang dapat
menimbulkan kematian apabila terdapat pada anak yang imunokompromise, malnutrisi
atau mendaat infeksi patogen yang sangat banyak. Selain itu, diare akut juga dapat
terjadi berulang-ulang, atau tidak kunjung sembuh hingga 2 minggu (diare persisten).
Karena itu, diperlukan penanganan yang cepat serta tepat, dan identifikasi patogen
penyebab bila diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrison prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam volume 1. Edisi 13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG;2000.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.
Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Interna publishing 2009.
3. Welsby. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinik. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC;2008.
24
4. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton, editor. Nelson textbook of pediatrics. 18th ed.
Philadelphia: Elesevier Saunders; 2007.
5. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Jawetz, melnick, dan adelberg mikrobiologi
kedokteran. Edisi 23. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC;2007.
6. Mandal BK,Wilkins EGL, Dunbar E, White RM. Lecture note penyakit infeksi. Edisi
6. Jakarta: Erlangga Medikal Series;2008.
7. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD, editor. Buku ajar pediatric rudolph. Edisi
ke-20. Jakarta: EGC;2007.
25