Anda di halaman 1dari 61

SKRIPSI

ANALISIS ROMAN TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER


WIJCK KARYA HAMKA SEBUAH KAJIAN RELIGIUS

OLEH

Nama
: NURHAYATUN
Nim
: 10811 2343
Jurusan
:Pendidikan Bahasa dan Seni
Program studi :Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH MATARAM


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2009

HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi atas nama NURHAYATUN telah disetujui oleh:

Mataram,2009

Pembimbing I

Pembimbing II

Drs. MADE SUYASA,M.Hum.


NIP.131582873

A. SAHRUL ASRI,S.Pd.
NIP.198405262009011002

Mengetahui
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhamadiyah Mataram
Dekan,

H. SUWARDIE AH, S.H., MPA.


NIDN.0815054401

ii

MOTTO

Percaya Kepada Kemampuan


Diri Sendiri
Adalah Rahasia Kesuksesan
dan Sendi Kebahagiaan, Juga
Pintu
Kemajuan dan Keluhuran

iii

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan


untuk
Suamiku tercinta dan kedua
anakku
Yang telah memberikan
dukungan dan menjadi
inspirasi terbesar bagi saya.
Dan semua keluarga yang
tak henti berdoa untuk
kelancaran skripsi ini.

vi

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, karena dengan rahmat Nya
dan hidayah Nya, sehingga skripsi yang berjudul Analisis Roman Tenggelamnya
Kapal van Der Wijck karya Hamka Sebuah Kajian Religius dapat diselesaikan
pada waktunya.
Penyelesaian skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan

pendidikan

Sarjana

Strata

Satu

(S-1)

pada

Universitas

Muhammadiyah Mataram Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan


Daerah.
Dalam penyelesaian Skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Drs. Made Suyasa, M.Hum. selaku pembimbing satu yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyelesaian tugas
akhir kami.
2. Bapak A. Sahrul Asri, S.Pd. sebagai pembimbing dua yang telah bersedia
membimbing dan mengarahkan penulis menuju arah yang lebih baik.
3. Bapak Ketua Program Studi Bahasa, Satra Indonesia dan Daerah Universitas
Muhammadiyah Mataram.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karana itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun serta membantu dari pembaca sangat diharapkan.

vii

Akhirnya, penulis sangat berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi


perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya pada ilmu pendidikan Bahasa
Indonesia.

Selong, Desember 2009

viii

DAFTAR ISI
Halaman Judul .i
Persetujuan Pembimbing.ii
Pengesahan Penguji............................................................iii
Motto...iv
Persembahan .. v
Kata Pengantar .. vi
Daftar Isi ... viii
Abstrak. . ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ..1
1.2 Rumusan Masalah ...4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Manfaat Penelitian ..4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar ..6
2.2 Pengertian Roman 7
2.3 Jenis Roman 7
2.4 Teori Struktural .10
2.5 Religiusitas dalam Karya Sastra 21
2.6 Biografi Pengarang 22
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Data dan Sumber Data ..24
3.2 Metode Pengumpulan Data ...24
3.3 Metode Analisis Data 26

ix

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA


4.1 Penyajian Data ..29
4.2 Analisis struktural Roman Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck Karya Hamka ..33
4.3 Aspek Religiusitas Roman Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck karya Hamka ...44
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ..48
5.2 Saran .48
DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK

NURHAYATUN 2010. Analisis Roman Tenggelamnya Kapal Van Der wijck


Karya Hamka Sebuah Kajian Religius. Skipsi.
Universitas Muhammadiyah Mataram Mataram
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Jurusan
Pendidikan Bahasa , Sastra Indonesia dan Daerah.
Pembimbing : (1) Drs. Made Suyasa, M.Hum. (2) A.
Sahrul ASri, S. Pd.
Kata Kunci : Analisis Roman, Kajian Religius
Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan,
perbuatan dsb) untuk mengetahui

keadaan yang sebenarnya (seban musabab

duduk perkara dsb ) dengan mudah mengetahui tujuan dari sebuah penelitian
Roman merupakan kerangan prosa yang melukiskan perbuatan pelakuny
amenurut watak dan isi jiwa masing-masing.
Berdasarkan pemaparan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
menganalisis roman adalah suatau kegiatan menerangkan bagaimana peranan
masing-masing unsur serta kaitannya antara satu unsur dengan unsur yang lain
agar karya sastra dapat dipahami lebih baik oleh pembacanya.
Kajian adalah hasil mengkaji. Dari proses analisis akan timbul atau lahir
berbagai macam kajian yang harus dianalisis oleh penulis dengan proses analisis
data yang telah disiapkan. Religius adalah bersifat religi, bersifat keagamaan yang
terkait dengan religi.
Metode analisis data pada penelitian ini adalah metode analisis deskriptif
karena menggunakan data kualitatif. Sedangkan data yang disimpulkan adalah

xi

struktur dan nilai religius dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Karya Hamka.
Secara struktural roman terdiri dari tema, alur/plot, setting/latar, sudut pandang,
dan karakter, gaya bahasa, dan amanat. Sedangkan unsur religiusitas dan
keagamaan dalam sastra terdiri dari aqidah, akhlak, syriah, dan muamalah

xii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menggunakan kata analisis sering ditafsirkan agak negatif. Kesan yang
tidak jarang timbul dari kata tersebut adalah kegiatan mengklasifikasikan karya
sastra, memisahkan bagian-bagian dari keseluruhannya. Dalam pandangan
kelompok tertentu, kerja analisis kesastraan dianggap sebagai tidak ubahnya
kegiatan bedah mayat seperti dilakukan mahasiswa kedokteran. Hal itu
menyebabkan karya yang bersangkutan menjadi tidak bermakna.
Sebuah roman yang hadir ke hadapan pembaca, seperti telah kita ketahui,
adalah sebuah totalitas. Roman dibangun dari sejumlah unsur, dan setiap unsur
akan saling berhubungan secara saling menentukan, yang kesemuanya itu akan
menyebabkan novel tersebut menjadi sebuah karya yang bermakna. Tiap-tiap
unsur pembangun roman jika ada kaitanya dengan keseluruhannya.
Kegiatan analisis kesastraan yang coba memisahkan bagian-bagian dari
keseluruhan tersebut, tak jarang dianggap sebagai kerja yang sis-sia.
Penganalisis hanya sibuk dengan masing-masing unsur yang telah dilepas dari
totalitasnya. Apalagi jika hal tersebut dipakai sebagai dasar analisis yang lebih
lanjut. Usaha pemahaman terhadap karya sastra roman, menurut pandangan
kelompok yang yang tidak setuju dengan kerja analisis, haruslah dilakukan
langsung dalam keadaan totalitas secara apa adanya.
Anggapan di atas tidak semuanya dapat dibenarkan, walau juga tidak
semuanya dapat disalahkan. Kesemuanya itu masih memerlukan penjelasan

13

lebih lanjut. Kelompok akademikus yang sering dituduh sebagai tukang analisis,
tukang bedah karya sastra, tentu saja tampil dengan pembelaannya. Untuk
memahami sebuah roman sering tidak semudah seperti yang diduga orang. Jika
pembaca tidak mampu memahami dengan baik karya sastra tersebut, bukankah
hal itu berarti apa yang disampaikan pengarang tidak sampai ke alamat ?
Kegiatan analisis karya fiksi dalam hal ini tampil dengan mencoba menerangkan
apa peranan masing-masing unsur, bagaimana kaitan unsur yang satu dengan
yang lainnya.
Roman merupakan salah satu struktur yang kompleks, unik, dan
mengungkapkan sesuatu secara tidak langsung. Inilah salah satu yang
menyebabkan sulitnya pembaca untuk menafsirkannya. Untuk itu diperlukan
suatu upaya untuk dapat menjelaskannya, dan biasanya hal itu disertai buktibukti hasil kerja analisis. Dengan demikian tujuan utama analisis kesastraan
adalah untuk dapat memahami secara lebih baik karya sastra yang bersangkutan,
disamping untuk membantu menjelaskan pembaca yang kurang mampu
memahami karya sastra.
Manfaat yang terasa dari kerja analisis itu adalah jika membaca ulang
karya-karya kesastraan yang dianalisis itu, baik karya-karya itu dianalisis sendiri
maupun oleh orang lain. Kita akan dapat lebih menikmati dan memahami cerita,
tema, pesan-pesan, penokohan, dan lain-lain yang diungkap dalam karya itu.
Jika kerja analisis kesastraan dimaksudkan untuk memahami secara lebih
baik sebuah karya, menafsirkan makna berdasarkan berbagai kemungkinan
analisis tersebut telah melibatkan kerja hermeneutic. Hermeneutic, menurut

14

Teeuw (1984:123) adalah ilmu atau teknik memahami karya sastra dan
ungkapan bahasa dalam arti yang lebih luas menurut maksudnya.
Ketertarikan seseorang pada roman khususnya pada masyarakat luas lebih
besar jika dibandingkan dengan pantun atau drama. Roman lebih banyak
mendapat perhatian dari banyak orang yang membaca karya sastra.Salah satu
roman yang terkenal adalah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya
Hamka (Haji Abdullah Malik Karim Amrullah). Roman ini dipublikasikan
pertama kali pada tahun 1938 dan sangat terkenal dikalangan masyarakat
Indonesia. Cerita ini sebenarnya diilhami peristiwa nyata kapal Van Der Wijck.
Kapal yang berlayar dari pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, menuju Tanjung
Priok, Jakarta, itu tenggelam di Laut Jawa, timur laut Semarang, pada 21
Oktober 1936. Novel itu berkisah tentang Zainuddin, yang gagal mempersunting
Hayati karena perbedaaan suku dan strata sosial. Zainuddin, yang berdarah
campuran Minang-Bugis, dianggap tak pantas mengawini Hayati, orang Minang
tulen keturunan pemuka suku di Batipuh, Padangpanjang, di negeri
Minangkabau. Zainuddin berusaha mendobrak adat feudal saaat itu. Hamka juga
melukiskan denyut perubahan di perkotaan Minangkabau. Perempuan tak lagi
mengenakan baju adat yang tertutup rapat melainkan berpakaian modern ala
gadis Eropa. Kaum lelaki mulai gemar menghamburkan uang di meja judi,
seperti tokoh Aziz dalam buku itu. Sang penulis begitu fasih dengan kultur
masyarakat Minang dan perubahannya pada zaman itu, karena dia sendiri hidup
dalam kumparan masa tersebut.

15

Dari penomena tersebut penulis tertarik untuk menganalisa nilai religius


roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka, karena penulis
memiliki pandangan bahwa dalam roman ini sangat sarat dengan nilai religius
walaupun tidak terlalu difokuskan pada jalan ceritanya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: Bagaimanakah struktur dan nilai religius roman Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijck karya Hamka.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan umum dari penelitian ini yakni
untuk mendeskripsikan struktur dan nilai religius pada roman Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck karya Hamka.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu manfaat teoritis
dan praktis.
1. Secara Teoritis
a.Diharapkan

hasil

penelitian

ini

bisa

memberi

kontribusi

pada

perkembangan karya sastra, khususnya pengetahuan menganalisa roman.


b. Diharapkan hasil penelitian ini bisa menjadi acuan bagi peneliti
berikutnya yang tertarik dengan masalah ini.

16

2. Secara Praktis
a.Hasil Penelitian ini bisa digunakan oleh pembaca sebagai sarana
pendidikan dan menjadi sebuah model untuk belajar menganalisa karya
sastra.
b. Hasil penelitian ini bisa menumbuhkan kritik moral antara pembaca
dalam pengamatan dan mengerti budaya dan nilai kehidupan manusia
dalam karya sastra, khususnya roman.

17

BAB II
LANDASAN TEORI

Dalam bagian ini penulis akan menguraikan tentang konsep dasar, roman,
teori struktural, religiusitas dalam karya sastra dan biografi pengarang.
2.1 Konsep Dasar
Berdasarkan pengertian dari kamus Besar Bahasa Indonesia beberapa
konsep dari penelitian ini sebagai berikut:
Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan,
perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebabmusabab, duduk perkaranya, dsb). Melalui proses analisis seorang penulis
akan bisa dengan mudah mengetahui tujuan dari sebuah penelitian. Dengan
demikian proses analisis merupakan kegiatan nyata yang akan dilakukan
oleh peneliti untuk memperoleh data dari lapangan.
Roman merupakan karangan prosa yang melukiskan perbuatan
pelakunya menurut watak dan isi jiwa masing-masing. Sebuah roman lebih
menfokuskan ceritanya pada karakter tokoh.
Kajian adalah hasil mengkaji. Dari proses analisis akan timbul atau
lahir berbagai macam kajian yang harus dianalisis oleh penulis dengan
proses analisa data yang telah di siapkan.
Religius adalah bersifat religi; bersifat keagamaan; yang bersangkut
paut dengan religi.

18

Berdasarkan pemaparan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa


menganalisis roman adalah suatu kegiatan menerangkan bagaimana
peranan masing-masing unsur serta kaitannya antara satu unsur dengan
unsur yang lainnya agar karya sastra dapat dipahami lebih baik oleh
pembacanya.
2.2 Pengertian Roman
Roman adalah contoh imajinasi atau sastra yang berupa fiksi, ini
digunakan untuk mengungkapkan pikiran terhadap beberapa ketepatan
fiksional prosa naratif meskipun sebagai sebuah prosa fiksi naratif.
Roman merupakan karangan prosa yang melukiskan perbuatan
pelakunya menurut watak dan isi jiwa masing-masing. Roman lebih banyak
membawa sifat-sifat zamannya daripada drama atau puisi.
Roman menceritakan kehidupan manusia. Dalam cerita ini pengarang
turut memasukkan perasaan atau pertimbangan hatinya. Pada kesusastraan
kuno cerita roman diubah dalam bentuk syair, baru kira-kira abad 20 orang
suka mengarang cerita roman dalam bentuk prosa.
2.3 Jenis Roman
Roman dibedakan dalam beberapa bentuk antara lain

1. Roman percintaan ialah roman yang menceritakan percintaan seorang


wanita dengan pria. Biasanya diceritakan sejak mereka saling berkenalan
sampai akhir pertemuan atau perpisahan.

19

Contoh :
Percobaan Setia oleh Sunan Hs
Dian yang tak Kunjung padam oleh Sutan. Takdir Alisahbana
2. Roman bertendens ialah roman yang berisi tujuan atau cita-cita
pengarangnya. Tujuan cita-cita pengarang diucapkan melalui pelakupelaku utamanya.
Contoh :
Darah Muda oleh Adi Negoro
Layar Terkembang oleh Sutan. Takdir Alisahbana
Pertemuan jodoh oleh Abdul Muis
Siti Nurbaya oleh Marah Rusli
3. Roman detektif adalah roman yang menguraikan persoalan rahasia
polisi. Bahan ceritanya diambil dari soal kejahatan yang menjadi urusan
polisi.
Contoh :
Cincin Setempel oleh Ardi Soma
Mencari Pencuri anak Perawan oleh Suman Hasibuan
4. Roman simbolik ialah roman yang berisi kiasan bagi kehidupan
manusia. Umpama tentang kehidupan hewan tetapi berisi kiasan bagi
kehidupan manusia, mungkin kehidupan manusia itu dilambangkan
dengan hal atau barang lain.
Contoh :
Tinjaulah Dunia oleh Maria Amin

20

Keluhan pohon Mangga oleh Maria Amin


5. Roman Psychology (kejiwaan) ialah: roman yang bahan ceritanya
mengambil

dasar

kehidupan

jiwa

manusia

atau

hal-hal

yang

berhubungan dengan jiwa. Kebanyakan berkisar pada tabiat pelaku dan


budi pekertinya. Kemudian bagaimana akibat karena tabeatnya,
Contoh :
Katak hendak jadi lembu oleh Nur Sutan Iskandar
Belenggu oleh Amijn Pane
Andang Teruna oleh Suomo Djohor Arifin
Kehilangan Mestika oleh Hamidah
Kalau tak untung oleh Selasih
Si cebol rindukan bulan oleh Aman Datuk Madjoindo.
6. Roman Adat ialah : roman yang bahan ceritanya berkisar pada soal adat.
Kebanyakan buku-buku roman mengambil bahan pertentangan adat lama
dengan adat baru.
Contoh :
Karena mertua oleh Nur Sutan Iskandar
Salah Asuhan oleh Abdul Muis
Siti Nurbaya oleh Marah Rusli
Asmarajaya oleh Adinegoro
7. Roman sejarah adalah roman yang berpangkal cerita pada kejadian
sejarah. Orang yang menceritakan pernah hidup dan bersejarah.

21

Contoh :
Gajah Mada oleh Mr. Muhammad Yamin
Hulubalang oleh Nur Sutan Iskandar
Pahlawan Minahasa oleh M.R. Dajoh
Surapati oleh Abdul Muis
Mutiara oleh Nur Sutan Iskandar
2.4 Teori Struktural
Teori struktural merupakan teori yang secara teoritis mendukung
sebuah penelitian. Dengan adanya teori struktural maka penulis akan dengan
mudah melakukan proses identifikasi dan mengkaji teori yang diangkat oleh
penulis.
Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat
dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi
dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Mula-mula
diidentifikasi dan dideskripsikan, minsalnya bagaimana keadaan peristiwaperistiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Setelah
dicobajelaskan bagaimana fungsi masing-masing unsur itu dalam menunjang
makna keseluruhannya, dan bagaimana hubungan antar unsure itu sehingga
secara bersamaan membentuk totalitas kemaknaan yang padu. Misalnya
bagaimana hubungan antara peristiwa yang satu dengan yang lain, kaitannya
dengan pembelotan yang tak selalu kronologis, kaitanya dengan tokoh dan
penokohan, dengan latar dan sebagainya.

22

Dengan demikian, pada dasarnya analisis struktural bertujuan


memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur
karya sastra yang secara bersamaan menghasilakan sebuah kemenyeluruhan.
Ada beberapa langkah yang harus ditempuh oleh penulis dalam bagian
ini yakni mengkaji teori yang akan diangkat dalam hal ini unsur religius
yang terkandung dalam roman tenggelamnya kapal van der wijck.
Secara struktural susunan dari sebuah roman akan berisikan tentang
tema, alur, setting, karakter, sudut pandang. Dalam hal ini penulis akan
memfokuskan pada nilai religius dari sebuah karya sastra.
Unsur interinsik roman terdiri dari: tema. Plot/alur, setting, karakter dan
sudut pandang.
1. Tema
Tema merupakan ide cerita, Kenney (1996:99) berpendapat bahwa
tema adalah perwujudan dari pikiran manusia, dan ini merupakan bagian
penting dalam dasar pembuatan fiksi. Dengan kata lain tema adalah inti
cerita. Sumardjo dan Saini (1986:20) berpendapat bahwa tema adalah
perubahan dasar dari karya sastra, melalui tema maksudnya penerapan
cerita tidak bisa dipisahkan dari bagian cerita.
Tema menurut Scanton (1965:20) dan Kenny (1966:88), adalah
makna yang dikandung oleh sebuah cerita, namun ada banyak makna yang
dikandung oleh sebuah cerita (roman) itu, maka maslahnya adalah : makna
khusus yang mana yang dapat dinyatakan sebagai tema itu atau jika
berbagai makna itu dianggap sebagai bagian-bagian tema, sub-sub tema

23

atau tema-tema tambahan, makna yang manakah yang dapat dianggap


sebagai makna pokok sekaligus tema tema pokok roman yang
bersangkutan.
Untuk memperjelas masalah itu, dalam roman, Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijck karya Hamka, ada banyak makna yang dapat disarikan dari
roman itu. Makna yang dimaksud antara lain : (1) maslah adat istiadat; (2)
masalah kawin paksa; (3) masalah status sosial.
Dari ketiga makna tersebut dapat dipertanyakan: makna yang
manakah yang memiliki criteria tertentu sehingga dapat dianggap sebagai
makna pokok, atau tema tema pokok, roman Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck itu.
Untuk menentukan makna pokok sebuah roman, kita perlu memiliki
kejelasan pengertian tentang makna pokok atau tema itu sendiri. Tema
merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan
yang terkandung didalam teks sebagai stuktur semantic dan menyangkut
persamaan-persamaan

atau

perbedaan-perbedaan

(Hartoko

dan

Rahmanto,1986:142). Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam


karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa konflik dan
situasi. Tema dalam banyak hal bersifat mengikat kehadiran atau ketidak
hadiran peristiwa konflik-situasi tertentu, termasuk berbagai unsure
intrinsic yang lain, karena hal-hal tersebut haruslah bersifat mendukung
kejelasan yang ingin disampaikan. Tema menjadi dasar pengembangan
seluruh cerita, maka ia pun menjadi dasar pengembangan seluruh cerita,

24

maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai
generalisasi yang umum, lebih luas, dan abstrak.
Tema dapat digolongkan kedalam beberapa kategori yang berbeda
tergantung dari segi mana penggolongan itu dilakukan . pengkategorian
tema yang akan dikemukakan berikut dilakukan berdasarkan tiga sudut
pandang, yaitu penggolongan dikhotomie yang bersifat tradisional atau
nontradisional. Penggolongan dilihat dari tingkat pengalaman jiwa
menurut Shipley, dan penggolongan dari tingkat keutamaannya.
a.Tema Tradisional dan Nontradisional
Tema tradisional dimaksudkan sebagai tema yang menunjuk pada
tema yang hanya itu-itu saja, dalam arti ia telah lama dipergunakan
dan dapat ditemukan dalam berbagai cerita, termasuk cerita lama.
Pernyataan-pernyataan tema yang dapat dipandang sebagai bersifat
tradisional itu minsalnya, berbunyi: (1) kebenaran dan keadilan
mengalahkan kejahatan, (2) tindak kejahatan walau ditutup-tutupi akan
terbongkar juga, (3) tindak kejahatan dan kebenaran masing akan
memetik hasilnya, (4) cinta yang sejati menurut pengorbanan, (5) kawan
sejati adalah kawan di masa duka, (6) setelah menderita, orang baru
teringat Tuhan, (7) atau (seperti pepatah-pantun) berakit-rakit ke hulu,
berenang-renang ketepian, atau sebagainya.
Tema-tema tradisional, walau banyak variasinya, boleh dikatan
selalu ada kaitanya dengan masalah kebenaran dan kejahatan (Meredith
dan Fitzgerald, 1972:66)

25

b.

Tingkatan Tema menurut Shipley


Shipley dalam Dictionary of world Literature (1962:417),
mengartikan tema sebagai subjek wacana, topik umum, atau masalah
utama yang dituangkan ke dalam cerita. Shipley membedakan tema-tema
karya sastra ke dalam tingkatan-tingkatan berdasarkan tingkatan
pengalaman jiwa, yang disusun dari tingkatan yang paling sederhana
tingkat tumbuhan dan makhluk hidup ke tingkat yang paling tinggi yang
hanya dapat dicapai oleh manusia.

c.Tema Utama dan Tema Tambahan


Tema,

seperti

dikemukakan

sebelumnya

pada

hakekatnya

merupakan makna yang dikandung cerita, atau secara singkat makna


cerita. Makna cerita dalam sebuah karya fiksi roman, mungkin saja lebih
dari satu atau lebih tepatnya: lebih dari satu interpretasi. Hal inilah yang
menyebabkan tidak mudahnya kita masuk menentukan tema pokok
cerita, atau tema mayor (artinya : makna pokok cerita yang menjadi
dasar gagasan dasar umum karya itu).
Makna pokok cerita tersirat dalam sebagian besar, untuk tidak
dikatakan dalam keseluruhan cerita, bukan makna yang hanya terdapat
pada bagian-bagian tertentu cerita saja. Makna yang hanya terdapat pada
bagian-bagian tertentu cerita dapat diidentifikasi sebagai makna bagian,
makna tambahan. Makna-makna tambahan inilah yang dapat disebut
sebagai tema-tema tambahan, atau tema minor. Dengan demikian,

26

banyak sedikitnya tema minor tergantung pada banyak sedikitnya makna


tambahan yang dapat ditafsirkan dari sebuah cerita roman.
2. Alur/plot
Plot/alur adalah bagian dari kejadian yang menjadi bagian hasil dari
kejadian yang berlanjut. Kednney (1996:16) menyatakan bahwa plot
membuat kita sadar dari kejadian sebagai unsur yang temporal tapi juga
sebagai susunan kejadian sebab akibat.
Sebuah karya fiksi menurut Forster (1970:94-5), memiliki sifat
misterius dan intelektual. Plot menampilkan kejadian-kejadian yang
mengandung konflik yang mampu menarik atau bahkan mencekam
pembaca. Hal itu mendorong pembaca untuk mengetahui kejadiankejadian berikutnya. Namun, tentu saja hal itu tak akan dikemukakan
begitu saja secara sekaligus dan cepat oleh pengarang, melainkan,
mungkin saja disiasati dengan adanya hanya dituturkan sedikit, sengaja
memisahkan peristiwa-peristiwa yang sebenarnya berhubungan logis
langsung, atau menunda (baca-baca menyembunyikan) pembeberan
sesuatu yang menjadi kunci permasalahan. Dengan cara yang demikian
biasanya, hal itu justru akan lebih mendorong pembaca untuk mengetahui
kelanjutan kejadian yang diharapkan. Keadaan yang demkian inilah yang
oleh Forster disebut sebagai sifat misteriusnya plot.

27

3. Setting/Latar
Setting adalah tempat di mana cerita itu terjadi. Pengertian dasarnya
adalah

waktu

dan

tempat

meskipun

membutuhkan

beberapa

perkembangan.
Tylor (1981: 69) berpendapat bahwa setting adalah sebuah susunan
dasar dari masalah dan langsung berdampak pada penetapan ekspresi dan
tema. Sumardjo dan Saini (1986: 75) berpendapat bahwa setting adalah
tempat dan waktu cerita itu terjadi.
Setting atau latar yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran
pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan social tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams,198:75). Stanton
(1965) mengelompokkan latar bersama dengan tokoh dan plot, ke dalam
fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi dan dapat
diimajinasi oleh pembaca secara factual jika membaca cerita secara
konkrit dan langsung membentuk cerita: tokoh cerita adalah pelaku dan
penderita kejadian-kejadian yang bersebab akibat, dan itu perlu pijakan,
dimana dan kapan.
Membaca sebuah roman kita akan bertemu dengan lokasi tertentu
seperti nama kota, desa, jalan, hotel, penginapan, kamar, dan lain-lain
tempat terjadinya peristiwa. Disamping itu, kita juga akan berurusan
dengan hubungan waktu seperti tahun, tanggal, pagi, siang, malam, saat
hujan gerimis dan awal bulan, atau kejadian yang menyaran pada waktu
tipikal tertentu, dan sebagainya. Latar tempat, berhubung secara jelas

28

menyaran pada lokasi tertentu, dapat disebut sebagai latar fisik (physical
setting).
Latar dalam karya fiksi tidak terbatas pada penempatan lokasi
lokasi tertentu, atau sesuatu yang bersifat fisik saja, melainkan juga yang
berwujud tata cara, adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku
ditempat yang bersangkutan. Hal-hal yang disebut terakhir inilah yang
disebut sebagai latar spiritual (spiritual setting). Jadi, latar spiritual adalah
nilai yang melengkapi dan dimiliki oleh latar fisik (Kenny, 1996:39). Latar
spiritual dalam fiksi, khususnya karya-karya fiksi Indonesia yang ditulis
belakangan, pada umumnya hadir dan dihadirkan bersama latar fisik. Hal
ini akan memperkuat kehadiran,kejelasan dan kekhususan latar fisik yang
bersangkutan.
Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu
tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing
menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara
sendiri, pada kenyataanya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu
dengan yang lainnya.
a) Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan
mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu,
mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Tempat-tempat yang
bernama adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata, misalnya,

29

Mengkasar, Batipuh, Padang Panjang, Surabaya dan lain-lain yang


terdapat di dalam Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.
Perlu dikemukakan bahwa latar tempat dalam sebuah novel
biasanya meliputi berbagai lokasi, latar akan berpindah-pindah dari
satu tempat ke tempat lain sejalan dengan perkembangan plot dan
tokoh.
b) Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi masalah
kapan tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu
yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.
Latar waktu dalam fiksi dapat menjadi dominant dan fungsional
jika digarap secara teliti, terutama jika dihubungkan dengan waktu
sejarah. Namun hal itu membawa juga sebuah konsekuensi : sesuatu
yang diceritakan harus sesuai dengan perkembangan sejarah. Segala
sesuatu yang menyangkut hubungan waktu langsung atau tidak
langsung, harus berkesesuan dengan sejarah yang menjadi acuannya.
Jika terjadi ketidaksesuaian waktu peristiwa antara yang terjadi didunia
nyata dengan yang terjadi dalam karya fiksi, hal itu akan menyebabkan
cerita tidak wajar, bahkan mungkin sekali tidak masuk akal, pembaca
merasa dibohongi. Hal inilah yang dalam dunia fiksi dikenal dengan
sebutan anakronisme, tak cocok dengan urutan (perkembangan) waktu
(sejarah).

30

c) Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan
prilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup
berbagai maslah dalam lingkup yang cukup kompleks. Latar sosial
dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan,
pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap dan yang lain-lain yang
tergolong latar spiritual seperti dikemukakan sebelumnya. Disamping
itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang
bersangkutan, minsalnya rendah, menengah atau atas.
Latar sosial merupakan bagian latar secara keseluruhan. Jadi,
latar sosial berada pada unsur kepadanannya dengan unsur yang lain,
yaitu unsur tempat dan waktu. Ketiga unsur tersebut dalam satu
kepaduan jelas akan menyaran pada makna yang lebih khas dan
meyakinkan daripada sendiri-sendiri. Ketepatan latar sebagai salah
satu unsur fiksi pun tak dilihat secara terpisah dan koherensinya
dengan keseluruhannya.
4. Sudut Pandang
Menurut Tylor (1981: 72) sudut pandang adalah cara penulis
memperlihatkan waktu ceritanya. Sumardjo dan Saini (986: 83)
berpendapat bahwa sudut pandang merupakan pendapat penulis untuk
memperlihatkan cerita atau jalan penulis mendeskripsikan ceritanya.

31

Sudut pandang mempunyai empat jenis (1) sudut pandang omnisien;


(2) sudut pandang objektif; (3) sudut pandang orang pertama; (4) sudut
pandang orang ketiga.Sumardjo dan Saini (1986 : 83) membagi sudut
pandang menjadi dua tingkatan : (1) struktur dampak langsung dari
peristiwa dan tingkatan pengetahuan dari pengertian yang diberikan
kepada pembaca dan (2) konsep dari teori tidak langsung .
5. Karakter
Dalam menganalisis unsur dari karakter pada cerita sangat penting
untuk mengetahui tokoh dari cerita, keberadaan tokoh terkait dengan
tingkah laku, pengalaman dan kesiapan dalam mempersiapkan masalah.
Tylor (1981:62) mengatakan bahwa karakter bisa memberikan
pengaruh yang besar bagi sebuah ide atau pengalaman dan sangat erat
hubungannya dengan unsur-unsur yang lain. Sumardjo dan Saini (1986:96)
menyatakan bahwa berdasarkan aturan karakter bisa diklasifikasikan yaitu
(1) karakter utama (mayor karakter, protagonis); (2) karakter pendukung
(antagonis); (3) piguran (minor karakter); (4) karakter pelengkap. Tokoh
utama selalu menjadi yang nomor satu dari sebuah cerita, karakter
pendukung adalah tokoh yang mendampingi tokoh utama. Minor karakter
adalah tokoh yang penting dalam sebuah cerita. Sedangkan karakter
pelengkap adalah tokoh yang tidak terlalu penting dalam sebuah cerita.

2.5 Religiusitas dalam Karya Sastra

32

Kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah setua


keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang
bersifat religius. Pada awal mula segala sastra adalah religius (Mangun
Wijaya, 1982:11). Istilah religiusmembawa konotasi pada makna agama.
Religius dan agama memang erat berkaitan, berdampingan, bahkan dapat
melebur dalam satu kesatuan, namun sebenarnya keduanya menyaran pada
makna yang berbeda.
Agama lebih menunjukkan pada perkembangan kebaktian kepada
Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi. Religiusitas, di pihak lain melihat
aspek yang dilubuk hati, riak getaran nurani pribadi, totalitas kedalam
pribadi manusia. Dengan demikian, religius bersifat mengatasi, lebih dalam
dan lebih luas dari agama yang tampak, formal dan resmi (Mangun Wijaya,
1982 :11-12). Seorang religius adalah orang yang mencoba memahami dan
menghayati hidup dan kehidupan ini lebih dari sekedar yang lahiriah saja.
Dia tidak terikat pada agama tertentu yang ada di dunia ini. Seorang
penganut agama tertentu, Islam misalnya idealnya sekaligus religius, namun
tidak demikian kenyataanya. Banyak penganut agama tertentu, misalnya
seperti yang terlihat dalam KTP, namun sikap dan tingkah lakunya tidak
religius. Moral religius menjunjung tinggi sifat-sifat manusiawi, hati nurani
yang dalam, harkat dan martabat serta kebebasan pribadi yang dimiliki oleh
manusia.
Tindakan yang memaksakan kehendak apalagi dari pihak yang lebih
berkuasa, apapun wujud kehendak itu, adalah perbuatan yang tidak

33

manusiawi, tidak religius. Kehendak yang dipaksakan itu yang jelas dipaksa,
menghilangkan kebebasan pribadi, menurunkan harkat kemanusiaan. Hal
semacam itu sudah tampak dalam roman-roman Indonesia pada awal
pertumbuhannya dalam pemilihan judul. Gejala itu, walau oleh pengarang
mungkin lebih ditekankan sebagai pesan kritik sosial terkadang perjuangan
menegakkan kebebasan manusiawi, pesan moral religius.
Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karangan Hamka,
tampaknya merupakan karya fiksi Indonesia modern mula yang mulai
memasukkan unsur keagamaan (Islam) dalam sastra. Namun, agama disana
adalah agama sebagai keyakinan penuh para tokoh cerita, bukan keyakinan
(syariat) agama yang dipermasalahkan. Dengan kata lain, unsur agama itu
sendiri tidak begitu berpengaruh pada konflik cerita. Konflik ceritanya
sendiri masih berkisah pada adanya ketidak bebasan memilih jodoh, ada
pihak yang memaksakan kehendak kepada pihak lain yang menyebabkan
pihak itu menderita. Para penganut agama Islam pun ternyata masih
terkecoh atau lebih melihat sesuatu yang bersifat lahiriah.
2.6 Biografi Pengarang
HAMKA adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Beliau
lahir di Molek, Meninjau, Sumatra Barat, Indonesia pada tanggal 17
Februari 1908. Ayah beliau bernama Syeh Abdul Karim bin Amrullah (Haji
Rasul).
Ketika Hamka berumur 10 tahun ayahnya membangun Thawalib
Sumatra di Padang Panjang. Disana Hamka belajar tentang ilmu agama dan

34

bahasa Arab. Di samping belajar ilmu agama pada ayahnya, Hamka juga
belajar pada beberapa ahli Islam yang terkenal seperti; Syeh Ibrahim Musa,
Syeh Ahmad Rasyid, Sutan Mansyur dan Ki Bagus Hadikusumo.
Pada tahun 1927 Hamka menjadi guru agama di Perkebunan Tinggi
Medan dan Padang Panjang tahun 1929. tahun 1957-1958 Hamka sebagai
dosen di Universitas Islam Jakarta dan Universitas Muhamadiyah Padang
Panjang.
Hamka tertarik pada beberapa ilmu pengetahuan seperti: sastra,
sejarah, sosiologi, dan politik. Pada tahun 1928 Hamka menjadi ketua
Muhammadiyah di Padang Panjang. Tahun 1929 beliau membangun Pusat
Latihan Pendakwah Muhammadiyah dua tahun kemudian menjadi ketua
Muhammadiyah di Sumatra Barat dan Pada 26 juli 1957 beliau menjadi
ketua Majelis Ulama Indonesia.
Hamka sudah menulis beberapa buku seperti: Tafsir Al-Azhar (5 jilid)
dan novel seperti; Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Dibawah Lindungan
Kabah, Merantau Ke Deli, Di dalam Lembah Kehidupan dan sebagainya.
Hamka memperoleh Doctor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar
(1958), Doctor Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia (1974) dan
pada 24 juli 1981 Hamka meninggal dunia.

BAB III
METODE PENELITIAN

35

Pada bagian ini penulis menguraikan tentang data dan sumber data,
metode pengumpulan data dan metode analisis data.
3.1 Data dan Sumber Data
Dalam penelitian ini data yang akan dikumpulkan adalah struktur dan
nilai religius dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya
Hamka.
Sumber data dalam penelitian ini adalah :
Judul

: Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Penerbit

: PT Bulan Bintang

Tahun

: 1986

Pengarang

: Hamka

Jumlah halaman

: 224

Sampul

: berwarna biru, tanpa gambar yang bertuliskan


Hamka Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.

3.2 Metode Pengumpulan Data


Metode yang akan digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian

ini ada 2 yaitu metode dokumentasi dan metode telaah isi.

1. Metode Dokumentasi

36

Metode dokumentasi dilakukan terkait dengan membaca kembali,


identifikasi dan menemukan unsur-unsur roman secara rinci.
Guba dan Lincoln pada Moleong (2000:161) berpendapat bahwa
dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data
karena dalam banyak hal. Dokumen sebagai sumber data dapat
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.
2. Metode Telaah Isi
Untuk memanfaatkan dokumen yang padat isi biasanya digunakan
metode telaah isi.
Beberapa definisi dikemukakan untuk memberikan gambaran tentang
konsep

telaah

isi

tersebut

Berelson

pada

Moleong

(2000:163)

mendifinisikan telaah isi sebagai teknik penelitian untuk keperluan


mendiskripsikan secara objektif, sistematis, dan kuantitatif tentang
manifestasi

komunikasi.

Definisi

berikutnya

dikemukakan

oleh

Krippendorff pada Moleong (200:163), yaitu telaah isi adalah teknik


penelitian yang dimanfaatkan untuk menarik kesimpulan yang replikatif
dan sahih dari data atas dasar konteksnya. Terakhir, Holski pada Moleong
(2000:163) memberikan definisi yang agak lain dan menyatakan bahwa
telaah isi adalah teknik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan
melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara
objektif dan sistematis.

3.3 Metode Analisis Data

37

Analisis data, menurut Patton Moleong (2000:103) adalah proses


mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori,
dan satuan uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu
memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian
dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian. Bogdan dan Taylor
pada Moleong (2000:103) mendefinisikan analisis data sebagai proses yang
merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan
hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk
memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu. Jika dikaji, pada dasarnya
definisi pertama lebih menitikberatkan pengorganisasian data sedangkan
yang kedua lebih menekankan maksud dan tujuan analisis data. Dengan
demikian definisi tersebut dapat disintesiskan menjadi:
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan
tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh
data.
Dari rumusan tersebut di atas dapatlah kita menarik garis bahwa analisis
data bermaksud pertama-tama mengorganisasikan data. Data yang
terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan, biografi, artikel,
dan sebagainya. Pekerjaan analisis data dalam hal ini ialah mengatur,
mengurutkan,

mengelompokkan,

memberikan

kode,

dan

mengategorikannya. Pengorganisasian dan pengelolaan data tersebut

38

bertujuan menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat


menjadi teori subtantif.
Metode analisis data pada penelitian ini ada tiga yaitu, identifikasi,
klasifikasi dan interpretasi.
1.

Identifikasi
Dalam kamus sastra yang dimaksud dengan identifikasi adalah proses
penghayatan terhadap diri tokoh rekaan dalam teks sastra dengan
pemahaman dan pengenalan atas pikiran dan perasaan tokoh.
Proses

identifikasi

dalam

penelitian

ini

merupakan

proses

memberikan tanda pada data yang telah dikumpulkan sehingga akan


mempermudah penulis dalam memilah hasil penelitian.
Data yang akan di identifikasi oleh penulis dalam penelitian ini
adalah nilai-nilai religius yang terkandung dalam roman Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck karya Hamka.
2.

Klasifikasi
Klasifikasi artinya mengelompokan sesuatu berdasarkan jenis, bentuk,

dan sifat yang dimiliki oleh suatu benda. Tujuan klasifikasi adalah untuk
memudahkan penandaaan terhadap suatu benda.
Proses klasifikasi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menyusun
secara berkelompok sesuai jenis data itu sendiri dan sesuai dengan kaidah
atau standar yang berlaku.

39

3.

Interpretasi
Menurut kamus istilah sastra yang dimaksud dengan interpretasi
adalah pemahaman dan penjelasan teks secara sistematis dengan
mengusahakan keterangan lengkap dan memadai tentang teks. Hal ini
berarti menginterpretasi karya sastra harus bertolak dari rekonsruksi teks
dan deskripsi pandangan kesusastraan pada zaman teks itu dibuat.
Oleh karena itu setelah peneliti melakukan proses identifikasi dan
klasifikasi maka proses terakhir yang akan dilakukan oleh peneliti adalah
proses interpretasi. Yang dimaksud dedngan proses interpretasi adalah
memberikan kesan atau pendapat akhir sang penulis terhadap apa hasil
penelitiannya atau dengan kata lain memberikan kesimpulan.
Metode analisis data pada penelitian ini adalah metode analisis
deskriptif karena menggunakan data kualitatif. Sedangkan hal-hal yang
dianalisis dalam penelitian ini adalah mengenai alur cerita, tema,
penokohan, dan setting atau alur yang merupakan unsur intrinsik,
kemudian menentukan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

40

BAB IV
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

4.1 Penyajian Data


4.1.1. Sinopsis Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka
Hasrat Zainuddin untuk melihat kampung halamannya, desa Batipuh
di Minangkabau, akhirnya sampai juga setelah Mak Base orang tua
angkatnya di Makasar meluluskan permintaan pemuda yatim piatu itu.
Dahulu di Desa Batipuh, dekat Padang Panjang itulah ayah Zainuddin
Pendekar Sutan terpaksa membunuh datuk Mantari Labih. Datuk Mantari
Labih adalah mamaknya yang berusaha mengangkangi harta warisan
Pendekar Sutan. Akibatnya, Pendekar Sutan dibuang dari tanah
leluhurnya hingga terdampar di Makasar dan kawin dengan Daeng
Habibah, putri seorang penyebar agama islam keturunan Melayu. Dari
perkawinan itu lahirlah Zainuddin, setelah kedua orang tua Zainuddin
meninggal, Mak Base lah yang kemudian mengasuh dan menjadi ibu
angkatnya sampai ia beranjak dewasa.
Setelah mengarungi lautan yang luas tibalah Zainuddin di
Minangkabau. Namun belum lama tinggal disana, Zainuddin merasakan
betapa adat Minangkabau telah memponis tidak adil terhadap dirinya. Ia
dianggap sebagai orang asing karena lahir dari seorang ibu yang bukan
keturunan ninik mamaknya. Ketidak adilan itupun makin terasa sebagai
hukuman ketika hubunganya dengan Hayati harus putus, dan seperti hal
yang dialami oleh ayahnya dahulu. Ia diusir dari tanah leluhurnya,
pemuda itu terpaksa hijrah ke Padang Panjang. Ketika Zainuddin akan
berangkat ke Padang Panjang, ditengah jalan, kira-kira setengah jam
meninggalkan Batipuh tiba-tiba dilihatnya Hayati berdiri menunggunya.
Saat perpisahan itulah, Hayati mebuka semua perasaannya yang sebenarbenarnya, bahkan ia bersumpah hari ini saya terangkan
dihadapanmu, dihadapan cahaya matahari yang baru naik, dihadapan
roh ibu bapak yang sudah sama-sama berklaang tanah saya katakana:
bahwa jiwaku telah diisi sepenuh-penuhnya oleh cinta padamu. Cinta
kepadamu telah memenuhi hatiku, telah terjadi sebagi nyawa dan badan
adanya. Dan selalu saya berkata, biar Tuhan mendengarkan, bahwa
kaulah yang menjadi suamiku kelak, jika tidak sampai dunia, biarlah
diakhirat. Dan saya tidak akan hianat pada janjiku, tidak akan berdusta
dihadapan Tuhan dan hadapan arwah nenek moyangku. Sesungguhnya
dia telah diusir dari Batipuh, namun hubungannya dengan Hayati tetap
berlanjut. Surat cinta Batipuh Padang Panjang. menjadi bukti kesetiaan
cinta mereka.

41

Suatu saat, Hayati datang ke Padang Panjang bermaksud melihat


pasar malam dan pacuan kuda, karena pasar malam dan pacuan kuda
adalah salah satu kebiasaan yang selalu dilaksanakan oleh masyarakat
Padang Panjang setiap tahun. Ia menginap dirumah sahabatnya,
Khadijah. Tentu saja diberi tahu perihal maksud Hayati itu. Satu peluang
untuk melepas rasa rindu terbayang pula diharapkan mereka. Namun,
semua itu tinggal harapan ada pihak ketiga yang membuat cerita menjadi
lain. Aziz kakak Khadijah, ternyata tertarik kepada Hayati pada
kecantikan gadis Batipuh itu. Terjadilah persaingan antara Zainuddin dan
Aziz dalam memperebutkan Hayati.
Zainuddin yang miskin, tentu saja tidak dapat menyaingi Aziz yang
kaya dan dianggap sebagai anak negeri. Namun, Ia tak putus harapan,
apalagi setelah ada kabar bahwa Mak Base meninggal dunia bertambah
sedihlah anak muda itu. Mak Base meninggalkan harta warisan yang
cukup besar untuk Zainuddin. Maka segeralah pemuda yang pendiam itu
menuluskan surat lamaran kepada keluarga Hayati. Sayangnya,
Zainuddin tidak menyebutkan bahwa kini ia kaya raya harta warisan yang
diterima lebih dari cukup untuk menyelenggarakan pesta perkawinan
yang mewah sekalipun. tak mau juga Zainuddin menerangkan dalam
surat itu bahwa ia telah kaya, telah sanggup menghadapi kehidupan
dengan uang petaruh, karena zaman sekarang uang adalah sebagai
garansi. Budi pekertinya yang tinggi tidak hendak mengusik kemulian
Hayati yang telah begitu lama beristana dalam jantung hatinya, dengan
menyebut beberapa banyak uangnya .
Saat Zainuddin diterima orang Batipuh adalah dua hari setelah
utusan Aziz kembali ke Padang Panjang. Jadi, sebelum Zainuddin Aziz
telah melamar Hayati. Maka, dua lamaran itu menjadi bahan
permusyawarahan ninik -mamak Hayati. Mengingat keadaan keluarga
Aziz dan asal usulnya jelas diputuskan lamaran Aziz yang diterima.
Dengan demikian lamaran Zainuddin ditolak, karena dianggap orang
asing yang tak bersuku dan berhindu. Meski ayah Zainuddin adalah orang
Minangkabau, namun ibunya berasal dari Makasar jadi, menurut adat
Minangkabau garis keturunan diambil dari ibu.
Zainuddin, yang menerima surat penolakan dari keluarga Hayati di
Batipuh, tak mampu berbuat apa-apa, kecuali meratapi nasibnya. Dia
teringat dirinya yang tak bersuku, tak berhindu, anak yang terbuang, dan
dipandang tidak sah dalam adat Mingkabau. Sedang Hayati anak orang
bangsawan keturunan penghulu-penghulu pucuk bulat urat tunggang
terpendang pekuburan, besusup berjerami didalam negeri Batipuh itu.
Kadang-kadang disesali perkawinan ayahnya dengan ibunya, kadangkadang pula menyadari untung malangnya mengapa tak dilahirkan dalam
kandungan orang Minagkabau. Tapi bukan itu agaknya yang menutup
pintu baginya untuk bertemu dengan Hayati, agaknya lantaran ia tak
beruang. Terlebih lagi menurut Muluk, sahabatnya, lelaki yang akan
mengawini Hayati tak lebih dari seorang manusia yang bermoral bejat.

42

Yang suka berjudi, main permpuan, dan suka mengganggu anak bini
orang.
Sesungguhnya Hayati pun merasakan getiran yang amat dalam. Ia
harus menikah dengan lelaki yang tidak dicintainya namun, keputusan
ninik-mamak ibarat tangan besi yang berkuasa menentukan nasibnya.
Pada akhirnya. Hayati hanya pasrah menerima derita yang menimpanya.
Setelah Muluk mengabarkan perkawinan antara Hayati dan Aziz
Zainuddin jatuh sakit. Makin lama makin parah bahkan pemuda itu sudah
tak punya semangat untuk hidup lagi. Beruntung, ia masih mempunyai
seorang sahabat sejati, yakni Muluk, yang mau menerima Zainuddin
dengan setia. Kemudian, untuk melupakan masa lalunya yang pahit,
Zainuddin bersama Muluk pergi ke Jakarta. Dikota inilah bakat
menulisnya mulai tersalaurkan. Lambat laun karyanya mulai dikenal
dikalangan masyarakat, karena bahasanya halus dan megandung kasih
sayang yang langsung dialaminya. Dengan bekal itu, Zainuddin dengfan
ditemani Muluk, hijrah ke Surabaya, karena ia merasa Surabaya lebih
besar peluang dan lebih dekat dengan Makasar. Dikota Buaya itu,
Zainuddin dikenal sebagai pengarang, dan namanya diganti menjadi Tuan
Shabir, selain itu ia dikenal sebagai hartawan yang dermawan.
Perjalanan waktu telah membawa suami-istri Aziz dan Hayati ke
Surabaya, suatu hal yang kebetulan karena pekerjaan Aziz pindah ke
Surabaya. Namun, hubungan suami isteri itu sangat memperihatinkan.
sejak berapa lama, hubungan kedua suami isteri itu, hajya perhubungan
akad nikah, bukan perhubungan akad hati lagi. Hati yang perempuan
terbang membumbung kelangit hijau, mencari kepuasan didalam hayal,
dan hati yang laki-laki hinggap diwajah dan pangkuan perempuanperempuan cantik, yang Surabaya memang pasarnya.
Akibat kebiasaan buruk yang tak bisa ditinggalkan Aziz, ia dipecat
dari pekerjaannya, diburu karena hutang-hutangnya, dan kemudian dri
rumah kontrakaknya. Mereka terpaksa menumpang dirumah Zainuddin
yang sebelumnya pernah dikunjungi suami istri itu. Aziz yang kini atas
segala kebaikan hati Zainuddin. Ia meninggalkan isterinya dan pergi ke
Banyuangi.
Selang beberapa hari datang dua pucuk surat Hayati dari Aziz; yang
pertama surat cerai untuk Hayati, dan surat yang kedua ditujukan untuk
Zainiddin yang berisi permintaan maaf dan permintaan agar Zainuddin
mau menerima Hayati kembali; Saya kembalikan Hayati ketangan
saudara, karena memang saudaralah yang lebih berhak atas dirinya.
Rupanya itu pesan Aziz yang terakhir, sebab kemudian Aziz memutuskan
hidupnya dengan membunuh dirinya sendiri.
Bagi Zainuddin, surat Aziz dan berita kematian ibarat membawa
Hayati kedalam genggamannya. Lebih jelas lagi dengan pernyataan
Hayati sendiri yang meminta maaf dan bersedia mengabdi kepada
Zainuddin. Namun lelaki yang sudah sekian lama menanggung rindu dan
derita cinta itu, justru menyuruh pujaan hatinya kembali ke kampong
halamanya. Zainuddin menolak Hayati ! suatu keputusan yang lebih

43

banyak didorong oleh dendam kesumat dan sebelumnya justru tak


terpikirkan olehnya. Esoknya Hayati berangkat dengan menumpang kapal
Van Der Wijck yang akan berlayar ke Semarang, Tanjung Periok dan terus
ke Palembang.
Kesadaran Zainuddin justru timbul setelah Hayati pergi. Lelaki itu
tak dapat membohongi dirinya sendiri bahwa sesungguhnya ia masih
mencintai Hayati. Maka, segera Zainuddin bermaksud menyusul janda
malang itu ke Jakarta. Sebelum itu Zainuddin menemukan surat Hayati
yang berbunyi Aku cinta engkau, dan kalau aku mati, adalah kematianku
didalam mengenang engkau.
Pada saat Zainuddin mempersiapkan segala sesuatunya, sebuah
berita yang amat mengejutkan tersiar didalam sebuah surat kabar harian
yang terbit di Surabaya; Kapal Van Der Wijck Tenggelam. Setelah
membaca lengkap beritanya, Zainuddin seketika itu berangkat ke Tuban
bersama sahabatnya, Muluk. Sampai di Tuban, masih sempat Zainuddin
bertemu dengan Hayati yang terbaring di rumah sakit Lamongan. Namun
rupanya pertemuan itulah pertemuan ,mereka yang terakhir, sebab setelah
berpesan, perempuan yang malang itu menghembuskan nafasnya yang
terakhir. Hayati meninggal dalam dekapan Zainuddin. Namun, sebelum
hayati meninggal, ia sempat berpesan supaya nisannya dibuat dari batu
marmer dan ditulis:
HAYATI
Meninggal Lantaran Kecelakaan
Kapal Van De Wijck
Pada 20 Oktober 1936
Sejak itu kesehatan Zainuddin mulai menurun. Tak berapa lama
kemudian, tiba-tiba tersebar berita pada suatu surat kabar harian
Surabaya memberitakan:
ZAINUDDIN PENGARANG YANG TERKENAL WAFAT
Pengarang muda yang terkenal itu, yang sekian lama kita tidak baca
lagi karangan-karangannya yang sangat halus dan meresap, kemarin
malan telah meninggal dunia di rumahnya di Kaliasin. Dia telah
dikuburkan didekat seorang familinya perempuan yang meninggal karena
kecelakaan Kapal van Der Wijck tempo hari. Banyak sahabatnya yang
mengantar ke kuburan.
Zainuddin menghembuskan nafas terakhirnya dalam akhir sebuah
karangan. Diatas meja teletak tulisan yang penghabisan itu:
dan akan tercapai jugakemuliaan bangsaku, persatuan tanah
airku. Hilang perasaan perbedaan dan kebencian dan tercapai keadilan
dan kebahagiaan.
Oleh Muluk kemudian Zainuddin dikuburkan kesebelahan dengan
pusara Hayati. Sebuah kisah cinta yang suci yang didasari oleh keiklasan
namun berakhir dengan sangat tragis.

44

4.2 Analisis Struktur Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya
Hamka
Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan
dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendiskripsikan fungsi dan hubungan
antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasi
deskripsikan, misalnya, bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh
dan penokohan, latar dan sudut pandang, dan lain-lain. Pada dasarnya analisis
struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan
antar berbagai unsure karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah
kemenyeluruhan.
Secara struktural data yang telah dikumpulkan oleh penulis adalah sebagai
berikut :
1. Tema
Tema merupakan ide cerita dan perwujudan dari pikiran manusia,
dan menjadi bagian penting dalam dasar pembuatan fiksi.
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka
ini tentang kasih tak sampai. Sangat kental dengan budaya Minang yang
sangat patuh akan peraturan adat. Mengisahkan tentang sepasang pemuda
yang bernama Zainuddin merupakan pemuda tampan yang dulu ayahnya
seorang bangsawan tetapi telah dibuang oleh keluarganya. Hayati sendiri
anak seorang bangsawan yang patuh akan aturan-aturan. Keduanya harus
menghadapi rintangan dan batas yang tak bisa dilewati, yang pada
akhirnya harus merasakan kekecewaan. Kisah cinta antara keduanya tidak
bisa bersatu karena perbedaan dari segi ekonomi dan latar belakang sosial,

45

karena Hayati terlahir dari keluarga yang berada dan memiliki kasta yang
tinggi sedangkan Zainuddin walaupun ayahnya adalah seorang yang
terkenal dulunya tapi sudah tidak bisa diandalkan karna sudah tiada,
sehingga Zainuddin hidup sebatang kara dan tidak dihargai oleh keluarga
Hayati. Hal ini bisa terlihat dari penggalan cerita berikut ini:
.mengalir keringat dingin dikeningnya sehabis surat itu dibacanya.
Menyesal dia, padahal dari dahulu sudah disangkanya juga bahwa
permintaannya tidak akan terkabul, sebab negeri Minangkabau beradat,
(1986:117)
Adapula penggalan cerita yang lain :
.apa yang dikerjakannya,padahal cinta adalah sebagai kemudi dari
bahtera kehidupan. Sekarang kemudi itu dicabut, kemana dia hendak
berlabuh, teroleng terhempas kian kemari, daratan tak nampak, pulau
kelihatan. Demikianlah nasib anak muda yang maksudnya tiada sampai.
(1986:123)
2. Alur/plot
Alur merupakan bagian dari kejadian yang berlanjut. Dalam roman
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan alur
maju mundur, karena menceritakan hal-hal yang sudah lampau atau masa
lalu dan kembali lagi membahas hal yang nyata atau kembali kecerita baru
dan berlanjut. Ata lima tingkatan alur yakni :
1.

Penyituasian
Tahap penyituasian, tahap yang terutama berisi pelukisan dan
pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan
tahap pembukaan cerita, memberikan informasi awal dan lain-lain yang

46

terutama berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada


tahap berikutnya.
Berikut ini merupakan tahap awal dari roman Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck karya Hamka yang berkaitan dengan tahap
penyituasaian.
Di tepi pantai, diantara kampong Bara dan kampung Mariso berdiri
sebuah rumah bentuk Makasar, yang salah satu jendelanya menghadap
ke laut. Disanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun
duduk termenung seorang diri menghadapkan mukanya ke laut.
Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia
memperhatikan keindahan alam di lautan Makasar, rupanya pikiranya
telah melayang jauh sekali, ke balik yang tak tampak dimata, dari
lautan dunia pindah ke lautan khayal. (1986:10)
Selain itu ada juga beberapa penggalan cerita sebagai berikut:
Siapakah gerangan anak muda itu?
Dia dinamai ayahnya Zainiddin. Sejak kecilnya telah dirundung oleh
kemalangan..untuk mengetahui siapa dia, kita harus kembali kepada
suatu kejadian di suatu negeri kecil dalam wilayah Batipuh X Koto
(Padang Panjang) kira-kira 30 tahun yang lalu. (1986 : 11).
2.

Konflik
Tahap pemunculan konflik, masalah-masalah dan peristiwaperistiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi
tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu
sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik, dan
konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi
konflik-konflik pada tahap berikutnya.
Kejadian dan konflik yang dialami tokoh Hayati dan Zainuddin
dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka bisa
dilihat dari penggalan cerita berikut ini:

47

Sesungguhnya persahabatan yang rapat dan jujur diantara kedua


orang muda itu, kian lama kian tersiarkan dalam dudun kecil itu. Di
dusen belumlah orang dapat memendang kejadian ini dengan
penyelidikan yang seksama dan adil. Orang belum kenal percintaan suci
yang terdengar sekarang, yang pindah dari mulut ke mulut, ialah bahwa
Hayati, kemenakan Dt..telah ber intaian bermain mata,
berkirim-kirim surat dengan anak orang Makasar itu. Gunjing, bisik
dan desus perkataan yang tak berujung pangkal, pun ratalah dan
pindah dari satu mulut ke mulut yang lain, jadi pembicaran dalam
kalangan anak muda-muda yang duduk di pelatar lepau petang hari.
Hingga akhirnya telah menjadi rahasia umum.
Orang-orang perempuan berbisik-bisik di pancuran tempat mandi,
kelak bila kelihatan Hayati mandi di sana, mereka pun berbisik dan
mendaham, sambil melihat kepadanya dengan sudut mata.Anak-anak
muda yang masih belum kawin dalam kampung sangat naik darah.Bagi
mereka adalah perbuatan demikian merendahkan derajat mereka seakan
-akan kampung tak berpenjaga.yang terutama sekali yang dihinakan
orang adalah persukuan Hayati, terutama mamaknya sendiri Dtyang
dikatakan buta saja matanya melihat kemenakannya membuat malu,
melangkahi kepala ninik mamak. (1986:57)
3.

Tahap Peningkatan Konflik


Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin
berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa
dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan.
Konflik-konflik yang terjadi, internal, ekternal, ataupun keduanya,
pertentangan-pertentangan,

benturan-benturan

antar

kepentingan,

masalah dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tak dapat


dihindari.
Tahap peningkatan konflik dalam roman Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck karya Hamka terjadi ketika Zainuddin dan Aziz sama-sama
mengirimkan surat kepada orang tua Hayati, dari lamaran kedua pemuda
itu, ternyata lamaran Aziz yang diterima karena orang tua Hayati
mengetahui latar belakang pemuda yang kaya raya itu, sedangkan

48

lamaran Zainudin ditolak karena orang tua Hayati tidak ingin anaknya
bersuamikan orang miskin. Hal ini bisa terlihat dari penggalan cerita
berikut ini:
Kalam dia tertolak lantaran dia tidak ber uang maka ada tersedia uang
Rp.3000,- yang dapat dipergunakan untuk menghadapi gelombang
kehidupan sebagai seorang mahluk yang tawakkal. (1986:118)
4.

Klimaks
Konflik dan atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang
dilakukan dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik
intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh (tokoh
utama) yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik
utama. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu
klimaks.Dalam Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya
Hamka, tahap klimaks terjadi ketika Aziz meminta supaya Zainuddin
menikahi Hayati. Sekalipun dalam hati Zainuddin masih mencintai
Hayati, Zainuddin menolak permintaan Aziz. Bahkan Zainuddin
memulamgkan Hayati ke kampung halamannya dengan menggunakan
Kapal Van Der Wijck. Hal ini bisa dilihat pada pernyataan berikut:
Bila terjadi akan itu, terus dia berkata: Tidak Hayati ! kau mesti
pulang kembali ke Padang! Biarkan saya dalam keadaan begini.
Pulanglah ke Minangkabau! Janganlah hendak ditumpang hidup saya ,
orang tak tentu asal .Negeri Minangkabau beradat !.....Besok hari
senin, ada Kapal berangkat dari Surabaya ke Tanjung Periuk, akan
terus ke Padang! Kau boleh menumpang dengan kapal itu, ke
kampungmu. (1986:198)

49

5.

Penyelesaian
Tahap penyelesian, konflik yang telah mencapai klimaks diberi
penyelasaian. Konflik-konflik yang lain, sub-sub konflik atau konflikkonflik tambahan jika ada, juga diberi jalan keluar, cerita diakhiri.
Tahap penyelasaian dalam Roman Tenggelamya Kapal Van Der
Wijck karya Hamka ketika Zainuddin mendapat kabar bahwa Kapal
yang ditumpangi Hayati tenggelam, sedangkan Hayati dirawat di Rumah
Sakit Tuban. Dengan diterimanya Muluk sahabatnya Zainuddin
menengok wanita yang sangat dicintainya itu. Rupanya pertemuan
mereka

itu

adalah

pertemuan

yang

terakhir

karena

Hayati

menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam pelukan Zainuddin.


Kejadian itu membuat membuat Zainuddin merasakan penyesalan yang
berkepanjangan hingga Zainuddin jatuh sakit dan meninggal dunia.
Zainuddin dimakamkan di sebelah makam Hayati.
Hal ini dapat kita lihat pada pernyataan berikut ini:
Dia telah kuburkan di dekat pusara orang yang menjadi anganangannya selama hidupnya, kubur itu senantiasa dibelai dan
diperbaikinya, ke sana selalu dia ziarah di waktu hari baik bulan
purnama, dan disana dia kerap kali bermenung. Di sana dia kuburkan,
karena di sana baru hatiku puas. Supaya kuburan dua sesaing itu dapat
menjadi lukisan tamsil dan ibarat bagi orang yang datang kemudian.
(1986:222)
3. Setting/latar
Setting merupakan tempat dimana cerita itu terjadi. Latar dalam
roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka tergolong
kedalam latar tipikal yang memiliki dan menonjolkan sifat khas latar

50

tertentu, baik yang menyangkut unsur tempat, waktu maupun sosial. Unsur
latar yang ditekankan perannya dalam sebuah fiksi, langsung ataupun tak
langsung, akan berpengaruh terhadap elemen fiksi yang lain, khususnya
alut dan tokoh. Jika elemen tempat mendapat penekanan dalam sebuah
fiksi, ia akan dilengkapi dengan sifat khas keadaan geografis setempat
yang mencirikannya, yang sedikit banyak berbeda dengan tempat-tempat
yang lain. Penekanan latar tempat banyak dijumpai pada karya yang
berlatar daerah. Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya
Hamka adalah salah satu fiksi yang berlatar daerah yakni di daerah
Minangkabau dan Makasar sangat jelas penggambaran keadaan daerah
tersebut.
Setting pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya
Hamka terbagi dalam beberapa latar diantaranya:
a) Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah fiksi. Pada roman Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck karya Hamka menggunakan beberapa lokasi seperti daerah
Padang Panjang, Makasar, dan Surabaya.
Penggalan cerita yang menunjukkan latar tempat di Makasar adalah
sebagai berikut :
Sebelah timur adalah tanah Karibosi yang luas dan dipandang suci
oleh penduduk Makasar. Menurut takhayul orang tua-tua, bilamana
hari akan kiamat, Kara Eng Data akan pulang kembali ditanah lapang
Karibosi akan tumbuh 7 batang beringin..(1986:9)
.gadis-gadis seisi rumah itu, yang selama ini turun sekali
sejumat diiringkan dayang-dayang banyak, sekarang telah mengepit
kitab, melilitkan selendang pula, pergi menuntut ilmu. Ada yang ke

51

Ladang Lawas, ada yang ke Gunung dan Padang Panjang (1986 :


29)
Diberanda sebuah rumah makan yang ramai dalam kota Surabaya,
sehabis waktu maghrib, duduklah Zainuddin seorang dirinya,
mengepul asap rokoknya ke udara. (1986 :184)
b) Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan peristiwa itu terjadi
pada siang hari, atau malam.
Diwaktu senja demikian kota Makasar kelihatan hidup. Kepanasan
dan dan kepayahan orang bekerja siang, apabila telah sore diobat
dengan menyaksikan matahari yang hendak terbenam. (1986 :9)
c) Latar sosial berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam
karya fiksi. Pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya
Hamka sangat jelas sekali latar sosialnya yakni menggambarkan
tentang kehidupan sosial masyarakat Minang dan Makasar dari segi
budayanya. Bagaimana perbedaaan adat istiadat dan kehidupan sosial
diantara keduanya.
Berikut ini adalah penggalan cerita yang menggambarkan keadaan sosial
masyarakat pada roman Tenggelamnya Kapal van Der Wijck karya
Hamka :
Seorang anak muda bergelar Pendekar Sutan, kemenakan Datuk
Mantari Labih, adalah Pendekar Sutan kepala waris yang tunggal dari
harta peninggalan ibunya, karena dia tidak bersaudara perempuan.
Menurut adat Minangkabau, amatlah malangnya seorang laki-laki jika
tidak mempunyaisaudara perempuan, yang akan menjagai harta benda,
sawah yang berjenjang, Bandar buatan, lumbung berlempeng, rumah,
rumah nan gadang. (1986 :11)

52

4. Sudut Pandang
Sudut

pandang

merupakan

gambaran

bagaimana

penulis

memperlihatkan waktu ceritanya. Pada roman Tenggelamnya Kapal Van


Der Wijck karya Hamka menggunakan sudut pandang orang ketiga
tunggal karena menyebutkan dan menceritakan secara langsung karakter
pelakunya secara gamblang.
Penggalan cerita pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck karya Hamka sebagai berikut :
Mula-mula datang, sangatlah gembira hati Zainuddin telah sampai ke
negeri yang selama ini jadi kenang-kenagannya.(1986 :26)
5. Karakter
Karakter merupakan hal yang penting dalam sebuah karya dan sangat
erat hubungannya dengan unsur-unsur yang lain. Berdasarkan perbedaaan
sudut pandang dan tujuan, seorang tokoh dapat saja dikategorikan kedalam
dua tyokoh yakni tokoh utama dan tokoh tambahan. Pada roman
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terdapat beberapa
karakter diantaranya:

Karakter utama (mayor karakter, protagonis), adalah tokoh yang


diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia
merupakan tokoh yang palaing banyak diceritakan, baik sebagai pelaku
kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh karakter utama yang
ada dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka
adalah tokoh Zainuddin, yang memiliki sopan santun dan kebaikan

53

pada semua orang. Sednagkan yang lainnya yang menjadi tokoh


protagonisnya adalah tokoh Hayati yang menjadi kekasih Zainuddin.
Penggalan cerita yang menunjukkan Zainuddin adalah karakter yang
baik adalah :
Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni,
ahli syair, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain.
(1986 : 27)
Hayati, gadis remaja puteri, ciptaan keindahan alam, lambaian
gunung Merapi, yang terkumpul padanya keindahan adat istiadat
yang kokoh dan keindahan model sekarang, itulah bunga di dalam
rumah adat itu. (1986 :29)

Karakter pendukung (minor karakter, antagonis), sosok tokoh


antagonis dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya
Hamka adalah tokoh Aziz, karena tokoh Aziz disini mempunyai sikap
yang kasar dan sering menyakiti istrinya, dan tidak mempunyai
tanggung jawab dalam keluarga dan selalu berbuat kejahatan karena
sering main judi dan main perempuan.
..ketika akan meninggalakan rumah itu masih sempat juga Aziz
menikamkan kata-kata yang tajam ke sudut hati Hayati..sial.
(181:1986)

Sedangkan

yang

menjadi

karakter

pelengkap

dalam

roman

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah Muluk


dan Mak Base karena keduanya adalah sosok yang bijak dan selalu
berada disamping tokoh utama untuk memberi nasehat dan sangat setia
menemani tokoh utama sampai akhir cerita.
Penggalan cerita yang menunjukkan keberadaan kedua karekter itu
adlah sebagai berikut :

54

Mengapa jadi sebanyak ini, Mak Base? Mamak perniagakan, dan


beruntug. Cuma dari keuntungan itulah pembayari wang sekolahmu.
Ah..dengan apakah jasa mamak ku balas ujar Zainuddin. (21:1986)
Persahabatan manusia yang didapat sesudah menempuh sengsara
adalah persahabatan yang lebih kekal dari pada yang dapat diwaktu
gembira. Demikianlah antaraa Zainuddin dengan Muluk. Sejak dia
sakit sampai sembuhnya, tidaklah pernah terpisah lagi diantara kedua
orang itu.(147:1986)
6. Gaya Bahasa
Pada umumnya orang beranggapan bahwa bahsa sastra berbeda
dengan bahasa nonsastra, bahasa yang digunakan bukan dalam (tujuan)
pengucapan sastra. Beberapa ciri bahasa sastra yang dikemukakan
beberapa orang berikut akan sedikit disinggung. Bahasa sastra mungkin
dicirikan sebagai bahasa (yang mengandung unsur) emotif dn bersifat
konotatif sebagai kebalikan bahasa nonsastra, khususnya bahasa ilmiah,
yang rasional dan denotatif.
Gaya bahasa adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau
bagaimana

seorang

pengarang

mengucapkan

sesuatu

yang

akan

dikemukakan (Abrams,1981:190-1). Gaya bahasa ditandai oleh cirri-ciri


formal kebahasaan seperti pilihan kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk
bahsa figuratif, penggunaan kohesi dan lain-lain.
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka
menggunakan kalimat yang sangat kompleks karna menggunakan bahasa
melayu yang baku. Seperti dalam penggalan cerita berikut ini:
Lepaskan Mak, jangan bermenung juga, bagaimana Mamak
tidak akan bermenung, bagaimana hati mamak tidak akan berat..
(1986 :22)

55

7. Amanat
Secara umum menyaran pada pengertian (ajaran tentang) baik
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan
sebainya ; akhlak, budi pekerti, susila. Istilah bermoral, misalnya: tokoh
bermoral tinggi, berarti mempunyai pertimbangan baik dan buruk. Namun,
tidak jarang pengertian baik buruk itu dalam hal-hal tertentu bersifat
relative.
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka
mengandung nilai moral yang tinggi ini terlihat dari para tokoh yang ada
seperti Zainuddin. Hal tersebut bisa kita lihat dari panggilan cerita berikut
ini :
Demikian penghabisan kehidupan orang besar itu. Seorang di
antara Pembina yang menegakkan batu pertama dari kemuliaan
bangsanya; yang hidup didesak dan dilamun oleh cinta. Dan sampai
matipun dalam penuh cinta. Tetapi sugguhpun dia meninggal namun
riwayat tanah air tidaklah akan dapat melupakan namanya dan tidaklah
akan sanggup menghilangkan jasanya. Karena demikian nasib tiap-tiap
orang yang bercita-cita tinggi kesenangannya buat orang lain. Buat
dirinya sendiri tidak. (1986:223)
4.3 Aspek Religiusitas Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya
Hamka
Unsur religiusitas dan keagamaan dalam sastra adalah suatu keberadaan
sastra itu sendiri. Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius
(mangunwijaya,1982:11) istilah religius membawa konotasi pada makna
agama. Religius dan agama memang erat berkaitan, berdampingan bahkan
dapat melebur dalam satu kesatuan, namun sebenarnya keduanya menyaran

56

pada makna yang berbeda. Agama lebih menunjukka pada kelembagaaan


kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi. Sedangkan moral
religius menunjang tinggi sifat-sifat manusiawi, hati nurani yang dalam
harkat, dan martabat serta kebebasan pribadi yang dimiliki oleh manusia.
Kehendak yang dipaksakan itu yang jelas tidak sejalan dengan kehendak pihak
yang dipaksa, menghilangkan kebebasan pribadi menurunkan karkat
kemanusiaan.
Adapun aspek-aspek religius itu ada empat yakni, Aqidah, Syriah,
Akhlak dan Muamalah. Adapun penjelasan mengenai aspek-aspek tersebut
sebagai berikut :
1. Aqidah
Dalam Islam, aqidah ialah iman atau kepercayaan. Sumbernya
yang asasi ialah Quran. Iman, ialah segi teoritis yang dituntut pertamatama dan terdahulu dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu
keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh keragu-raguan dan dipengaruhi
oleh persangkaan. Ia ditetapkan dengan positip oleh saling Bantumembantunya teks-teks dan ayat-ayat Quran kemudian adanya consensus
kaum muslimin yang tak pernah berubah, bertolak sejak penyiaran islam
dimasa rosulullah hingga kini. Ayat-ayat Quran tersebut menuntut kepada
manusia untuk memiliki kepercayaan itu, yang pula merupakan seruan
utama setiap Rosul yang diutus Allah sebagai yang dinyatakan Quran
dalam pembicaraanya mengenai para Nabi dan Rosul.

57

Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka


aqidah atau kepercayaanya sangat kental dengan budaya islami untuk lebih
jelasnya penulis memaparkan penggalan ceritanya sebagai berikut :
..Lepaskan saya berangkat ke Padang. Kabarnya konon,
di sana hari ii telah ada sekolah agama. Pelajaran akhirat telah diatur
dengan sebagus-bagusnya. Apalagi, puncak Singgalang dan Merapi
sangat keras seruannya kepadaku rasanya. Saya hendak melihat tanah
asalku, tanah tempat ayahku dilahirkan dahulunya. Mak Base banyak
orang memuji daerah Padang, banyak orang yang bilang agama islam
masuk kemari pun dari sana. Lepaskan saya bernagkat kesana. (1986 :
22)
2. Syariah
Kata syriah adalah bahasa Arab yang diambil dari rumpun kata
syriah. Dalam bahasa Indonesia artinya jalan-raya. Kemudian bermakna
jalannya hukum, dengan kata lain perundang-undangan. Karena itu pula
dengan perkataan atau istilah Syriah Islam memberi arti hidup yang
harus dilalui atau perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh seorang
Islam. Hukum Tuhan itu adalah Syariah itu mengandung kebenaran
mutlak, artinya tidak ada kelemahan dan pertentangan dalam dirinya
sendiri.
3. Akhlak
Kata akhlak berasal dari perbendaharaan istilah-istilah Islamologi.
Istilah lain yang mirip dengan kata akhlak ialah moral. Hakekat pengertian
antara keduanya sangat berbeda. Moral berasal dari bahasa latin, yang
mengandung arti laku-perbuatan lahiriah. Berbeda dengan akhlaj, ia adalah
perbuatan suci yang terbit dari lubuk jiwa yang paling dalam, karenanya
mempubnyai kekuatan yang hebat. Akhlak Islam adalah suatu sikap

58

mental dan laku perbuatan yang luhur. Mempunyai hubungan dengan Zat
yang Maha Kuasa, Allah s.w.t. Akhlak Islam adalah produk dari keyakinan
atas kekuasaan dan keesaaan Tuhan, yaitu produk dari jiwa tauhid.
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya
Hamka, penulis menemukan berbagai akhlak yang sangat mulia terutama
dari sang pemeran utama yakni tokoh Zainuddin. Kebaikan moral
Zainuddin bisa kita lihat pada penggalan cerita berikut ini :
Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni,
ahli syair, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain.
(1986 :27)
4. Muamalah
Muamalah merupakan ilmu jual beli atau transaksi yang biasanya
terjadi dalam dunia bisnis dan perdagangan.
Berdasarkan hasil analisis penulis tentang nilai religiusitas yang terdapat
dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka, penulis
memperoleh data bahwa besarnya pengaruh religiusitas yang mempengaruhi
roman tersebut dan dapat kita lihat dari alur cerita yang sangat
mengedepankan adat istiadat dan dari situlah telihat dengan jelas bahwa nilai
keagamaan /religius juga punya peranan penting.

BAB V
PENUTUP

59

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data tentang roman Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck karya Hamka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Struktur roman terdiri dari tema, alur/plot, setting/latar, sudut pandang,
karakter, gaya bahasa, dan amanat, dimana hubungan antar unsur dalam
roman ini menunjukkan hubungan yang begitu padu sehinggga
menghasilkan jalinan cerita yang sangat menarik.
2. Unsur religiusitas roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya
Hamka mengandung aspek aqidah, syariah, akhlak, dan muamalah yang
tergambar dalam setiap perilaku tokoh yang dimainkan, di samping itu
pengarang sendiri sebagai seorang agamawan yang begitu kental
memasukkan unsur unsur agama ke dalam roman ini.

5.2 Saran
1. Penulis berharap hasil penelitian ini bisa bermanfaat bagi dunia
pendidikan.
2. Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi penggugah
minat pada para pembaca untuk lebih mencintai karya sastra khususnya
roman.

DAFTAR PUSTAKA

60

Arikunto,Suharsimi.1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, edisi


Revisi IV. Penerbit PT. Rineka Cipta.
Atar, Simi. 1993. Metode Penelitian sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat
Pengembangan Bahasa Depdikbud.
Drs.Nasruddin Razak. Dienul Islam.
Hamka,1986. Tenggelamny Kapal Van Der Wijck. Jakarta: PT Bulan Bintang.
Kam.

Kamus Besar Bahasa Indonesia/Tim Penyusun


Bahasa,ed.3.-cet.2.- Jakarta: Balai Pustaka.2002.

Kamus

Pusat

Muhammad AM. 2000.Jenis-Jenis Penelitian. Unpublished. Articele.


Moleong, L,J. Metode Penelitian Kualitatif. PT Remaja Kosdakarya. Bandung.
Nurgiantoro, Burhan.2009. Teori Pengkajian Fiksi. Gadjah Mada Univrersity
Press.
Sumardjono Jakop & Saini, KM. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta; PT.
Grammedia.
Tarigan,Hendri Guntur.1986. Prinsip Dasar-Dasr Sastra. Bandung; PT Angkasa.

61

Anda mungkin juga menyukai