bening dari tubuh uterus ke ovarium, hal ini menunjukkan peran sistem limfatik dalam
etiologi endometriosis ovarium. Endometriosis dalam kelenjar getah bening telah
didokumentasikan terhadap babon yang diinduksi endometriosis, dan pada 6-7% wanita di
lakukan limfadenektomi. Bukti kuat bagi teori metastasis jinak berasal dari laporan
histologis terbukti lesi endometriosis terjadi di tempat yang jauh dari rahim disertai tulang,
paru-paru dan otak.
4. Teori metastasis dimana jaringan endometrium mengadakan implantasi di cavum peritoneal
akibat menstruasi retrograde ataupun pada mukosa serviks oleh karena prosedur bedah.
Dalam hal ini, penyebaran endometriosis ke tempat-tempat yang jauh adalah melalui
metastasis hematogen dan limfogen. Istilah metastasis disini hanya menunjukkan adanya
jaringan endometrium yang menyebar ke tempat lain, namun tidak menunjukkan mekanisme
yang sama dengan metastasis keganasan.
5. Sebuah penelitian yang lebih baru menunjukkan sel-sel induk/ progenitor ekstra-rahim yang
berasal dari sumsum tulang dapat berdiferensiasi menjadi jaringan endometriosis. Sumsum
tulang stem mesenchymal dan endotel, merupakan agen yang diteliti untuk saat ini.
Dari kesemua teori di atas, teori yang paling diterima dan menjadi jawaban bagi banyak
kasus endometriosis adalah teori metastasis. Namun teori ini juga mempunyai kelemahan dimana
ia tak dapat menjelaskan mengenai endometriosis pada wanita amenorrhea seperti oleh karena
gonadal dysgenesis dan sebagainya. Sebagai tambahan, rendahnya insidensi endometriosis
dibandingkan dengan tingginya kejadian menstruasi retrograde pada wanita (76% hingga 90%)
memunculkan dugaan adanya faktor individual yang spesifik yang mendorong wanita tertentu
lebih rentan menderita endometriosis.
Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah faktor genetik, hormonal, dan faktor imunitas.
Analisis molekuler yang menyangkut profil ekspresi genetik mulai menunjukkan patogenesis
endometriosis. Beberapa abnormalitas spesifik yang dapat membedakan endometrium normal
dengan jaringan endometriosis dapat diterangkan sebagai berikut di bawah ini :
1. Terdapat aktivasi kaskade proses inflamasi pada endometriosis yang dikarakteristik oleh
tingginya kadar prostaglandin E2, IL-1, TNF dan IL6. Peran utama prostaglandin dalam
endometriosis juga didukung oleh efek penggunaan obat inhibitor COX2 dalam
penganganan nyeri pelvis yang merupakan gejala klinis utama dari endometriosis.
2. Produksi estrogen oleh sel stroma endometriosis secara bermakna meningkat, hal ini
disebabkan oleh peningkatan proses enzimatik aromatase steroidogenik. Enzim ini tidak
dijumpai pada stroma Universitas Sumatera Utara 12 endometrium normal. Estrogen sendiri
meningkatkan ketahanan hidup dan persistensi dari jaringan endometrium. Oleh karena itu
penggunaan inhibitor aromatase dapat mengguntungkan dalam terapi endometriosis.
3. Hubungan antara aktivasi inflamasi dan produksi estrogen juga didukung oleh kemampuan
prostaglandin E2 untuk merangsang sintesis lokal estrogen pada jaringan endometriosis.
4. Jaringan endometriosis juga ternyata resisten terhadap efek anti estrogen yang didapat dari
progesterone, sehingga diperkirakan resistensi hormone progesteron juga berperan dalam
patogenesis endometriosis.
Gambar 3. Produksi estradiol di lesi endometrium dan endometrium ektopik,inflamasi dan nyeri
Terdapat beberapa mekanisme biologis yang menyebabkan sensasi nyeri, yaitu nociceptif,
inflamasi, neuropati, psikogenik ataupun campuran. Nyeri nociceptif dimulai adanya stimulus
yang menginduksi jalur tersebut, dimana stimulus akan ditransduksi menjadi sinyal biokimiawi
yang ditransmisikan ke susunan saraf pusat. Di SSP akan terjadi modulasi yang dapat
meningkatkan atau menurunkan intensitas nyeri tersebut. Selanjutnya di korteks serebri akan
dibentuk suatu persepsi nyeri. Nyeri nociceptif dapat bersifat nyeri somatic maupun nyeri
visceral. Beberapa hal penting mengenai nyeri viseral adalah tidak semua organ visera dapat
menjadi sumber nyeri, berbatas tidak tegas, tidak selalu berkaitan dengan gangguan fungsi, bisa
terkait juga dengan nyeri somatik dan nyeri alih.
Inflamasi merupakan salah satu mekanisme yang menyebabkan nyeri viseral.
Endometriosis dianggap sebagai proses inflamasi pelvik yang menghasilkan respons inflamasi
yang signifikan, sehingga banyak hipotesis nyeri endometriosis dikaitkan berasal dari proses
inflamasi. Konsentrasi TNF- di cairan peritoneum wanita dengan endometriosis lebih tinggi
dibandingkan wanita normal. TNF akan menstimulasi ekspresi prostaglandin synthase-2 yang
akan meningkatkan produksi PGE2 dan PGF2.
Interleukin 1, 6 dan 8 juga ditemukan menigkat di cairan peritoneal pasien endometriosis.
Interleukin 1 menginduksi sintesis prostaglandindan juga menstimulasi proliferasi fibroblast
yang dapat berkontribusi terhadap perlekatan dan fibrosis pada endometriosis. Interleukin 8
adalah sitokin yang bersifat angiogenik dan pro inflamasi.
Ekspresi nerve growth factor (NGF) juga ditemukan meningkat pada lesi endometriosis.
NGF akan meningkatkan kepadatan nosiseptor, peningkatan neuronsensorik dan juga
meningkatkan ekspresi substans P yang merupakan neuropeptida yang terlibat dalam modulasi
nyeri. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya pertumbuhan serabut saraf pada implant
ektopik yang juga dipikirkan menjadi salah satu mekanisme timbulnya nyeri.
Tokushige dkk menunjukkan meningkatnya densitas serabut saraf pada lesi peritoneal
endometriosis sebesar 6 kali dibanding dengan wanita tanpa endometriosis. Hampir semua
serabut saraf yang dekat dengan lesi endometriosis merupakan serabut saraf tidak berkapsul.
Tulandi dkk menemukan lebih banyak serabut saraf walaupun tidak berbeda bermakna pada
peritoneum wanitaendometriosis dibandingkan dengan kelompok kontrol tanpa endometriosis.
Anafdkk (2006) menunjukkan adanya invasi perineural dan endoneural atas dasar serat otot
myelin yang muncul dan seringkali tidak berkapsul pada fibrosis nodular.
Selain mekanisme perifer seperti yang telah dijelaskan di atas, ada beberapa pemikiran
tentang mekanisme sentral dalam timbulnya nyeri terkait endometriosis. Hipereksitabilitas dari
sistem nosiseptif dan amplifikasi persepsi nyeri dapat ditemukan pada pasien dengan nyeri
kronik.
Bajaj dkk melakukan penelitian yang membandingkan intensitas nyeri pada pasien yang terbukti
menderita endometriosis dengan wanita normal. Penderita endometriosis melaporkan nilai vas
yang lebih tinggi dibandingkan wanita normal terhadap stimulus nyeri yang sama. Hal ini
mengarahkan pada kemungkinan adanya sensitisasi pada wanita dengan endometriosis.
Perubahan struktur daerah yang terkait modulasi dan persepsi nyeri dapat ditemukan pada
pasien dengan nyeri kronik. As-sanie dk menilaimorfologi otak dengan MRI pada pasien nyeri
pelvik kronik dibandingkan dengan wanita tanpa nyeri pelvik kronik. Terdapat penurunan
volume
gray-matter di daerah otak wanita dengan nyeri pelvik kronik baik karena endometriosis maupun
tanpa endometriosis. Penurunan gray matter ditemukan pada daerah thalamus, girusfronalt
medial, putamen kanan dan korteks insular kanan. Temuan penelitian ini sejalan dengan
beberapa penelitian sebelumnya pada pasien nyeri kronik yangmenemukan berkurangnya gray
matter pada daerah sistem nyeri (thalamus, korteksinsular) dan daerah yang terlibat dalam
modulasi nyeri (kotreks prefrontal).Perubahan struktur ini dapat berperan dalam persepsi nyeri
yang terus menerusmeskipun sumber nosiseptif telah dihilangkan.
Tanda dan Gejala
Beberapa wanita dengan endometriosis tidak merasakan adanya tanda dan gejala.
Sedangkan wanita yang lain dapat merasakan gejala tersebut dari derajat ringan sampai berat.
Adapun tanda dan gejala tersebut, antara lain:
a. Nyeri, yang bersifat antara lain:
1. Nyeri pelvis
2. Kram berat saat mentruasi
3. Low back pain, 1 atau 2 hari sebelum mulai periode menstruasi
4. Nyeri selama melakukan sexual intercouse
5. Nyeri rectal
6. Nyeri selama bowel movement
b. Infertilitas mungkin hanya tanda bahwa seseorang tersebut mempunyai endometriosis.
Diantaranya 20-40% wanita yang mengalami infertilitas mempunyai endometriosis.
c. Perdarahan abnormal, yang terdiri dari:
Persentase
62
57
55
48
40
DAFTAR PUSTAKA
Richard O Bu;rney, MD, dkk. 2012. Pathogenesis and Pathophysiology of
Endometriosis.
Available
from
URL
file:///D:/Obgyn/Referensi/Pathogenesis%20and
Webmed.
2014.
Endometriosis.
Available
from
URL: