Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH FARMAKOLOGI MOLEKULER

DISUSUN OLEH :
WINDI AGLE LIZA

(G1F014025)

AFIFAH DWI RAHMATIKA (G1F014027)


MEGA DEVIYANA

(G1F014029)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015

1. PENGANTAR OBAT
a)

Sejarah
Fenitoin (5-5-diphenylhydantoin) pertama kali disintesis tahun 1908 oleh Heinrich

Biltz ahli kimia berkebangsaan Jerman. Biltz menjual penemuannya ke Parke-Davis,


namun tidak menemukan kegunaan langsung obat tersebut. Ilmuwan lain termasuk
Houston Merritt dan Tracy Putnam di tahun 1938 menemukan kegunaan fenitoin untuk
mengendalikan serangan epilepsi grandmal dan psikomotor pada penelitian mereka
dengan manusia (Karsten, 1997).
b)

Efek samping

Efek Samping Akut

Tempat Penyuntik = Kira - kira dari 10 orang mengalami iritasi lokal, nekrosis, dan
terkelupasnya kulit.

Sistem Gastrointestinal = Mual, muntah dan konstipasi.

Sistem Dermatologi = Manifestasi dermatologi kadang-kadang diikuti oleh adanya


demam termasuk ruam berbentuk skar dan morbili. Ruam

bentuk

morbili

(seperti

cacar air). Bentuk serius lainnya yang dapat berakibat fatal yakni bula, dermatitis
ekskoriasi atau purpura, lupus eritematosus, Sindroma Stevens Johnson, dan
nekrolisis epidermal toksik.
Efek Samping Kronik (pemakaian jangka panjang)
Sejumlah

laporan

memperlihatkan

hubungan

limfadenopati (lokal atau umum) termasuk hiperplasia

antara

fenitoin

limfonodi,

dan

terjadinya

pseudolimfoma,

limfoma, dan penyakit Hodgkin. Fenitoin dapat menyebabkan reduksi kadar asam folat,
dan menyebabkan pasien menderita anemia megaloblastik. Asam folat tersedia dalam
makanan dengan bentuk poliglutamat, yang kemudian diubah menjadi monoglutamat oleh
konjugat intestinum. Fenitoin beraksi sebagai penghambat enzim ini karenanya dapat
menyebabkan defisiensi folat ( Karsten, 1997).

Sistem Jaringan Lunak


Struktur wajah menjadi kasar, pembesaran bibir, hipertrikosis,dan yang paling sering
dilaporkan adalah hiperplasia ginggiva.

Sistem Kardiovaskuler
Depresi konduksi atrium dan ventrikel juga fibrilasi ventrikel. Komplikasi berat paling

sering terjadi pada usia lanjut atau pasien dengan penyakit grave.

Sistem Saraf Pusat


Kebanyakan manifestasi yang ditemui akibat terapi pemberian fenitoin adalah
kemampuannya menembus sistem saraf pusat dan biasanya berkaitan dengan dosis.
seperti nistagmus, ataksia, bicara kacau, penurunan koordinasi, gangguan mental,
pusing, insomnia, ketakutan, kejang, dan nyeri kepala. Jarang dilaporkan bahwa
fenitoin induced diskinesia, termasuk khorea, distonia, tremor dan asteriksis, karena
sepertinya hal tersebut diinduksi oleh fenotiazin dan obat neuroleptik lainnya
(Utama,1999)

Efek samping lainnya


Sistemik Lupus Erimatosus, periarteritis nodosa, hepatitis toksik, kerusakan hepar,
dan abnormalitas immunoglobin adalah efek samping yang mungkin dapat terjadi akibat
penggunaan fenitoin. Selain itu pernah dilaporkan beberapa orang yang menggunakan
fenitoin, dalam jangka waktu beberapa tahun dan dengan penggunaan dosis yang tinggi,
dapat merusak saraf pada kaki, dan kerusakan pada bagian otak di serebellum

(Utama,

1999).
2. MEKANISME KERJA GOLONGAN OBAT
Cara kerja utama fenitoin pada epilepsi adalah memblokade pergerakan ion melalui
kanal natrium dengan menurunkan aliran ion Na+ yang tersisa maupun aliran ion Na+ yang
mengalir selama penyebaran potensial aksi, selain itu fenitoin memblokade dan mencegah
potensiasi pos tetanik, membatasi perkembangan aktivitas serangan yang maksimal dan
mengurangi penyebaran serangan. Fenitoin berefek sebagai stabilisasi pada semua
membran neuronal, termasuk saraf perifer dan mungkin bekerja pada membran yang
eksitabel (mudah terpacu) maupun yang tidak eksitabel (Wibowo, 2006). Fenitoin juga
dapat menghambat kanal kalsium (Ca+) dan menunda aktifasi aliran ion K keluar selama
potensial aksi, sehingga menyebabkan kenaikan periode refractory dan menurunnya
cetusan ulangan (Wibowo, 2006).

Na+
Depola
Ca2+

rization

C
a2+ Na+

Cell
distension

Ca2+

Na+

channel

blockers:
Topiramat

Enzyme
induction

e
Fenitoin
Carbamaz

Free radicals

epine
Valproic
acid
Lamotrigi

Membrane

ne

degradation

Gambar 1. Fenitoin memblokade pergerakan ion melalui kanal Na+.


Sumber: Dirnagl (2003)

Na

Na+

Ca2+

Depolarization

Ca
2+

Na+
Ca

2+

Cell
distension

Ca2+
Enzyme
induction

Free radicals

Membrane

channel

blockers:
Topiramate
Lamotrigine
Felbamate
Valproic acid

Gambar.2 Fenitoin bekerja menghambat kanal kalsium (Ca+).


Sumber: Dirnagl (2003)

3. DISKUSI
1. Dina Sami Arum Lestari (G1F014015)
Pertanyaan : Ion apa yang masuk ke dalam inti sel sehingga terjadi epilepsi?
Jawaban : Ion Na, karena menyebabkan depolarisasi yang menyebabkan kanal ion
selanjutnya juga megalami depolarisasi yang terus menerus
2. Alifah Itmi Mushofa (G1F011073)
Pertanyaan : Jelaskan kenapa fenitoin memiliki efek samping gusi bengkak?
Jawaban : Beberapa laporan menunjukkan bahwa fibroblas dari ginggiva yang
tumbuh berlebihan pada pasien yang diterapi dengan fenitoin mempunyai ciri
peningkatan tingkat sintesis protein, yang sebagian besar adalah kolagen.
Kerentanan atau resistensi terhadap pembesaran ginggiva karena pemberian
fenitoin dapat disebabkan oleh adanya proporsi yang berbeda dari jenis fibroblas
pada tiap individu yang menunjukkan. respon fibrogenik (Robert J. 2004). Fenitoin
telah terbukti dapat menginduksi hiperplasia ginggiva melalui interaksinya dengan
subpopulasi fibroblas yang sensitif. Fenitoin juga diketahui mampu menginduksi
pertumbuhan fibroblas ginggiva bersamaan dengan komponen inflamasi.
4. DAFTAR PUSTAKA
Karsten J, Hellsing E. 1997.Effect of phenytoin on periodontal tissues exposed to
orthodontic force: an experimental study in rats. BJ Orthod. ; 24: 209-15.
Utama H, Vincent HS. 1999.Farmakologi dan Therapi Edisi 4. Jakarta: EGC.
Wibowo S, Gofir A. 2006. Obat Anti Epilepsi. Yogyakarta: Penerbit pustaka cendekia
press.
Dirnagl. 2003. Neuronal Injury Cascade.Trends Neurosci. 22:391-397.
Robert J. 2004. Drug associated ginggival enlargement. Jurnal Periodontol. 75: 14241431.

Anda mungkin juga menyukai