Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................................i


BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................1
1.2 Tujuan

......................................................................................................................2

BAB II HASIL BERITA DAN DATA IMPOR DAGING SAPI

...................................3

2.1 Hasil Berita Impor Daging Sapi ..................................................................................3


2.2 Hasil Data

.................................................................................................................4

2.2.1 Sumber Daya Alam

.....................................................................................4

2.2.2 Sumber Daya Manusia

................................................................................7

2.2.3 Sumber Daya Teknologi ................................................................................7


2.2.4 Sumber Daya Kelembagaan ...........................................................................8
BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................................9
3.1 Analisis Berdasarkan Sumber Daya ...........................................................................9
3.1.1 Sumber Daya Alam

.....................................................................................9

3.1.2 Sumber Daya Manusia

................................................................................9

3.1.3 Sumber Daya Teknologi

...........................................................................9

3.1.4 Sumber Daya Kelembagaan ...........................................................................11


3.2 Analisis Berdasarkan Pendekatan Sistem Pangan dan Gizi

.....................................12

3.2.1 Subsistem Produksi

.....................................................................................12

3.2.2 Subsistem Distribusi

.....................................................................................13

3.2.3 Subsistem Konsumsi

................................................................................14

BAB IV PENUTUP ..........................................................................................................16


4.1 Kesimpulan .................................................................................................................16
4.2 Rekomendasi atau Solusi ............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

.....................................................................................................18
i

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini
memberikan andil terhadap perbaikan gizi masyarakat, khususnya protein hewani yang
sangat dibutuhkan oleh pembangunan penduduk di Indonesia. Seiring meningkatnya
perkembangan jumlah penduduk dan perbaikan taraf hidup penduduk di Indonesia,
maka permintaan produk-produk untuk pemenuhan gizi pun semakin meningkat, begitu
pula dengan permintaan akan bahan pangan seperti permintaan protein hewani.
Permintaan akan daging sapi di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat, hal
tersebut selain dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk juga dipengaruhi oleh
peningkatan pengetahuan penduduk itu sendiri terhadap pentingnya protein hewani,
sehingga pola konsumsi juga berubah, yang semula lebih banyak mengkonsumsi
karbohidrat beralih mengkonsumsi daging, telur dan susu.
Tingkat konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia tahun 2010 mencapai 1,69
kg/kapita/tahun dan tahun 2011 mencapai 1,83 kg/kapita/tahun. Tiga tahun terakhir
rata-rata kenaikan konsumsi mencapai 15 persen sedangkan produksi daging menurut
provinsi secara keseluruhan pada 2011 sebesar 485.333 ton dan di tahun 2012 tercatat
sebesar 505.447 dengan pertumbuhan kenaikan daging sapi sebesar 4,15 persen setiap
tahunnya. Persentase permintaan yang lebih tinggi daripada penawaran daging ini
akhirnya berimbas pada kebijakan impor dimana pemerintah Indonesia menetapkan
impor untuk memenuhi kebutuhan daging Indonesia. Badan Pusat Statistik mencatat
2011 realisasi impor sebanyak 102.900 ton dan 2012 sebanyak 34.600, selain itu jumlah
impor yang terealisasi lebih besar dari kebutuhan impor disebabkan banyaknya mafia
impor daging sapi di Indonesia.
Dampak negatif yang sering terjadi dari perdagangan internasional berupa impor
yang erat kaitannya dengan globalisasi menurut Sukirno (2012:382) adalah (1)
menghambat pertumbuhan sektor industri (2) sektor keuangan semakin tidak stabil (3)
memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi.

1.2

Tujuan
a. Mengetahui besaran masalah impor daging sapi di Indonesia
b. Memberikan rekomendasi terhadap kasus impor daging sapi dari sudut pandang
mahasiswa

2.1

BAB II
HASIL BERITA DAN DATA IMPOR DAGING SAPI
Hasil Berita Impor Daging Sapi
Berikut adalah sajian berita yang lengkap, dikutip dari TEMPO.CO.

TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 2.350 ekor sapi siap potong asal Australia dari
rencana 50.000 ekor yang diimpor Perum Bulog hari ini (Rabu, 2 September 2015)
mulai

tiba

di

Pelabuhan

Tanjung

Priok,

Jakarta.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Muladno Bashar


ketika meninjau penurunan ternak tersebut di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Rabu (2
September 2015) menyatakan, pemasukan sapi untuk bulan September 2015 sebanyak
7.100 ekor akan dilakukan dalam empat pengapalan.
Pengapalan kedua rencananya sebanyak 1.450 ekor, pengapalan ketiga 1.100 ekor
dan pengapalan keempat 2.200 ekor."Pemasukan selanjutnya akan dilakukan secara
bertahap sesuai dengan keb utuhan dengan memperhatikan kondisi pasokan sapi potong
dalam negeri," katanya. Menurut Muladno, sebanyak 50 ribu ekor sapi siap potong
yang didatangkan Perum Bulog tersebut untuk periode bulan Agustus hingga Desember
2015.
Sapi-sapi siap potong tersebut diangkut dari Australia pada 28 Agustus 2015
menggunakan Kapal khusus pengangkut ternak Awassi Express dan tiba di Jakarta pada
pukul 08.00 hari ini (2 September 2015). Dia menyatakan, keseluruhan sapi potong
tersebut jantan dan betina serta dalam kondisi afkir atau bukan produktif sehingga tidak
ada masalah ketika dipotong nantinya di rumah potong hewan (RPH).
3

"Bobot sapi-sapi tersebut sekitar 450 500 kg per ekor. Gemuk-gemuk,"


katanya. Sebagai upaya menjaga stabilitas pangan khususnya daging sapi bagi
masyarakat, tambahnya, pemerintah membuat kebijakan pemasukan sapi potong oleh
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berdasarkan penugasan dari Menteri BUMN
sesuai mekanisme ketentuan yang berlaku.
Sementara itu, lanjutnya, untuk menjamin kestabilan pasokan dan harga daging
sapi, perlu dilakukan penataan dan pengendalian impor terhadap sapi potong dan
daging sapi.
2.2

Hasil Data
2.2.1 Sumber Daya Alam
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah perusahaan sapi menurut
kegiatan utamanya pada tahun 2008-2013 yaitu
Tabel 2.1 Produksi Daging Ternak Sapi Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ton)

Provinsi
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kep. Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat

Produksi Daging Ternak Sapi Menurut Provinsi dan Jenis


Ternak (Ton)
2009
2010
2012
2013
2014
7614.00
7914.00
6569.00
8747.00
9085.00
13261.00
14256.00
24547.00
18437.00
25696.00
18322.00
20442.00
22638.00
23099.00
23792.00
7294.00
10950.00
11317.00
8243.00
8431.00
3868.00
6349.00
6507.00
4386.00
5161.00
12482.00
12703.00
14649.00
14496.00
15945.00
2411.00
2691.00
3761.00
4222.00
4696.00
10694.00
9527.00
9833.00
14099.00
14632.00
2004.00
3024.00
2917.00
2966.00
3262.00
579.00
450.00
585.00
556.00
489.00
5657.00
6058.00
12206.00
18021.00
19823.00
70662.00
76066.00
74312.00
71881.00
73482.00
48340.00
51001.00
60893.00
61141.00
61868.00
5384.00
5690.00
8896.00
8637.00
8982.00
107768.00 109016.00 110762.00 100707.00 119463.00
18728.00
20326.00
36121.00
36676.00
38326.00
6283.00
6238.00
8759.00
8964.00
9041.00
6567.00
9287.00
11228.00
12688.00
13069.00

Nusa Tenggara Timur

6486.00

4507.00

13595.00

11083.00

11304.00

Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan

6567.00
2564.00
5946.00

7074.00
5224.00
7058.00

7263.00
4154.00
9610.00

8077.00
4277.00
9770.00

9087.00
4382.00
9514.00
4

Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia

6729.00
4571.00
3359.00
11323.00
3737.00
3063.00
1361.00
1338.00
223.00
1696.00
2427.00
409308.00

7530.00
4386.00
3672.00
9056.00
3902.00
3926.00
1795.00
1420.00
243.00
1899.00
2770.00
436450.00

8069.00
4501.00
4250.00
12725.00
3328.00
4347.00
3053.00
1496.00
578.00
2533.00
2903.00
508905.00

7825.00
1385.00
4565.00
4603.00
14518.00
3849.00
3617.00
2911.00
2687.00
876.00
4077.00
2733.00
504819.00

8411.00
1489.00
4638.00
5118.00
13239.00
4185.00
962.00
3037.00
2973.00
473.00
2738.00
3172.00
539965.00

Tabel 2.3 Jumlah Perusahaan Peternakan Ternak Besar dan Kecil Menurut Badan Hukum
atau Usaha, 2009 - 2013
Badan Hukum

2009

PT/CV/Firma
BUMN
Koperasi
Perorangan
Yayasan
Lainnya
Jumlah

2010

2011

2012

2013

67

114

127

140

152

7
6
0
62
142

4
5
54
177

5
4
47
183

5
3
33
181

3
2
25
182

Tabel 2.4 Jumlah Ternak Sapi yang dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH) Menurut
Provinsi dan Jenis Ternak (Ekor) Tahun 2010-2014

Provinsi
Aceh
Sumatera
Barat
Jambi
Bengkulu

Jumlah Ternak SAPI Yang Dipotong Di Rumah Potong Hewan (RPH)


Menurut Provinsi Dan Jenis Ternak (Ekor)
2010
2011
2012
2013
2014
36014.00
36287.00
30145.00
11316.00
11897.00
37328.00

38056.00

45965.00

33436.00

33917.00

17101.00

17484.00

9095.00

7759.00

8463.00

6473.00

7213.00

7614.00

6531.00

6798.00
5

Kep. Bangka
Belitung

7697.00

8577.00

7982.00

7794.00

8681.00

Dki Jakarta

55565.00

56917.00

17418.00

15415.00

14220.00

Jawa Tengah

176543.00

185371.00

256639.00

175748.00

177686.00

Jawa Timur

340476.00

411249.00

362612.00

405883.00

406462.00

38326.00

62763.00

63662.00

46934.00

46521.00

27710.00

30883.00

25635.00

20727.00

20832.00

10936.00

11209.00

15802.00

13975.00

14395.00

45338.00

45666.00

39762.00

37414.00

37553.00

3431.00

3437.00

5586.00

4078.00

6880.00

42287.00

42344.00

102474.00

55138.00

58419.00

Gorontalo

4322.00

4413.00

5945.00

4159.00

4937.00

Maluku

3711.00

4136.00

3396.00

4189.00

4492.00

Papua Barat

5351.00

5285.00

9892.00

6795.00

1324154.00

1519178.00

1421319.00

1326395.00

1362983.00

Bali
Nusa
Tenggara
Timur
Kalimantan
Tengah
Kalimantan
Timur
Sulawesi
Utara
Sulawesi
Selatan

Indonesia

Tabel 2.2 jumlah perusahaan sapi menurut kegiatan utamanya, 2008-2013


Kegiatan
Utama
Pembibitan
Budidaya
Pengumpul Susu
Sapi
Jumlah

2008

2009

2010

2011

2012

2013

4
95

4
90

4
84

3
87

6
70

1
63

99

94

89

91

84

67

2.2.2 Sumber Daya Manusia


6

Jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta berdasarkan sensus penduduk


yang terakhir pada 2010 dan menempati urutan keempat terbanyak di dunia.
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia tersebut ternyata tingkat
konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia tahun 2010 mencapai 1,69
kg/kapita/tahun dan tahun 2011 mencapai 1,83 kg/kapita/tahun. Dalam tiga tahun
terakhir rata-rata kenaikan konsumsi mencapai 15 persen sedangkan produksi
daging menurut provinsi secara keseluruhan pada 2011 sebesar 485.333 ton dan
di tahun 2012 tercatat sebesar 505.447 dengan pertumbuhan kenaikan daging sapi
sebesar 4,15 persen setiap tahunnya.
Persentase permintaan yang lebih tinggi daripada penawaran daging ini
akhirnya berimbas pada kebijakan impor dimana pemerintah Indonesia
menetapkan impor untuk memenuhi kebutuhan daging Indonesia. Badan Pusat
Statistik mencatat 2011 realisasi impor sebanyak 102.900 ton dan 2012 sebanyak
34.600, selain itu jumlah impor yang terealisasi lebih besar dari kebutuhan impor
disebabkan banyaknya mafia impor daging sapi di Indonesia.
2.2.3 Sumber Daya Teknologi
Sumber daya teknologi yang digunakan pada impor daging sapi berkaitan
dengan informasi yang kami dapat yaitu kapal khusus pengangkut ternak yang
dapat mengangkut sapi dengan berat 450-500 kg per ekor. Dan penurunan ternak
sapi dari kapal tersebut dilakukan di salah satu dari lima pelabuhan besar milik
Indonesia, yaitu pelabuhan Tanjug Priok di Jakarta.

2.2.4 Sumber Daya Kelembagaan


Sumber daya kelembagaan yang berkaitan dengan impor daging sapi
berdasarkan informasi yang kami dapat yaitu:
a. Badan Urusan Logistik (Bulog), sebagai tempat penyimpanan daging sapi
yang telah diimpor dari Australia
b. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Muladno
Bashar, yang bertugas untuk meninjau penurunan ternak sapi di Pelabuhan
Tanjung Priok Jakarta
c. Kementerian BUMN dan ketahanan pangan, yang mempunyai kewenangan
untuk membuat kebijakan pemasukan sapi potong
d. Rumah Potong Hewan

BAB III
PEMBAHASAN

3.1

Analisis Berdasarkan Sumber Daya


3.1.1 Sumber Daya Alam
Terkait dengan impor daging sapi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia,
berikut adalah beberapa alasan mengapa Indonesia harus impor daging terkait
alasan sumber daya alam yaitu Indonesia harus impor daging sapi dari Australia
(sesuai berita di atas) karena untuk makanan sapi sendiri kita harus membeli
pakan ternak yang tiap hari kian mahal harganya. Tidak seperti di Australia, sapi
sapi tersebut dilepas di alam bebas jadi tidak perlu membeli akan ternak yag
tiap hari kian mahal harganya. Sedangkan di Indonesia, kita tidak punya jutaan
hektare lahan seperti di Australia itu kecuali di daerah NTT, NTB, Sulawesi, dan
Madura.
3.1.2 Sumber Daya Manusia
Terkait dengan impor daging sapi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia,
berikut adalah beberapa alasan mengapa Indonesia harus impor daging terkait
alasan sumber daya manusia (SDM):
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak nomor empat
di

jumlah penduduk sebanyak itu, maka otomatis permintaan daging di

Indonesia pun juga tinggi. Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan


mengungkapkan, alasan Indonesia harus mengimpor daging sapi. Dia mencatat
kebutuhan sapi potong di dalam negeri saat ini mencapai 3-4 juta ekor per tahun.
Sementara stok sapi tahun ini berkurang hanya sebanyak 12 juta ekor (tahun
2013). Menurutnya, melihat jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta
jiwa, idealnya dengan pertambahan penduduk sebanyak 350 juta dalam beberapa
tahun mendatang, Indonesia memiliki 60 juta ekor sapi untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri dan lepas dari impor.
3.1.3 Sumber Daya Teknologi
Sumber daya teknologi adalah beragam kemampuan dan daya yang dimiliki
untuk beupaya memenuhi kebutuhan akan suatu hal dengan berbasis teknologi.
Era globalisasi ini membuat teknologi memiliki peran yang sangat penting untuk
menyeimbangi kebutuhan penduduk dunia terhadap konsumsi pangan. Ditambah
lagi bahwa pertumbuhan penduduk dunia sangatlah cepat dan menimbulkan
9

kekhawatiran akan kecukupan dari ketersediaan pangan bagi peduduk dunis


tersebut.
Banyak invasi teknologi dalam bidang pangan. Seluruh negara didunia tengah
berlomba untuk menciptakan inovasi teknologi guna mempercepat proses
produksi dan distribusi dari pangan, seperti penggunaan pesawat perintis untuk
melakukan pemupukan. Begitu pula yang dilakukan oleh negara kita, Indonesia.
Melalui inovasi teknologi ini ketersediaan atau cadangan pangan dari suatu
negara dapat terjamin dan tidak akan bergantung pada negara lain atau kegiatan
impor.
Salah satu invasi teknologi yang dilakukan di Indonesia adalah inovasi
teknologi pangan di sektor peternakan sapi. Inovasi teknologi tersebut adalah
teknik akupuntur pada hewan yang ditemukan oleh peneliti dari Universitas
Airlangga. Sang peneliti yang juga seorang guru besar di fakultas kedokteran
hewan ini telah berhasil meningkatkan kualitas dan kuantitas dari daging sapi
melalui akupuntur pada sapi tersebut. Menurut beliau, Indonesia dapat
menghidupkan kembali iklim usaha peternakan yang produktif kalau ada pihak
yang mau menyebarkan inovasi teknologinya ini.
Invasi teknologi lain yang juga dapat menjamin ketersediaan daging sapi di
Indonesia adalah proses pembibitan ternak sapi yang lebih efisien sehingga dapat
bersaing harga dengan bibit ternak impor tanpa menurunkan kualitas, yaitu
perkawinan dua spesies indukan sapi terbaik asli Indonesia. Menurut profesor
dari Surabaya bahwa perkawinan silang antara sapi dari Madura dan Bali dapat
menghasilkan anakan yang lebih produktif dalam bereproduksi dan mengahsilkan
daging dengan jumlah (berat) yang melebihi dari anakan yang lain.
Sektor pembibitan ternak sapi perlu diberikan perhatian lebih karena banyak
peternakan yang memilih mengimpor bibit sapi ternak dari Australia karena harga
yang berselisih hampir lima juta rupiah.
Kemudian untuk pembenahan aspek distribusi pangan, inovasi teknologi
dapat masuk di kawasan pelabuhan karena 2/3 wilayah Indonesia adalah perairan,
sehingga moda transportasi utama adalah kapal. Pelabuhan menjadi tempat
loading bagi kapal pengangkut ternak. Oleh karena itu, pembenahan pelabuhan
diseluruh Indonesia memnag diperlukan. Khusunya diwilayah yang menjadi
sentrra peternakan sapi, seperti di wilayah Indonesia bagian tengah. Pembenahan
tersebut diantaranya adalah peningkatan kapasitas agar kapal besar yang
digunakan untuk mengangkut ternak dapat bersandar di dermaga tujuan secara
10

langsung. Selanjutnya adalah peningkatan teknologi untuk sarana loading sapi


agar sapi dapat merasa nyaman dan menghindarkan kejadian sapi yang meninggal
sebelum sampai ditangan pihak pembeli.
3.1.4 Sumber Daya Kelembagaan
Sumber daya kelembagaan adalah beragam kemampuan dan daya yang
dimiliki untuk beupaya memenuhi kebutuhan akan suatu hal dengan berbasis
kelembagaan atau organisasi. Sumber daya kelembagaan di Indonesia terkait
bidang pangan adalah Kementerian Pertanian, Bulog, RPH, dan Kementerian
BUMN & Ketahanan Pangan.
Sumber daya kelembagaan yang memiliki peran utama adalah Kementerian
pertanian di sektor peternakan. Karena mereka adalah pemegang kewenangan
langsung dibawah presiden terkait kebijakan dan strategi untuk mengembangkan
sektor peternakan.
Pihak pemerintah Indonesia telah dua kali mencanangkan program
swasembada pangan pada tahun 2010 dan 2014. Proyek ambisius tersebut
ternyata gagal. Hal ini terjadi karena pemerintah hanya menganalisis data dibalik
meja kantor, tetapi tidak melakukan pengecekan langsung dilapangan. Mereka
menaruh kepercayaan dengan mudah terhadaop data sekunder yang telah tersedia.
Sehingga, dapat dikatakan bahwa mereka memberikan obat yang salah terhadap
penyakit terpuruknya kondisi peternakan Indonesia kini. Padahal kita pernah
melakukan ekspor daging sapi ke Hongkong ketika masa jaya usaha peternakan.
Contohnya adalah pemberian sapi secara gratis oleh pihak pemerintah
terhadap peternak potensial di seluruh negeri ini. Solusi tersebut tidak
menyelesaikan masalah lesu darahnya usaha peternakan di Nusa Tenggara karena
masalah utama disana adalah timbunya mafia ternak sapi secara holistik hingga
ke tingkat pejabat daerah tingkat I, yaitu provinsi. Akibat masalah tersebut
peternak malas untuk melakukan usaha di bidang peternakan lagi. Pemuda asli
daerah tersebut pernah mengutarakan bahwa setiap hari di daerah tempat
tinggalnya terjadi pencurian ternak sapi dengan beragam modus tanpa ada
penyelesaian yang memuaskan dari pihak kepolisian. Masyarakat disana telah
jengah dan suntuk dengan tindakan kriminal tersebut yang membuat mereka
menyerah untuk mengembalikan kejayaan Nusa Tenggara sebagai daerah
3.2

penghasil dan pengekspor ternak sapi.


Analisis Berdasarkan Pendekatan Sistem Pangan dan Gizi
3.2.1 Sub Sistem Produksi

11

Sub sistem produksi merupakan upaya yang digunakan dalam mencapai status
gizi masyarakat yang baik atau optimal dimulai dengan penyediaan pangan yang
cukup. Penyediaan pangan termasuk penyediaan daging sapi berfungsi untuk
menjamin pasokan pangan dalam memenuhi kebutuhan seluruh penduduk baik
dari segi kualitas, kuantitas, keragaman, keamanannya. Peternak yang
berorientasi pada pasar, akan terpengaruh oleh dinamika industri. Peternak akan
meningkatkan suatu produksi pangan yang sedang banyak dibutuhkan oleh
industri. Seiring berkembangnya industri memberi dampak pada berkurangnya
lahan produktif. Oleh karena itu, meningkatkan produksi pangan perlu didukung
program intensifikasi maupun pembukaan lahan yang memadai.
Pada usaha kecil yang hanya untuk mencukupi pangan sendiri, masalah
teknologi pasca panen tidak terlalu penting, karena bahan makanan yang dipanen
akan langsung dikonsumsi sendiri. Pada masa sekarang, produksi pangan terlebih
dahulu melewati proses penanganan pasca panen. Dinamika industri dan
penanganan pasca panen yang baik, perlu suatu program atau upaya yang efektif
guna

meningkatkan

dan

menjaga

stabilitas

produksi

pangan

dengan

memperhatikan mutu dan nilai gizi pangan. Dari data yang diperoleh disebutkan
bahwa, upaya yang digunakan dalam menjaga stabilitas pangan, khususnya
daging sapi bagi masyarakat, pemerintah membuat kebijakan pemasukan sapi
potong oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berdasarkan penugasan dari
Menteri BUMN sesuai denganmekanisme ketentuan yang berlaku.
Dari data yang diperoleh juga disebutkan bahwa, untuk menjamin kestabilan
pasokan dan harga daging sapi, perlu dilakukan penataan dan pengendalian
impor terhadap sapi potong dan daging sapi. Kedua hal tersebut perlu dilakukan
secara efektif dengan lebih meningkatkan pengawasan yang terencana dan
terpadu terhadap pemasukan dan distribusi sapi potong dan daging sapi impor,
baik antar instansi yang terkait maupun antar pusat dan daerah.
Produksi pangan mempengaruhi ketersediaan pangan.

Komponen

ketersediaan pangan meliputi kemampuan produksi, cadangan maupun impor


pangan setelah dikoreksi dengan ekspor dan berbagai penggunaan lainnya. Dari
data yang diperoleh disebutkan bahwa, Pemerintah akan mengimpor sapi potong
dari Australia sebanyak 50.000 ekor yang dikirim secara bertahap.Sebanyak
2.350 ekor sapi siap potong asal Australia dari rencana 50.000 ekor yang diimpor
pemerintah melalui Perum Bulog pada hari Rabu tanggal 2 September 2015
mulai tiba di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.
12

Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian,


pemasukan sapi untuk bulan September 2015 sebanyak 7.100 ekor akan
dilakukan dalam empat pengapalan. Rencana untuk pengapalankedua sebanyak
1.450 ekor, pengapalan ketiga sebanyak 1.100 ekor, dan pengapalan keempat
sebanyak 2.200 ekor. Pemasukan selanjutnya akan dilakukan secara bertahap
sesuai kebutuhan, dengan memperhatikan kondisi pasokan sapi potong dalam
negeri. Keseluruhan sapi potong yang diimpor adalah jantan dan betinadengan
3.2.2

kondisi afkir atau bukan produktif, sehingga tidak ada masalah untuk dipotong.
Sub Sistem Distribusi
Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan
efisien, sebagai prasyarat untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat
memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu,
dengan harga yang terjangkau. Bervariasinya kemampuan produksi pangan antar
wilayah dan antar musim menuntut kecermatan dalam mengelola sistem
distribusi, sehingga pangan tersedia sepanjang waktu di seluruh wilayah. Kinerja
subsistem distribusi dipengaruhi oleh kondisi prasarana dan sarana, kelembagaan
dan peraturan perundangan.
Stabilitas pasokan dan harga merupakan indikator penting yang menunjukkan
kinerja subsistem distribusi. Harga yang terlalu berfluktuasi dapat merugikan
petani produsen, pengolah, pedagang hingga konsumen, sehingga berpotensi
menimbulkan keresahan sosial. Oleh sebab itu hampir semua negara melakukan
intervensi kebijakan untuk menjaga stabilitas harga pangan pokok yang
mempengaruhi kehidupan sebagian besar masyarakat. Kebijakan-kebijakan
subsidi domestik, subsidi ekspor dan kredit ekspor yang diterapkan oleh negaranegara eksportir telah menyebabkan harga pangan global terdistorsi dan tidak
merefleksikan biaya produksi yang sebenarnya. Untuk melindungi produsen
dalam negeri dari persaingan yang tidak adil, diperlukan kebijakan proteksi
secara selektif dengan perhitungan yang cermat.
Sistem distribusi yang efisien menjadi prasyarat untuk menjamin agar seluruh
rumah tangga dapat menjangkau kebutuhan pangannya dalam jumlah dan
kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Secara
aktual, terdapat berbagai permasalahan penting dalam mengembangkan distribusi
pangan. Prasarana distribusi darat dan antar pulau yang diperlukan untuk
menjangkau seluruh wilayah konsumen belum memadai sehingga terdapat
wilayah-wilayah yang mengalami masalah pasokan pangan pada waktu-waktu
13

tertentu. Hal ini tidak hanya menghambat aksebilitas masyarakat terhadap


pangan secara fisik, tetapi juga secara ekonomis karena kelangkaan pasokan
akan memicu kenaikan harga dan mengurangi daya beli masyarakat. Pemasaran
pangan biasanya melalui rantai perdagangan yang panjang. Masing-masing
pelaku pada rantai perdagangan tersebut mengambil keuntungan serta
memperhitungkan penyusutan, jasa pengangkutan, jasa penyimpanan, dan jasa
pelayanan sehingga perbedaan harga penjualan oleh produsen dan harga
pembelian oleh konsumen sangat besar.
Terkadang jumlah produksi bahan pangan mencukupi namun ketersediaannya
di pasar kurang bahkan bisa dikatakan sebagai barang langka akibat proses
pendistribusian bahan pangan yang buruk atau diakibatkan oleh penimbunan
bahan pangan yang dilakukan oleh oknum tertentu yang tidak bertanggungjawab
dalam penyelendupan daging sapi di Indonesia sehingga terjadilah ketimpangan
antara jumlah ketersediaan daging sapi dengan jumlah konsumsi penduduk
Indonesia berdasarkan pertimbangan tersebut tindakan impor daging sapi
3.2.3

dilakukan oleh pemerintah.


Sub Sistem Konsumsi
Sub sistem konsumsi dari daging sapi dapat dipengaruhi oleh:
a. Keamanan
Untuk keamanan sapi sendiri masih bisa dikatakan kurang aman. Dulu di
NTT khusunya daerah Sumba merupakan daerah dengan sapi yang paling
banyak diternakkan. Namun dengan seiringnya waktu sapi sapi tersebut
sudah tidak sebanyak dulu. Itu dikarenakan adanya pihak pihak yang tidak
bertanggung jawab seperti penduduk setempat yang mencuri sapi sapi
tersebut untuk konsumsi pribadi. Masalahnya pencurian sapi di NTT sudah
masif, sistematis, dan terstruktur. Bahkan, sapi sapi curian tersebut
diangkut menggunakan mobil ambulans.
b. Kondisi masyarakat
Masyarakat Indonesia terutama di daerah Sumba, pada dasarnya
masyarakat di sana banyak sekali yang berternak sapi. Bahkan kalau di
daerah Sumba tersebut, sapi di jadikan mas kawin untuk melamar wanita. Di
Sumba, saat itu, sapi adalah lambang kekayaan, status sosial, dan taruhan
masa depan generasi penerus. Namun sekarang ini tidak seperti itu
kenyataannya, karena peternak sapi sudah tidak dilindungi lagi haknya
terhadap oknum pencurian sapi yang tidak bertanggungjawab.
14

BAB IV
PENUTUP

4.1

Kesimpulan
Kegiatan impor daging sapi di Indonesia di pengaruhi oleh ke empat sub sistem
yaitu sub sistem produksi, sub sistem distribusi, sub sistem konsumsi dan sub sistem
status gizi yang saling bersinergi dengan menganalisis data yang mendukung
15

berdasarkan Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya
Kelembagaan (SDK), dan Sumber Daya Tekknologi (SDT). Impor daging di Indonesia
terjadi karena dari segi jumlah atau kuantitas produksi yang terbatas karena di
Indonesia hanya bisa melakukan upaya penggemukan sapi saja terkendala dengan biaya
sedangkan pembenihan dilakukan oleh Australia dengan biaya yang ekonomis.
Sehingga selanjutnya akan berdampak pada sub sistem distribusi, konsumsi dan status
gizi masyarakat.
Oleh karena itu, terkait fenomena daging sapi yang masih impor dalam jumlah
ratusan ribu ton akan masih berlangsung lama. Itu disebabkan karena berdasarkan
analisis dari pendekatan sistem pangan dan gizi, yaitu subsistem produksi, subsistem
distribusi atau ketersediaan, subsistem konsumsi, dan subsistem status gizi di sektor
nasional bahwa masalah internal yang ada di negara Indonesia begitu kompleks dan
tersebar rata mulai dari sektor produksi, distribusi atau ketersediaan, hingga konsumsi.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa negara Indonesia masih akan melakukan impor
daging sapi pada beberapa tahun mendatang dan hal ini yang menjadi alasan target
swasembada daging sapi pada tahun 2010 dan 2014 oleh pemerintah tidak terpenuhi.

16

4.2

Rekomendasi atau Solusi


Kami sebagai mahasiswa memandang masalah impor daging ini sebagai masalah
yang kompleks sehingga upaya yang dilakukan untuk mengatasinya juga harus dilihat
dari segi pendekatan sistem pangan dan gizi.
1. Bidang Produksi
a. Menjamin ketersediaan pakan hewan agar tidak terjadi status gizi yang
kurang pada hewan khususnya sapi sehingga keberlangsungan hidup
hewan dapat terjamin juga.
b. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Pertanian membuat
kebijakan tentang jumlah atau kuota terkait impor daging sapi
c. Pemerintah menunjuk beberapa daerah seperti NTT, Madura, NTB,
Sulawesi sebagai daerah sentra peternakan sapi karena daerah tersebut
memiliki potensi pakan ternak yang melimpah dan kawasan yang luas
untuk memelihara sapi.
2. Bidang Teknologi
a. Memperbaiki pembibitan dengan menggunakan inovasi teknologi dalam
memilih sapi pejantan yang berkualitas dari lokal Indonesia
3. Bidang Konsumsi
a. Pengalihan konsumsi sumber protein hewani dari daging sapi ke daging
ikan atau protein dari ternak unggas dengan tetap mempertahankan
kandungan protein guna pemenuhan status gizi.
4. Bidang Distribusi
a. Pembenahan pelabuhan bongkar muat agar kapal modern dapat
mendistribusikan secara merata di daerah-daerah Indonesia. Proses
pendistribusian bahan pangan diatur oleh satu badan pengelola yang diatur
dan dikuasai oleh pemerintah Indonesia atau dilakukan oleh lembaga atau
badan independen profesional yang berkompeten. Hal ini bukan hanya
untuk mengontrol harga bahan pangan di pasar, namun juga dapat untuk
menyelamatkan ketersediaan pangan di Indonesia karena secara tidak
langsung dapat menghindari proses distribusi yang buruk

oleh pihak

swasta dan mencegah terjadinya penimbunan bahan pangan.

17

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar
Jakarta
Badan Pusat Statistik. 2014. Data Produksi Daging Sapi di Indonesia. Jakarta
Baliwati,

Yayuk

Farida

dkk.

2010. Pengantar

Pangan

dan

Gizi.

Jakarta:

Penebar Swadaya.
Chairul Sandro Utama. 2011. Anemia pada Anak. Paper Presentasi pada Kegiatan
Sosialisasi dan Seminar tentang Anemia Gizi Besi pada Anak Usia Sekolah
tanggal 28 Juni 2011 di Aula Pemda Kepahiang
Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. Williams Obstetrics: AntepartumPrenatal Care. 23rd Ed. Amerika Serikat: McGraw Hill; 2010. p.259-66 Healthy
Eating

During

Pregnancy.

Diunduh

dari http://www.nutritionaustralia.org/national/resource/healthy-eating-duringpregnancy. Diakses 15 September 2013.


Gary,

Rahmat.

2012.

Sistem

Pangan

Dan

Gizi. Diambil

dari: http://rahmatumi.blogspot.co.id/2012/11/sistem-pangan-dan-gizi.html (26


September 2015)
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia
Tahun 2011. Jakarta
Novianti, Ike. 2012. Makalah Kesehatan Masyarakat. Diambil dari: http://kesehatanmasyarakatku.blogspot.co.id/p/makalah.html (26 September 2015)

18

Nunut,

Discha.

2012.

Literatur

Subsistem

Produksi.

Diambil

dari: http://dischanunut.blogspot.co.id/2012/06/v-behaviorurldefaultvmlo_22.html
(26 September 2015)
UNICEF, World Bank, USAID, GAIN, Micronutrient Initiative, Flour Fortification
Initiative (Global Report). 2009. Investing in the Future : A United Call to Action
on Vitaminand Mineral Deficiencies
UNICEF.2005. Child Survival Mortality Immunization Nutrition Water And Sanitation.
Edvance Humanity ; HEALTH
Wirakusumah S. 2009. Perencanaan Menu anemia Gizi Besi. Edisi 2. Jakarta: Trubus
Agriwidya
WHO. 2008. Worldwide Prevalence of Anaemia 1993-2005 : WHO Global Data Base
Anemia. Atlanta Georgia.
WHO. 2009. Global Prevalence of Vitamin A Deficiency in Population at risk 1995-2005
; WHO Global Database on Vitamin A Deficiency. Geneva

19

Anda mungkin juga menyukai