Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2
Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2
......................................................................................................................2
...................................3
.................................................................................................................4
.....................................................................................4
................................................................................7
.....................................................................................9
................................................................................9
...........................................................................9
.....................................12
.....................................................................................12
.....................................................................................13
................................................................................14
.....................................................................................................18
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini
memberikan andil terhadap perbaikan gizi masyarakat, khususnya protein hewani yang
sangat dibutuhkan oleh pembangunan penduduk di Indonesia. Seiring meningkatnya
perkembangan jumlah penduduk dan perbaikan taraf hidup penduduk di Indonesia,
maka permintaan produk-produk untuk pemenuhan gizi pun semakin meningkat, begitu
pula dengan permintaan akan bahan pangan seperti permintaan protein hewani.
Permintaan akan daging sapi di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat, hal
tersebut selain dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk juga dipengaruhi oleh
peningkatan pengetahuan penduduk itu sendiri terhadap pentingnya protein hewani,
sehingga pola konsumsi juga berubah, yang semula lebih banyak mengkonsumsi
karbohidrat beralih mengkonsumsi daging, telur dan susu.
Tingkat konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia tahun 2010 mencapai 1,69
kg/kapita/tahun dan tahun 2011 mencapai 1,83 kg/kapita/tahun. Tiga tahun terakhir
rata-rata kenaikan konsumsi mencapai 15 persen sedangkan produksi daging menurut
provinsi secara keseluruhan pada 2011 sebesar 485.333 ton dan di tahun 2012 tercatat
sebesar 505.447 dengan pertumbuhan kenaikan daging sapi sebesar 4,15 persen setiap
tahunnya. Persentase permintaan yang lebih tinggi daripada penawaran daging ini
akhirnya berimbas pada kebijakan impor dimana pemerintah Indonesia menetapkan
impor untuk memenuhi kebutuhan daging Indonesia. Badan Pusat Statistik mencatat
2011 realisasi impor sebanyak 102.900 ton dan 2012 sebanyak 34.600, selain itu jumlah
impor yang terealisasi lebih besar dari kebutuhan impor disebabkan banyaknya mafia
impor daging sapi di Indonesia.
Dampak negatif yang sering terjadi dari perdagangan internasional berupa impor
yang erat kaitannya dengan globalisasi menurut Sukirno (2012:382) adalah (1)
menghambat pertumbuhan sektor industri (2) sektor keuangan semakin tidak stabil (3)
memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi.
1.2
Tujuan
a. Mengetahui besaran masalah impor daging sapi di Indonesia
b. Memberikan rekomendasi terhadap kasus impor daging sapi dari sudut pandang
mahasiswa
2.1
BAB II
HASIL BERITA DAN DATA IMPOR DAGING SAPI
Hasil Berita Impor Daging Sapi
Berikut adalah sajian berita yang lengkap, dikutip dari TEMPO.CO.
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 2.350 ekor sapi siap potong asal Australia dari
rencana 50.000 ekor yang diimpor Perum Bulog hari ini (Rabu, 2 September 2015)
mulai
tiba
di
Pelabuhan
Tanjung
Priok,
Jakarta.
Hasil Data
2.2.1 Sumber Daya Alam
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah perusahaan sapi menurut
kegiatan utamanya pada tahun 2008-2013 yaitu
Tabel 2.1 Produksi Daging Ternak Sapi Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ton)
Provinsi
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kep. Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
6486.00
4507.00
13595.00
11083.00
11304.00
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
6567.00
2564.00
5946.00
7074.00
5224.00
7058.00
7263.00
4154.00
9610.00
8077.00
4277.00
9770.00
9087.00
4382.00
9514.00
4
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Indonesia
6729.00
4571.00
3359.00
11323.00
3737.00
3063.00
1361.00
1338.00
223.00
1696.00
2427.00
409308.00
7530.00
4386.00
3672.00
9056.00
3902.00
3926.00
1795.00
1420.00
243.00
1899.00
2770.00
436450.00
8069.00
4501.00
4250.00
12725.00
3328.00
4347.00
3053.00
1496.00
578.00
2533.00
2903.00
508905.00
7825.00
1385.00
4565.00
4603.00
14518.00
3849.00
3617.00
2911.00
2687.00
876.00
4077.00
2733.00
504819.00
8411.00
1489.00
4638.00
5118.00
13239.00
4185.00
962.00
3037.00
2973.00
473.00
2738.00
3172.00
539965.00
Tabel 2.3 Jumlah Perusahaan Peternakan Ternak Besar dan Kecil Menurut Badan Hukum
atau Usaha, 2009 - 2013
Badan Hukum
2009
PT/CV/Firma
BUMN
Koperasi
Perorangan
Yayasan
Lainnya
Jumlah
2010
2011
2012
2013
67
114
127
140
152
7
6
0
62
142
4
5
54
177
5
4
47
183
5
3
33
181
3
2
25
182
Tabel 2.4 Jumlah Ternak Sapi yang dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH) Menurut
Provinsi dan Jenis Ternak (Ekor) Tahun 2010-2014
Provinsi
Aceh
Sumatera
Barat
Jambi
Bengkulu
38056.00
45965.00
33436.00
33917.00
17101.00
17484.00
9095.00
7759.00
8463.00
6473.00
7213.00
7614.00
6531.00
6798.00
5
Kep. Bangka
Belitung
7697.00
8577.00
7982.00
7794.00
8681.00
Dki Jakarta
55565.00
56917.00
17418.00
15415.00
14220.00
Jawa Tengah
176543.00
185371.00
256639.00
175748.00
177686.00
Jawa Timur
340476.00
411249.00
362612.00
405883.00
406462.00
38326.00
62763.00
63662.00
46934.00
46521.00
27710.00
30883.00
25635.00
20727.00
20832.00
10936.00
11209.00
15802.00
13975.00
14395.00
45338.00
45666.00
39762.00
37414.00
37553.00
3431.00
3437.00
5586.00
4078.00
6880.00
42287.00
42344.00
102474.00
55138.00
58419.00
Gorontalo
4322.00
4413.00
5945.00
4159.00
4937.00
Maluku
3711.00
4136.00
3396.00
4189.00
4492.00
Papua Barat
5351.00
5285.00
9892.00
6795.00
1324154.00
1519178.00
1421319.00
1326395.00
1362983.00
Bali
Nusa
Tenggara
Timur
Kalimantan
Tengah
Kalimantan
Timur
Sulawesi
Utara
Sulawesi
Selatan
Indonesia
2008
2009
2010
2011
2012
2013
4
95
4
90
4
84
3
87
6
70
1
63
99
94
89
91
84
67
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
11
Sub sistem produksi merupakan upaya yang digunakan dalam mencapai status
gizi masyarakat yang baik atau optimal dimulai dengan penyediaan pangan yang
cukup. Penyediaan pangan termasuk penyediaan daging sapi berfungsi untuk
menjamin pasokan pangan dalam memenuhi kebutuhan seluruh penduduk baik
dari segi kualitas, kuantitas, keragaman, keamanannya. Peternak yang
berorientasi pada pasar, akan terpengaruh oleh dinamika industri. Peternak akan
meningkatkan suatu produksi pangan yang sedang banyak dibutuhkan oleh
industri. Seiring berkembangnya industri memberi dampak pada berkurangnya
lahan produktif. Oleh karena itu, meningkatkan produksi pangan perlu didukung
program intensifikasi maupun pembukaan lahan yang memadai.
Pada usaha kecil yang hanya untuk mencukupi pangan sendiri, masalah
teknologi pasca panen tidak terlalu penting, karena bahan makanan yang dipanen
akan langsung dikonsumsi sendiri. Pada masa sekarang, produksi pangan terlebih
dahulu melewati proses penanganan pasca panen. Dinamika industri dan
penanganan pasca panen yang baik, perlu suatu program atau upaya yang efektif
guna
meningkatkan
dan
menjaga
stabilitas
produksi
pangan
dengan
memperhatikan mutu dan nilai gizi pangan. Dari data yang diperoleh disebutkan
bahwa, upaya yang digunakan dalam menjaga stabilitas pangan, khususnya
daging sapi bagi masyarakat, pemerintah membuat kebijakan pemasukan sapi
potong oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berdasarkan penugasan dari
Menteri BUMN sesuai denganmekanisme ketentuan yang berlaku.
Dari data yang diperoleh juga disebutkan bahwa, untuk menjamin kestabilan
pasokan dan harga daging sapi, perlu dilakukan penataan dan pengendalian
impor terhadap sapi potong dan daging sapi. Kedua hal tersebut perlu dilakukan
secara efektif dengan lebih meningkatkan pengawasan yang terencana dan
terpadu terhadap pemasukan dan distribusi sapi potong dan daging sapi impor,
baik antar instansi yang terkait maupun antar pusat dan daerah.
Produksi pangan mempengaruhi ketersediaan pangan.
Komponen
kondisi afkir atau bukan produktif, sehingga tidak ada masalah untuk dipotong.
Sub Sistem Distribusi
Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan
efisien, sebagai prasyarat untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat
memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu,
dengan harga yang terjangkau. Bervariasinya kemampuan produksi pangan antar
wilayah dan antar musim menuntut kecermatan dalam mengelola sistem
distribusi, sehingga pangan tersedia sepanjang waktu di seluruh wilayah. Kinerja
subsistem distribusi dipengaruhi oleh kondisi prasarana dan sarana, kelembagaan
dan peraturan perundangan.
Stabilitas pasokan dan harga merupakan indikator penting yang menunjukkan
kinerja subsistem distribusi. Harga yang terlalu berfluktuasi dapat merugikan
petani produsen, pengolah, pedagang hingga konsumen, sehingga berpotensi
menimbulkan keresahan sosial. Oleh sebab itu hampir semua negara melakukan
intervensi kebijakan untuk menjaga stabilitas harga pangan pokok yang
mempengaruhi kehidupan sebagian besar masyarakat. Kebijakan-kebijakan
subsidi domestik, subsidi ekspor dan kredit ekspor yang diterapkan oleh negaranegara eksportir telah menyebabkan harga pangan global terdistorsi dan tidak
merefleksikan biaya produksi yang sebenarnya. Untuk melindungi produsen
dalam negeri dari persaingan yang tidak adil, diperlukan kebijakan proteksi
secara selektif dengan perhitungan yang cermat.
Sistem distribusi yang efisien menjadi prasyarat untuk menjamin agar seluruh
rumah tangga dapat menjangkau kebutuhan pangannya dalam jumlah dan
kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Secara
aktual, terdapat berbagai permasalahan penting dalam mengembangkan distribusi
pangan. Prasarana distribusi darat dan antar pulau yang diperlukan untuk
menjangkau seluruh wilayah konsumen belum memadai sehingga terdapat
wilayah-wilayah yang mengalami masalah pasokan pangan pada waktu-waktu
13
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Kegiatan impor daging sapi di Indonesia di pengaruhi oleh ke empat sub sistem
yaitu sub sistem produksi, sub sistem distribusi, sub sistem konsumsi dan sub sistem
status gizi yang saling bersinergi dengan menganalisis data yang mendukung
15
berdasarkan Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya
Kelembagaan (SDK), dan Sumber Daya Tekknologi (SDT). Impor daging di Indonesia
terjadi karena dari segi jumlah atau kuantitas produksi yang terbatas karena di
Indonesia hanya bisa melakukan upaya penggemukan sapi saja terkendala dengan biaya
sedangkan pembenihan dilakukan oleh Australia dengan biaya yang ekonomis.
Sehingga selanjutnya akan berdampak pada sub sistem distribusi, konsumsi dan status
gizi masyarakat.
Oleh karena itu, terkait fenomena daging sapi yang masih impor dalam jumlah
ratusan ribu ton akan masih berlangsung lama. Itu disebabkan karena berdasarkan
analisis dari pendekatan sistem pangan dan gizi, yaitu subsistem produksi, subsistem
distribusi atau ketersediaan, subsistem konsumsi, dan subsistem status gizi di sektor
nasional bahwa masalah internal yang ada di negara Indonesia begitu kompleks dan
tersebar rata mulai dari sektor produksi, distribusi atau ketersediaan, hingga konsumsi.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa negara Indonesia masih akan melakukan impor
daging sapi pada beberapa tahun mendatang dan hal ini yang menjadi alasan target
swasembada daging sapi pada tahun 2010 dan 2014 oleh pemerintah tidak terpenuhi.
16
4.2
oleh pihak
17
DAFTAR PUSTAKA
Yayuk
Farida
dkk.
2010. Pengantar
Pangan
dan
Gizi.
Jakarta:
Penebar Swadaya.
Chairul Sandro Utama. 2011. Anemia pada Anak. Paper Presentasi pada Kegiatan
Sosialisasi dan Seminar tentang Anemia Gizi Besi pada Anak Usia Sekolah
tanggal 28 Juni 2011 di Aula Pemda Kepahiang
Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. Williams Obstetrics: AntepartumPrenatal Care. 23rd Ed. Amerika Serikat: McGraw Hill; 2010. p.259-66 Healthy
Eating
During
Pregnancy.
Diunduh
Rahmat.
2012.
Sistem
Pangan
Dan
Gizi. Diambil
18
Nunut,
Discha.
2012.
Literatur
Subsistem
Produksi.
Diambil
dari: http://dischanunut.blogspot.co.id/2012/06/v-behaviorurldefaultvmlo_22.html
(26 September 2015)
UNICEF, World Bank, USAID, GAIN, Micronutrient Initiative, Flour Fortification
Initiative (Global Report). 2009. Investing in the Future : A United Call to Action
on Vitaminand Mineral Deficiencies
UNICEF.2005. Child Survival Mortality Immunization Nutrition Water And Sanitation.
Edvance Humanity ; HEALTH
Wirakusumah S. 2009. Perencanaan Menu anemia Gizi Besi. Edisi 2. Jakarta: Trubus
Agriwidya
WHO. 2008. Worldwide Prevalence of Anaemia 1993-2005 : WHO Global Data Base
Anemia. Atlanta Georgia.
WHO. 2009. Global Prevalence of Vitamin A Deficiency in Population at risk 1995-2005
; WHO Global Database on Vitamin A Deficiency. Geneva
19