RISET KELOMPOk 2
RISET KELOMPOk 2
Peer review adalah review yang dilakukan oleh auditor terhadap kepatuhan suatu kantor
akuntan public pada sistem pengendalian kualitasnya. Tujuan dari dilakukannya menurut PSPM
no.3 adalah untuk meningkatkan mutu kinerja anggota IAI dalam perikatan audit, atestasi,
akuntansi dan review, konsultansi. Tujuan program ini dicapai melalui tindakan pendidikan dan
perbaikan, serta tindakan koreksi. Tujuan tersebut digunakan untuk melayani kepentingan
masyarakat umum dan sekaligus untuk meningkatkan arti pentingnya keanggotaan IAI. Lima
elemen pengendalian kualitas yang akan direview ialah:
1.
2.
3.
4.
5.
peer review penting dilakukan karena dengan dilakukannya peer review didapatkan beberapa
manfaat, antara lain mengurangi resiko litigation, memberikan pengalaman kerja, meningkatkan
moral pekerja, memberikan competitive edge, dan lebih meyakinkan klien atas kualitas jasa yang
diberikan
Tipe pengujian yang dilakukan menggunakan On Site Quality Review, tipe ini dipilih
karena KAP yang akan direview diasumsikan memberikan pelayanan jasa audit atas laporan
keuangan tahunan klien.
Besarnya suatu penghilang atau salah saji informasi akuntansi yang dipandang dari keadaankeadaan yang melingkupinya, memungkinkan pertimbangan yang dilakukan oleh orang yang
mengandalkan pada informasi menjadi berubah atau dipengaruhi oleh penghilang atau salah saji
tersebut.
Dalam menentukan materialitas, auditor harus mempertimbangkan :
Keadaan yang berhubungan dengan satuan usaha
Informasi yang diperlukan oleh mereka yang mengandalkan pada laporan keuangan
yang telah di audit.
Suatu jumlah yang material bagi suatu perusahaan tertentu, mungkin tidak material bagi
perusahaan lain yang berbeda ukuran maupun sifatnya. Selain itu, tingkat meterialitas suatu
perusahaan dapat berubah dari periode ke periode.
Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam perencanaan auditnya.
Penentuan materialitas ini, yang seringkali disebut dengan materialitas perencanaan, mungkin
dapat berbeda dengan tingkat materialitas yang digunakan pada saat pengambilan kesimpulan
audit dan dalam mengevaluasi temuan audit karena (1) keadaan yang melingkupi berubah (2)
informasi tambahan tentang klien dapat diperoleh selama berlangsungnya audit.
Berbagai faktor yang mempengaruhi pertimbangan:
1. Materialitas lebih merupakan konsep yang relative bukannya absolute
2. Sejumlah dasar pertimbangan diperlukan untuk mengevaluasi tingkat materialitas
3. Faktor-faktor kualitatif pun mempengaruhi tingkat materialitas. Contoh: nilai-nilai
yang melibatkan kecurangan seringkali dianggap lebh penting daripada sejumlah nilai
yang sama tetapi yang diakibatkan oleh kekeliruan yang tidak disengaja karena
perbuatan kecurangan tersebut merefleksikan kejujuran serta realibilitas manajemen
atau karyawan lain yang terlibat.
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. (1) auditor menggunakan
materialitas dalam perencanaan audit dan (2) pada saat mengevaluasi bukti audit dalam
pelaksanan audit.
Pertimbangan materialitas menyangkut baik pertimbangan kuantitatif maupun pertimbangan
kualitatif.
Pedoman Kuantitatif
Pada saat ini belum ada pedoman resmi yang berasal dari standard akuntansi mapun standard
auditing terkait pengukuran meterialitas secara kuantitatif, berikut merupakan gambaran
mengenai beberapa pedoman yang di gunakan dalam praktik:
5% hingga 10% dari laba bersih sebelum pajak (10% untuk laba yang lebih kecil, 5%
total pendapatan
Pedoman Kualitatif
Pendapatan kualitatif berhubungan dengan penyebab dari salah saji. Sala saji yang secara
kuantitatif tidak material mungkin secara kualitatif akan material.misalnya ketika salah sji
diakibatkan oleh sutu ketidakberesan (irregularities) atau tindakan melanggar hokum oleh klien.
Penemuan atas terjadinya tersebut dapat mengakibatkan auditor menyimpulkan bahwa terdapat
resiko yang signifikan akan adanya salah saji tambahan yang serupa.
Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam
saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada tingkat saldo
akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material.
Auditor secara umum sama dengan profesi lainnya merupakan subjek hukum dan peraturan
lainnya. Auditor akan terkena sanksi atas kelalaiannya, seperti kegagalan untuk mematuhi
standar profesional di dalam kinerjanya. Profesi ini sangat rentan terhadap penuntutan perkara
(lawsuits) atas kelalaiannya yang digambarkan sebagai sebuah krisis (Huakanala dan
Shinneke,2003,h.69). Lebih lanjut Palmrose dalam Huanakala dan Shinneka menjelaskan bahwa
litigasi terhadap kantor akuntan publik dapat merusak citra atau reputasi bagi kualitas dari jasajasa yang disediakan kantor akuntan publik tersebut.
Kewajiban hukum dapat terjadi ketika seorang auditor memberikan jasa professional dalam
bentuk apapun. Dalam hal ini beberapa kewajiban hukum auditor antara lain:
a. KEWAJIBAN MENURUT COMMON LAW
Common law seringkali diartikan sebagai hokum yang tidak tertulis. Hokum ini
berdasarkan atas keputusan pengadilan dan bukan atas hokum yang dibuat dan disahkan oleh
pihak legistatif. Prinsip-prinsip common law ditentukan oleh kebutuhan social masyarakat.
a. KEWAJIBAN KEPADA KLIEN
Jasa-jasa spesifik yang akan diberikan sebaiknya disebutkan dalam surat perikatan.
Istilah hubungan pribadi dalam kontrak (privity of contract) menunjuk pada hubungan
kontraktual yang ada antara dua atau lebih pihak yang terlibat dalam kontrak. Sesuai
dengan SPAP tentang standar umum.
peraturan 301.
Hukum Kerugian (Tort Law)
Doktrin ultramares, Kewajiban dapat timbul jika pihak ketiga primary beneficiary
atau orang yang harus diberikan informasi audit
Foreseeable users, pemakai yang dapat diketahui lebih dahulu mempunyai hak yang
sama dengan pemakai laporan keuangan yang mepunyai hubungan kontrak .
pihak yang harus dibatasi dan diketahui pada saat auditor memberikan informasi.
PIHAK YANG DAPAT DIKETAHUI SEBELUMNYA
Perorangan atau entitas yang diketahui ataupun yang akan diketahui
auditor akan mengandalkan laporan audit dalam membuat keputusan bisnis dan
investasi digolongkan sebagai pihak-pihak yang dapat diketahui sebelumnya.
Sehingga auditor harus sesuai dengan SPAP standar umum dan standar pelaporan
selain itu juga dengan kode etik peraturan 102, 201, 202, dan 203.
c. KEWAJIBAN MENURUT UNDANG-UNDANG SEKURITAS
SECURITIES ACT TAHUN 1933
Sedangkan kewajiban hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia secara eksplisit
memang belum ada, akan tetapi secara implisit hal tersebut sudah ada seperti tertuang dalam
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Standar Akuntansi Keuangan (SAK), PeraturanPeraturan mengenai Pasar Modal atau Bapepam, UU Perpajakan dan lain sebagainya yang
berkenaan dengan kewajiban hukum akuntan (Rachmad Saleh AS dan Saiful Anuar
Syahdan,2003).
Alasan hubungan auditor dengan kewajiban hokum semakin meningkat:
Salah satu alasan yang paling mendasari adalah kurangnya independensi auditor dalam
menyajikan kualitas jasa audit. Dimungkinkan auditor semakin banyak terlibat kewajiban hokum
karena tidak mampu mempertahankan independensinya dalam memberikan jasa audit. Selain itu,
kelalaian auditor terhadap kepatuhan standard SPAP juga berkontribusi dalam alasan ini.
Terbukti dalam kasus AP Drs Basyiruddin Nur yang dikenakan sanksi melalui Keputusan
Menteri Keuangan (KMK) Nomor: 1093/KM.1/2009 tanggal 2 September 2009. Kemudian AP
Drs Basyiruddin Nur, telah dikenakan sanksi pembekuan selama tiga bulan karena yang
bersangkutan belum sepenuhnya mematuhi Standar Auditing (SA)-Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP) dalam pelaksanaan audit umum atas laporan keuangan konsolidasian PT
Datascrip dan anak perusahaan tahun buku 2007. Menkeu menilai hal itu berpotensi berpengaruh
cukup signifikan terhadap laporan auditor independen.
MEMINIMALKAN RISIKO LITIGASI
1. menggunakan surat perikatan untuk semua jenis jasa professional. Sesuai dengan SPAP
standar umum dan kode etik peraturan 102.
2. melakukan investigasi yang emnyeluruh atas klien prospektif. Sesuai dengan SPAP
3.
4.
5.
6.
10. Mempekerjakan staf yang kompeten dan melatih serta mengawasi dengan pantas
11. Mempertahankan independensi
12. Memahami usaha klien
13. Mendokumentasika pekerjaan secara memadai
14. Mendapatkan surat penugasan dan surat pernyataan
15. Mempertahankan hubungan yang bersifat rahasia
16. Perlunya asuransi yang memadai; dan Mencari bantuan hukum