Mandun
Mandun
Pembimbing :
KRH. dr. H. Djoko Sindhusakti Widyodiningrat,
Sp.THT - KL (K), MBA., MARS., M.Si, Audiologist
Dr. dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT - KL
Diajukan Oleh :
Rahma Lionita Lamandawati, S.Ked
J 510155092
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
Identitas Pasien
Nama
: Bp. S
Umur
: 42 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Kebak Kramat
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Tanggal masuk RS : 2 Oktober 2015
No. Register
: 3489xx
Anamnesis
Keluhan utama
DM
: disangkal
opname
: disangkal
asma
: disangkal
alergi makanan
: disangkal
alergi obat
: disangkal
Riwayat
Riwayat
Riwayat
Riwayat
Riwayat
hipertensi
: disangkal
DM
: disangkal
asma
: disangkal
sakit serupa
: disangkal
Alergi obat & makanan : disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak lemas
Kesadaran
: Compos Mentis
Vital Sign
Tekanan Darah
: 180/100 mmHg
Nadi
: 90 kali/menit
Respirasi
: 24 kali/menit
Suhu
: 36,8 oC
Leher
:
simetris,
gerak dada
kanan dan
kiri
bersamaan,
retraksi
intercostal
(-/-)
N N
Palpasi
Fremitus
DEPAN
N N
Fremitus
belakang
Inspeksi :
N
Palpasi
DEPAN
sonor
Sonor
sonor
Sonor
sonor
Sonor
Perkusi
Auskulta
si
Wheezing (-/-)
Rhonki (-/-)
SDV
+
DEPAN
Ekstremitas : akral hangat (+), turgor kulit baik,
oedema (-), deformitas (-)
Status Lokalis
Telinga
Inspeksi
AD :
Bentuk telinga normal,
bekas luka (-), bengkak (-),
serumen (-)
AS :
Bentuk telinga normal,
bekas luka (-), bengkak (-),
serumen (-)
2. Palpasi
AD : tragus pain (-)
AS : tragus pain (-)
deformitas (-),
hiperemis (-),
deformitas (-),
hiperemis (-),
3. Otoskopi
4.
Garpu
Tala
Telinga
Kanan (AD)
Rinne : positif
Rinne : positif
Hidung
Rhinoskopi anterior
Rinoskopi posterior
Dinding belakang
: N/N
Muara tuba eustachii
Adenoid
: N/N
Tumor
: (-/-)
: N/N
Laringoskopi indirek
Epiglotis : dbn
Aritenoid : dbn
Gerak plika vokalis : dbn
Subglotis : dbn
Tumor : tidak ada
: dbn
Leher : Nyeri tekan
submandibula (-), PKGB (-)
Pemeriksaan Laboratorium
2 Oktober 2015
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
Hemoglobin
9,2 (L)
14,00 18,00
g/dl
Hematokrit
28,5 (L)
42,00 52,00
Leukosit
9,58
5-10
103/ ul
Trombosit
269
150-300
103/ ul
Eritrosit
3,89 (L)
4,50 5,50
103/ ul
MPV
7,7
6,5 12,00
fL
PDW
15,3
9,0 17,0
MCV
71,6 (L)
82,0 92,0
fL
MCH
23,1 (L)
27,0 31,0
Pg
MCHC
32,3
32,0 37,0
g/dl
Limfosit%
26,8
25,0 40,0
Monosit%
2,5 (L)
3,0 9,0
Eosinofil%
1,1
0,5 5,0
Basofil%
0,6
0,0 1,0
Gran%
57,7
50,0 70,0
70-150
mg/dl
HEMATOLOGI
INDEX
HITUNG JENIS
GULA DARAH
Glukosa Darah Sewaktu 84
Pemeriksaan Endoskopi
Diagnosis Klinis
PENATALAKSANAAN
1. Tindakan penghentian perdarahan : Tampon
perdarahan
2. Medikamentosa:
Infus RL 20 tpm
Inj. Ranitidin 1amp/12jam
Inj. Asam Tranexamat 1 amp/12 jam
Inj. Norages 1amp/8jam
Captopril 2x25 mg
Amlodipin 1x10mg
Observasi KU dan Vital sign serta epistaksis berulang
PROGNOSIS
Ad vitam
: ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungtionam : ad bonam
DEFINISI
Epistaksis
keluarnya
darah
dari
hidung,
merupakan suatu keluhan atau tanda,
bukan penyakit. Dapat bersifat primer
atau sekunder, spontan atau akibat
rangsangan dan berlokasi disebelah
anterior atau posterior
Anatomi Fisiologi
Pembuluh darah utama di hidung
berasal dari arteri karotis interna (AKI)
dan karotis eksterna (AKE), yakni :
1. Arteri sphenopalatina, cabang
terminal arteri maksilaris yang berjalan
melalui foramen sphenopalatina yang
memperdarahi septum tiga perempat
posterior dan dinding lateral hidung.
2. Arteri palatina desenden memberikan
cabang arteri palatina mayor, yang
berjalan melalui kanalis incisivus
palatum durum dan menyuplai bagian
inferoanterior septum nasi. Sistem
karotis interna melalui arteri oftalmika
mempercabangkan arteri ethmoid
anterior dan posterior yang mendarahi
septum dan dinding lateral superior.
Etiologi
Lokal
-
Trauma
Infeksi
Neoplasma
Kelainan kongenital
Pengaruh lingkungan
Sistemik
- Kelainan darah
- Penyakit
kardiovaskuler
- infeksi akut
- Gangguan
endokrin
LOKASI EPISTAKSIS
Epistaksis anterior
berasal dari Pleksus Kiesselbach,
merupakan
sumber
perdarahan
paling sering dijumpai anak-anak.
Dapat juga berasal dari arteri
ethmoid anterior. Perdarahan dapat
berhenti sendiri (spontan) dan dapat
dikendalikan
dengan
tindakan
sederhana
1.
1.
2. Epistaksis posterior
berasal dari arteri
sphenopalatina dan arteri
ethmoid posterior. Perdarahan
cenderung lebih berat dan
jarang berhenti sendiri,
sehingga dapat menyebabkan
anemia, hipovolemi dan syok.
Sering ditemukan pada pasien
dengan penyakit
kardiovaskular.
Patofisiologi
Epistaksis anterior
Kebanyakan berasal dari pleksus Kiesselbach di septum
bagian anterior atau dari a. etmoidalis anterior. Perdarahan
pada septum anterior bisanya ringan, diakibatkan karena
keadaan mukosa yang hiperemis atau kebiasaan mengorek
hidung, seringkali berulang dan dapat berhenti dengan
sendirinya.
Epistaksis posterior
Epistaksis
posterior
disebabkan oleh
rupturnya
pembuluh darah yang berada di posterior cavum nasi,
tersering yaitu arteri sphenopalatina. Salah satu
penyebab rupturnya adalah karena kemungkinan
pasien
mengidap
hipertensi.
Hipertensi
akan
menyebabkan dinding pembuluh darah akan melemah
dan melebar karena tekanan yang besar dalam waktu
yang lama. Dinding pembuluh darah menjadi lebih
lemah dari seharusnya, sehingga lebih mudah terjadi
ruptur.
Gambaran
Klinis
1. pendarahan
yang
bervariasi,
dari
ringan
hingga berat
2. perdarahan dapat berasal
dari
anterior
maupun
posterior, ditelan ataupun
diludahkan,
3. perdarahan hilang timbul
atau terus menerus
4. hemoptisis
atau
hematemesis
5. pasien
kadang
datang
dengan kondisi syok yang
hebat
Pemeriksaan
- Rinoskopi anterior
- Rinoskopi posterior
- Pengukuran
tekanan darah
- Rontgen sinus dan
CT-Scan atau MRI
-Endoskopi hidung
Penatalaksanaan
Tiga prinsip utama yaitu :
1. menghentikan perdarahan
2. mencegah komplikasi
3. mencegah berulangnya epistaksis.
Tahapan :
1. Perbaiki keadaan umum penderita
2. Pada epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan
dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian
cuping hidung ditekan ke arah septum selama beberapa
menit
3. Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon
anterior
4. Pada epistaksis anterior, dilakukan kaustik dengan
larutan nitras argenti 20%-30%, asam trikloroasetat 10%
atau dengan elektrokauter. Sebelum kaustik diberikan
analgesia topikal terlebih dahulu.
Komplikasi
Akibat
epistaksis
Akibat
penanganan
epistaksis
(tampon)
- Rinosinusitis, otitis
media dan septicemia
- Hemotimpanum
- Air mata berdarah
(bloody tears)
-Nekrosis mukosa hidung
Prognosis
90% kasus epistaksisanterior dapat berhenti sendiri.
Pada pasien hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis,
biasanya perdarahan hebat, sering kambuh dan
prognosisnya buruk.
Pembahasan
Pada hasil anamnesis, keterangan tentang jumlah perdarahan,
frekuensi, dan tidak berhenti dengan pencet hidung
mendukung hipotesis epistaksis posterior. Dari status
generalis pasien tampak dalam keadaan yang baik (tidak
syok) ditinjau dari tanda vitalnya, hanya saja Tekanan darah
yang didapatkan pada pasien 180/100 mmHg dan termasuk
hipertensi grade II. Hipertensi pada pasien ini dapat
menunjukkan causa dari epistaksis posterior yang diderita
oleh pasien tersebut.
Terima
Kasih