Anda di halaman 1dari 11

http://pakguruonline.pendidikan.

net
ROLE PLAY: SUATU ALTERNATIF
PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF DAN
MENYENANGKAN DALAM MENINGKATKAN
KETERAMPILAN BERBICARA SISWA
SLTP ISLAM MANBAUL ULUM GRESIK
Oleh : Mudairin*
Abstrak. Sebagai guru bahasa Inggris seringkali dihadapkan pada dua pilihan, mengajar
bahasa Inggris untuk mengejar nilai Ebtanas atau melatih kemampuan siswa
menggunakan bahasa itu sebagai bahasa komunikasi. Tampaknya pilihan pertama banyak
dipilih karena selama ini tolok ukur keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris diidentikkan
dengan perolehan nilai EBTANAS. Yang terjadi selanjutnya, pembelajaran di kelas
monoton dari hari ke hari. Waktu belajar siswa banyak dihabiskan untuk mengerjakan soalsoal latihan.
Bagaimana dengan keterampilan berbicara siswa? Tidak ada keraguan sama sekali bahwa
mereka enggan berbicara dalam bahasa Inggris. Mereka tampak merasa malu dan takut
salah. Mereka memang tahu banyak tentang bahasa Inggris tapi sayangnya tidak tahu
harus berbuat apa terhadap bahasa Inggris.
Salah satu upaya guna meningkatkan keterampilan berbicara siswa adalah memberikan
Role Play sebagai bentuk kegiatan pembelajaran bahasa Inggris di kelas. Hal ini
dimaksudkan untuk menciptakan English atmosphere di dalam kelos. Dalam Role Play
siswa di-setting pada situasi tertentu dan saling berinteraksi bersama teman-temannya
dengan menggunakan bahasa Inggris.
Kata kunci: Keterampilan berbicara bahasa Inggris, Role Play Pembelajaran English
atmosphere.
PENDAHULUAN
Kurikulum bahasa Inggris SLTP 1994 dan suplemennya menekankan keterampilan
membaca (reading) pada pembelajaran bahasa Inggris di SLTP (Kurikulum bahasa Inggris,
1994). Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran bahasa Inggris di kelas banyak difokuskan
pada keterampilan membaca (reading). Sementara itu, keterampilan lain utamanya
keterampilan berbicara (speaking) tidak banyak mendapatkan perhatian. Apalagi adanya
kenyataan bahwa keterampilan berbicara tidak diujikan dolam ulangan bersama atau
dalam Ebtanas. Yang terjadi selanjutnya, banyak guru yang memberi porsi secara
berlebihan pada keterampilan membaca (reading), sementara kemampuan speaking siswa
sangat tidak kompeten. Keadaan ini menjadikan mereka enggan berkomunikasi dalam
bahasa Inggris (Yang Shuying, 1999).
Kondisi yang demikian ini terjadi di sekolah peneliti di SLTP Islam Manbaul Ulum Gresik.
Pembelajaran bahasa Inggris banyak difokuskan pada reading karena reading banyak
mendominasi soal-soal ulangan, baik ulangan bersama maupun Ebtanas. Disisi lain,
keterampilan berbicara tidak banyak mendapatkan perhatian yang cukup. Pembelajaran
keterampilan speaking disajikan sebatas pada penjelasan-penjelasan mengenai fungsi
ungkapan-ungkapan bahasa, tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk
http://pakguruonline.pendidikan.net

memperaktikkan ungkapan-ungkapan itu. Lebih parah lagi, bahasan-bahasan itu dikemas


dalam bentuk soal-soal latihan. Tidak lain, tujuannya adalah mengkondisikan siswa pada
soal-soal Ebtanas. Faktor yang demikian ini menjadikan kemampuan berbicara siswa
dalam bahasa Inggris tertatih tatih.
Disisi lain, penguasaan seseoranq terhadap bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi
amat penting. Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah orang yang menggunakan bahasa
Inggris sebagai bahasa asing atau bahasa kedua akan melebihi jumlah penutur aslinya
(Melvia A. Hasman, 2000). Belum lagi pada tahun 2003 akan diberlakukan dua perjanjian,
yaitu AFTA (Asean Free Trade Area) dan AFLA (Asean Free Labour Area), sementara pada
tahun 2020 akan diberlakukon Perjanjian WTO.
Melihat peluang-peluang itu dan memperhatikan keberadaan sekolah peneliti ada di
daerah industri, tidak ada pilihan lain bahwa keterampilan berbicara siswa harus
ditingkatkan. Mengapa keterampilan berbicara? Dari keempat keterampilan bahasa
(menyimak, berbicara, membaca dan menulis), keterampilan berbicara dalam bahasa
Inggris sangat dibutuhkan dalam bidang industri.
Guna meningkatkan kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris siswa SLTP Islam
Manbaul Ulum Gresik, peneliti menggunakan Rote Play sebagai bentuk kegiatan
pembelajaran bahasa Inggris di kelas.
Role play adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan
sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1 986). Dalam Role Play siswa
dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di
dalam kelas, dengan menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, Rote Play sering kali
dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya
seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain saat menggunakan
bahasa Inggris (Basri Syamsu, 2000).
Dalam Role Play siswa diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif
melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris)
bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan
yang berpusat pada diri siswa (Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2002). Lebih
lanjut prinsip pembelajaran bahasa menjelaskan bahwa dalam pembelajaran bahasa,
siswa akan lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan menggunakan bahasa dengan
melakukan berbagai kegiatan bahasa. Bila mereka berpartisipasi, mereka akan lebih
mudah menguasai apa yang mereka pelajari (Boediono, 2001). Jadi, dalam pembelajaran
siswa harus aktif. Tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi
(Sardiman, 2001).
Sementara itu, sesuai dengan pengalaman peneliti manfaat yang dapat diambil dari Role
Play adalah: Pertama, Role Play dapat memberikan semacam hidden practise, dimana
siswa tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan
sedang mereka pelajari. Kedua, Role play melibatkan jumlah siswa yang cukup banyak,
cocok untuk kelas besar. Ketiga, Role Play dapat memberikan kepada siswa kesenangan
karena Role Play pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain siswa akan merasa
senang karena bermain adalah dunia siswa. Masuklah ke dunia siswa, sambil kita antarkan
dunia kita (Bobby DePorter, 2000).
Peneliti juga menggunakan musik sebagai back-ground suara di dalam kelas pada saat
siswa melakukan praktik bahasa. Musik yang dimakud dalam hal ini adalah jenis musik
klasik, misalnya musik Mozart atau Barrogue. Musik ini berfungsi untuk mendukung
lingkungan pembelajaran, merubah mental siswa dan mempengaruhi kondisi hati siswa.
Dalam suasana hening, siswa biasanya merasa malu memulai pembicaraan dalam bahasa
Inggris karena takut salah. Di samping itu, irama, ketukan dan keharmonisan musik dapat
mempengaruhi filosofi manusia, terutama gelombang otak dan detak jantung, disamping
dapat membangkitkan perasaan dan ingatan. Musik dapat membantu siswa masuk ke
keadaan belajar optimal. Musik juga memungkinkan guru membangun hubungan dengan
http://pakguruonline.pendidikan.net 2

siswa. Melalui musik, guru dapat berbicara dalam bahasa mereka (Bobby DePorter, 2000).
Berdasarkan uraian di atas peneliti mencoba merumuskan masalah, yaitu: bagaimana
mengembangkan materi dan strategi pembelajaran bahasa lnggris melalui Role Play guna
meningkatkan keterampilan berbicara dalam bahasa Inggris siswa-siswa SLTP Islam
Manbaul Ulum Gresik?
Penelilian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan materi dan strategi
pembelajaran bahasa Inggris melalui Role Play guna meningkatkan keterampilan berbicara
siswa SLTP Islam Manbaul Ulum Gresik.
RENCANA TINDAKAN
Guna meningkatkan kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris siswa SLTP Islam
Manbaul Ulum Gresik, peneliti menggunakan Role Play sebagai bentuk kegiatan
pembelajaran bahasa Inggris di kelas. Pada setiap tatap muka selama 90 menit, siswa
diminta secara aktif melakukan praktik bahasa (bertanya dan menjawab dalam bahasa
Inggris) pada situasi tertentu dalam kelompok kecil (yang terdiri dari 2 sampai 6 siswa)
maupun kelompok besar (lebih dari 6, atau melibatkan seluruh kelas). Dengan perlakukan
seperti ini, didapatkan asurnsi bahwa kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris siswa
SLTP Islam Manbaul Ulum Gresik akan meningkat. Adapun bagian detilnya akan
didapatkan setelah penelitian ini dilakukan, dan itu akan disampaikan pada bagian
kesimpulan.
Setting penelitian
Penelitian ini dilakukan di SLTP Islam Manbaul Ulum Gresik. Sebagai sasarannya adalah
siswa kelas II (dua) B dengan jumlah siswa sebanyak 41 siswa. Mereka sebagian besar
adalah siswa-siswa yang memiliki nilai akademik rendah, sisa-siswa yang tidak diterima di
sekolah-sekolah negeri.
Peneliti adalah guru bahasa Inggris, yang sudah sekitar 10 tahun mengajar bidang studi
bahasa Inggris di sekolah tersebut. Sekolah itu terletak di daerah industri di pinggiran kota
dimana sangat rentan terhadap munculnya masalah-masalah sosial yang dapat
mempengaruhi proses pembelajaran sjswa.
Persiapan penelitian
Untuk mendapatkan refleksi awal, peneliti melakukan tes awal yang berbentuk tes
interview. Tes awal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi siswa sebenarnya tentang
kemampuan berbicara siswa dalam bahasa Inggris. Setelah peneliti mengetahui gambaran
awal, peneliti melakukan persiapan penelitian yang antara lain, menyusun rencana
pengajaran sekaligus menyusun materi pembelajaran dalam bentuk Role Play, membuat
media pembelajaran (kartu, students' worksheet, gambar, type recorder) dan membuat
instrumen penelitian.
Siklus Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang menggunakan 3 siklus
sedang, dan dalam setiap siklus sedang terdiri dari 6 siklus kecil. Total jumlah siklus kecil
dalam penelitian ini sebanyak 18 siklus kecil. Dan setiap siklus kecil berlangsung selama
90 menit. Pembagian siklus menjadi 3 siklus sedang dimaksudkan karena setiap siklus
sedang memiliki karakter dan tujuan yang berbeda-beda.
Siklus sedang I memiliki karakter bahwa materi yang diberikan kepada siswa sebagian
besar merupakan materi kelas I (satu), dan masih sederhana. Tujuannya adalah untuk
menumbuhkan sekaligus meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri siswa karena
materi-materi itu pada dasarnya sudah dikenal siswa pada saat kelas 1. Siklus sedang II,
materinya dikembangkan satu tingkat grade-nya di atas materi siklus sedang 1. Tujuan
yang ingin dicapai adalah disamping untuk meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri
http://pakguruonline.pendidikan.net 3

siswa, sekaligus untuk meningkatkan fluency. Sementara itu siklus sedang III, bobot
materinya hampir sama dengan materi pada siklus sedang II. Tujuan yang ingin dicapai
adalah untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa, fluency dan accuracy. Topik atau tema
pada masing-masing siklus dapat dilihat pada bagian selanjutnya.
Sementara itu, yang dimaksud dengan siklus kecil adalah suatu kegiatan pembelajaran
yang menyajikan satu anak tema atau topik tertentu dalam satu tatap muka selama 90
menit (2 x 45 menit). Setiap siklus kecil terdiri dari empat tahapan yaitu, planing, acting,
observing, dan reflecting.
Instrumen Penelitian
Untuk mendukung validitas, penelitian ini menggunakan instrumen-instrumen sebagai
berikut; interview, questionaire, field notes, skala penilaian dan intsrumen lain berupa
perangkat elektronika. Instrumen-instrumen tersebut dimaksudkan agar didapatkan
triangulasi data.
HASIL PENELITIAN
Refleksi Awal
Seperti yang telah peneliti uraikan pada awal bagian penelitian ini bahwa kemampuan
berbicora dalam bahasa Inggris siswa-siswa SLTP Islam Manbaul Ulum Gresik amat
rendah. Kondisi seperti ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan pembelajaran sebelumnya,
pada saat mereka kelas 1. Ini terbukti dari hasil interview yang dilakukan oleh peneliti
didapatkan data bahwa kemampuan berbicara siswa dalam bahasa Inggris siswa rata-rata
sangat rendah. Sebanyak 10% siswa dapat menjawab pertanyaan yang diajukan dengan
mendapatkan nilai kategori baik (siswa dapat menjawab pertanyaan dan jawabannya tetap
mengacu pada pertanyaan dengan menggunakan kosa kata yang tepat, dan kesalahan
struktur hamper tidak ada). Sebanyak 20% siswa mendapat nilai dengan kategori cukup
(siswa dapat menjawab pertanyaan tetapi menggunakan sedikit kosa kata dan sering
membuat kesalahan pada struktur, kadang-kadang jawabannya tidak mengarah pada
pertanyaan). Sedangkan sisanya, sebanyak 70 % siswa mendapatkan nilai kategori jelek
(Siswa tidak menjawab sama sekali karena tidak mengerti maksud pertanyaan. Atau jika
paham, mereka malu dan takut menjawab).
Di bawah ini daftar topik pertanyaan yang di-interview-kan kepada siswa:

1. Giving about the name, age, address, hobby


2. Giving information about family
3. Talking about job
4. Physical description
5. Like/dislike
6. Talking about colour
7. Talking about clothes
8. Giving information about daily activity
9. Replying where people are
10. Talking about ongoing actilvity
Siklus Sedang I

PERENCANAAN
Siklus sedang I terdiri dan 6 siklus kecil, dan setiap siklus kecil berlangsung selama 90
menit. Materi yang diberikan antara lain: Asking for and giving personal information 1,
http://pakguruonline.pendidikan.net 4

Asking for and giving personal information 2, Asking for and giving personal information 3,
Talking about family. Counting, Asking and replying where things are.
Langkah-langkah yang ditempuh antara lain:
a. Membuat setting Role Play agar tampak sebagaimana mestinya. Misalnya,
menjelaskan kepada siswa peran apa yang akan dimainkan. Di sini, peneliti
melakukan persiapan-persiapan yang berkaitan dengan setting Role Play dan
atributnya.
b. Menjelaskan tujuan dan aturan permainan.
c. Memberikan ungkapan-ungkapan yang dipakai dalam Role Play, membimbing cara
pengucapkannya beberapa kali dan sekaligus menjelaskan penggunaannya. Ini
dilakukan dengan maksud agar siswa merasa percaya diri menggunakan
ungkapan-ungkapan itu dalam Role Play.
d. Memilih musik yang sesuai sebagai background suara agar suasana tampak rileks
sehingga dapat mengurangi ketegangan siswa.
PELAKSANAAN
Siswa diminta memperaktikkan Role Play sesuai dengan tujuan dan aturan permainan
selama kurang lebih 50 menit. Untuk 5 menit pertama, peneliti membuat persiapanpersiapan sebagai setting Role Play, misalnya menata kelas, membuat atribut dan
menceriterakan kepada siswa peran yang akan dimainkan. 5 menit berikutnya, peneliti
menjelaskan tujuan dan aturan permainan. Kemudian 15 menit selanjutnya ungkapanungkapan dan kosa kata yang dipakai dalam Role Play dituliskan di papan, sekaligus
dijelaskan oleh peneliti fungsinya. Peneliti juga memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menirukan cara melafalkan ungkapan-ungkapan dan kosa kata yang akan dipakai.
Untuk topik-toprk yang lebih rumit,kegiatan ini kadang-kadang membutuhkan lebih dari 15
menit. Selanjutnya setelah siswa merasa jelas, peneliti meminta siswa memperaktikkan
Role Play selama kurang lebih 25 menit dalam kelompok. Pada saat siswa bermain Role
Play, peneliti membunyikan musik sebagai background suara dengan volume tertentu.
Peneliti selanjutnya memantau jalannya Role Play sambil memberikan bantuan kepada
siswa. Untuk kesalahan-kesalahan yang bersifat umum, artinya dilakukan hampir seluruh
siswa, peneliti menjelaskan kembali secara klasikal. Sementara kesalahan yang bersifat
individu atau kelompok, peneliti langsung memberikan penjelasan pada individu atau
kelompok itu.
PENGAMATAN
Pada setiap akhir dua siklus kecil, Angket Siswa dibagikan. Ini dimaksudkan untuk
mengetahui respon siswa setelah mereka mempraktikkan Role Play. Tabel benkut ini
menunjukkan jumlah rata-rata respon siswa dari 3 angket yang teriah disebarkan selama
pelaksanaan sikius sedang 1. Dari 41 jumlah didapatkan data seperti pada Tobel 1. Data
Tabel 1 di-checkcross-kan dengan Lembar Observasi Aktivitas dalam KBM yang dilakukan
oleh kolaborator, dan didapatkan data:

1. Peneliti merasa kesulitan membuat gambar atau media lain untuk kata-kata tertentu

2.

sehingga kata-kata itu langsung diterjemahkan. Hal yang demikian ini mengakibatkan
sebanyak 64 % siswa merasa kesulitan memahami arti kosa kata meskipun sudah
diartikan kedalam bahasa Indonesia.
Peneliti sudah memberi contoh cara melafalkan ungakapan-ungkapan yang dipakai
namun tidak banyak memberi penekanan sehingga mengakibatkan sebanyak 61%
siswa merasa kesulitan mengucapkan ungkapan-uangkapan itu saat mempraktikkan
Role Play.
http://pakguruonline.pendidikan.net

TABEL : 1
No.

JUMLAH

URAIAN

1.

64 % Siswa

Menyatakan merasa kesulitan dalam memahami arti


kosa kata yang terdapat dalam Role Play

2.

26 % Siswa

Menyatakan bahwa kosa kata yang sukar jumlahnya


sedikit.

3.

58 % Siswa

Menyatakan mudah memahami ungkapan-ungkapan


yang dipakai dalam Role Play

4.

61 % Siswa

Menyatakan merasa kesulitan mengucapkan ungkapanungkapan itu

5.

76 % Siswa

Menyatakan merasa sudah jelas dengan aturan Role


Play

6.

79 % Siswa

Menyatakan merasa jelas dengan contoh yang telah


diberikan oleh guru.

7.

76 % siswa

Menyatakan merasa senang belajar bahasa Inggris


melalui Role Play

8.

59 % Siswa

Menyatakan merasa sulit bermain Role Play

REFLEKSI
Sementara itu, hasil refleksi yang diperoleh di lapangan selama pelaksanaan siklus sedang
I sebagaimana di bawah ini:

1. Pada awal pelaksanaan siklus sedang I tampaknya sebagian besar siswa masih
merasa canggung (tidak percaya diri) melakukan praktik bahasa (bertanya dan
menjawab dalam bahasa Inggris). Sebagai gantinya, siswa banyak melakukannya
dengan cara melihat pekerjaan teman-temannya. Kondisi yang demikian ini terjadi
karena siswa belum terbiasa melakukan Role Play. Kemungkinan lain, kurangnya
penekanan pada latihan melafalkan ungkapan-ungkapan dan kosa kata yang dipakai
dalam Role Play sehingga siswa merasa malu. Masalah ini (percaya diri siswa) akan
mendapat perhatian peneliti untuk pelaksanaan siklus sedang berikutnya.

2. Di samping melihat pekerjaan teman-temannya, untuk mendapatkan dan memberi


infromasi yang semestinya dilakukan dengan cara bertanya dan menjawab dalam
bahasa Inggris, banyak siswa yang masih menggunakan bahasa daerah. Misalnya,
untuk meminta perhatian seseorang, minta maaf, menyuruh orang lain mengulang apa
yang ia katakan. Padahal, untuk tujuan ini mereka sebenarnya dapat saja melakukan
dalam bahasa Inggris dengan cara melihat ungkapan-ungkapan itu yang masih tertera
http://pakguruonline.pendidikan.net 6

di papan tulis. Keadaan seperti ini banyak dipengaruhi oleh ketidak biasaan mereka
berbicara dalam bahasa Inggris sehingga mereka enggan melakukannya. Pada
pelaksanaan siklus selanjutnya agar keadaan ini tidak terulang lagi siswa banyak
dibekali cara melafalkan ungkapan-ungkapan yang dipakai dalam Role Play, dan
siswa sering diingatkan agar mereka tidak canggung dan ragu-ragu lagi.

3. Sebagian besar siswa merasa sulit beradaptasi dengan Setting Role Play yang
dipersiapkan sepenuhnya oleh peneliti. Keadaan ini akan mendapat perhatian peneliti
pada pelaksanaan siklus sedang berikutnya. Misalnya, dengan memberitahukan
terlebih dahulu tentang setting Role Play untuk pertemuan berikutnya, kemudian
memberi penugasan kepada siswa untuk membuat persiapan-persiapan setting Role
Play sebagaimana yang dikehendaki.
Siklus Sedang II
PERENCANAAN

Siklus sedang II terdiri dan 6 siklus kecil, dan setiap siklus kecil berlangsung selama 90
menit. Materi yang diberikan adalah: Asking where places are 1, Asking where places are
2, Asking for things in a shop, Shopping around, Describing feelings, Talking about habits
and hobbies.
Langkah-langkah yang ditempuh pada perencanaan siklus sedang II adalah:

1. Memberikan setting Role Play terlebih dahulu untuk perternuan berikutnya, dan
memberikan penugasan kepada siswa untuk mempersiapkan setting itu.

2. Menjelaskan dan menegaskan kembali kepada siswa tujuan dan aturan permainan
3.
4.
5.

agar siswa tidak lagi melihat pekerjaan teman-temannya. Melainkan bertanya dan
menjawab dalam bahasa Inggris untuk mendapatkan dan memberi informasi.
Melatih siswa melafalkan ungkapan-ungkapan yang dipakai dalam Role Play beberapa
kali, dan sekaligus menjelaskan kegunaannya serta memberikan contoh agar mereka
menjadi jelas dan percaya diri disamping untuk meningkatkan fluency siswa.
Memperpanjang waktu bermain Role Play, semula 50 menit menjadi 60 menit.
Memilih jenis musik yang sesuai sebagai backround.

PELAKSANAAN
Siswa diminta kembali memperaktikkan Role Play sesuai dengan tujuan dan aturan
permainan selama kurang lebih 60 menit. Untuk 5 menit pertama, siswa membuat
persiapan-persiapan sebagai setting Role Play sebagaimana yang telah diberitahukan
terlebih dahulu dan ditugaskan oleh peneliti. Siswa tampaknya lebih mudah beradaptasi
dengan setting yang telah mereka persiapkan sendiri. 5 menit berikutnya, peneliti,
menjelaskan tujuan dan aturan permainan. Pada bagian ini peneliti mengingatkan dan
menekankan kepada siswa untuk melakukan Role Play sebagaimana prosedurnya, dan
bukan melihat pekerjaan temannya. Kemudian 15 menit selanjutnya ungkapan-ungkapan
dan kosa kata yang dipakai dalam Role Play dituliskan di papan, sekaligus dijelaskan oleh
peneliti fungsinya. Peneliti juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menirukan
cara melafalkan ungkapan-ungkapan dan kosa kata beberapa kali hingga siswa merasa
jelas. Selanjutnya setelah siswa merasa jelas, peneliti meminta siswa mempraktikan Role
Play selama kurang lebih 35 menit dalam kelompok. Pada saat siswa bermain Role Play,
peneliti membunyikan musik sebagai background suara dengan volume tertentu.
Peneliti selanjutnya memantau jalannya Role Play, dan masih memberikan bantuan kepada
http://pakguruonline.pendidikan.net

siswa. Untuk kesalahan-kesalahan yang bersifat umum, kesalahan itu dijelaskan kembali
secara klasikal. Sementara kesalahan yang bersifat individu atau kelompok, dijelaskan
pada saat kesalahan itu terjadi. Namun demikian, koreksi yang diberikan tidak menjadikan
siswa down.
PENGAMATAN
Pada setiap akhir dua siklus kecil, Angket Siswa dibagikan. Ini dimaksudkan untuk
mengetahui respon siswa setelah mereka mempraktikkan Role Play. Data yang diperoleh
menunjukkan adanya penurunan dan peningkatan di beberapa hal.
Dari semula 64% siswa yang menyatakan merasa kesulitan memahami arti kosa kata
dalam Role Play, kini turun menjadi 51%. Ini dikarenakn peneliti tidak langsung
mengartikan kata-kata itu tapi menggunakan gambar atau realia dan mungkin gesture.
Sehingga gambar dan gesture itu dapat dijadikan siswa sebagai alat cantolan untuk
menambatkan kata-kata dalam benak mereka. Semula 58% siswa yang menyatakan
mudah memahami ungkapan-ungkapan yang dipakai dalam Role Play, kini meningkat
menjadi 70%. Ini disebabkan guru banyak melatih siswa melafalkan ungkapan-ungkapan
itu. Disamping itu, siswa juga sudah mulai terbiasa bermain Role Play sehingga mereka
juga terbiasa melakukan tanya dan jawab dalam bahasa Inggris. Demikian pula yang
menyatakan senang bermain Role Play, semula dari 76% meningkat menjadi 82%.
Sementara itu, jumlah siswa yang menyatakan sulit bermain Role Play kini turun, semula
59 % menjadi 41 %. Ini tidak lain karena siswa sudah terkondisi bermain Role Play.
REFLEKSI
Hasil refleksi yang diperoleh di lapangan selama pelaksanaan siklus sedang II adalah
sebagai berikut:

1. Rasa percaya diri siswa selama pelaksanaan siklus sedang II tampak lebih baik

2.

3.

dibandingkan pada siklus sebelumnya. Banyak siswa yang tidak lagi melihat pekerjaan
teman-temannya untuk mendapatkan dan memberi informasi. Melainkan mereka
lakukan dengan bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris kendatipun cara
melafalkannya (fluency) masih belum baik. Ini dikarenakan sikap peneliti yang sering
membantu siswa melafalkan dan sekaligus menjelaskan fungsi ungkapan-ungkapan
yang dipakai. Perpanjangan waktu untuk memperaktikkan Role Play tenyata dapat
mempengaruhi rasa percaya diri siswa karena siswa merasa lebih leluasa dan lebih
lama melakukan praktik bahasa.
Jumlah siswa yang menggunakan bahasa daerah saat mereka memperaktikkan Role
Play berkurang. Untuk menyuruh temannya mengulang, misalnya, siswa menggunakan
ungkapan "What?". Sementara untuk ungkapan-ungkapan yang dipakai dalam Role
Play, mereka tidak ragu lagi menggunakannya walaupun pronounciation-nya masih
belum baik. Ini dikarenakan siswa sudah mulai terkondisi betul dengan permainan Role
Play.
Role Play yang dimainkan dalam kelompok besar, lebih dari 6 siswa, suasananya
tampak lebih meriah dari pada jika dimainkan dalam kelompok kecil, yang dimainkan
hanya 2 siswa atau kurang dari 6 siswa. Faktor ini ternyata dapat mempengaruhi
keberanian dan rasa percaya diri siswa sekaligus dapat mempertahankan siswa untuk
tetap melakukan praktik (bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris). Ini
dikarenakan bila Role Play dimainkan dalam kelompok besar, siswa dapat memilih
patner mereka sesuka hati. Berbeda dengan jika dimainkan dalam kelompok kecil.
Dalam kelompok kecil, siswa melakukan hanya terbatas kepada teman sebangkunya
saja. Pada siklus sedang berikutnya, pemilihan topik Role Play akan dipertimbangkan
dengan kelompok besar.

Siklus Sedang III


http://pakguruonline.pendidikan.net

PERENCANAAN
Siklus sedang III terdiri dari 6 siklus kecil, dan setiap siklus kecil berlangsung selama 90
menit. Materi yang akan diberikan antara lain: Asking for and giving permission. Talking
about likes and dislikes. Describing places. Describing houses, Asking about travelling to
work.
Langkah-langkah yang diberikan pada perencanaan siklus sedang III sebagai berikut:

1. Memilih materi-materi Role Play yang dimainkan dalam kelompok besar. Ini

2.
3.

dimaksudkan agar rasa percaya diri dan fluency siswa lebih meningkat. Dengan cara
ini siswa dapat menentukan pasangannya secara bergantian, dan dengan cara ini pula
siswa dapat melatih rasa percaya diri mereka kepada teman-temannya. Disamping itu,
mereka juga dapat mengukur fluency mereka dibanding dengan teman-temannya.
Menambah waktu bermain Role Play, semula 60 menit menjadi 75 menit. Ini
dimaksudkan agar siswa lebih lama melakukan peraktik bahasa bersama temantemannya.
Memilih jenis musik yang sesuai sebagai background.

PELAKSANAAN
Siswa diminta kembali memperaktikkan Role Play sesuai dengan tujuan dan aturan
permainan selama kurang lebih 75 menit. Untuk 5 menit pertama, siswa membuat
persiapan-persiapan sebagai setting Role Play sebagaimana yang telah dilakukan pada
siklus sebelumnya. 5 menit berikutnya, peneliti menjelaskan tujuan dan aturan permainan.
Pada bagian ini peneliti menekankan kembali kepada siswa untuk melakukan Role Play
sebagaimana prosedurnya, dan bukan melihat pekerjaan temannya. Kemudian 15 menit
selanjutnya ungkapan-ungkapan dan kosa kata yang dipakai dalam Role Play dituliskan di
papan, sekaligus dijelaskan oleh peneliti fungsinya. Peneliti juga memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menirukan cara melafalkan ungkapan-ungkapan dan kosa kata yang
akan dipakai beberapa kali hingga siswa merasa jelas. Selanjutnya, peneliti meminta siswa
mempraktikkan Role Play selama kurang lebih 50 menit dalam kelompok besar. Pada saat
siswa bermain Role Play, peneliti membunyikan musik sebagai background suara dengan
volume tertentu.
Peneliti selanjutnya masih tetap memantau jalannya Role Play sambil memberikan bantuan
kepada siswa.
PENGAMATAN
Pada setiap akhir dua siklus kecil, Angket Siswa dibagikan. Ini dimaksudkan untuk
mengetahui respon siswa setelah mereka mempraktikkan Role Play. Data yang diperoleh
menunjukkan adanya penurunan dan peningkatan di beberapa hal.
Dari semula 51% siswa yang menyatakan merasa kesulitan memahami arti kosa kata
dalam Role Play, kini menjadi 31%. Ini dikarenakan kosa kata yang dipakai dalam Role
Play banyakyang dikenal oleh siswa, ditambah lagi peneliti lebih banyak menggunakan
gambar, realia dan mungkin gesture untuk membantu siswa memahami artinya. Dari 70%
siswa pada siklus sebelumnya yang menyatakan mudah memahami ungkapan-ungkapan
yang dipakai dalam Role Play, kini meningkat menjadi 87%. Kondisi yang demikian ini
banyak dipengaruhi oleh latihan melafalkan ungkapan-ungkapan dalam bahasa Inggris
pada siklus-siklus sebelumnya. Demikian pula yang menyatakan senang bermain Role
Play, semula dari 82% meningkat menjadi 91%. Yang demikian ini karena bermain
merupakan kegiatan yang disukai siswa SLTP Jadi, wajar kenaikan itu drastis. Sementara
itu, jumlah siswa yang menyatakan sulit bermain Role Play kini turun, semula 41% menjadi
23%. Ini tidak lain karena siswa sudah terkondisi bermain Role Play. Mereka sudah
terbiasa dengan tujuan dan aturan-aturannya. Mereka juga tahu apa yang harus diperbuat
http://pakguruonline.pendidikan.net

dan harus mereka katakan.


REFLEKSI
Hasil refleksi yang diperoleh di lapangan selama pelaksanaan siklus sedang III adalah
sebagai berikut:

1. Selama pelaksanaan siklus sedang III, keberanian dan rasa percaya diri siswa benar

2.

benar tampak. Sebagian besar siswa, sekitar 90%, tidak lagi melihat pekerjaan temantemannya untuk mendapatkan dan memberi informasi. Melainkan mereka lakukan
dengan cara bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris. Fluency mereka juga
tampak lebih baik dibandingkan siklus sebelumnya karena ungkapan-unkapan yang
dipakai sudah banyak dikenal oleh siswa. Demikian pula pada accuracy siswa. Karena
materi yang dipilih merupakan materi Role Play yang dimainkan pada kelompok besar,
sehingga siswa dapat melakukan praktik bahasa (bertanya dan menjawab melalui Role
Play).
Pada akhir pelaksanaan siklus sedang III penggunaan bahasa daerah sudah tampak
berkurang. Misalnya jika mereka mengatakan sesuatu yang salah, mereka
mengucapkan "I'm sorry" atau minimal "Sorry", dan bukannya "Eh" dalam bahasa
daerah. Jika mereka meminta perhatian orang lain, mereka mengatakan "Excuse me!",
bukan "Lhe" dalam bahasa daerah. Dan begitu seterusnya untuk ungkapan-ungkapan
seperti, "Thank you", "That's OK". Siswa begitu fasih menggunakannya karena mereka
sudah terbiasa.

KESIMPULAN
Salah satu variasi pembelajaran bahasa Inggris untuk siswa SLTP adalah pembelajaran
bahasa Inggris melalui Role Play. Role Play sebaiknya dipersiapkan dan dirancang dengan
baik. Dalam memberikan Role Play sebagai kegiatan pembelajaran bahasa Inggris, guru
sebaiknya memperhatikan level siswa, utamanya pada pemilihan materi. Role Play yang
terlalu tinggi bagi siswa dapat mempengaruhi psikologi siswa. Setting, tujuan dan aturan
permainan dalam Role Play harus disampaikan agar dapat menumbuhkan rangsangan
tersendiri bagi siswa. Siswa akan lebih bergairah bermain Role Play karena mereka sadar
dan menganggap itu suatu kebutuhan. Jika perlu siswa juga dapat diberdayakan misalnya,
dalam pembuatan setting Role Play. Karena Role Play yang baik adalah Role Play yang
mampu memberdayakan sekaligus membuat siswa aktif. Dengan cara demikian siswa
akan terlatih melakukan praktik-praktik bahasa, saling berinteraksi menggunakan bahasa
Inggris bersama teman-temannya tanpa mereka sadari sebelumnya.
SARAN
Guru sebaiknya dalam melakukan pengajaran bahasa Inggris di kelas tidak harus selalu
berorientasi pada perolehan hasil Ebtanas sebagai tujuannya. Ada yang lebih menantang,
bagaimana membekali siswa dengan keterampilan-keterampilan yang lebih menjanjikan
bagi kehidupannya kelak, yang sangat dibutuhkan pada era globalisasi nanti. Ketrampilan
itu tidak lain adalah keterampilan berbicara dalam bahasa Inggris. Untuk dapat memenuhi
tujuan itu, guru seyogyanya lebih kreatif menjadikan pembelajaran tampak lebih hidup,
nyata dan lebih bermakna, dan salah satunya melalui Role Play. Belajar adalah proses,
dan butuh kesabaran di pihak kita.
DAFTAR PUSTAKA

1) Bobby DePorter, dkk. 2000. Quantum teaching. Bandung: Kaifa.


2) Bobby DePorter dan Mike Hemacki, dkk. 2000. Quantum learning. Bandung: Kaifa.
3) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. GBPP bahasa Inggris SLTP 1994.
Jakarta: Bidang Dikmenum Kanwil Dikbud Propinsi Jawa Timur.

4) Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Contextual teaching and learning. Jakarta:


Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan
http://pakguruonline.pendidikan.net 10

Pertama

5) Hadfield, J. 1986. Harap's communication games. Australia: Thomas Nelson and Son
Ltd.

6) Hasman, M. A. 2000. The importance of English. Washington: English Teaching Forum.


7) Mulyasa, E. 2002. Kurilculum berbasis kompetensi: Konsep, karakteristik, dan
implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya

8) Sardiman A.M. 2001. Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: Rajawali Press.
9) Basri, S. 2000. Teaching speaking. Makalah disampaikan pada Penataran Instruktur
Guru Bahasa Inggris SLTP Swasta tanggal 8 - 19 Pebruari 2000 di Jakarta.
-------------------*) Mudairin adalah Guru Bahasa Inggris SLTP Islam Manbaul Ulum Kabupaten Gersik ,
Jawa Timur.
Sumber : Buletin Pelangi Pendidikan (Buletin Peningkatan Mutu Pendidikan SLTP) Volume
6 No. 2 tahun 2003.

http://pakguruonline.pendidikan.net 11

Anda mungkin juga menyukai