Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Kolitis merupakan suatu peradangan akut atau kronik yang terjadi pada kolon.
Dapat diketahui bshwa, kolon memiliki berbagai fungsi, dimana yang terpenting
adalah absorbsi air dan elektrolit.
Terdapat klasifikasi colitis ditinjau berdasarkan penyebabnya, yakni kolitis
infeksi dan non-infeksi. Colitis infeksi, misalkan: 1) shigelosis, 2) colitis tuberkulosa,
3) colitis amebic, 4) colitis pseudomembranosa. Sedangkan, colitis non-infeksi,
seperti: 1) colitis ulseratif, 2) penyaikt Chrons, 3) colitis radiasi, 4) colitis iskemik, 5)
colitis mikroskopik. Jenis colitis yang paling sering ditemukan di Indonesia adalah
colitis infeksi.
Untuk menegakkan diagnosis colitis perlu dilakukan anamnesis terlebih
dahulu. Anamnesis dilakukan dengan terperinci dan dengan cermat, selanjutnya
dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Namun,
jika berbicara mengenai gejala dari penyakit colitis sebenarnya tidak jauh berbeda
dengan penyakit Crohns ataupun colitis ulseratif. Maka dari itu, pemeriksaan
penunjang sangatlah perlu dilakukan untuk mendiagnosis penyakit colitis.
Selanjutnya, akan dibahas mengenai colitis ulseratif dan colitis iskemik.
BAB II
ISI
A.
Kolitis Ulseratif
Kolitis ulseratif merupakan bagian dari colitis non-infeksi, dimana colitis
(National
Digestive
Diseases
Information
Clearinghouse,
selama
beberapa
minggu
atau
tahun
(National
dengan
pasti,
sehingga
terapi
yang
tepat
untuk
resiko
(National
Digestive
Diseases
Information
Clearinghouse, 2014)
- Umur: kolitis ulseratif dapat terjadi pada semua kalangan umur,
meskipun ada puncak pada usia 15 sampai 30 tahun, dan lebih
dari 60 tahun.
- Riwayat penyakit IBD pada keluarga
- Ras : kolitis ulseratif adalah lebih sering terjadi pada kulit putih
dibandingkan dengan kulit hitam.
Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui, akan tetapi penyakit ini
merupakan penyakit multifaktorial dan polygenic. Faktor keturunan (genetik), faktor
lingkungan dan respon sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif di usus, diduga
berperan dalam terjadinya kolitis ulseratif. Faktor infeksi dan psikologis sampai saat
ini masih dalam tahap penelitian.
reaksi sistem
besar
(kolon).
bahkan
Genetik
Kolitis
ulseratif
menderitanya.
diduga
Studi
didapat
penelitian
dari
keluarga
yang
telah
yang
juga
dilakukan
Faktor lingkungan
Ada hubungan terbalik antara operasi apendiktomi dan penyakit colitis ulseratif
berdasarkan analisis bahwa insiden penyakit colitis ulseratif menurun secara
signifikan pada pasien yang menjalani operasi apendiktomi pada decade ke-3.
Beberapa penelitian sekarang menunjukkan penurunan risiko penyakit colitis
ulseratif di antara perokok dibandingkan dengan yang bukan perokok.
Disamping
itu,
mengonsumsi
obat
obat
anti-inflamasi,
menyebabkan
colitis
ulseratif
(National
Digestive
nyeri pada abdomen. Peradangan yang terjadi dapat menimbulkan luka kecil pada
usus dan rektum. Hal ini dapat terjadi bersamaan dan menjadi bisul yang bersar serta
berdarah, sehingga feses yang dihasilkan akan disertai dengan darah, tetapi dapat pula
disertai dengan lendir maupun pus pada feses. Kehilangan darah tersebut akan
berdampak pada terjadinya anemia. Dimana, gejala utama colitis ulseratif adalah diare
berdarah dan nyeri abdomen, seringkali dengan demam dan penurunan berat badan
pada kasus berat (Chrons & Colitis Foundation of America. 2014).
Disamping adanya anemia, diare, dan penurunan nafsu makan, gejala lain yang dapat
ditemukan pada penyakit ini adalah adanya rasa mual dan pasien akan mudah merasa
lelah yang dapat disebabkan oleh anemia (National Digestive Diseases
Information Clearinghouse, 2014)
Derajat klinik colitis ulseratif dapat dibagi atas berat, sedang dan ringan,
berdasarkan frekuensi diare, ada/tidaknya demam, derajat beratnya anemia yang
terjadi. Perjalanan penyakit colitis ulseratif dapat dimulai dengan serangan pertama
yang berat ataupun dimulai ringan yang bertambah berat secara gradual setiap
minggu. Berat ringannya serangan pertama sesuai dengan panjangnya kolon yang
terlibat. Pada colitis ulseratif, terdapat reksi radang yang secara primer mengenai
mukosa kolon. Secara makroskopik,, kolon tampak berulserasi, hiperemik, dan
biasanya hemoragik. Gambaran mencolok dari radang adalah bahwa sifatnya seragam
dan kontinu dengan tidak ada daerah tersisa mukosa yang normal. Perjalanan klinis
colitis ulseratif bervariasi. Mayoritas pasien akan mendertia relaps dalam waktu 1
tahun dari serangan pertama, mencerminkan sifat rekuren dari penyakit. Namun
demikian, bisa terdapat periode remisi yang berkepanjangan hanya dengan gejala
minimal. Didapatkan sekitar 48% pasien colitis ulseratif mengalami
remisi, 30% dengan manifestasi ringan, 20% mederate, dan 1-2%
berat (Chrons & Colitis Foundation of America. 2014).
Temuan fisik pada colitis ulseratif biasanya nonspesifik, bisa terdapat distensi
abdomen atau nyeri sepanjang perjalanan kolon. Pada kasus ringan, pemeriksaan fisik
umum akan normal. Demam, takikardia dan hipotensi postural biasanya berhubungan
dengan penyakit yang lebih berat.
Didalam menegakkan diagnosis, perlu dilakukan beberapa hal. Gold standard
untuk menegakkan diagnosis penyakit ini tidak tersedia. Diagnosis harus ditetapkan
melalui anamnesis dengan cermat terlebih dahulu, meliputi kapan timbulnya gejala
yang dirasakan pasien, apakah sebelumnya pernah mengalami keluhan serupa, jika iya
ditanyakan lebih dalam mengenai kapan timbulnya gejala sebelumnya tersebut. Lalu
ditanyakan pula apakah pasien mengalami diare dan bagaiaman warna dari fesesnya,
berlendir atau tidak, atau apakah disertai pus. Ada nyeri perut atau tidak. riwayat
sosisal (kebiasaan merokok, mengonsumsi obat-obatan, riwatat operasi) dan riwayat
keluarga juga perlu ditanyakan. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik, meliputi: 1)
kesadaran umum pasien 2) tanda vital; tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu tubuh,
berat badan, dan tinggi badan untuk mengetahui status gizi pasien 3) pemeriksaan
abdomen; mengetahui adanya nyeri tekan pada abdomen dan adanya distensi 4)
pemeriksaan rectal touche untuk mengetahui keadaan rektum pasien dan melihat
apakah terdapat darah, melena, pus, maupun lendir. Pasien dengan penyakit
yang
berat
akan
didapatkan
demam,
takikardia,
hipotensi,
2. Barium enema
Barium enema merupakan pemeriksaan rutin jika didapatkan kelainan pada
kolon. Sebelumnya, persiapan saluran cerna sangat penting dilakukan, persiapan
tersebut adalah mengonsumsi makanan rendah serat atau rendah residu, ditambah
banyak minum air putih. Persiapan ini dilakukan selama 2 hari berturut-turut. Apabila
diperlukan maka dapat diberikan laksatif peroral.
Setelah persiapan saluran cerna telah dilakukan, barulah kita dapat melakukan
pemeriksaan barium enema.
tunggal (single contrast) maupun dengan kontras ganda (double contrast) yaitu
barium sulfat dan udara. Teknik double contrast cukup sulit, tetapi sangat baik untuk
menilai mukosa kolon dibandingkan dengan teknik single. Barium enema juga
merupakan kelengkapan pemeriksaan endoskopi atas dugaan pasien dengan colitis
ulseratif.
Gambaran yang didapat pada kasus dengan kolitis ulseratif adalah mukosa
kolon yang granuler dan hilangnya kontur haustra, serta kolon tampak menjadi kaku
seperti tabung. Perubahan mukosa terjadi secara difus dan simetris pada seluruh
kolon. Lumen kolon menjadi lebih sempit akibat spasme. Dapat ditemukan
keterlibatan seluruh kolon. Jika ditemukan lesi yang segmental, maka rektum dan
kolon kiri (desendens) selalu terlibat, karena awalnya colitis ulseratif ini mulai terjadi
di rectum dan menyebar ke arah proksimal secara kontinyu. Sehingga, rektum akan
selalu terlibat, walaupun rectum dapat mengalami inflamasi lebih ringan pada bagian
proksimalnya.
Pada colitis ulseratif kronis, perubahan terjadi pada mukosa ileum terminal yang
menjadi dilatasai dan granuler difus, sekum berbentuk kerucut (cone-shaped caecum)
dan katup ileosekal terbuka sehingga terjadi refluks, yang disebut backwash ileitis.
Pada kasus kronis, terbentuk ulkus yang khas yaitu collar-button ulcers. Pasien
dengan colitis ulseratif juga memiliki potensi menjadi adenokarsinoma kolon.
3. Ultrasonografi
Sebenarnya, pemeriksaan USG untuk kasis IBD sampai saat ini belum
merupakan modalitas pemeriksaan. Terkecuali, merupakan pemeriksaan alternatif
untuk evaluasi keadaan intralumen dan ekstralumen.
Basal plasmositosis
Abses kripta
Kriptitis
Distorsi kripta
Permukaan viliformis
laboratorium
juga
perlu
dilakukan
sebelum
melakukan
oemberian
antibiotik
untuk
mengeliminasi
agen
tersebut
serta
Aminosalisilat
Merupakan senyawa anti-inflamasi yang mengandung 5-ASA, contohnya
adalah
diberikan
yang terjadi
samping dari obat ini adalah nyeri perut, diare, sakit kepala, dan mual
(National Digestive Diseases Information Clearinghouse. 2014).
2.
Kortikosteroid
Preparat dari golongan obat ini yang dapat digunakan ialah prednisone,
prednisolon, dan budesonide. Obat-obat ini mengurangi aktivitas sistem imun
yang berlebihan di usus dan mengurangi peradangan yang terjadi. Efektif
penggunaan jangka pendek, dan kurang efektif untuk penggunaan jangka
panjang karena dapat menimbulkan efek samping (infeksi, katarak, kerapuhan
kulit, keropos pada tulang, gangguan tidur, dan perubahan suasana hati)
(Chrons & Colitis Foundation of America, 2014). Dokter meresepkan
kortikosteroid pada penderita dengan gejala yang lebih berat dan dengan orang
yang tidak berespon dengan aminosalisilat (National Digestive Diseases
Information Clearinghouse, 2014)
3.
Immunomodulator
Golongan obat ini memodifikasi aktivitas sistem kekebalan tubbuh shingga
tidak dapat menyebabkan peradangan yang berkelanjutan. Contoh preparatnya
adalah azathioprone, 6-merkaptopurin (6-MP), dan methotrexate. Obat-obat ini
biasanya digunakan untuk mempertahankan remisi pada pasien yang tidak
berespon dengan obat lain atau hanya merespon steroid.
4.
Antibiotik
Temuan klinis pada colitis ulseratif yang berat berhubungan dengan nekrosis
luas pada mukosa kolon dan perforasi dengan sepsis. Antibiotik intravena
diberikan pada pasien yang diduga atau berpotensi terjadi sepsis. Namun, tidak
ada bukti ilmiah yang dapat mendukung penggunaan antibiotik dalam
pengobatan colitis ulseratif.
5.
Terapi Biologis
Terapi ini merupakan pengobatan baru untuk kasus IBD. Terapi biologis ini
diindikasikan pada pasien dengan gejala sedang sampai berat/aktif, serta pada
pasien yang tidak berespon dengan pengobatan lain. Terapi ini termasuk
adalimumab, golimumab, infliximab, dan vedolizumab, yang menargetkan
protein yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh yang dikenal dengan tumor
necrosis factor (TNF). Obat-obat ini mengurangi peradangan pada kolon
dengan cara menetralisir TNF. Terapi anti-TNF ini bekerja dengan cepat dan
tinggi,
(Chrons
&
Colitis
Foundation
of
America,
2014).
Penatalaksanaan diet pada colitis ulseratif, serat yang insoluble (tinggi serat) tidak
baik untuk pasien, contohnya : kubis, brokoli, jagung manis, kulit buah seperti apel
dan anggur), karena jenis serat ini melewati seluruh traktus digestivus tanpa dicerna,
dan dapat menempel pada dinding colon ketika inflamasi, semakin mengiritasi kolon
dan memperparah colitis. Serat yang soluble sangat baik untuk pasien karena akan
dicerna dalam kolon, menghasilkan feses yang lunak dan pergerakan usus yang bagus,
tidak menempel pada dinding usus dan tidak menyebabkan inflamasi. Contoh serat
yang soluble adalah buah-buahan dan sayur-sayuran yang sudah dikupas, bubur, dan
nasi putih (Collitis UK, 2011).
secara oral, mesalamine atau steroid topical. Mesalamine topical lebih unggul
dibandingkan dengan steroid oral maupun aminosalisilat oral. Kombinasi dari
aminosalisilat oral dan topical lebih efektif daripada diberikan secara tunggal. Pasien
yang tidak membaik dengan pengobatan diatas dengan dosis maksimal mungkin dapat
diberikan prednisone oral dengan dosis 40 60 mg/hari atau infliximab 5 mg/kgBB
pada minggu 0, 2, dan 6 meskipun belum ada studi spesifik yang membuktikannya.
Aminosalisilat oral dengan dosis yang efektif berbeda pada setiap preparat
(Kornbluth A., et al. 2010).
Pasien dengan refraktori kolitis parah pengobatan oral dengan prednison, obat
aminosalicylate oral, dan obat topikal dapat diobati dengan infliximab 5 mg / kgBB.
Infliximab diberikan jika pasien rawat jalan tapi gejala yang berat tetap berkelanjutan.
Apabila dalam 3-5hari keadaan pasien tidak membaik, maka perlu dilakukan
kolektomi (indikasi kolektomi) atau dapat diberikan cyclosporine secara IV
(Kornbluth A., et al. 2010).
Rekomendasi Pembedahan
Kolitistoksik merupakan suatu keadaan gawat darurat.Segera setelah terditeksi
atau bila terjadi ancaman megakolon toksik, semua obat anti-diare dihentikan,
penderita dipuasakan, selang dimasukan ke dalam lambung atau usus kecil dan semua
cairan, makanan dan obat-obatan diberikan melalui pembuluh darah. Pasien diawasi
dengan ketat untuk menghindari adanya peritonitis atau perforasi. Bila tindakan ini
tidak berhasil memperbaiki kondisi pasien dalam 24-48 jam, segera dilakukan
pembedahan, dimana semua atau hampir sebagian besar usus besar diangkat. Jika
didiagnosis kanker atau adanya perubahan pre-kanker pada usus besar, maka
pembedahan dilakukan bukan berdasarkan kedaruratan. Pembedahan non-darurat juga
dilakukan karena adanya penyempitan dari usus besar atau adanya gangguan
pertumbuhan pada anak-anak. Alasan paling umum dari pembedahan adalah penyakit
menahun yang tidak sembuh-sembuh, sehingga membuat penderita tergantung kepada
kortikosteroid dosis tinggi. Pengangkatan seluruh usus besar dan rektum, secara
permanen akan menyembuhkan kolitis ulserativa. Penderita hidup dengan ileostomi
(hubungan antara bagian terendah usus kecil dengan lubang di dinding perut) dan
kantong ileostomi. Prosedur pilihan lainnya adalah anastomosa ileo-anal, dimana usus
besar dan sebagian besar rektum diangkat, dan sebuah reservoir dibuat dari usus kecil
dan ditempatkan pada rektum yang tersisa, tepat diatas anus.
Komplikasi yang dapat terjadi 30 hari paska pembedahan, antara lain sekitar
12% mengalami abses, 8% sepsis, dan 4% fistula (Kornbluth A., et al. 2010).
Dalam perjalanan penyakit ini, dapat terjadi komplikasi : (National
Digestive Diseases Information
- Perforasi usus yang terlibat
- Stenosis usus akibat proses fibrosis
Clearinghouse, 2014).
Megakolon
komplikasi
toksik:
serius
yang
terjadi
ketika
paling
sering
membutuhkan
operasi.
Megacolon
Dehidrasi dan malabsorpsi oleh karena usus tidak mampu menyerap cairan dan
nutrisi karena diare dan peradangan yang terjadi, sehingga pada beberapa orang
memerlukan cairan IV untuk menggantikan nutrisi dan cairan yang hilang.
dengan
osteoporosis
dengan
merekomendasikan
Kolitis Iskemik
Kolitis iskemik adalah inflamasi kolon yang disebabkan oleh inadekuat suplai
darah ke kolon. Meskipun tidak umum, kolitis iskemik banyak terjadi pada usia muda.
Insiden pasti kolitis iskemik sulit ditentukan karena pasien dengan iskemia ringan
jarang mencari pengobatan medis.
Kolitis iskemik melibatkan suplai darah ke kolon tidak memadai. Pada kasus
akut, penyebab paling sering adalah bekuan darah dalam arteri yang memasok darah
berhubungan dengan suplai darah arteri serta suplai darah vena ke usus
peningkatan gula (glukosa) dalam darah (diabetes)
mudah terjadi pembekuan darah (hiperkoagulasi)
radiasi abdomen
kanker colon
pembedahan perut, terutama ketika menyangkut perbaikan dinding
ergotamin, kokain atau vasopresin. Kondisi patologis yang bisa ditemukan pada
kolitis iskemik berupa perdarahan dan edem mukosa dan submukosa, nekrosis dan
ulserasi. Pada kondisi yang berat dapat ditemukan gambaran ulserasi kronik, abses
kripta dan pseudopolip serta infark transmural.
Manifestasi dari colitis iskemik adakah nyeri pada abdomen yang biasanya
terlokalisasi ke sisi kiri bawah perut dan dapat secara bertahap, perdarahan saluran
cerna bawah, diare, demam lebih tinggi dari 38oC. Resiko komplikasi berat dari colitis
iskemik meningkat ketika peradangan mengenai sisi kanan usus sehingga bagian dari
usus halis juga tidak menerima suplai darah yang cukup. Nyeri yang dirasakan pasien
cenderung lebih parah. Dimana, terhambatnya aliran darah ke usus halus cepat
mengakibatkan kematian pada jaringan usus (infark atau nekrosis). Akibatnya, dapat
mengancam
jiwa
pasien
sehingga
pembedahan
sangat
diperlukan
untuk
membersihkan sumbatan serta menghilangkan bagian dari usus yang telah hancur.
Diagnosis dini serta penatalaksanaan yang cepat dan tepat dapat mencegah terjadinya
komplikasi yang berta. Secara umum, fase kolitis iskemik progresif dibagi 3, yaitu:
1. Fase hiperaktif, ditandai dengan nyeri perut dan BAB berdarah
2. Fase paralitik, terjadi jika iskemia berlanjut. Pada fase ini neri perut
meluas dan lebih nyeri jika disentuh, motilitas usus berkurang,
kembung, bunyi bising usus berkurang sampai tidak ada.
3. Fase syok, akibat perforasi kolon.
Untuk mendiagnosis penyakit ini sama seperti penyakit lainnya, yaitu dimulai
dari anamnesis dengan cermat, pemeriksaan fisik, pemeriksaan lanjutan. Hasil
laboratorium menunjukkan leukositosis (>15.000/mm3) dan penurunan kadar
bikarbonat <24 mmol/L. Endoskopi berupa kolonoskopi atau fleksibel sigmiodoskopi
merupakan prosedur pilihan jika diagnosis masih belum jelas. Biopsi melalui
endoskopi
bermanfaat
menyediakan
lebih
banyak
informasi.
Visible
light
pembedahan; dilakukan jika didapatkan leukositosis berat, demam serta nyeri perut
dan perdarahan yang memburuk. Komplikasi yang dapat terjadi dari penyakit ini
berupa sepsis, gangren intestinal, perforasi kolon, dan dapat pula striktur.
BAB III
PENUTUP
penyakit
DAFTAR PUSTAKA
Bamias G., Myce M.R., Sarah A., et al. 2005. New Concepts in the
Pathophysiology of Inflammatory Bowel Disease. Vol. 143. No.
12.
American College of
Colitis UK. 2011. The Effects of Diet on Ulcerative Colitis. Available at:
http://www.ulcerativecolitis.org.uk/dietarychanges.htm. Diakses tanggal 17
April 2012. Jam 22.00 WIB.
Dignass A., Eliakim R., Magro F., et al. 2012. Second European
Evidenced-Based
Consensus
on
the
Diagnosis
and
Departement of Medicine
Practice Parameters
Gastroenterology
Koutroubakis I.E., editors. 2008. Ischemic colitis: Clinical practice in
diagnosis and
Gastroenterology
National
Digestive
Diseases
Information
Clearinghouse.
2014.
Disease
India
PENUGASAN JURNAL
Colitis
OLEH :
A.A.A. LIE LHIANNA M.P.
H1A013001