DaftarIsi................................................................................................................. 1
Latar Belakang....................................................................................................... 2
Rumusan Masalah.................................................................................................. 3
Pembahasan............................................................................................................ 4
Simpulan................................................................................................................17
Daftar Pustaka........................................................................................................18
A. Latar Belakang
Hukum merupakan suatu peraturan yang dibuat manusia untuk membatasi
tingkah laku seorang individu agar tidak merugikan orang lain. Hukum bersifat
mengikat dan terdapat sanksi bagi yang melanggarnya. Hukum mengatur
hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya agar tidak saling
merugikan. Penerapan hukum sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya satu perusahaan melakukan tanda tangan kontak bisnis dengan
perusahaan lainnya.
Setiap perusahaan maupun badan usaha dalam menjalankan usahanya
memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Dalam
1
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan hukum perjanjian dan syarat sah-nya hukum
2.
3.
perjanjian tersebut?
Apa asas-asas dalam hukum perjanjian?
Bagaimana pembatalan dan pelaksanaan hukum perjanjian?
C. Pembahasan
I. Pengertian Hukum Perjanjian
Hukum merupakan suatu aturan yang mengatur tingkah laku individu yang
satu dengan individu lainnya dan memiliki akibat hukum. Istilah perjanjian
bukan merupakan hal yang asing di telinga kita dewasa ini. Perjanjian
merupakan suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri
terhadap satu orang lain atau lebih1.
Hukum perjanjian sering diartikan sama dengan hukum perikatan. Hal ini
berdasarkan pada konsep dan batasan defenisi pada kata perjanjian dan
perikatan. Pada dasarnya hukum perjanjian berlaku apabila dalam suatu
1
Pengertian
Hukum
Perjanjian
dalam
http://putriagustia.blogspot.com/2012/05/
2
Hukum Perjanjian dalam http://www.anneahira.com/hukum-perjanjian.htm, diunduh
pada 31 Maret 2013
3
Pengetian Perjanjian dalam http://www.sarjanaku.com/2012/11/pengertian-perjanjiansecara-umum.html, diunduh pada 31 Maret 2013
lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal
balik4.
Berdasarkan
perjanjian merupakan suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih 5. Akan tetapi,
pengertian perjanjian berdasarkan KUHP tersebut memiliki beberapa
kelemahan. Beberapa kelemahan tersebut, yaitu hanya menyangkut sepihak
saja, pengertian perjanjian terlalu luas, tanpa menyebut tujuan, dan bentuk
tertentu, lisan dan tulisan6.
Selain berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hukum
perjanjian juga dapat dipahami berdasarkan pendapat para ahli. Berdasarkan
pendapat J.Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan arti
sempit. Dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang
menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak
termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, Dan lain-lain. Sedangkan
dalam arti sempit perjanjian disini berarti hanya ditujukan kepada hubunganhubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja7.
Pengertian perjanjian yang tepat mengandung tiga unsur, yaitu perbuatan,
satu orang atau lebih terhadap satu orang atau lebih, dan mengikatkan dirinya.
Perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang
memperjanjikan. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih
memiliki arti untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak
yang saling memberikan pernyataan satu sama lain. Mengikatkan dirinya
berarti dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang
satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat
hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.
Berdasarkan uraian panjang diatas, hukum perjanjian merupakan hukum
yang mengatur mengenai kesepakatan antara dua pihak atau lebih. Setiap pihak
4
yang terikat dalam perjanjian memiliki hak dan kewajiban. Hukum perjanjian
merupakan bagian dari hukum, maka dari itu pihak yang melanggar
hukum
11
Ibid.
Hukum Perjanjian dalam http://vahmy76.wordpress.com/2012/04/07/hukumperjanjian/, diunduh pada 31 Maret 2013
12
yang dibuat tidak merugikan pihak terkait baik saat ini atau di masa yang akan
datang.
Asas hukum perjanjian merupakan hal yang penting. Apabila dalam suatu
perjanjian tidak mengandung asas hukum perjanjian, maka perjanjian tersebut
bukanlah suatu perjanjian yang tepat. Perjanjian tanpa memperhatikan asas
hukum perjanjian memiliki kemungkinan untuk merugikan berbagai pihak.
II.1 Asas Kebebasan Berkontrak (Freedom of Contract)
Kebebasan Berkontrak adalah kebebasan untuk mengadakan
perjanjian tentang apa saja, selama tidak bertentangan dengan UndangUndang, ketertiban umum, dan kesusilaan13. Pernyataan tersebut memiliki
arti, setiap individu/ kelompok/organisasi berhak untuk melakukan
perjanjian dengan pihak lain dalam menentukan materi/isi, selama tidak
melanggar ketentuan UU, ketertiban, dan kesusilaan yang berlaku.
Asas ini tercermin jelas dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, yaitu semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 14 Pasal ini
dijadikan sebagai pedoman dalam membuat suatu perjanjian agar tidak
melanggar undang-undang, ketertiban, dan kesusilaan. Berdasarkan asas
ini, dapat disimpulkan dalam membuat suatu perjanjian semua pihak bebas
menentukan isi/materi, tetapi tetap memiliki batasan-batasan tertentu.
II.2 Asas Konsensualisme (Concsensualism)
Menurut asas ini suatu perjanjian yang timbul sejak detik
tercapainya kesepakatan mengenai pokok-pokok perjanjian. Walaupun,
terkandang Undang-Undang menetapkan bahwa sahnya suatu perjanjian
harus dilakukan secara tertulis atau harus dibuat dengan akta kesepakatan.
Bentuk konsensualisme adalah suatu perjanjian yang dibuat secara
tertulis, salah satunya dengan adanya tanda tangan dari pihak yang
melakukan perjanjian tersebut. Tanda tangan berfungsi sebagai bentuk
kesepakatan dan bentuk persetujuan atas tempat, waktu, dan isi perjanjian
13
itu dibuat. Tanda tangan dijadikan sebagai bukti akan adanya suatu
kesepakatan atau perjanjian15.
Pada dasarnya asas konsesualisme ini mengandung arti perjanjian
telah berlaku begitu kata sepakat dinyatakan dan diucapkan, sehingga
sebenarnya tidak perlu lagi formalitas tertentu. Pengecualian terhadap
prinsip ini adalah dalam hal undang-undang memberikan syarat formalitas
tertentu terhadap suatu perjanjian, misalkan syarat harus tertulis. Sebagai
contoh, jual beli tanah merupakan kesepakatan yang harus dibuat secara
tertulis dengan akta otentik Notaris16.
Asas ini mengandung dua teori, yaitu teori pernyataan dan teori
penawaran. Teori pernyataan adalah perjanjian lahir sejak para pihak
mengeluarkan kehendaknya secara lisan. Sedangkan teori penawaran
menjelaskan bahwa, perjanjian lahir pada detik diterimanya suatu
penawaran. Apabila seseorang melakukan penawaran dan penawaran
tersebut diterima oleh orang lain secara tertulis maka perjanjian harus
dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran menerima
jawaban secara tertulis dari pihak lawannya.
II.3 Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda)
Asas ini berkaitan dengan kekuatan menngikatnya suatu perjanjian.
Berdasarkan pasal 1333 ayat 1 KUHP menyebutkan bahwa perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang
membuatnya17. Maksud dari perjanjian yang dibuat secara sah adalah telah
memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian. Oleh karena itu, memiliki
kekuatan mengikat secara hukum. Hukum perjanjian memiliki makna
mengikat sebagai Undang-Undang, artinya pihak terkait diwajibkan
menaati perjanjian sebagaimana menaati Undang-Undang.
Dalam asas kepastian hukum ini terdapat pihak ketiga, yaitu
hakim. Sebagai contoh, jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan perjanjian,
misalnya salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi), maka hakim dengan
15
Asas-Asas Hukum Perjanjian dalam http://www.dheanbj.com/2012/09/asas-asashukum-perjanjian.html, diunduh pada 31 Maret 2013
16
Pengertian Hukum Perjanjian dalam http://putriagustia.blogspot.com/2012/05/,
diunduh pada 31 Maret 2013
17
Ibid.
keputusannya
dapat
memaksa
agar
pihak
yang
melanggar
itu
18
10
jselain untuk diri sendiri. Hal ini dipertegas dengan pasal 1340 KUHP,
yaitu suatu perjanjian hanya berlaku bagi pihak yang membuatnya 20.
Asas kepribadian dapat diartikan sebagai isi perjanjian hanya
mengikat para pihak secara personal, tidak mengikat pihak-pihak lain yang
tidak memberikan kesepakatannya. Seseorang hanya dapat mewakili
dirinya sendiri dan tidak dapat mewakili orang lain dalam membuat
perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi
mereka yang membuatnya.
Akan tetapi, pada prakteknya asas ini memiliki pengecualian
sebagaimana dapat dilihat pada pasal 1317 KUHP yang berbunyi, Dapat
juga perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu
perjanjian ang dibuat untuk diri sendiri atau suatu pemberian kepada orang
lain mengandung suatu syarat semacam itu. Dalam pasal ini terdapat janji
terhadap pihak ketiga atau janji untuk kepentingan pihak ketiga. Sebagai
contoh, dalam perjanjian asuransi jiwa ada dua orang ang berjanji, akan
tetapi perjanjian itu disepakati untuk menguntungkan pihak ketiga21.
Sebenarnya asas hukum perjanjian tidak hanya yang dijelaskan si
atas.
Asas
hukum
perjanjian
lainnya,
yaitu
asas
kesamaan
20
11
Hukum
Perjanjian
dalam
http://evianthyblog.blogspot.com/2011/04/v
behaviorurldefaultvmlo.html, diunduh pada 31 Maret 2013
23
Ibid.
24
Pembatalan
dan
Pelaksanaan
Hukum
Perjanjian
dalam
http://kemasbani.blogspot.com/2011/05/pembatalan-dan-pelaksanaan-hukum.html, diunduh
pada 31 Maret 2013
25
Pembatalan
Perjanjian
yang
Batal
Demi
Hukum
dalam
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4141/ pembatalan-perjanjian-yang-batal-demihukum, diunduh pada 31 Maret 2013
12
berupa syarat
batal.
Suatu
syarat
Ibid.
Hukum Perjanjian dalam http://tiyoqprastafara.wordpress.com/2012/04/01/hukumperjanjian/, diunduh pada 31 Maret 2013
27
13
batal
dianggap
selalu
berlaku
pada
semua perjanjian, namun batalnya perjanjian itu tidak dapat terjadi begitu
saja, melainkan harus dimintakan pembatalannya kepada pengadilan.
Pihak yang menuduh pihak lainnya wanprestasi, harus mengajukan
pembatalan itu kepada pengadilan. Tanpa adanya putusan pengadilan yang
menyatakan bahwa salah satu pihak telah wanprestasi dan karenanya
perjanjian dibatalkan, maka tidak ada perjanjian yang batal.
III.2
Pelaksanaan Hukum Perjanjian
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang
telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai
tujuannya. Dasar hukum dalam pelaksanaan hukum perjanjian terdapat
dalam pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata yang merupakan ukuran objektif
untuk menilai pelaksanaan perjanjian. Artinya, pelaksanaan perjanjian
harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan28.
Pengaturan mengenai pelaksanaan perjanjian kontrak dalam KUHP
menjadi bagian dari pengaturan tentang akibat suatu perjanjian, yaitu
diatur dalam pasal 1338 sampai dengan pasal 1341 KUHP. Pada umumnya
dikatakan bahwa yang mempunyai tugas untuk melaksanakan kontrak
perjanjian adalah mereka yang menjadi subjek dalam kontrak perjanjian
itu29.
Salah
satu
pasal
yang
berhubungan
langsung
dengan
14
arti,
dalam melaksanakan
perjanjian
kontrak harus
mengindahkan etiket baik saja, dan asas etiket baik terkesan hanya terletak
pada fase atau berkaitan dengan pelaksanaan kontrak, tidak ada fase-fase
lainnya dalam proses pembentukan kontrak30.
Hal-hal yang mengikat dalam pelaksanaan kontrak perjanjian,
antara lain segala sesuatu yang menurut sifat kontrak diharuskan oleh
kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang; hal-hal yang menurut kebiasaan
sesuatu yang diperjanjikan itu dapat menyingkirkan suatu pasal undangundang yang merupakan hukum pelengkap; dan bila suatu hal tidak diatur
dalam UU, maka harus diselesaikan menurut pedoman pada kepatutan.
Pelaksanaan perjanjian harus sesuai dengan asas kepatutan. Pemberlakuan
asas tersebut dalam suatu kontrak mengandung dua fungsi, yaitu fungsi
melarang dan fungsi menambah.
Fungsi melarang, artinya bahwa suatu kontrak yang bertentangan
dengan asas kepatutan itu dilarang atau tidak dapat dibenarkan, contohnya
dilarang membuat kontrak pinjam-meminjam uang dengan bunga yang
amat tinggi, bunga yang amat tinggi tersebut bertentangan dengan asas
kepatutan31.
Fungsi menambah, artinya suatu kontrak dapat ditambah dengan
atau dilaksanakan dengan asas kepatutan. Dalam hal ini kedudukan asas
kepatutan adalah untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan suatu
kontrak yang tanpa isi tersebut, maka tujuan dibuatnya kontrak tidak akan
tercapai32.
Pelaksanaan mengandung arti sebagai realisasi atau pemenuhan
hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya
perjanjian itu mencapai tujuannya. Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya
menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi objek
utama perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang dapat terjadi secara
serentak. Mungkin pembayaran lebih dahulu disusul dengan penyerahan
30
Ibid.
Hukum Perjanjian dalam http://yanhasiholan.wordpress.com/2012/05/09/hukumperjanjian/, diunduh pada 31 Maret 2013
32
Ibid.
31
15
DAFTAR PUSTAKA
Agustia, Putri. 2012. Pengertian Hukum Perjanjian. Http://putriagustia.blog spot.
com/2012/05/pengertian-hukum-perjanjian.html, diunduh pada 31 Maret
2013
16
2010.
Hukum
Perjanjian.
Http://maiyasari.wordpress.com/201
2012.
Hukum
Perjanjian.
Http://vahmy76.wordpress.com/2012/
Http://blogqu-hanum.blogspot.com/2011/03/hukum-
17
dan
Pelaksanaan
Hukum
Perjanjian. Http://
pembatalan-perjanjian-yang-batal-
Http://tiyoqprastafara.wordpress.com/2012/04/01
Http://www.anneahira.com/hukum-perjanjian.htm,
18
19