Daerah Kawasan Agropolitan
Daerah Kawasan Agropolitan
Daerah Kawasan Agropolitan
Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan
usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan
pertanian (sektor usaha pertanian dalam artian luas) di wilayah sekitarnya. Beberapa daerah
menerapkan konsep agropolitan untuk kemajuan daerah. Hal ini didasarkan bahwa sebagian
besar wilayah Indonesia merupakan agraris/pertanian. Konsep Agropolitan merupakan upaya
yang dilakukan pemerintah untuk mengembangkan daerah melalui optimalisasi sumber daya
tumbuhan dan hewan, yaitu pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. Jika sebuah
kawasan hanya memiliki potensi perikanan, maka dapat pula disebut sebagai minapolitan.
Kawasan
Kawasan adalah wilayah yang mempunyai fungsi utama lindung atau budidaya.
2.
Agropolitan
Kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis
serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian
(sektor usaha pertanian dalam artian luas) di wilayah sekitarnya.
3.
Minapolitan
Konsep minapolitan adalah daerah yang diciptakan dengan basis ekonomi sektor pertanian sub sektor perikanan, yang direncanakan mampu tumbuh dan berkembang sejalan dengan
komoditas unggulan dan usaha agribisnis yang dikembangkan.
4.
Kawasan Agropolitan
Kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai
sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh
adanya keterkaitan fungsional dan hierarkhi keruangan satuan sistem permukiman dengan
sistem agribisnis. Embrio kawasan perkotaan yang berorientasi pada pengembangan
kegiatan pertanian, kegiatan penunjang pertanian, dan kegiatan pengolahan
produk pertanian.
5.
6.
Agropolis
Pusat pelayanan yang berfungsi melayani kegiatan perdagangan; pengolahan komoditas
pertanian setengah jadi menjadi produk jadi; dan jasa seperti keuangan, asuransi, komunikasi
dan informasi global. Agropolis harus mempunyai akses yang baik dengan Ibu Kota Provinsi
dan atau Ibu Kota Provinsi lain yang terdekat, Pasar Regional dan Internasional, dengan
tersedianya prasarana dan sarana transportasi yang memadai.
7.
Hinterland
Merupakan wilayah-wilayah sentra produksi pertanian yang terletak di sekitar agropolis,
dapat berupa desa, kecamatan atau kabupaten.
8.
Perdesaan
Kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya
alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (UU no. 26 tahun 2007).
9.
2.
10.
3.
4.
5.
Sentra Produksi
Adalah sub kawasan dimana terletak pusat pelayanan lokal, baik sebagai pelayanan terhadap
sub kawasan budidaya maupun pelayanan terhadap Kota Pertanian. Pelayanan yang bisa
diberikan oleh kawasan ini adalah pengolahan produksi yang menjadi produk jadi atau
setengah jadi, serta sebagai pendukung subsistem agribisnis hulu.
11.
Komoditas Unggulan
Komoditas pertanian (tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan, perikanan)
yang dibudidayakan oleh mayoritas masyarakat, terjamin ketersediaannya secara terus
menerus, masih dalam bentuk primer, atau produk olahan sementara, atau produk olahan
akhir, telah diusahakan dalam industri kecil atau menengah atau besar, berdaya saing dan
mempunyai pangsa pasar baik lokal, regional maupun internasional dan akan atau menjadi
ciri khas daerah kawasan.
12.
Master Plan
Adalah suatu dokumen formal rencana induk pengembangan kawasan termasuk di dalamnya
penataan ruang spatialnya, yang dipakai arahan dan pedoman para stakeholder dalam
melaksanakan
kegiatan pembangunannya.
Master
Plan
Agropolitan
mengintegrasikan pembangunan desa dan kota yang ada kedalam konsep
pengembangan wilayah.
2.
3.
4.
Fasilitas pengolahan hasil pertanian untuk meningkatkan nilai tambah, termasuk rumah
pengepakan. Usaha Kecil dan Menengah dapat dilibatkan.
5.
Fasilitas pemasaran hasil pertanian seperti pasar, kios, sub-terminal agribisnis, tempat
pelelangan ikan, dan sebagainya.
Landasan Hukum
Landasan hukum yang dapat digunakan dalam pembentukan suatu daerah menjadi agropolitan
adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Adapun kendala yang dihadapi secara umum dengan adanya konsep agropolitan menurut
Rustiadi (2007) yaitu:
A. Belum berimbangnya pengembangan sumberdaya manusia, sumberdaya sosial, buatan, dan
alam.
B. Pengaturan akses terhadap sunberdaya (access right): pebuatan penguasaan masyarakat local
terhadap sumberdaya utama.
C. Masalah keberimbangan perencanaan top down dan bottom up, disebabkan lemahnya
common ownership.
D.
E.
F.
G.
Sedangkan saran yang dapat diajukan dari permasalahan ketimpangan yang terjadi dalam konsep
pengembangan wilayah agropolitan diantaranya adalah:
A. Memperkuat manajemen perencanaan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan
agribisnis/agropolitan dari pusat sampai daerah, dengan: (1) mengoptimalkan sosialisasi dan
(2) meningkatkan koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dankonsistensi penyusunan,
pelaksanaan dan akselerasi program pengelolaan agribisnis/agropolitan.
B. Perlu meningkatkan kondisi agribisnis dengan menghilangkan 9 aspek kelemahan dan
ancaman terhadap kondisi agribisnis
meliputi: (1) SDM; (2) permodalan; (3)produksi; (4) distribusi; (5) pengolahan; (6) pemasara
n; (7) daya saing; (8) kelembagaan; dan (9) sarana dan prasarana.
C. Perlu segera mewujudkan landasan hukum yang kuat bagi pengembangan kawasan
agropolitan dengan menetapkan peraturan daerah tentang penataan ruang dan masterplan
yang mengatur pengembangan kawasan agropolitan berdasarkan Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.