Volume Waduk Merida
Volume Waduk Merida
VOLUME WADUK
Disusun oleh:
MERIDA KRISTIA
1215011069
UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK SIPIL
I.
PENDAHULUAN
air
manusia
sebagai
minum,
sekadar
namun
juga
tergantung
pertanian, perikanan,
ekonomi
terbatas.
Kebutuhan air hampir dapat dipastikan mempunyai kecenderungan tidak
dengan
sejalan
maupun jumlah dan kualitasnya. Untuk itu manusia melakukan intervensi ke pola
ketersediaan
air
melalui
pembangunan bendungan.
pembuatan
tampungan
tampungan
air
melalui
untuk
digunakan
di
musim
kemarau
yang
Ruang lingkup materi yang akan kami bahas pada paper ini yaitu mengenai volume
waduk.
II.
II.1
LANDASAN TEORI
Ada beberapa pengertian yang perlu diketahui terlebih dahulu, yaitu: Waduk
(reservoir, storage) adalah
II.2
Batas usia umur waduk ditentukan oleh habisnya manfaat waduk untuk bisa diatur
penggunaannya bagi kepentingan pengairan atau pembangkit tenaga listrik, dimana
air keluaran melalui intake (beranda pengambilan).
Didalam perencanaan pembuatan waduk diadakan pembagian ruang dalam volume
waduknya, yaitu bagian volume yang airnya dapat atau tidak dapat diatur melaui
suatu pintu pengatur air. Volume diatas bidang horizontal melaui intake merupakan
volume Life Storage, sedangkan volume di bawahnya disebut Dead Storage
(Kantong Lumpur).
Dead Storage inilah yang menentukan perhitungan umur suatu waduk. Dead Storage
merupakan ruangan yang khusus disediakan untuk menampung sedimen yang
terbawa aliran sungai yang bermuara di waduk maupun yang terbawa air hujan
sekitar waduk.
Jika tingkat sedimentasi sudah mengisi semua bagian dead storage maka pada saat
itulah endapan atau sedimentasi mulai menginjak daerah Life Storage, endapan
perlahan akan sampai pada tingkatan terganggunya fungsi intake dalam pengaturan
air keluar waduk. Jika fungsi intake sudah terganggu oleh sedimen, pengeluaran air
tidak bisa diatur maka waduk tidak bisa berfungsi sebagai pembangkit tenaga listrik.
Tahap-tahap pengendapan pada saat pengisian waduk (impounding) maupun saat
pengoperasian waduk :
Air mengisi bagian yang terendah dari waduk, pengendapan terjadi pada saat
kecepatan air mendekati nol. jadi pada saat pertama pengisian waduk praktis endapan
berada pada daerah dead storage (kantong Lumpur).
Saat daerah dead storage sudah mulai penuh air, endapan yang terbawa aliran
mulai mengendap di muara sungai yang praktis kecepatan airnya mendekati nol.
Tahap pengisian sampai air penuh (tinggi muka air / ketinggian ambang
pelimpah /spillway), endapan berada pada daerah life storage dimana sungai atau
anak sungai bermuara.
Pada tahap operasi TMA ( Tinggi Muka Air ) waduk mulai surut, endapan yang
telah terjadi di daerah life storage tergerus aliran sungai terbawa ke daerah lebih
rendah. Bila operasi waduk misalnya pada musim kering di bawah normal, sehingga
TMA terendah sudah berada di bidang antara life storage dan dead storage maka
endapan yang terjadi sebelumnya di life storage terkikis aliran sungai masuk ke
daerah dead storage.
Begitu keadaan endapan sepanjang tahun berulang sampai berakhirnya endapan
menutup intake yang dikatakan tersebut diatas sebagai saat berakhirnya umur
manfaat waduk untuk keperluan pengairan / pembangkit tenaga listrik.
Pemantauan endapan dengan pemetaan Survey Bathimetri pada saat TMA tinggi
lebih mendapatkan daerah cakupan luas dari pada saat pelaksanaan pada TMA
rendah. Periode ulang pemetaan Bathimetri secara teratur (4-5 setahun sekali)
mempermudah perhitungan rata-rata jumlah endapan yang terjadi. Jika periode 4-5
tahun sekali, kurang memberikan hasil yang baik atau teliti, periode ulang tersebut
bisa di perpendek 2-4 tahun sekali terutama pada waduk yang tingkat
pendangkalannya relatif cukup tinggi.
II.3
Voleme tampungan aktif (active storage) adalah volume waduk yang dapat
III.
PEMBAHASAN
Sisa volume dead storage tahun 1986 didapatkan dari hasil perhitungan dari peta
bathimetri yang dilaksanakan akhir tahun 1986.
Dead storage di waduk Ir. H. Djuanda adalah volume waduk di bawah elevasi +75.00
m.dpl
Pembuatan dasar air dengan echo sounder disebut bathimetri. Sedangkan pengukuran
kedalam peta kontur an air dengan gema (echo sounder) disebut dalam istilah
Indonesia pemeruman. Dari peta contour ( = peta ketinggian sama ) dari seluruh
permukaan tanah dasaran waduk diketahui luas maupun isi waduk pada setiap
ketinggian, yaitu dengan menggunakan poolplanimeter
demikian juga dari dua luas bidang berturutan dan jarak antaranya (=tingginya) yang
diketahui isi bisa dihitung dan di buat tabel.
Hasil tabulated peta contour dibawah air mempermudah pembacaan hubungan antara
ketinggian luas-volume dari waduk Ir. H. Djuanda sebelum waduk Cirata mulai
tergenang.
Untuk pembuatan tabel cukup pada beda ketinggian 5 meter dan hasilnya seperti
tergambar pada halaman berikut.
Dari kontur yang perlu dikoreksi yaitu luas maupun volume dibawah + 40.00 m yang
kelihatannya janggal sehingga kita proses data dari + 40.00 m s.d +107.00 m
( banyaknya data n = 15), sedang dibawah +40.00 m dapat dihitung sampai luas
maupun volume mendekati 0.
Dari persamaan persamaan tersebut diatas Luas maupun Volume dapat dicari. berikut
disajikan penjabaran Luas dan Volume yang menghasilkan persamaan :
Luas Waduk Ir.H.Juanda
Volume Waduk Ir.H.Juanda
Penjabaran Luas
+ 257.97 H 13244.2
= 742.6302521
= 38.74437295
= 0.518283824
38.7H + 743
Catatan :
Volume / isi waduk Ir. H. Djuanda initial menurut perhitungan Consultant Coyene Et
Bellier (COB) Paris Perancis, 1964
V = 0.557
38.56H + 719.325
Jelas kelihatan, bahwa selama beroperasinya waduk Ir. H. Djuanda telah mengalami
perubahan kapasitas isi waduk.
Perlu dimaklumi pengendapan Lumpur (sedimentasi ) terbesar pada musim hujan,
dimana TMA mengarah tinggi sehingga deposit pada muara Citarum waduk Ir. H.
Djuanda relatif besar (pada kecepatan aliran V mendekati 0). Sebaliknya pada musim
kemarau deposit tergerus aliran air ke arah hilir yang TMA nya mengarah rendah, hal
ini terjadi bertahun tahun selama waduk Ir. H. Djuanda masih tunggal, belum ada
waduk waduk di hulunya.
Setelah adanya waduk Cirata, keadaan agak berlainan mengingat adanya sebagian
besar Lumpur telah mengendap terlebih dulu pada waduk Saguling dan Cirata.
Dari hasil pengamatan Lumpur yang terbawa aliran air sungai Citarum masuk
waduk Ir. H. Djuanda (pada pengambilan contoh pada air di Cipetir) dan keluar
waduk Ir. H. Djuanda (pada pengambilan contoh air di Tailrace) setiap 2 minggu
sekali selama tahun 1982, 1984, 1985 menunjukan rata rata 6% jumlah kandungan
Lumpur keluar waduk dibandingkan jumlah air masuk waduk.
Selama 24tahun (1963-1987) sebelum ada waduk Saguling dan Cirata kandungan
Lumpur pada waduk Ir. H. Djuanda :
Volume air 1963 (initial)
= 2.970.
= 2.556.
414.
= 17,25
amannya pada waduk Saguling, Cirata dan Ir. H. Djuanda sama yaitu diambil 10%
kandungan Lumpur keluar waduk dibanding air yang masuk waduk.
Lumpur yang terbawa inflow = 100% / 90% x 17,25.
/ tahun = 19,166.
/ tahun. Inflow waduk Ir. H. Djuanda sebelum ada waduk saguling dan Cirata =
5755.
Citarum =
/ tahun
x 100% = 0.33%
/ tahun
: 2563.
/ tahun
: 2543.
/ tahun
: 649.
/ tahun
/tahun )
/tahun ).I
/tahun ).II
/tahun )..III
Berdasarkan perhitungan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa harapan usia
manfaat Waduk Ir.H.Djuanda adalah kurang lebih 277,5 tahun sejak Tahun 1987.
Dengan kata lain harapan usia manfaatnya sekitar 250,5 tahun lagi sejak Tahun 2014.
Mudah-mudahan harapan usia manfaat waduk tersebut dapat tercapai sebagai
warisan bagi anak cucu kita kelak. Studi lebih lanjut dan perhitungan ulang
diperlukan untuk menyempurnakan penelitian ini menggunakan data hasil
pengukuran dan penelitian terbaru.
III.3 Contoh Analisis
Menghitung kapasitas waduk yang diperlukan berdasarkan data debit bulanan
pada Sungai Little Weiser di Idaho tahun 1966 1970 dengan menggunakan metode
Ripple dan metode Sequent peak, dengan kebutuhan air per bulannya adalah 80 %.
Analisis Data
1. Kebutuhan air (release reservoir)
Kebutuhan air untuk setiap bulan adalah konstan, dan besarnya ditentukan
sebesar 80 % dari inflow rata-rata.
Inflow rata-rata
=
Inflow
n
346563
5776,05
60