Manajemen Nyeri
DEFINISI
1. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya
kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik
dan emosional yang merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan.
(International Association for the Study of Pain)
2. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas,
memiliki hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.
3. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama.
Nyeri kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses
penyembuhan dan sering sekali tidak diketahui penyebabnya yang pasti.
ASESMEN NYERI
1. Anamnesis
a. Riwayat penyakit sekarang
i.
ii.
iii.
iv.
v.
vi.
vii.
Kronisitas
viii. Hasil
pemeriksaan
dan
penanganan
nyeri
sebelumnya,
x.
v.
berat,
membungkuk atau
memutar;
ii.
f. Riwayat keluarga
i. Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetik.
Evaluasi
gejala
gastrointestinal,
kardiovaskular,
neurologi,
psikiatri,
reumatologi,
pulmoner,
genitourinaria,
malam
2. Asesmen nyeri
a. Asesmen nyeri dapat menggunakan Numeric Rating Scale
i.
ii.
0 = tidak nyeri
Indikasi: Pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak
dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan
asesmen
ii.
23
= sedikit nyeri
45
= cukup nyeri
67
= lumayan nyeri
89
= sangat nyeri
10
atau
Wong-Baker
Kewaspadaan
Ketenangan
Distress pernapasan
Menangis
Pergerakan
Tonus otot
Tegangan wajah
COMFORT Scale
Kategori
Skor
Kewaspadaan
1 tidur pulas /
nyenyak 2 tidur
kurang nyenyak 3
gelisah
4 sadar sepenuhnya dan
Ketenangan
1waspada
tenang5 hiper alert
2 agak
cemas 3
cemas
4 sangat
Distress
pernapas
an
Menangis
Pergerakan
Tanggal / waktu
3 sering bergerak
perlahan 4 pergerakan
aktif / gelisah
Tonus otot
51 pergrakan
termasuktidak
badan
kepala
otot relaks aktif
sepenuhnya,
adadan
tonus
otot 2 penurunan tonus otot
tonus otot normal
4 peningkatan tonus otot dan fleksi jari tangan
dan kaki
5 kekakuan otot ekstrim dan fleksi jari tangan
dan kaki
Tegangan wajah
Tekanan
seluruh
ototdiwajah
tegang,
5tekanan
darah
bawah
batas meringis
normal
2 tekanan darah berada di batas normal secara
darah basal
konsisten
3 peningkatan tekanan darah sesekali 15% di
atas batas normal (1-3 kali dalam observasi
selama 2 menit)
4 seringnya peningkatan tekanan darah 15%
di atas batas normal (>3 kali dalam observasi
selama 2 menit)
5 peningkatan tekanan darah terus-menerus 15%
Denyut
jantung basal
secara konsisten
3 peningkatan denyut jantung sesekali 15% di
atas batas normal (1-3 kali dalam observasi
selama 2 menit)
4 seringnya
Skor total
d. Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi
sedang,
pasien
menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri.
e. Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari
beberapa jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:
i. Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan
pemeriksaan fisik pada pasien
ii. Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah
tatalaksana nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang sadar/
bangun), pasien yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum
transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.
iii. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan
asesmen ulang setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obatobat intravena
iv.
f. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai
menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis
medis atau bedah yang baru (misalnya komplikasi pasca-pembedahan,
nyeri neuropatik).
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan umum
i.
ii.
iii. Periksa apakah terdapat lesi / luka di kulit seperti jaringan parut
akibat operasi, hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas jarum
suntik
iv.
Perhatikan
juga
adanya
ketidaksegarisan
tulang
b. Status mental
i. Nilai orientasi pasien
ii.
c. Pemeriksaan sendi
i. Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan
ii.
asimetris.
iii. Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlihat
abnormal / dikeluhkan oleh pasien (saat menilai pergerakan
aktif). Perhatikan adanya limitasi gerak, raut wajah meringis,
atau asimetris.
iv. Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri
v.
d. Pemeriksaan motorik
i.
Derajat
Definisi
T
1erdapat kontraksi otot (inspeksi / palpasi), tidak menghasilkan
pergerakan
0
e. Pemeriksaan sensorik
i. Lakukan pemeriksaan: sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarumpin prick), getaran, dan suhu.
f. Pemeriksaan neurologis lainnya
i.
ii.
Refleks
Segmen spinal
BisepsC5
Brakioradialis
C6
Triseps
C7
Tendon patella
L4
Hamstring medial
L5
Achilles
S1
dengan
tanda
ini
ditemukan
mengalami
Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten (berpindahpindah) saat gerakan yang sama dilakukan pada posisi
yang berbeda (distraksi)
6. Pemeriksaan radiologi
a. Indikasi:
i.
ii.
vertebra,
spondilolistesis,
spondilolisis,
neoplasma)
ii. MRI: gold standard dalam mengevaluasi tulang belakang
(herniasi diskus, stenosis spinal, osteomyelitis, infeksi ruang
diskus, keganasan, kompresi tulang belakang, infeksi)
iii. CT-scan: evaluasi trauma tulang belakang, herniasi diskus,
stenosis spinal.
iv. Radionuklida bone-scan: sangat bagus
dalam mendeteksi
pasien
dengan
Triad
Franklin
(polip
hidung,
jika
terdapat
kontraindikasi
opioid
atau
Dosis inisial
Jadwal titrasi
Direkomendasik
an untuk
Titrasi 10-hari
4 x 50mg
Lanjut usia
selama 3
hari
Risiko jatuh
selama 3 hari.
Sensitivi
tas
medikasi
Titrasi 16-hari
4 x 25mg
Lanjut usia
selama 3
hari
Risiko jatuh
selama 3 hari.
Sensitivi
tas
selama 3 hari.
medikasi
10. Opioid
a. Merupakan analgesik poten (tergantung-dosis) dan efeknya dapat
ditiadakan oleh nalokson.
b. Contoh opioid yang sering digunakan: morfin, sufentanil, meperidin.
c. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah titrasi.
d. Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk
penatalaksanaan nyeri akut.
e. Efek samping:
i. Depresi pernapasan, dapat terjadi pada:
Pemberian
sedasi
bersamaan
(benzodiazepin,
Adanya
kondisi
hipovolemia,
tertentu:
uremia,
gangguan
gangguan
elektrolit,
respirasi
dan
ii. Sedasi: adalah indikator yang baik untuk dan dipantau dengan
menggunakan skor sedasi, yaitu:
0 = sadar penuh
sedasi
mengantuk,
ringan,
kadang
mudah dibangunkan
= tidur normal
v. Efek kardiovaskular :
Metokloprami
d
Durasi (jam)
Droperid
Ondansetron
ol,
n,
4-6butirofen
(dosis rendah)
Proklorperazi
fenotiazin
6
8-24
24 (dosis tinggi)
Efek samping:
Ekstrapiramidal
++
++
Anti-kolinergik
sedasi
12,5
Dosis (mg)
10
0,25-0,5
Frekuensi
Jalur pemberian
Oral, IV, IM
Tiap 12 jam
Oral, IV
Oral, IM
IV, IM
f. Pemberian Oral:
i. sama efektifnya dnegan pemberian parenteral pada dosis yang
sesuai.
ii. Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasi
oral.
g. Injeksi intramuscular:
i. merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan.
ii. Namun,
injeksi
menimbulkan
nyeri
dan
efektifitas
opioid
secara
langsung
ke
saraf
perifer
b. Nyeri visceral:
i. Nosiseptor
visceral
lebih
setikit
dibandingkan
somatic,
c. Nyeri neuropatik:
i. Berasal dari cedera jaringan saraf
ii. Sifat nyeri: rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, alodinia
(nyeri saat disentuh), hiperalgesia.
iii. Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal dari tempat
cedera (sementara pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada
tempat cederanya)
iv. Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple
sclerosis, herniasi
kemoterapi / radioterapi.
4.
Oral:
antikonvulsan,
antidepresan,
antihistamin,
3-
Rektal
(supositoria):
parasetamol,
fenotiazin
aspiri
n,
opioi
d,
*Keterangan:
patch fentanyl tidak boleh digunakan untuk nyeri akut karena tidak sesuai
indikasi dan onset kerjanya lama.
*Istilah:
vii.
ya
tidak
Minta untuk diresepkan
Si apkan NaCl
ATAU
Ya, tetapi
telah
diberikan
dosis total
ya
tidak
Kecepatan pernapasan
> 8 kali/ menit?
ya
Tunggu selama 5 menit
tidak
100 mmHg?*
ya
Usia pasien < 70 tahun?
Minta
saran
ya
Ji ka skor nyeri 7-10: berikan 3ml
Ji ka skor nyeri 4-6: berikan 2 ml
Keterangan:
Skor nyeri:
0
= tidak nyeri
1-3 = nyeri ringan
4-6 = nyeri sedang
7-10 = nyeri berat
Skor sedasi:
0 = sadar penuh
1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah
dibangunkan
2 = sedasi sedang, sering secara konstan mengantuk,
mudah dibangunkan
3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan
*Catatan:
Jika tekanan darah sistolik
< 100mmHg: haruslah
dalam rentang 30% tekanan
darah sistolik normal pasien
(jika diketahui), atau
carilah saran/bantuan.
S = tidur normal
Gunakan tabel obat-obatan antiemetic (jika diperlukan)
Teruskan penggunaan OAINS IV jika diresepkan bersama dengan opioid.
opioid
Mual dan muntah: antiemetic
Konstipasi: berikan stimulant buang air besar,
hindari laksatif yang mengandung serat karena
dapat menyebabkan produksi gas-kembungkram perut.
Gatal: pertimbangkan untuk mengganti opioid
jenis lain, dapat juga menggunakan antihistamin.
Mioklonus: pertimbangkan untuk mengganti
opioid, atau berikan benzodiazepine untuk
mengatasi mioklonus.
Depresi pernapasan akibat opioid: berikan
nalokson (campur 0,4mg nalokson dengan NaCl
0,9% sehingga total volume mencapai 10ml).
Berikan 0,02 mg (0,5ml) bolus setiap menit
hingga kecepatan pernapasan meningkat. Dapat
diulang jika pasien mendapat
terapi opioid
jangka panjang.
OAINS:
Gangguan gastrointestinal: berikan PPI (proton
pump inhibitor)
Perdarahan
akibat
disfungsi
platelet:
c. Non-farmakologi:
i. Olah raga
ii. Imobilisasi
iii. Pijat
iv. Relaksasi
v.
6. Pencegahan
a. Edukasi pasien:
i. Berikan informasi mengenai kondisi dan penyakit pasien, serta
tatalaksananya.
ii. Diskusikan tujuan dari manajemen nyeri dan manfaatnya untuk
pasien
iii. Beritahukan bahwa pasien dapat mengubungi tim medis jika
memiliki
pertanyaan
ingin
berkonsultasi
mengenai
kondisinya.
iv. Pasien
dan
keluarga
ikut
dilibatkan
dalam
menyusun
Anamnesis dan
pemeriksaan
fisik
Asesmen nyeri
ya
Prioritas utama:
identifikasi dan atasi
etiologi nyeri
tidak
ya
tidak
Tentukan mekanisme nyeri (pasien dapat mengalami > 1 jenis nyeri)
Nyeri somatic
Nyeri somatic
Nyeri viseral
Nyeri neuropatik
Parasetamol
Cold packs
Kortikosteroid
Anestesi lokal (topical / infiltrasi)
OAINS
Opioid
Sti mulasi taktil
Kortikosteroid
Anestesi lokal intraspinal
OAINS
Opioid
Antikonvulsan
Kortikosteroid
Blok neuron
OAINS
Opioid
Antidepresan tr isiklik (amitript
Pencegahan
Edukasi pasien
Terapi farmakologi
Konsultasi (jika perlu)
Prosedur pembedahan
Non-farmakologi
tidak
Lihat manajemen nyeri kronik.
ya
Pertimbangkan
untuk merujuk ke spesialis yang sesuai
Apakah nyeri
> 6 minggu?
ya
Kembali ke
kotak tentukan
mekanisme
nyeri
tidak
Analgesik adekuat?
tidak
ya
ya
Efek samping pengobatan?
tidak
dan pemeriksaan
fisik
(karakteristik
nyeri,
riwayat
disebabkan
oleh
kerusakan
disfungsi
sistem
somatosensorik.
Tatalaksana:
mengembalikan
fungsi
otot
dengan
(postur,
gerakan
repetitive,
faktor
pekerjaan)
iii. Nyeri inflamasi (dikenal juga dengan istilah nyeri nosiseptif):
Tatalaksana:
manajemen proses
inflamasi dengan
ligament/otot),
degenerasi
diskus,
4. Asesmen lainnya:
a. Asesmen psikologi: nilai apakah pasien mempunyai masalah psikiatri
(depresi,
cemas,
riwayat
penyalahgunaan
obat-obatan,
riwayat
a.
1. Tetapkan tujuan
Perbaiki skor kemampuan fungsional (ADL) menjadi:_
Kembali ke aktivitas spesifik, hobi, olahraga
pada tanggal:
pada tanggal:
b.
c.
pada tanggal:
Nama Dokter:
Tanggal:
/10)
dapat
mempertimbangkan
pendekatan
perilaku
Beritahukan
dokter adalah
manajemen nyerinya
Ajaklah
pasien
untuk
berpartisipasi
aktif
dalam
manajemen nyeri
untuk
control
dipengaruhi
oleh
memberikan
Pembedahan,
kemoterapi,
radioterapi
untuk
Terapi simptomatik:
antidepresan trisiklik (amitriptilin)
antikonvulsan: gabapentin, karbamazepin
obat topical (lidocaine patch 5%, krim anestesi)
OAINS, kortikosteroid, opioid
anestesi regional: blok simpatik, blok epidural /
intratekal, infus epidural / intratekal
terapi berbasis-stimulasi: akupuntur, stimulasi
spinal, pijat
rehabilitasi fisik: bidai, manipulasi, alat bantu,
latihan mobilisasi, metode ergonomis
prosedur ablasi: kordomiotomi, ablasi saraf
dengan radiofrekuensi
terapi
lainnya:
(mengurangi
terhadap
hypnosis,
tegangan
nyeri),
terapi
relaksasi
dan
toleransi
perilaku
kognitif
otot
terapi
Rehabilitasi fisik:
Fitness: angkat beban bertahap, kardiovaskular,
fleksibilitas, keseimbangan
mekanik
pijat, terapi akuatik
manajemen perilaku:
stress / depresi
teknik relaksasi
perilaku kognitif
ketergantungan obat
manajemen amarah
terapi obat:
analgesik dan sedasi
antidepressant
opioid jarang dibutuhkan
Faktor
Diagnosis
Penjelasan
1 = kondisi kronik ringan dengan temuan objektif minimal atau tidak adanya
diagnosis medis yang pasti. Misalnya: fibromyalgia, migraine, nyeri
punggung tidak spesifik.
2 = kondisi progresif perlahan dengan nyeri sedang atau kondisi nyeri
sedang menetap dengan temuan objektif medium. Misalnya: nyeri
punggung dengan perubahan degeneratif medium, nyeri neuropatik.
3 = kondisi lanjut dengan nyeri berat dan temuan objektif nyata.
Misalnya: penyakit iskemik vascular berat, neuropati lanjut, stenosis
Intractabili
spinal
berat. terapi minimal dan pasien terlibat secara minimal
1 = pemberian
ty
(keterlibata
n)
Risiko (R)
R = jumlah skor P + K + R + D
Psikologi
Kesehatan
yang
signifikan obat akhir-akhir ini, alkohol berlebihan, penyalahgunaan
1 = penggunaan
obat. 2 = medikasi untuk mengatasi stress, atau riwayat remisi psikofarmaka
3 = tidak ada riwayat penggunaan obat-obatan.
Reliabilitas
Dukung
an
sosial
isolasi sosial
Efikasi
Skor total
=D+I+R+E
Keterangan:
Skor 7-13: tidak sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang
Skor 14-21: sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang
d. Manajemen level 2
i. meliputi rujukan ke tim multidisiplin dalam manajemen nyeri
dan rehabilitasinya atau pembedahan (sebagai ganti stimulator
spinal atau infus intratekal).
ii. Indikasi: pasien nyeri kronik yang gagal terapi konservatif /
manajemen level 1.
iii.
Asesmen nyeri
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fungsi
Nyeri neuropatik
tidak
ya
tidak
Asesmen lainnya
Algoritma Manajemen
Nyeri Kronik
Prinsip level 1
Buatlah rencana dan tetapkan tujuan
Rehabilitasi fisik dengan tujuan fungsional
Manajemen psikososial dengan tujuan fungsional
Layanan primer untuk mengukur pencapaian tujuan dan meninjau ulang rencana peraw atan
level 2
Tujuan terpenuhi?
Telah melakukan manajemen level 1Manajemen
dengan adekuat?
tidak
ya
Fungsi
Rujuk ke tim
Kenyamanan
interdisiplin, atau
hambatan
Rujuk ke klinik khusus manajem
ya
Asesmen hasil
tidak
10
Analgesik
Analgesik adjuvant
anestesi
Non-obat
Kognitif
Fisik
perilaku
Berikan umpan balik mengenai penyebab dan faktor yang mempengaruhi nyeri kepada orang tua ( dan anak)
Berikan rencana manajemen yang rasional dan terintegrasi
Asesmen ulang nyeri pada anak secar a rutin
Evaluasi efektifitas rencana manajemen nyeri
Revisi rencana jika diperlukan
5. Pemberian analgesik:
a. By the ladder: pemberian analgesik secara bertahap sesuai dengan
level nyeri anak (ringan, sedang, berat).
i. Awalnya, berikan analgesik ringan-sedang (level 1).
ii. Jika nyeri menetap dengan pemberian analgesik level 1, naiklah
ke level 2 (pemberian analgesik yang lebih poten).
iii. Pada
pasien
yang
mendapat
terapi
opioid,
pemberian
Kategori:
Analgesik multi-tujuan: antidepressant, agonis
adrenergic
alfa-2,
kortikosteroid,
anestesi
topical.
Analgesik
untuk
nyeri
neuropatik:
benzodiazepine,
inhibitor
osteoklas,
radiofarmaka.
b. By the clock: mengacu pada waktu pemberian analgesik.
i. Pemberian
haruslah
teratur,
misalnya:
setiap
4-6
jam
penundaan/keterlambatan
pemberian
obat,
Dosis
Keterangan
10-15mg/kgBB oral,
6- 8 jam
Naproksen
Diklofenak
10-20mg/kgBB/hari
dosis
1mg/kgBB
oral, setiap 8-
1g/hari.
Efek
antiinflamasi. Efek samping sama
12 jam
6. Terapi non-obat
a. Terapi kognitif: merupakan terapi yang
memiliki efek yang besar dalam manajemen nyeri non-obat untuk anak
b. Distraksi terhadap nyeri dengan mengalihkan atensi ke hal lain seperti
music, cahaya, warna, mainan, permen, computer, permainan, film,
dan sebagainya.
c. Terapi perilaku bertujuan untuk mengurangi perilaku yang dapat
meningkatkan
nyeri
dan
meningkatkan
perilaku
yang
dapat
menurunkan nyeri.
d.
10
Terapi non-obat
Kognitif
10
Perilaku
Fisik
Informasi
latihan
pijat
terapi relaksasi
fisioterapi
stimulasi termal
Hypnosis
psikoterapi
akupuntur
TENS (transcutaneous
electrical nerve
stimulation)
10
Keterangan
Tidak nyeri
7. Intervensi non-farmakologi
a. Terapi termal: pemberian pendinginan atau pemanasan di area
nosiseptif untuk menginduksi pelepasan opioid endogen.
b. Stimulasi listrik pada saraf transkutan / perkutan, dan akupuntur
c. Blok saraf dan radiasi area tumor
d. Intervensi medis pelengkap / tambahan atau alternatif: terapi relaksasi,
umpan balik positif, hypnosis.
e. Fisioterapi dan terapi okupasi.
b. Dapat
menurunkan
sosialisasi,
gangguan
tidur,
bahkan
dapat
REFERENSI
1. Joint Commission on accreditation of Healthcare Organizations. Pain: current
understanding of assessment,
management, and
treatments.
National