Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

CRS GANGGUAN CEMAS MENYELURUH

diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter


SMF Ilmu Kesehatan Jiwa

Disusun oleh:
Tri Putra Nuur Fath
Rahmaniyah Zahra

Preseptor:
Gemah Nuripah, dr., Sp.Kj., M.Kes

SMF ILMU KESEHATAN JIWA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RUMAH SAKIT MUHAMADIYAH BANDUNG
2015

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama

: Nn.T

Umur

: 50 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Suku bangsa

: Sunda

Pendidikan

:S1

Pekerjaan

: bekerja

Status marital

: Menikah

Agama

: Islam

Tanggal Pemeriksaan

: 09 Oktober 2015

Keluhan Utama
Cemas
Anamnesa Khusus
Pasien datang dengan keluhan cemas. Cemas sudah terjadi sejak kurang lebih 6 bulan

yang lalu. Cemas dirasakan terus menerus. Cemas muncul pada saat pasien memikirkan
adiknya dan anak adik-adikya. Pada saat keluhan cemas muncul maka kepalanya terasa
sakit sekali, terkadang mual, tidak mau makan dan malas beraktifitas.
Pasien merasakan Berat badan sudah turun sebanyak 7 kg selama 6 bulan terakhir.
Pasien merasakan badan menjadi lemas, sering menangis apabila banyak pikiran, sakit
kepala, terasa mual, tidak nafsu makan, sulit konsentrasi saat bekerja, khawatiran akan
nasib buruk anak adik-adiknya pasca adiknya meninggal. Pasien terkadang suka
menangis apabila terlalu lama memikirkan tentang adiknya. Pasien menjadi sulit tidur
juga akhir-akhir ini karena terus memikirkan nasib adiknya.
Tidak terdapat adanya keluhan halusinasi pada pasien. Tidak terdapat adanya
keluhan demam pada pasien. Tidak adanya keluhan mendengar sesuatu yang orang lain
tidak bisa dengar. Tidak ada keluhan pasien mengamuk. Tidak ada keluhan pasien suka
bicara sendiri. Tidak ada keliuhan pasien mempunyai keinginan bunuh diri. Tidak ada
keluhan pasien takut terhadap sesuatu (Phobia). Tidak adanya konsumsi obat-obatan
selain yang diresepkan oleh dokter. Tidak ada riwayat trauma kepala hebat sebelumnya.

Awalnya keluhan bermula sejak 6 bulan yang lalu saat adaik pasien didiagnosa
terkena Hepatitis terminal oleh dokter di yogyakarta. Posisi pasien saat itu ada d Jakarta.
Hal ini membuat pasien sangat kahawatir dengan kondisi adiknya. Pada saat itu ternyata
ada problem utang-piutang terkait uang yang dipinjam istri adiknya yang akhirnya
berujung penagihan pada dirinya. Pasien sampai ditagih oleh lintah darat sampai pernah
diancam untuk dibunuh apabila tidka membayar. Sejak saat itu pasien uring-uringan tetapi
sebenarnya pasien juga yang membayar utang tersebut dan membantu pengobatan
adiknya di yogyakarta.
Pasien suka pulang pergi dari jakarta-yogyakarta untuk menjenguk adiknya
yang sakit. Pada seuatu ketika setelah beberapa lama adiknya dirawat inap dan rawat jalan
akhirnya adiknya meninggal dunia. Hal tersebut sangat membuat pasien terguncang
karena memikirkan nasib anak adiknya dan prihatin dengan rumah tangga adiknya
dengan pendapat pasien bahwa istrinya yg suka seenaknya.
Pasien belum pernah pergi kedokter lain selain ke RS Muhamadiyah.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien belum pernah terkena gejala seperti ini sebelumnya. Pasien pernah dirawat selama
beberapa hari dirumah sakit karena keluhan lambungnya. Pada saat idrawat ini pasien
sudah dalam keadaan cemas setelah mendengar adiknya masuk rumah sakit juga. Pasien
diketahui memiliki riwayat penyakit kolesterol dan hipotensi.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Pasien merupakan anak pertama dari 4 bersaudara. Adik yang meninggal adalah anak

ke empat.
Tidak terdapat adanya riwayat keluarga dengan gejala yang sama. Tidak adanya
riwayat keluarga yang pernha mengalami gangguan jiwa sebelumnya.

PEMERIKSAAN FISIK

Kesadara: Compos Mentis


TTV:
TD: 110/80
Nadi: 100x/menit
Respirasi: 22x/menit

Temp: Tidak dilakukan pemeriksaan


Head to Toe: Dalam batas normal

II. Status Mental


A. Deskripsi Umum
1. Kesadaran

: baik

2. Perilaku dan aktivitas psikomotor : tenang


3. Pembicaraan : lancar, spontan, intonasi sedang
4. Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif
B. Keadaan

Efektif

(mood)

perasaan,

ekspresi

aktifitas

(hidup

emosi), serta empati, perhatian:


1. Mood : cemas
2. Afek

: appropriate

3. Empati

: dapat dirabarasakan

C. Fungsi Intelektual (kognitif) :


1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : Sesuai
pendidikan.
2. Daya konsentrasi : Baik.
3. Orientasi (waktu, tempat dan orang) : Baik.
4. Daya ingat : daya ingat jangka panjang, jangka pendek, dan segera
Baik.
5.

Pikiran abstrak : Baik.

6.

Bakat kreatif : Tidak ditemukan.

7.

Kemampuan menolong diri sendiri : cukup.


D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi dan ilusi
2. Ilusi

: Tidak ada.

: Tidak ada.

3. Depersonalisasi

: Tidak ada.

4. Derealisasi

: Tidak ada.

E. Proses Berpikir
1.

Arus pikiran :
a.

Produktivitas

b.

Kontinuitas

c.
2.

Hendaya berbahasa

Isi Pikiran :

: Cukup.
: Relevan.
: Tidak ada.

a.

Preokupasi

: Tidak ada.

b.

Gangguan pikiran

: Tidak ada.

F. Pengendalian implus : Baik.


G. Daya Nilai
1.

Norma sosial

: Baik.

2.

Uji Daya Nilai

: Baik.

3.

Penilaian Realitas

: Baik.

H. Tilikan (insight) : Pasien sadar dirinya sakit dan butuh pengobatan.


I. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya.

Diagnosis Banding
- F 41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh
- F 41.0 Gangguan Panik
- F 43.1 Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)

Diagnosa Multiaksial

Aksis 1: Gangguan Cemas menyeluruh


Aksis 2: Gangguan kepribadian cemas
Aksis 3: Penyakit sistem pencernaan
Aksis 4: Tidak ada diagnosa
Aksis 5: GAF 70-61 Beberapa gejaa ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi,
secara umum masih baik.

Usulan Penatalaksanaan
- Psikoterapi :
Terapi kognitif-perilaku
Terapi suportif
Edukasi penyakit
- Psikofarmaka
Sertraline 50 mg tab 1-2 x / hari
Alprazolam 0.25mg 3x / hari

Prognosis
- Quo ad vitam
- Quo ad functionam
- Quo ad sanactionam

: ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

GENERALIZED ANXIETY DISORDER

Gangguan cemas merupakan gangguan mental yang sering terjadi pada seluruh
populasi. Hampir 30 juta orang di Amerika Serikat mengalami hal ini, dengan wanita
lebih banyak terkena 2x lebih banyak dibanding laki-laki. Gangguan cemas sangat
berhubungan dengan kualitas hidup, sering kronis dan resisten terhadap terapi. Hal
yang sangat berhubungan dengan gangguan cemas adalah adanya peran genetik dan
faktor pengalaman, juga kejadian trauma dan stres merupakan etiologi penting.

Cemas Normal
Setiap orang pernah mengalami kecemasan. Hal ini ditandai secara umum dengan
kebingungan, perasaan tidak menyenangkan, rasa ketakutan yang samar, sering
disertai gejala otonomik seperti nyeri kepala, palpitasi, rasa sesak di dada, nyeri
abdomen, gelisah, tidak bisa diam.

Gangguan Cemas Menyeluruh


Merupakan gangguan dengan gejala yang menonjol berupa kecemasan dan
kekhawatiran yang berlebihan serta tidak logis, bahkan tidak realistik. Gejala dialami
sepanjang hari, minimal dirasakan selama 6 bulan. Dapat ditemukan gejala somatik
seperti irritable, susah tidur, dan gelisah. Kecemasan berupa kesulitan konsentrasi dan
berhubungan dengan gejala somatik seperti otot tegang, irritable, sulit tidur dan
gelisah. Cemas sulit untuk dikontrol/direda, membuat stress dan menyebabkan
gangguan pada kehidupan pasien.

Epidemiologi
- Gangguan cemas menyeluruh merupakan kondisi yang sering terjadi, diperkirakan
-

dalam 1 tahun dapat terjadi sebanyak 3-8%


Rasio perempuan : laki-laki = 2 : 1
Rasio perempuan : laki-laki yang membutuhkan rawat inap = 1 : 1
Dalam gangguan cemas, 25% diantaranya mengalami gangguan cemas

menyeluruh.
Onset dapat terjadi pada masa remaja akhir atau awal dewasa, tetapi biasanya
paling sering terjadi pada orang lebih dewasa.

Komorbiditas
- Ganguan cemas menyeluruh merupakan gangguan yang paling sering muncul
bersamaan dengan gangguan jiwa, biasanya fobia sosial, fobia spesifik, gangguan

panik atau gangguan depresi.


Sekitar 50% - 90% pasien dengan gangguan cemas menyeluruh memiliki

gangguan jiwa lainnya.


25% pasien mengalami gangguan panik.
Gangguan cemas menyeluruh dapat dibedakan dengan gangguan panik dengan

tidak adanya serangan panik secara tiba-tiba.


Sebagian besar pasien juga mengalami gangguan depresi berat dan distimik.

Diagnosis Banding
Seperti gangguan cemas yang lain, gangguan cemas menyeluruh harus dibedakan baik
dengan gangguan secara medis dan gangguan psikiatri. Secara neurologis,
endokrinologis, merabolik dan gangguan yang berhubungan dengan masalah medis.
- Gangguan panik
- Fobia
- Gangguan obsesif kompulsif (OCD)
- Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
Pasien dengan gangguan cemas menyeluruh sering berkembang menjadi gangguan
depresi berat. Pastikan bahwa diagnosis tidak termasuk dalam kriteria gangguan
depresif.

Etiology
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga menyebabkan

terjadinya gangguan anxietas menyeluruh. Teori-teori tersebut antara lain :


Kontribusi Ilmu Psikologi
Tiga teori utama psikologis yaitu psikoanalitik, perilaku, dan eksistensial telah
memberikan kontribusi teori tentang penyebab kecemasan. Teori masing-masing memiliki
kegunaan baik konseptual dan praktis dalam mengobati gangguan kecemasan.3
1. Teori psikoanalitik
Meskipun Freud awalnya diyakini bahwa kecemasan berasal dari penumpukan
fisiologis libido, ia akhirnya merumuskan kembali kecemasan sebagai sinyal adanya
bahaya di bawah sadar. Menanggapi sinyal ini, ego digunakan sebagai mekanisme
pertahanan untuk mencegah pikiran dan perasaan yang tidak dapat diterima yang
muncul ke dalam kesadaran. Dari perspektif psikodinamik, tujuan terapi tidak
diperlukan untuk menghilangkan kecemasan, tapi untuk meningkatkan toleransi
kecemasan, yaitu kemampuan untuk mengalami kecemasan dan menggunakannya
sebagai sinyal untuk menyelidiki konflik yang mendasari yang telah menciptakannya.
Kecemasan muncul sebagai respon terhadap berbagai situasi selama siklus hidup. 3
Sumber lain dari kecemasan melibatkan anak yang takut kehilangan cinta atau
persetujuan orang tua. Seringkali, sebuah wawancara psikodinamik dapat menjelaskan
tingkat kecemasan yang dialami seorang pasien. Beberapa kecemasan jelas berkaitan
dengan konflik pada beberapa tingkat perkembangan yang bervariasi.3
2. Teori Perilaku
Teori-teori perilaku adalah respon terkondisi terhadap rangsangan lingkungan
tertentu. Dalam model pengkondisian klasik, seorang gadis dibesarkan oleh seorang
ayah yang kasar, misalnya, dapat menjadi cemas segera setelah ia melihat ayahnya
yang kasar. Dalam model pembelajaran sosial, seorang anak dapat mengembangkan
respon kecemasan dengan meniru kecemasan di lingkungan, seperti orang tua cemas.3
3. Teori eksistensial

Teori kecemasan eksistensial menyediakan model untuk kecemasan umum, di


mana tidak ada stimulus khusus yang diidentifikasi untuk rasa cemas yang sifatnya
kronis. Kekhawatiran eksistensial tersebut dapat meningkat sejak pengembangan
senjata nuklir dan bioterorisme.3
Teori kognitif-perilaku
Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman, disebabkan
oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal yang negative pada lingkungan, adanya distorsi
pada pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat negative terhadap kemampuan diri
untuk menghadapi ancaman.4,7
Teori Genetik
Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien GAD dan
gangguan Depresi Mayor pada pasien wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama
penderita GAD juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan penelitian pada pasangan
kembar didapatkan angka 50% pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik.4,7

Kontribusi Ilmu Biologi


1. Sistem saraf otonom
Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu contoh pada
sistem kardiovaskular (misalnya, takikardia), otot (misalnya, sakit kepala),
pencernaan (misalnya, diare), dan pernapasan (misalnya, takipnea).3
2. Neurotransmitter
Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan dengan dasar dari
studi hewan dan tanggapan terhadap terapi obat adalah norepinefrin (NE), serotonin,
dan gama-ainobutyric acid (GABA). Salah satu eksperimen

untuk mempelajari

kecemasan adalah tes konflik, di mana hewan secara bersamaan disajikan dengan
rangsangan yang positif (misalnya makanan) dan negatif (misalnya, sengatan listrik).
Anxiolytic narkoba (misalnya benzodiazepin) cenderung memfasilitasi adaptasi

hewan untuk situasi ini, sedangkan obat lain (misalnya, amfetamin) lebih lanjut
mengganggu respon perilaku hewan.3
3. Norepinefrin
Gejala kronis yang dialami oleh pasien dengan gangguan kecemasan, seperti
serangan panik, insomnia, terkejut, dan hyperarousal otonom, merupakan karakteristik
fungsi noradrenergik yang meningkat. Itu teori umum tentang peranan norepinefrin
pada gangguan kecemasan dimana pasien yang terkena mungkin memiliki sistem
noradrenergik yang buruk. Badan sel dari sistem noradrenergik terutama terlokalisasi
pada lokus seruleus di pons rostral, dan mereka memproyeksikan akson mereka ke
korteks otak, sistem limbik, batang otak, dan sumsum tulang belakang. Percobaan
pada primata telah menunjukkan bahwa stimulasi dari lokus seruleus menghasilkan
respon ketakutan pada hewan dan bahwa ablasi dari daerah yang sama atau sama
sekali menghambat menghambat kemampuan hewan untuk membentuk respon
ketakutan.3
Studi pada manusia telah menemukan bahwa pada pasien dengan gangguan
panik, agonis reseptor adrenergik (misalnya, isoproterenol [Isuprel]) dan adrenergik
antagonis reseptor (misalnya, yohimbine [Yocon]) dapat memicu serangan panik yang
sering dan cukup parah. Sebaliknya, clonidine (Catapres), sebuah beta 2-reseptor
agonis, mengurangi gejala kecemasan dalam beberapa situasi eksperimental dan
terapeutik. Temuan yang kurang konsisten adalah bahwa pasien dengan gangguan
kecemasan, terutama gangguan panik, memiliki cairan serebrospinal tinggi (CSF) atau
tingkat urin metabolit noradrenergik 3-metoksi-4-hydroxyphenylglycol (MHPG).3
4. Serotonin
Identifikasi jenis reseptor serotonin telah mendorong pencarian untuk peran
serotonin dalam patogenesis gangguan kecemasan. Berbagai hasil test pada stres akut
menunjukkan omset 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang meningkat pada korteks
prefrontal, amigdala, dan hipotalamus lateral. Kepentingan dalam hubungan ini pada
awalnya didorong oleh pengamatan bahwa antidepresan serotonergik memiliki efek
terapi dalam beberapa gangguan kecemasan misalnya, clomipramine (Anafranil) di
OCD. Efektivitas buspirone (BuSpar), suatu serotonin 5-HT1A agonis reseptor, dalam
pengobatan gangguan kecemasan juga menunjukkan kemungkinan adanya hubungan

antara serotonin dan kecemasan. Badan sel neuron serotonergik kebanyakan terletak
di inti raphe di batang otak dan sel sel yang menuju ke korteks, sistem limbik
(khususnya amigdala dan hippocampus), dan hipotalamus. Beberapa laporan
menunjukkan bahwa meta-chlorophenylpiperazine (MCPP), obat serotonergik, dan
fenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan serotonin, menyebabkan
kecemasan meningkat pada pasien dengan gangguan kecemasan, dan banyak laporan
menunjukkan bahwa serotonergik halusinogen dan stimulansia misalnya, asam
diethylamide lysergic (LSD) dan 3,4-methylenedioxymethamphetamine (MDMA)
terkait dengan perkembangan gangguan kecemasan akut dan kronis pada orang yang
menggunakan obat ini.3
5. GABA
Peran GABA pada gangguan kecemasan sebagai contoh penggunaan golongan
benzodiazepin, yang meningkatkan aktivitas GABA pada jenis reseptor GABA A
(GABAA), dalam pengobatan beberapa jenis gangguan kecemasan. Meskipun
potensinya rendah, benzodiazepin adalah obat yang paling efektif untuk mengatasi
gejala dari gangguan kecemasan umum, potensi tinggi obat obat golongan
benzodiazepin, seperti alprazolam (Xanax), dan clonazepam efektif dalam pengobatan
gangguan panik. Sebuah antagonis benzodiazepin, flumazenil (Romazicon),
menyebabkan serangan panik sering berat pada pasien dengan gangguan panik. Data
ini telah membawa para peneliti berhipotesis bahwa beberapa pasien dengan
gangguan kecemasan memiliki fungsi abnormal dari reseptor GABAA mereka,
meskipun hubungan ini belum terbukti secara langsung.3
6. Hipotalamus-hipofisis-adrenal Axis
Bukti yang konsisten menunjukkan bahwa banyak bentuk stres psikologis
meningkatkan sintesis dan pelepasan kortisol. Kortisol berfungsi untuk memobilisasi
dan untuk melengkapi penyimpanan energi dan kontribusi untuk gairah meningkat,
kewaspadaan, perhatian terfokus, dan pembentukan memori; penghambatan
pertumbuhan dan sistem reproduksi, dan penahanan dari respon kekebalan. Sekresi
kortisol yang berlebihan dan berkelanjutan dapat memiliki efek samping yang serius,
termasuk hipertensi, osteoporosis, imunosupresi, resistensi insulin, dislipidemia,
dyscoagulation, dan, akhirnya, aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular.3

7. Corticotropin-releasing hormone (CRH)


Salah satu mediator yang paling penting dari respon stres, CRH
mengkoordinasikan perubahan perilaku dan fisiologis adaptif yang terjadi selama
stres.Tingkat CRH di hipotalamus meningkat pada orang dengan stres, mengakibatkan
aktivasi

dari

sumbu

dehydroepiandrosterone

HPA

dan

(DHEA).

meningkatkan

CRH

juga

pelepasan

menghambat

kortisol

berbagai

dan
fungsi

neurovegetative, seperti asupan makanan, aktivitas seksual, dan program endokrin


untuk pertumbuhan dan reproduksi.3
8. Aplysia
Sebuah model neurotransmitter untuk gangguan kecemasan berdasarkan pada
studi Aplysia di californica, yang dilakukan oleh pemenang Hadiah Nobel Eric
Kandel. Aplysia adalah siput laut yang bereaksi terhadap bahaya dengan menghindar,
menarik diri ke dalam cangkangnya. Perilaku ini dapat dikondisikan secara klasik,
sehingga siput merespon stimulus netral seolah-olah itu stimulus berbahaya. Siput
juga bisa menjadi peka dengan guncangan acak, sehingga menunjukkan respon
walaupun dengan tidak adanya bahaya nyata. Aplysia klasik dikondisikan
menunjukkan perubahan terukur dalam fasilitasi presynaptic, sehingga terjadi
peningkatan pelepasan jumlah neurotransmitter. Meskipun siput laut adalah hewan
sederhana, karya ini menunjukkan pendekatan eksperimental untuk proses neurokimia
kompleks yang berpotensi terlibat dalam gangguan kecemasan pada manusia.3
9. Neuropeptida Y
Neuropeptide Y (NPY) adalah asam amino peptida, yang merupakan salah
satu peptida yang paling berlimpah ditemukan di otak mamalia.Bukti yang
menunjukkan keterlibatan amigdala dalam efek ansiolitik NPY yang kuat, dan
mungkin terjadi melalui reseptor NPY-Y1. NPY memiliki efek regulasi counter pada
sistem CRH dan LC-NE di lokasi otak yang penting dalam ekspresi kecemasan,
ketakutan, dan depresi.3
10. Galanin
Galanin adalah polipeptida yang pada manusia ditemukan mengandung 30
asam amino. Galanin telah terbukti terlibat dalam sejumlah fungsi fisiologis dan

perilaku, termasuk belajar dan memori, mengontrol rasa sakit, asupan makanan,
kontrol neuroendokrin, regulasi kardiovaskular, dan terakhir kecemasan. Sebuah
galanin immunoreactive padat serat sistem yang berasal dari LC innervasi otak depan
dan struktur otak tengah, termasuk hippocampus, hipotalamus, amigdala, dan korteks
prefrontal.3

GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis dinilai dari 2 hal, yaitu gejala somatik dan gejala psikologik.
1.

Gejala somatik4,7
Gemetar
Nyeri punggung dan nyeri kepala
Ketegangan otot
Napas pendek, hiperventilasi
Mudah lelah, sering kaget

Hiperaktivitas otonomik (wajah merah dan pucat, takikardia, palpitasi, tangan rasa

dingin, diare, mulut kering, sering kencing)


Parestesia
Sulit menelan
2.

Gejala psikologik4,7
Rasa takut yang berlebihan dan sulit untuk dikontrol
Sulit konsentrasi
Insomnia
Libido menurun
Rasa mual di perut
Hipervigilance (siaga berlebih)

Gangguan anxietas menyeluruh juga memiliki pengaruh terhadap tekanan darah. Ada dua
faktor yang paling berpengaruh pada tekanan darah, yaitu curah jantung (cardiac output) dan
tahanan perifer (peripheral resistance). Anxietas akan merangsang respon hormonal dari
hipotalamus yang akan mengsekresi CRF ( Cortisocoprin- Releasing Factor) yang
menyebabkan sekresi hormon-hormon hipofise. Salah satu dari hormon tersebut adalah
ACTH (Adreno- Corticotropin Hormon). Hormon tersebut akan merangsang korteks adrenal
untuk mengsekresi kortisol ke dalam sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah
akan mengakibatkan peningkatan renin plasma, angiotensin II dan peningkatan kepekaan
pembuluh darah terhadap katekolamin, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah dan
sebagai pusat dari system saraf otonom. Sistem ini terbagi atas sistem simpatis dan sistem
parasimpatis. Pada anxietas terjadi sekresi adrenalin berlebihan yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah, sedanngkan pada anxietas yang sangat berat dapat terjadi reaksi
yang dipengaruhi oleh komponen parasimpatis sehingga akan mengakibatkan penurunan
tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Pada kecemasan yang kronis, kadar adrenalin
terus meninggi, sehingga kepekaan terhadap rangsangan yang lain berkurang dan akan
terlihat tekanan darah meninggi. Pada gangguan anxietas menyeluruh yang terutama
berperan adalah neurotransmiter serotonin. Pada saat ini telah diidentifikasi tiga reseptor
serotonin, yaitu : 5-hidroksitriptamin 1 (5-HT1), 5-HT2 dan 5-HT3. Menurut Kabo reseptor
5-HT1 bersifat sebagai inhibitor, sedangkan reseptor 5-HT2 dan reseptor 5-HT3 bersifat
sebagai eksitator. Menurut Gothert, aktivasi reseptor 5-HT1 akan mengurangi kecemasan
sedangkan aktivasi reseptor 5-HT2 akan meningkatkan tekanan darah.8

2.5 DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik gangguan anxietas menyeluruh menurut DSM IV-TR :9
a.

Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap hari,
sepanjanghari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah aktivitas atau
kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah)

b. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya


c.

Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut ini
(dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak terjadi

selama enam bulan terakhir). Catatan : hanya satu nomor yang diperlukan pada anak :
1.

Kegelisahan

2.

Merasa mudah lelah

3.

Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong

4.

Iritabilitas

5.

Ketegangan otot

6. Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan
tidakmemuaskan)
d.

Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I, misalnya
kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita suatu serangan panik (seperti
pada gangguan panik), merasa malu pada situasi umum (seperti pada fobia sosial),
terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa jauh dari rumah atau
sanak saudara dekat (seperti gangguan anxietas perpisahan), penambahan berat badan
(seperti pada anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik berganda (seperti pada
gangguan somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada hipokondriasis) serta
kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi semata-mata selama gangguan stres pasca
trauma.

e.

Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang bermakna


secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

f.

Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis umum (misalnya
hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama suatu gangguan mood, gangguan
psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif.

Penegakan diagnosis gangguan anxietas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III sebagai


berikut:10
Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap
hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya
menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya free floating atau
mengambang)

Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :


(a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit
konsentrasi, dan sebagainya);
(b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
(c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar,
sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering dan sebagainya).

Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan

(reassurance) serta keluhan-keluhan somatic berulang yang menonjol.


Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya
depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas Menyeluruh, selama hal
tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32.-), gangguan anxietas
fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0), atau gangguan obsesif-kompulsif (F42.-).

Prognosis
- Hampir semua pasien dengan gangguan cemas menyeluruh melaporkan bahwa
pasien dapat merasa cemas terus menerus selama pasien dapat mengingat hal yang
-

membuat cemas tersebut.


Hanya 1/3 pasien dengan gangguan cemas menyeluruh yang langsung datang
mencari terapi ke psikiatrik. Banyak yang datang ke dokter umum, penyakit

dalam, spesialis jantung, spesialis paru untuk mengobati gejala somatiknya.


Karena tingginya insidensi, prognosis sulit untuk diprediksi.
Dapat terjadi kekambuhan. Dengan kata lain, gangguan cemas menyeluruh
merupakan kondisi kronis dan dapat bertahan seumur hidup.

Treatment
Terapi yang paling efektif untuk gangguan cemas menyeluruh adalah gabungan antara
psikoterapi, farmakoterapi dan pendekatan supportive.
-

Psikoterapi
Pendekatan paling utama adalah kognitif-behavioral, supportif dan edukasi

mengenai penyakitnya.
Pendekatan secara kognitif mengarahkan pada kelainan kognitif secara
langsung, sedangkan pendekatan secara behavioral mengarahkan pada

gejala somatik secara langsung yaitu dengan relaksasi dan biofeedback.


Terapi supportif untuk kenyamanan pasien.

Insight-oriented psikoterapi bertujuan untuk menutupi konflik dan

identifikasi kekuatan ego.


Dokter dapat menenangkan lingkungan sekitar pasien dan situasi yang
menjadi provokasi kecemasan, selain itu harus juga dibantu oleh pasien
sendiri ataupun keluarga pasien. Sehingga dapat menurunkan tekanan stres

pasien.
Penurunan gejala dapat mengembalikan fungsi pasien secara efektif dalam

kehidupan sehari-hari, bekerja, bersosialisasi.


Untuk pasien yang secara psikologis mengerti dan termotivasi untuk
mengerti apa sumber kecemasan pasien, maka pilihan terapinya adalah

psikoterapi.
Terapi psikodinamik bertujuan untuk meningkatkan toleransi pasien
terhadap kecemasan, daripada menghilangkan kecemasan itu sendiri.

Farmakoterapi
Anxiolytic
Tiga obat utama yang dipilih untuk terapi gangguan kecemasan
menyeluruh adalah benzodiazepine, serotonin-specific reuptake inhibitors
(SSRIs), buspirone (BuSpar), dan venlafaxine (Effexor). Obat lain yang
dapat

digunakan

adalah

tricyclic

drugs

(imipramine

[Tofranil]),

antihistamines, and adrenergic antagonists (propranolol [Inderal]).


Terapi obat dapat diberikan selama 6-12 bulan, tetapi beberapa penelitian

menyebutkan sebagai terapi jangka panjang, bahkan seumur hidup.


Ketidakpatuhan : sekitar 25% pasien mengalami kekambuhan pada 1 bulan
pertama, 60-80% pada 1 tahun berikutnya.
1. Benzodiazepine
o Digunakan sebagai obat pilihan untuk gangguan cemas
menyeluruh.
o Dapat diresepkan berdasarkan kebutuhan pasien, sehingga
pasien dapat mengkonsumsi benzodiazepine secepat mungkin
jika pasien merasakan cemas.
o Terapi dapat diberikan selama 2-6 minggu, lalu 1 atau 2
minggu berikutnya dosis diturunkan sebelum dihentikan.
o Awal terapi berikan dalam dosis rendah, lalu kemudian dapat
dinaikkan sampai dosis optimal.
2. Buspirone

o Buspirone merupakan agonis parsial 5-HT1A dan lebih efektif


pada 60% - 80% pasien dengan gangguan cemas menyeluruh.
o Buspirone lebih efektif dalam menurunkan gejala kognitif dari
gangguan

kecemasan

dibandingkan

menurunkan

gejala

somatik.
o Penelitian juga membuktikan bahwa pasien yang sebelumnya
sudah mendapatkan terapi dengan venzodiazepine, tidak akan
ber-respon bila diberikan terapi dengan buspirone.
o Keuntungan utama buspirone adalah efeknya dapat terlihat
setelah 2-3 minggu.
o Beberapa penelitia menyebutkan, terapi kombinasi jangka
panjang

benzodiazepine

dan

buspirone

lebih

efektif

dibandingkan terapi tunggal.


3. Venlafaxine
Venlafaxine efektif untuk mengobati insomnia, konsentrasi yang
buruk, gelisah, irritable dan ketegangan otot berlebih pada gangguan
cemas menyeluruh. Venlafaxine merupakan inhibitor dari reuptake 3
biogenik amine, serotonine, norepinephrine dan dopamine.
4. SSRI (Selective Serotonine Reuptake Inhibitors)
o SSRI efektif terutama pada pasien dengan adanya riwayat
depresi.
o SSRI yang digunakan : Setraline (Zoloft), Citalopram (Celexa),
Paroxetine (Paxil). Merupakan pilihan yang baik pada
gangguan cemas berat.
o Beberapa penelitian juga menyebutkan SSRI dapat digunakan
untuk gangguan panik dan OCD.
o Terapi dapat dimulai dengan setraline, citalopram atau
paroxetine dengan benzodiazepine, lalu turunkan dosis
benzodiazepine setelah 2-3 minggu.
5. Obat lain
o Trisiklik dan tetrasiklik
o Merupakan antagonis reseptor adrenergik
o Dapat menurunkan gejala somatik, dan biasanya dipakai untuk
kondisi tertentu seperti performance anxiety.

ANTI ANXIETAS

Penggolongan
1. Benzodiazepine

Diazepam,

Chlordiazepoxide,

Lorazepam,

Clobazam,

Bromazepam, Alprazolam
2. Non-Benzodiazepine : Sulpiride, Buspirone, Hydroxyzine

Mekanisme Kerja
- Sindrom anxietas disebabkan hiperaktivitas dari sistem limbik SSP yang terdiri
dari dopaminergic, noradrenergic, serotoninergic neurons yang dikendalikan
-

oleh GABA-ergic neurons


Obat anti anxietas benzodiazepine yang bereaksi dengan reseptornya akan
menginhibisi neuron GABA-ergic, sehingga hiperaktivitas mereda.

Efek Samping
- Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kerja psikomotor menurun,
-

kemampuan kognitif melemah)


Relaksasi otot (rasa lemas, cepat lelah, dll)
Potensi menimbulkan ketergantungan obat disebabkan oleh efek obat yang masih

dapat dipertahankan setelah dosis terakhir, berlangsung sangat singkat.


Penghentian obat secara mendadak dapat menimbulkan gejala putus obat
(rebound phenomena) : irritable, bingung, gelisah, insomnia, tremor, palpitasi,

keringat dingin, dll.


Untuk mengurangi resiko ketergantungan obat, maksimum lama pemberian 3
bulan/100 hari dalam rentang dosis terapeutik.

Interaksi Obat
- Benzodiazepine + CNS depressant (phenobarbital, alkohol, obat anti psikosis, anti
depresi, opiates) = potensial efek sedasi dan penekanan pusat napas, risiko
-

timbulnya gagal napas.


Benzodiazepine + CNS stimulants (amphetamine, caffeine, appetite suppressants)
= efek benzodiazepine menurun

Pemilihan Obat

Spektrum klinis benzodiazepine meliputi efek anti-anxietas, antikonvulsan, antiinsomnia, premedikasi tindakan operatif.
Diazepam/Chlordiazepoxide : broad spectrum
Nitrazepam/Flurazepam : lebih efektif anti insomnia
Midazolam : onset cepat dan kerja singkat, sesuai kebutuhan untuk

premedikasi tindakan operatif


Bromazepam, Lorazepam, Clobazam : lebih efektif anti anxietas
Beberapa spesifikasi
Clobazam : untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang ingin tetap aktif
Lorazepam : untuk pasien-pasien dengan kelainan fungsi hati atau ginjal
Alprazolam : mempunyai komponen efek anti-depresi

Pengaturan Dosis
Mulai dengan dosis awal anjuran, naikkan dosis setiap 3-5 hari sampai dosis optimal,
dipertahankan 2-3 minggu, diturunkan 1/8 x setiap 2-4 minggu, dosis minimal yang
masih efektif (maintenance dose), bila kambuh dinaikkan lagi dan bila tetap efektif
pertahankan 4-8 minggu, tappering off.

Lama Pemberian
- 1-3 bulan
- Penghentian secara bertahap (stepwise)

PEMBAHASAN
Keluhan Utama : Sulit tidur, cemas menderita gejala buruk
Gejala lain : Apabila cemas terasa, berkeringat banyak, dada seperti tertekan, nyeri perut
melilit, sakit kepala
DD :
Gangguan cemas menyeluruh
Gangguan panik
Post Traumatic Stress Disorder

Sudah terjadi selama 6 bulan, setiap hari


Stressor : Adik pasien menderita Hepatitis B, Istri adik pasien mempunyai hutang
Berdasarkan definisi, kriteria diagnosis :
Gangguan Cemas Menyeluruh
Treatment :
Psikoterapi
Psikofarmaka : Sertraline + Benzodiazepine
Prognosis : (merupakan penyakit kronis, dapat bertahan seumur hidup, tetapi bergantung
kepatuhan pasien dalam pengobatan)
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadocks synopsis of psychiatry : behavioral
sciences/clinical psychiatry. 10th ed. 2007. Lippincott Williams & Wilkins
2. Maslim Rusdi. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. Edisi ke tiga.
2007. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya

Anda mungkin juga menyukai