Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh:
Tri Putra Nuur Fath
Rahmaniyah Zahra
Preseptor:
Gemah Nuripah, dr., Sp.Kj., M.Kes
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Nn.T
Umur
: 50 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Suku bangsa
: Sunda
Pendidikan
:S1
Pekerjaan
: bekerja
Status marital
: Menikah
Agama
: Islam
Tanggal Pemeriksaan
: 09 Oktober 2015
Keluhan Utama
Cemas
Anamnesa Khusus
Pasien datang dengan keluhan cemas. Cemas sudah terjadi sejak kurang lebih 6 bulan
yang lalu. Cemas dirasakan terus menerus. Cemas muncul pada saat pasien memikirkan
adiknya dan anak adik-adikya. Pada saat keluhan cemas muncul maka kepalanya terasa
sakit sekali, terkadang mual, tidak mau makan dan malas beraktifitas.
Pasien merasakan Berat badan sudah turun sebanyak 7 kg selama 6 bulan terakhir.
Pasien merasakan badan menjadi lemas, sering menangis apabila banyak pikiran, sakit
kepala, terasa mual, tidak nafsu makan, sulit konsentrasi saat bekerja, khawatiran akan
nasib buruk anak adik-adiknya pasca adiknya meninggal. Pasien terkadang suka
menangis apabila terlalu lama memikirkan tentang adiknya. Pasien menjadi sulit tidur
juga akhir-akhir ini karena terus memikirkan nasib adiknya.
Tidak terdapat adanya keluhan halusinasi pada pasien. Tidak terdapat adanya
keluhan demam pada pasien. Tidak adanya keluhan mendengar sesuatu yang orang lain
tidak bisa dengar. Tidak ada keluhan pasien mengamuk. Tidak ada keluhan pasien suka
bicara sendiri. Tidak ada keliuhan pasien mempunyai keinginan bunuh diri. Tidak ada
keluhan pasien takut terhadap sesuatu (Phobia). Tidak adanya konsumsi obat-obatan
selain yang diresepkan oleh dokter. Tidak ada riwayat trauma kepala hebat sebelumnya.
Awalnya keluhan bermula sejak 6 bulan yang lalu saat adaik pasien didiagnosa
terkena Hepatitis terminal oleh dokter di yogyakarta. Posisi pasien saat itu ada d Jakarta.
Hal ini membuat pasien sangat kahawatir dengan kondisi adiknya. Pada saat itu ternyata
ada problem utang-piutang terkait uang yang dipinjam istri adiknya yang akhirnya
berujung penagihan pada dirinya. Pasien sampai ditagih oleh lintah darat sampai pernah
diancam untuk dibunuh apabila tidka membayar. Sejak saat itu pasien uring-uringan tetapi
sebenarnya pasien juga yang membayar utang tersebut dan membantu pengobatan
adiknya di yogyakarta.
Pasien suka pulang pergi dari jakarta-yogyakarta untuk menjenguk adiknya
yang sakit. Pada seuatu ketika setelah beberapa lama adiknya dirawat inap dan rawat jalan
akhirnya adiknya meninggal dunia. Hal tersebut sangat membuat pasien terguncang
karena memikirkan nasib anak adiknya dan prihatin dengan rumah tangga adiknya
dengan pendapat pasien bahwa istrinya yg suka seenaknya.
Pasien belum pernah pergi kedokter lain selain ke RS Muhamadiyah.
Pasien belum pernah terkena gejala seperti ini sebelumnya. Pasien pernah dirawat selama
beberapa hari dirumah sakit karena keluhan lambungnya. Pada saat idrawat ini pasien
sudah dalam keadaan cemas setelah mendengar adiknya masuk rumah sakit juga. Pasien
diketahui memiliki riwayat penyakit kolesterol dan hipotensi.
ke empat.
Tidak terdapat adanya riwayat keluarga dengan gejala yang sama. Tidak adanya
riwayat keluarga yang pernha mengalami gangguan jiwa sebelumnya.
PEMERIKSAAN FISIK
: baik
Efektif
(mood)
perasaan,
ekspresi
aktifitas
(hidup
: appropriate
3. Empati
: dapat dirabarasakan
6.
7.
: Tidak ada.
: Tidak ada.
3. Depersonalisasi
: Tidak ada.
4. Derealisasi
: Tidak ada.
E. Proses Berpikir
1.
Arus pikiran :
a.
Produktivitas
b.
Kontinuitas
c.
2.
Hendaya berbahasa
Isi Pikiran :
: Cukup.
: Relevan.
: Tidak ada.
a.
Preokupasi
: Tidak ada.
b.
Gangguan pikiran
: Tidak ada.
Norma sosial
: Baik.
2.
: Baik.
3.
Penilaian Realitas
: Baik.
Diagnosis Banding
- F 41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh
- F 41.0 Gangguan Panik
- F 43.1 Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
Diagnosa Multiaksial
Usulan Penatalaksanaan
- Psikoterapi :
Terapi kognitif-perilaku
Terapi suportif
Edukasi penyakit
- Psikofarmaka
Sertraline 50 mg tab 1-2 x / hari
Alprazolam 0.25mg 3x / hari
Prognosis
- Quo ad vitam
- Quo ad functionam
- Quo ad sanactionam
: ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
Gangguan cemas merupakan gangguan mental yang sering terjadi pada seluruh
populasi. Hampir 30 juta orang di Amerika Serikat mengalami hal ini, dengan wanita
lebih banyak terkena 2x lebih banyak dibanding laki-laki. Gangguan cemas sangat
berhubungan dengan kualitas hidup, sering kronis dan resisten terhadap terapi. Hal
yang sangat berhubungan dengan gangguan cemas adalah adanya peran genetik dan
faktor pengalaman, juga kejadian trauma dan stres merupakan etiologi penting.
Cemas Normal
Setiap orang pernah mengalami kecemasan. Hal ini ditandai secara umum dengan
kebingungan, perasaan tidak menyenangkan, rasa ketakutan yang samar, sering
disertai gejala otonomik seperti nyeri kepala, palpitasi, rasa sesak di dada, nyeri
abdomen, gelisah, tidak bisa diam.
Epidemiologi
- Gangguan cemas menyeluruh merupakan kondisi yang sering terjadi, diperkirakan
-
menyeluruh.
Onset dapat terjadi pada masa remaja akhir atau awal dewasa, tetapi biasanya
paling sering terjadi pada orang lebih dewasa.
Komorbiditas
- Ganguan cemas menyeluruh merupakan gangguan yang paling sering muncul
bersamaan dengan gangguan jiwa, biasanya fobia sosial, fobia spesifik, gangguan
Diagnosis Banding
Seperti gangguan cemas yang lain, gangguan cemas menyeluruh harus dibedakan baik
dengan gangguan secara medis dan gangguan psikiatri. Secara neurologis,
endokrinologis, merabolik dan gangguan yang berhubungan dengan masalah medis.
- Gangguan panik
- Fobia
- Gangguan obsesif kompulsif (OCD)
- Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
Pasien dengan gangguan cemas menyeluruh sering berkembang menjadi gangguan
depresi berat. Pastikan bahwa diagnosis tidak termasuk dalam kriteria gangguan
depresif.
Etiology
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga menyebabkan
untuk mempelajari
kecemasan adalah tes konflik, di mana hewan secara bersamaan disajikan dengan
rangsangan yang positif (misalnya makanan) dan negatif (misalnya, sengatan listrik).
Anxiolytic narkoba (misalnya benzodiazepin) cenderung memfasilitasi adaptasi
hewan untuk situasi ini, sedangkan obat lain (misalnya, amfetamin) lebih lanjut
mengganggu respon perilaku hewan.3
3. Norepinefrin
Gejala kronis yang dialami oleh pasien dengan gangguan kecemasan, seperti
serangan panik, insomnia, terkejut, dan hyperarousal otonom, merupakan karakteristik
fungsi noradrenergik yang meningkat. Itu teori umum tentang peranan norepinefrin
pada gangguan kecemasan dimana pasien yang terkena mungkin memiliki sistem
noradrenergik yang buruk. Badan sel dari sistem noradrenergik terutama terlokalisasi
pada lokus seruleus di pons rostral, dan mereka memproyeksikan akson mereka ke
korteks otak, sistem limbik, batang otak, dan sumsum tulang belakang. Percobaan
pada primata telah menunjukkan bahwa stimulasi dari lokus seruleus menghasilkan
respon ketakutan pada hewan dan bahwa ablasi dari daerah yang sama atau sama
sekali menghambat menghambat kemampuan hewan untuk membentuk respon
ketakutan.3
Studi pada manusia telah menemukan bahwa pada pasien dengan gangguan
panik, agonis reseptor adrenergik (misalnya, isoproterenol [Isuprel]) dan adrenergik
antagonis reseptor (misalnya, yohimbine [Yocon]) dapat memicu serangan panik yang
sering dan cukup parah. Sebaliknya, clonidine (Catapres), sebuah beta 2-reseptor
agonis, mengurangi gejala kecemasan dalam beberapa situasi eksperimental dan
terapeutik. Temuan yang kurang konsisten adalah bahwa pasien dengan gangguan
kecemasan, terutama gangguan panik, memiliki cairan serebrospinal tinggi (CSF) atau
tingkat urin metabolit noradrenergik 3-metoksi-4-hydroxyphenylglycol (MHPG).3
4. Serotonin
Identifikasi jenis reseptor serotonin telah mendorong pencarian untuk peran
serotonin dalam patogenesis gangguan kecemasan. Berbagai hasil test pada stres akut
menunjukkan omset 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang meningkat pada korteks
prefrontal, amigdala, dan hipotalamus lateral. Kepentingan dalam hubungan ini pada
awalnya didorong oleh pengamatan bahwa antidepresan serotonergik memiliki efek
terapi dalam beberapa gangguan kecemasan misalnya, clomipramine (Anafranil) di
OCD. Efektivitas buspirone (BuSpar), suatu serotonin 5-HT1A agonis reseptor, dalam
pengobatan gangguan kecemasan juga menunjukkan kemungkinan adanya hubungan
antara serotonin dan kecemasan. Badan sel neuron serotonergik kebanyakan terletak
di inti raphe di batang otak dan sel sel yang menuju ke korteks, sistem limbik
(khususnya amigdala dan hippocampus), dan hipotalamus. Beberapa laporan
menunjukkan bahwa meta-chlorophenylpiperazine (MCPP), obat serotonergik, dan
fenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan serotonin, menyebabkan
kecemasan meningkat pada pasien dengan gangguan kecemasan, dan banyak laporan
menunjukkan bahwa serotonergik halusinogen dan stimulansia misalnya, asam
diethylamide lysergic (LSD) dan 3,4-methylenedioxymethamphetamine (MDMA)
terkait dengan perkembangan gangguan kecemasan akut dan kronis pada orang yang
menggunakan obat ini.3
5. GABA
Peran GABA pada gangguan kecemasan sebagai contoh penggunaan golongan
benzodiazepin, yang meningkatkan aktivitas GABA pada jenis reseptor GABA A
(GABAA), dalam pengobatan beberapa jenis gangguan kecemasan. Meskipun
potensinya rendah, benzodiazepin adalah obat yang paling efektif untuk mengatasi
gejala dari gangguan kecemasan umum, potensi tinggi obat obat golongan
benzodiazepin, seperti alprazolam (Xanax), dan clonazepam efektif dalam pengobatan
gangguan panik. Sebuah antagonis benzodiazepin, flumazenil (Romazicon),
menyebabkan serangan panik sering berat pada pasien dengan gangguan panik. Data
ini telah membawa para peneliti berhipotesis bahwa beberapa pasien dengan
gangguan kecemasan memiliki fungsi abnormal dari reseptor GABAA mereka,
meskipun hubungan ini belum terbukti secara langsung.3
6. Hipotalamus-hipofisis-adrenal Axis
Bukti yang konsisten menunjukkan bahwa banyak bentuk stres psikologis
meningkatkan sintesis dan pelepasan kortisol. Kortisol berfungsi untuk memobilisasi
dan untuk melengkapi penyimpanan energi dan kontribusi untuk gairah meningkat,
kewaspadaan, perhatian terfokus, dan pembentukan memori; penghambatan
pertumbuhan dan sistem reproduksi, dan penahanan dari respon kekebalan. Sekresi
kortisol yang berlebihan dan berkelanjutan dapat memiliki efek samping yang serius,
termasuk hipertensi, osteoporosis, imunosupresi, resistensi insulin, dislipidemia,
dyscoagulation, dan, akhirnya, aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular.3
dari
sumbu
dehydroepiandrosterone
HPA
dan
(DHEA).
meningkatkan
CRH
juga
pelepasan
menghambat
kortisol
berbagai
dan
fungsi
perilaku, termasuk belajar dan memori, mengontrol rasa sakit, asupan makanan,
kontrol neuroendokrin, regulasi kardiovaskular, dan terakhir kecemasan. Sebuah
galanin immunoreactive padat serat sistem yang berasal dari LC innervasi otak depan
dan struktur otak tengah, termasuk hippocampus, hipotalamus, amigdala, dan korteks
prefrontal.3
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis dinilai dari 2 hal, yaitu gejala somatik dan gejala psikologik.
1.
Gejala somatik4,7
Gemetar
Nyeri punggung dan nyeri kepala
Ketegangan otot
Napas pendek, hiperventilasi
Mudah lelah, sering kaget
Hiperaktivitas otonomik (wajah merah dan pucat, takikardia, palpitasi, tangan rasa
Gejala psikologik4,7
Rasa takut yang berlebihan dan sulit untuk dikontrol
Sulit konsentrasi
Insomnia
Libido menurun
Rasa mual di perut
Hipervigilance (siaga berlebih)
Gangguan anxietas menyeluruh juga memiliki pengaruh terhadap tekanan darah. Ada dua
faktor yang paling berpengaruh pada tekanan darah, yaitu curah jantung (cardiac output) dan
tahanan perifer (peripheral resistance). Anxietas akan merangsang respon hormonal dari
hipotalamus yang akan mengsekresi CRF ( Cortisocoprin- Releasing Factor) yang
menyebabkan sekresi hormon-hormon hipofise. Salah satu dari hormon tersebut adalah
ACTH (Adreno- Corticotropin Hormon). Hormon tersebut akan merangsang korteks adrenal
untuk mengsekresi kortisol ke dalam sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah
akan mengakibatkan peningkatan renin plasma, angiotensin II dan peningkatan kepekaan
pembuluh darah terhadap katekolamin, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah dan
sebagai pusat dari system saraf otonom. Sistem ini terbagi atas sistem simpatis dan sistem
parasimpatis. Pada anxietas terjadi sekresi adrenalin berlebihan yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah, sedanngkan pada anxietas yang sangat berat dapat terjadi reaksi
yang dipengaruhi oleh komponen parasimpatis sehingga akan mengakibatkan penurunan
tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Pada kecemasan yang kronis, kadar adrenalin
terus meninggi, sehingga kepekaan terhadap rangsangan yang lain berkurang dan akan
terlihat tekanan darah meninggi. Pada gangguan anxietas menyeluruh yang terutama
berperan adalah neurotransmiter serotonin. Pada saat ini telah diidentifikasi tiga reseptor
serotonin, yaitu : 5-hidroksitriptamin 1 (5-HT1), 5-HT2 dan 5-HT3. Menurut Kabo reseptor
5-HT1 bersifat sebagai inhibitor, sedangkan reseptor 5-HT2 dan reseptor 5-HT3 bersifat
sebagai eksitator. Menurut Gothert, aktivasi reseptor 5-HT1 akan mengurangi kecemasan
sedangkan aktivasi reseptor 5-HT2 akan meningkatkan tekanan darah.8
2.5 DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik gangguan anxietas menyeluruh menurut DSM IV-TR :9
a.
Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap hari,
sepanjanghari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah aktivitas atau
kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah)
Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut ini
(dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak terjadi
selama enam bulan terakhir). Catatan : hanya satu nomor yang diperlukan pada anak :
1.
Kegelisahan
2.
3.
4.
Iritabilitas
5.
Ketegangan otot
6. Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan
tidakmemuaskan)
d.
Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I, misalnya
kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita suatu serangan panik (seperti
pada gangguan panik), merasa malu pada situasi umum (seperti pada fobia sosial),
terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa jauh dari rumah atau
sanak saudara dekat (seperti gangguan anxietas perpisahan), penambahan berat badan
(seperti pada anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik berganda (seperti pada
gangguan somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada hipokondriasis) serta
kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi semata-mata selama gangguan stres pasca
trauma.
e.
f.
Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis umum (misalnya
hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama suatu gangguan mood, gangguan
psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif.
Prognosis
- Hampir semua pasien dengan gangguan cemas menyeluruh melaporkan bahwa
pasien dapat merasa cemas terus menerus selama pasien dapat mengingat hal yang
-
Treatment
Terapi yang paling efektif untuk gangguan cemas menyeluruh adalah gabungan antara
psikoterapi, farmakoterapi dan pendekatan supportive.
-
Psikoterapi
Pendekatan paling utama adalah kognitif-behavioral, supportif dan edukasi
mengenai penyakitnya.
Pendekatan secara kognitif mengarahkan pada kelainan kognitif secara
langsung, sedangkan pendekatan secara behavioral mengarahkan pada
pasien.
Penurunan gejala dapat mengembalikan fungsi pasien secara efektif dalam
psikoterapi.
Terapi psikodinamik bertujuan untuk meningkatkan toleransi pasien
terhadap kecemasan, daripada menghilangkan kecemasan itu sendiri.
Farmakoterapi
Anxiolytic
Tiga obat utama yang dipilih untuk terapi gangguan kecemasan
menyeluruh adalah benzodiazepine, serotonin-specific reuptake inhibitors
(SSRIs), buspirone (BuSpar), dan venlafaxine (Effexor). Obat lain yang
dapat
digunakan
adalah
tricyclic
drugs
(imipramine
[Tofranil]),
kecemasan
dibandingkan
menurunkan
gejala
somatik.
o Penelitian juga membuktikan bahwa pasien yang sebelumnya
sudah mendapatkan terapi dengan venzodiazepine, tidak akan
ber-respon bila diberikan terapi dengan buspirone.
o Keuntungan utama buspirone adalah efeknya dapat terlihat
setelah 2-3 minggu.
o Beberapa penelitia menyebutkan, terapi kombinasi jangka
panjang
benzodiazepine
dan
buspirone
lebih
efektif
ANTI ANXIETAS
Penggolongan
1. Benzodiazepine
Diazepam,
Chlordiazepoxide,
Lorazepam,
Clobazam,
Bromazepam, Alprazolam
2. Non-Benzodiazepine : Sulpiride, Buspirone, Hydroxyzine
Mekanisme Kerja
- Sindrom anxietas disebabkan hiperaktivitas dari sistem limbik SSP yang terdiri
dari dopaminergic, noradrenergic, serotoninergic neurons yang dikendalikan
-
Efek Samping
- Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kerja psikomotor menurun,
-
Interaksi Obat
- Benzodiazepine + CNS depressant (phenobarbital, alkohol, obat anti psikosis, anti
depresi, opiates) = potensial efek sedasi dan penekanan pusat napas, risiko
-
Pemilihan Obat
Spektrum klinis benzodiazepine meliputi efek anti-anxietas, antikonvulsan, antiinsomnia, premedikasi tindakan operatif.
Diazepam/Chlordiazepoxide : broad spectrum
Nitrazepam/Flurazepam : lebih efektif anti insomnia
Midazolam : onset cepat dan kerja singkat, sesuai kebutuhan untuk
Pengaturan Dosis
Mulai dengan dosis awal anjuran, naikkan dosis setiap 3-5 hari sampai dosis optimal,
dipertahankan 2-3 minggu, diturunkan 1/8 x setiap 2-4 minggu, dosis minimal yang
masih efektif (maintenance dose), bila kambuh dinaikkan lagi dan bila tetap efektif
pertahankan 4-8 minggu, tappering off.
Lama Pemberian
- 1-3 bulan
- Penghentian secara bertahap (stepwise)
PEMBAHASAN
Keluhan Utama : Sulit tidur, cemas menderita gejala buruk
Gejala lain : Apabila cemas terasa, berkeringat banyak, dada seperti tertekan, nyeri perut
melilit, sakit kepala
DD :
Gangguan cemas menyeluruh
Gangguan panik
Post Traumatic Stress Disorder
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadocks synopsis of psychiatry : behavioral
sciences/clinical psychiatry. 10th ed. 2007. Lippincott Williams & Wilkins
2. Maslim Rusdi. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. Edisi ke tiga.
2007. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya