PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pemberian air susu ibu (ASI) sangat penting bagi tumbuh kembang yang optimal baik
fisik maupun mental dan kecerdasan bayi. Oleh karena itu, pemberian ASI perlu mendapat
perhatian para ibu dan tenaga kesehatan agar proses menyusui dapat terlaksana dengan benar.
Selain itu, pemberian ASI dapat menurunkan risiko kematian bayi.
Pemberian ASI eksklusif adalah langkah awal bagi bayi untuk tumbuh sehat dan
terciptanya sumber daya manusia yang tangguh, karena bayi tidak saja akan lebih sehat & cerdas,
tetapi juga akan memiliki emotional quotion (EQ) dan social quotion (SQ) yang lebih baik.
Berdasarkan bebrapa laporan penelitian, The Agency for Healthcare Research and Quality
menyatakan bahwa pemberian ASI berhubungan dengan pengurangan resiko terhadap otitis
media, diare, infeksi saluran pernafasan bawah, dan enterokolitis nekrotikans.
Namun pada kenyataannya, pengetahuan masyarakat tentang ASI eksklusif masih sangat
kurang, misalnya ibu sering kali memberikan makanan padat kepada bayi yang baru berumur
beberapa hari atau beberapa minggu seperti memberikan nasi yang dihaluskan atau pisang.
Kadang- kadang ibu mengatakan air susunya tidak keluar atau keluarnya hanya sedikit pada harihari pertama kelahiran bayinya, kemudian membuang ASI-nya tersebut dan menggantikannya
dengan
madu,
gula,
mentega,
air
atau
makanan
lain.
Di negara berkembang, lebih dari sepuluh juta balita meninggal dunia pertahun, 2/3 dari
kematian tersebut terkait dengan masalah gizi yang sebenarnya dapat dihindarkan. Penelitian di
42 negara berkembang menunjukkan bahwa pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan
merupakan intervensi kesehatan masyarakat yang mempunyai dampak positif terbesar untuk
menurunkan angka kematian balita, yaitu sekitar 13%. Pemberian makanan pendamping ASI
yang benar dapat menurunkan angka kematian balita sebesar 6%. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut, perilaku memberikan ASI secara eksklusif pada bayi sejak lahir hingga usia 6 bulan
dapat menurunkan angka kematian 30.000 bayi di Indonesia tiap tahunnya (Sentra Laktasi
Indonesia, 2007).
Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2003, hanya 3, 7 %
bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama, sedangkan pemberian ASI pada usia 2 bulan
pertama 64%, yang kemudian menurun pada periode berikutnya umur 3 bulan 45,5 %, pada usia
4-5 bulan 13,9% dan umur 6-7 bulan 7,8 %. Sementara itu ada peningkatan penggunaan
pengganti air susu ibu (PASI) yang biasa disebut formula atau susu formula tiga kali lipat dalam
kurun waktu 1997 dari 10,8% menjadi 32,4 % pada tahun 2002, hali ini mungkin diakibatkan
kurangnya pemahaman, dukungan keluarga dan lingkungan akan pemberian ASI secara eksklusif
(Tjipta, 2009).
Menitikberatkan pada kondisi tersebut, pemerintah dalam kaitannya dengan
Pembangunan Nasional dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang merata
telah berupaya mengembangkan suatu program Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu yang
kemudian ditetapkan menjadi Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian
Air Susu Ibu Eksklusif. Dengan adanya PP tersebut bukan berarti masalah yang telah diuraikan
di atas dapat diselesaikan begitu saja mengingat PP tersebut masih tergolong baru. Diperlukan
suatu tindakan proaktif sepeti advokasi untuk mengajak berbagai pihak yang terkait (stakeholder)
agar PP tersebut dapat direalisasikan secara optimal sehingga Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif
dalam operasional di masyarakat yang selama ini hanya dalam bentuk Kegiatan dapat menjadi
suatu Program Wajib yang dikelola secara utuh dalam penyelenggaraan manajemen di semua
tingkatan pelayanan kesehatan khususnya di Puskesmas daerah yang biasanya kurang mendapat
perhatian khusus dari pemerintah pusat sehingga minim anggaran dan pelaksanaan.
B.Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan dalam rangka melakukan advokasi kepada pihak-pihak terkait
(stakeholder) dalam upaya menjadikan Program Pemberian ASI Eksklusif sebagai program yang
wajib dilakukan di setiap puskesmas-puskesmas di daerah, serta mambantu pemerintah dalam
merealisasikan Program ASI Eksklusif sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 2012
sehingga nantinya dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan mengenai ASI
Eksklusif dan mengoptimalkan pertumbuhan bayi yang sehat dan cerdas.
BAB 2
ISI
resiko terkena kanker rahim dan kanker payudara pada ibu yang menyusui
bayi lebih rendah dari pada ibu yang tidak menyusui, menyusui bayi lebih
menghemat waktu, karena ibu tidak perlu menyiapkan botol dan
mensterilkannya, ASI lebih praktis lantaran ibu bisa berjalan-jalan tanpa
membawa perlengkapan lain, ASI lebih murah dari pada susu formula,
ASI selalu steril dan bebas kuman sehingga aman untuk ibu dan bayinya,
ibu dapat memperoleh manfaat fisik dan emotional ( Dwi Sunar, 2009 ).
3. Untuk Keluarga
Tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk membeli susu formula,
botol susu, serta peralatan lainnya, jika bayi sehat, berarti keluarga
mengeluarkan lebih sedikit biaya guna perawatan kesehatan, penjarangan
kelahiran lantaran efek kontrasepsi dari ASI eksklusif, jika bayi sehat
berarti menghemat waktu keluarga, menghemat tenaga keluarga karena
ASI selalu tersedia setiap saat, keluarga tidak perlu repot membawa
berbagai peralatan susu ketika bepergian ( Roesli, 2005 ).
4. Untuk Masyarakat dan Negara
Menghemat devisa negara karena tidak perlu mengimpor susu formula dan
peralatan lainnya, bayi sehat membuat negara lebih sehat, penghematan
pada sektor kesehatan, karena jumlah bayi yang sakit hanya sedikit,
memperbaiki kelangsungan hidup anak karena dapat menurunkan angka
kematian, ASI merupakan sumber daya yang terus-menerus di produksi
(Dwi Sunar, 2009 ).
C.Bentuk Advokasi
Untuk merealisasikan Program Wajib ASI Eksklusif di puskesmas-puskesmas daerah
dilakukan beberapa bentuk advokasi sebagai berikut :
1.Lobi politik
Lobi politik ini berupa berbincang-bincang secara informal dengan para pejabat untuk
menginformasikan serta membahas masalah dan program kesehatan yang akan dilakanakan.
Tujuan dilakukannya lobi politik ini sendiri supaya melibatkan para pemimpin dalam
menjalankan program ini, mendapatkan dukungan berupa kebijakan, fasilitas, ataupun sumber
daya dan juga untuk membangun kemitraan.
2. Media
Advokasi media adalah melakukan kegiatan advokasi dengan menggunakan media, khususnya
media massa. Tidak diragukan lagi media massa merupakan bagian yang sangat penting dalam
menyediakan akses terhadap informasi dan edukasi atas penyelenggaraan Program Wajib
Pemberian ASI Eksklusif di puskesmas.
3.Perkumpulan/assosiasi peminat
Bentuk advokasi dapat bermanfaat untuk memobilisasi masa. Asosiasi ini sendiri dapat
merupakan perkumpulan orang-orang yang memiliki minat/interest terhadap masalah ASI di
Indonesia atau orang-orang dengan profesi yang sama misalnya petugas kesehatan.