FILSAFAT KONSTRUKTIVISME
PENGARUH DAN PENERAPANNYA
PADA PENDIDIKAN FISIKA
Dosen Pengampu
Prof. Dr. Widha Sunarno, M.Pd
Disusun oleh
Yulia Dwisetyanigrum
NIM S381308053
Pendidikan Sains Minat Fisika
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Proses pembelajaran fisika dewasa ini memerlukan strategi yang tepat untuk dapat
dipahami oleh para peserta didik. Dengan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dan
tepat maka diharapkan penyampaian materi fisika kepada peserta didik akan dapat lebih menarik
dan dapat memberikan motivasi kepada peserta didik untuk menggali materi fisika itu sendiri.
Dalam proses pembelajaran, khususnya pembelajaran fisika diharapkan peserta didik dapat
menemukan permasalahannya sendiri. Dengan menemukan permasalahannya sendiri maka
peserta didik akan mampu menggali lebih mendalam untuk memahami materi pembelajaran
fisika tersebut. Dan dalam upaya menemukan solusi atau pemecahan masalah dalam
pembelajaran fisika, peserta didik perlu mendapat bimbingan dan arahan dari guru yang
berkompeten dibidangnya.
Peserta didik yang dapat menemukan permasalahan dalam pembelajaran fisika, dan dapat
mencari sendiri solusi atau pemecahan masalahnya maka pemahaman siswa akan materi
pembelajaran tersebut melekat dengan kuat dalam waktu yang relatif lama. Hal ini dikarenakan
proses pembelajaran dilakukan oleh peserta didik.
Peranan guru dalam proses pembelajaran sebagai fasilitator yang memberikan motivasi
dalam proses menemukan dan memecahkan permasalahan. Peranan peserta didik sebagai subjek
dalam pembelajaran, yang berperan langsung dalam menemukan dan memecahkan
permasalahan. Bimbingan guru diperlukan dalam mengarahkan dan membimbing peserta didik
untuk menemukan dan mencari penyelesaiannya sendiri dalam proses pembelajaran, sehingga
dapat diharapkan tingkat pemahaman peserta didik akan meningkat.
Dalam memahami pelajaran fisika, peserta didik tidak hanya diajak untuk menghitung
rumus dari sisi kajian teoritis saja, tetapi siswa diajak untuk membangun kerangka
pemahamannya sendiri, mulai dari menyadari adanya masalah, menemukan data atau fakta,
melakukan hipotesa, melakukan eksperimen, menyusun teori dan mengambil kesimpulan dari
pemahaman materi tersebut.
Peserta didik yang menemukan dan dapat membangun konsep pembelajarannya sendiri
atau mengkonstruksi konsep pembelajarannya akan mempunyai pemahaman yang baik terhadap
materi pembelajaran tersebut serta mempunyai daya ingat yang kuat dan dapat dengan baik
untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, atau diterapkan dalam kajian evaluasi pada
proses pembelajaran. Selain itu peserta didik yang dapat membangun pemahamannya sendiri
akan mudah dalam mengembangkan materi tersebut pada kajian selanjutnya.
Pada makalah ini akan dibahas tentang proses pembelajaran fisika dikelas yang dilandasi
dari filsafat konstruktivisme dalam pendidikan fisika. Filsafat konstruktivisme memberikan
landasan yang kuat kepada guru dan juga peserta didik dalam mengkaji materi pelajaran secara
menyeluruh dan disesuaikan dengan kemampuan peserta didik, baik usia, perkembangan
psikologis, perkembangan bahasa, maupun perkembangan dari sisi kognitif, psikomotorik dan
afektif. Filsafat konstruktivisme memberikan gambaran yang jelas kepada guru dalam proses
pembelajaran, metode pembelajaran maupun strategi pembelajaran untuk dapat diterima dengan
baik kepada peserta didik.
Pada makalah ini juga akan dibahas tentang proses pembelajaran fisika di kelas secara
menyeluruh berdasarkan acuan dari filsafat konstruktivisme dalam pendidikan fisika. Selain hal
tersebut juga akan membahas filsafat konstruktivisme dalam pendidikan fisika akan memberikan
dampak perubahan prilaku dan tindakan yang terarah dalam proses pembelajaran di kelas, baik
perubahan perilaku kepada para pendidik maupun kepada para peserta didik. Perubahan perilaku
ini merupakan dampak positif dari filsafat konstruktivisme dalam pendidikan fisika.
Proses pembelajaran fisika dikelas yang akan disampaikan kepada peserta didik dari
seorang guru dengan pendekatan membangun konsep (mengkonstruksi) merupakan salah satu
bukti nyata adanya pengaruh pemikiran filsafat konstruktivisme yang diterima oleh pendidik dan
peserta didik.
2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mempelajari tentang filsafat
ilmu dan kajiannya dalam penerapan bidang pembelajaran khususnya pembelajaran fisika
dengan landasan pendekatan filsafat konstruktivisme. Selain hal tersebut juga akan mempelajari
pengaruh atau dampak filsafat konstruktivisme bagi perubahan perilaku untuk para pendidik dan
peserta didik. Makalah ini juga akan mempelajari penerapan metode pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivisme baik untuk pendidik dan peserta didik pada pembelajaran fisika.
3. Permasalahan
Permasalahan pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan filsafat, munculnya filsafat dan perkembangan aliran
filsafat?
2. Bagaimanakah penerapan filsafat konstruktivisme dalam pendidikan fisika?
3. Bagaimanakah pengaruh filsafat konstruktivisme terhadap perilaku guru dan peserta didik
pada proses pembelajaran fisika?
4. Batasan Permasalahan
Pada makalah ini permasalahan dibatasi pada:
1.
2.
3.
Pengaruh filsafat konstruktivisme terhadap perilaku guru dan peserta didik pada
proses pembelajaran fisika
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
1. Pengertian Filsafat, Munculnya Filsafat dan Perkembangan Aliran filsafat
Pengertian Filsafat
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa
Yunani,philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik
kepada) dan shopia(hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis,
inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran.
Plato menyebut Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam pengertian pencinta
kebijaksanaan. Sebelum Socrates ada satu kelompok yang menyebut diri mereka sophist (kaum
sofis) yang berarti cendekiawan. Mereka menjadikan persepsi manusia sebagai ukuran realitas
dan menggunakan hujah-hujah yang keliru dalam kesimpulan mereka. Sehingga kata sofis
mengalami reduksi makna yaitu berpikir yang menyesatkan.
Basori (1985) menjelaskan bahwa secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk
memahami segala sesuatu secara sistematis, radikal, dan kritis. Berarti filsafat merupakan sebuah
proses bukan sebuah produk. Maka proses yang dilakukan adalah berpikir kritis yaitu usaha
secara aktif, sistematis, dan mengikuti pronsip-prinsip logika untuk mengerti dan mengevaluasi
suatu informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu diterima atau ditolak.
Munculnya Filsafat
Hamersama (1992) memaparkan bahwa filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira
abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir dan berdiskusi akan keadaan
alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi
untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang bertanya-tanya mengapa
filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain seperti Babilonia, Arab atau
Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta
pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari Mileta. Tetapi
filosof-filosof Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates
adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato.
pendidikan. Dengan berlandaskan pada teori ini, model pembelajaran sangat berbeda dengan
model pembelajaran klasik. Filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakikat
pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi. Pengetahuan adalah bentukan (konstruksi)
bagi yang menekuninya.
Pengetahuan adalah proses menjadi lebih tahu, lebih lengkap dan lebih sempurna.
Misalnya pengetahuan tentang listrik. Di Sekolah Dasar diperkenalkan bahwa lampu menyala
karena ada arus listrik yang mengalir. Di Sekolah Menengah Pertama diperkenalkan berbagai
rangkaian listrik. Di Sekolah Menengah Atas diperdalam lagi sampai rangkaian yang lebih
kompleks dan selanjutnya terus diperdalam di perguruan tinggi.
Secara prinsipal, para konstruktivis menolak kemungkinan transfer pengetahuan dari
seseorang kepada yang lain. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang dapat dipindahkan begitu saja
dari guru ke siswa. Pengetahuan dikonstruksikan sendiri atau paling sedikit diinterpretasikan
sendiri oleh siswa dan tidak begitu saja dipindahkan.
Konstruktivisme Psikologis Personal (Piaget)
Dalam Tafsir (1990), konstruktivisme psikologis diawali oleh Piaget yang meneliti
bagaimana seorang anak membangun pengetahuan kognitifnya. Seorang anak mula-mula
membentuk skema, mengembangkan skema, dan mengubah skema. Piaget lebih menekankan
bagaimana si individu secara sendiri mengkonstruksi pengetahuan dari interaksinya dengan
pengalaman dan objek yang dihadapi. Pendekatan Piaget ini bersifat personal dan individual.
Dalam kasus belajar fisika, seorang anak diberi kebebasan untuk mempelajari sendiri dan
kemajuannya dapat sendiri-sendiri. Tekanannya adalah siswa hanya dapat mengerti fisika bila ia
sendiri belajar dan dengan demikian membangun pengetahuannya sendiri.
Sosiokulturalisme (Vygotsky)
Berbeda dengan Piaget, Tafsir (1990) menjelaskan bahwa Vygotsky menekankan
pentingnya interaksi sosial dengan orang lain terlebih yang memiliki pengetahuan lebih baik
maupun lingkungan yang telah berkembang dengan baik. Misalnya seorang yang belajar fisika
dipertemukan dengan ahli fisika yang dapat bercerita tentang pengalaman, pemikiran maupun
penemuan-penemuannya. Dalam keterlibatan ini siswa tertantang untuk mengkonstruksi
pengetahuannya sesuai dengan konstruksi para ahli.
Menurut sosiokulturalisme, kegiatan seseorang dalam memahami sesuatu dipengaruhi oleh
partisipasinya dalam praktik-praktik sosial dan kultural yang ada, seperti masyarakat, sekolah,
teman dan lain-lain. Misalnya keadaan masyarakat yang mendukung pendidikan dapat
membantu anak-anak berkembang lebih baik. Belajar berkelompok dapat membuat semakin
yakin dengan pengetahuan yang dimilikinya. Mereka dapat saling mengoreksi maupun
melengkapi gagasan atau pendapat teman juga dapat saling mengisi kekurangannya.
Konstruktivisme bersifat kontekstual. Jika konteksnya berbeda, maka siswa memahami
konsepnya secara berbeda juga. Misalnya, seseorang anak menemukan bahwa titik didih air
pada tekanan udara tinggi akan berbeda ketika tekanan udaranya rendah.
C.
tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Perubahan tersebut meliputi sikap, keterampilan dan pengetahuan. Dari pengertian
tersebut dapat diambil beberapa elemen penting yang terdapat di dalamnya. Adapun elemen
tersebut yaitu
1.
belajar merupakan perubahan tingkah laku yang meliputi cara berpikir (kognitif), cara
2.
3.
(konstruksi) siswa sendiri yang sedang belajar . Pengetahuan seseorang tentang listrik arus
searah adalah bentukan siswa sendiri yang terjadi karena siswa mengolah, mencerna dan
akhirnya merumuskan pengertian tentang listrik arus searah tersebut. Jadi menurut filosofi
konstruktivisme pengetahuan merupakan bentukan (konstruksi) dari orang yang sedang belajar,
yaitu dengan mengembangkan ide-ide dan pengertian yang dimiliki oleh pribadi orang belajar
tersebut. Dengan cara ini siswa dapat menjalani proses mengkonstruksi pengetahuan baik berupa
konsep, ide maupun pengertian tentang sesuatu yang sedang dipelajarinya. Agar proses
pembentukan pengetahuan dapat berkembang dengan baik, maka kehadiran pengalaman menjadi
sangat penting untuk tidak membatasi pengetahuan siswa. Pengetahuan yang dibentuk dengan
sendirinya oleh siswa ini dapat memunculkan atau mendorong terhadap siswa untuk mencari dan
menemukan pengalaman baru. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran yang menekankan proses pembentukan pengetahuan oleh siswa sendiri dinamakan
pembelajaran konstruktivisme. Aktivitas siswa merupakan syarat mutlak agar siswa bukan hanya
mampu mengumpulkan banyak fakta, melainkan siswa mampu menemukan sesuatu pengetahuan
dan mengalami perkembangan berpikir (proses perkembangan berpikir
dalam rangka
a.
b.
c.
d.
e.
sulit
sehingga siswa lebih mengerti.
Siswa yang berpendapat salah tidak dicerca, sebaliknya pendapat mereka diperhatikan.
Jawaban alternatif dari siswa diterima atau dibahas.
Kesalahan konsep siswa ditunjukkan dengan arif dan bijaksana.
Pikiran siswa yang tidak tepat ditantang dengan menyediakan data anomali yang
berlawanan dengan gagasan siswa.
Siswa diberi waktu berpikir dan merumuskan gagasan mereka, tanpa harus dikejar-kejar
waktu.
o. Siswa diberi kesempatan mengungkapkan pikirannya sehingga guru mengerti apakah
gagasan mereka itu tepat atau tidak.
p. Siswa diberi kesempatan untuk mencari pendekatan dan caranya sendiri dalam belajar
dan
q. menemukan sesuatu.
r. Guru perlu mengadakan evaluasi yang terus menerus dan menyertakan proses belajar
dalam evaluasi itu.
3. Sesudah proses pembelajaran
a. Guru memberikan pekerjaan rumah, mengumpulkannya serta mengoreksinya.
b. Guru perlu sering memberikan tugas lain untuk pendalaman materi.
c. Tes yang membuat siswa berpikir, bukan hafalan.
4. Sikap yang perlu dimiliki oleh guru
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan
Saran
Perlu kajian yang mendalam untuk dapat membutikan pengaruh filsafat
konstruktivisme dalam pembelajaran fisika, baik untuk guru maupun peserta didik ditinjau
dari aspek perilaku dan tindakan atau aktivitas dalam persiapan, proses dan evaluasi
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Basori, A. Chairil. 1985. Filsafat, Semarang: IAIN Walisongo.
Hamersma, Harry. 1992. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern, Jakarta: PT. Gramedia
Tafsir, Ahmad. 1990. Filsafat Umum, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.