Anda di halaman 1dari 8

MODDIE ALVIANTO WICAKSONO / KTT 2014

REALITAS KAJIAN TIMUR TENGAH


Paradigma dari kata realita adalah suatu kenyataan. Kenyataan ini menurut Kattsoff
adalah yang dapat dipercaya. Kattsoff juga mengungkapkan pendapatnya yaitu bahwa segala
sesuatu yang terdapat di dunia ini bersifat nyata namun tidak semua menjadi kenyataan
(Kattsoff, 2004 : 49). Dalam kaitannya dengan kajian Timur Tengah bahwa Timur Tengah itu
sendiri sudah ada sejak zaman Nabi namun kenyataannya penamaan dari kata Timur Tengah
itu sendiri baru dirumuskan setelah Inggris menancapkan kekuasaannya di hampir seluruh
wilayah Timur Tengah. Penamaan Timur Tengah itu berasal dari wilayah di sebelah timur Inggris
yang tepat berada di tengah (Dirpoyudo, 1982 : 9). Kemudian Inggris membagi bagi wilayah
wilayah Timur Tengah berdasarkan area jajahannya yaitu Ottoman (kemudian disebut Turki),
Persia (kemudian disebut Iran), Irak, Arab Saudi, Oman, UEA, Bahrain, Kuwait, Yaman Selatan
dan Yaman Utara, Israel, Jordania dan Suriah. Sedangkan untuk daerah Benua Afrika terdapat
jajahan Perancis yaitu Maroko, Tunisia, Mesir, Sudan, Aljazair dan juga Libya. Sejatinya jika
dilihat lebih lanjut Timur Tengah ini merupakan satu kesatuan wilayah Arab namun dengan
adanya pembagian pembagian tersebut maka mudah bagi bangsa penjajah untuk masuk dan
mengeksplorasi serta menginasi daerah jajahan tersebut.
Wilayah Timur Tengah digambarkan sebagai wilayah yang subur dan kaya raya itu
memang benar adanya. Timur Tengah dianugerahi sumber daya alam yang sangat kaya yaitu
Minyak Bumi. Produk minyak bumi ini mampu mengakomodasi kebutuhan hampir seluruh
dunia. Setidaknya 60% bahan mentah minyak bumi mampu diekspor ke Negara-negara besar
seperti wilayah Eropa dan Amerika. Jika ditilik lebih lanjut 70% produk minyak bumi berasal dari
wilayah Timur Tengah. Oleh karenanya tidak mengherankan jika banyak pangeran Arab yang
bergaya seperti miliader bahkan jumlah harta yang tidak terhingga. Hal ini dapat terlihat di
daerah UEA, Bahrain, Kuwait yang mana daerah tersebut tidak mengalami kemiskinan
struktural sejak Negara tersebut berdiri sampai dengan saat ini. Namun dengan banyaknya
pasokan minyak yang telah dianugerahi Tuhan justru itu akan muncul perselisihan yang
meruncing antar bangsa.
Bangsa yang ada di Timur Tengah terbagi atas enam bangsa yaitu Arab, Kurdi, Persia,
Yahudi, Badui, dan Turki. Jika masyarakat awam dimintai pendapat berapa bangsa yang ada di

Timur Tengah, aka kebanyakan dari mereka akan menjawab Arab. Hal ini dimungkinkan karena
sebagian besar media Internasional memberikan berita hanya tentang Arab. Namun jika
mereka mempelajari sejarah maka akan terjawab bahwa wilayah Timur Tengah memiliki enam
bangsa. Bangsa yang paling besar di Timur Tengah adalah bangsa Arab yang meliputi Arab
Saudi, Irak, Bahrain, Mesir, Kuwait dan lainnya. Sedangkan untuk bangsa Persia hanya dimiliki
oleh Iran dan bangsa Turki hanya dimiliki oleh Turki begitu juga dengan Yahudi yang hanya
dihinggapi oleh Israel. Bangsa Badui dan Kurdi adalah bangsa yang berpindah-pindah terutama
bangsa Badui yang sifatnya selalu nomaden. Bangsa Kurdi memiliki tiga wilayah yaitu Irak, Iran,
dan Turki namun dari ketiganya paling banyak terdapat di Irak.
Bangsa bangsa yang ada di Timur Tengah juga memiliki keunikan dalam memeluk
keyakinan yaitu Arab yang disimbolkan dengan Islam Sunni, kemudian Iran diasosiasikan
dengan Islam Syiah dan Yahudi diasosiasikan dengan Yahudi. Untuk ketiga bangsa lainnya
terdapat berbagai macam agama namun tetap yang paling menonjol adalah agama Islam. Hal
inilah yang seringkali diasosiasikan bahwa Timur Tengah identik dengan Islam. Beberapa
agama sejatinya juga muncul di Timur Tengah seperti agama Zayna (percampuran Islam
dengan Buddha), agama Zoroaster (penyembah api), dan agama Majusi. Sayangnya ketiga
agama ini tidak cukup lama untuk bertahan karena tergeser dengan ketiga agama Samawi.
Selain dari tingkat suku dan agama yang beragam, Timur Tengah juga dianugerahi
tingkat konflik yang cukup tinggi. Hal ini dapat terlihat semenjak Negara Israel memiliki wilayah
kedaulatan pada tahun 1947. Jumlah konflik yang terjadi antar Negara Timur Tengah maupun
antara Negara asing dengan Negara Timur Tengah tidak terhitung jumlahnya. Jika diibaratkan,
wilayah Timur Tengah adalah wilayah konflik itu memang benar adanya. Oleh karenanya,
pemimpin agama Katolik yaitu Paus Paulus mengatakan bahwa hanya ada dua jalan atau cara
untuk mendamaikan wilayah Timur Tengah. Jalan yang dimaksud adalah jalan realitas yaitu
ketika banyak pemimpin Negara di Timur Tengah turun dan berkumpul di suatu tempat dan
sepakat untuk berdamai. Jalan kedua adalah jalan mukjizat yaitu Tuhan (dalam arti sebenarnya)
turun langsung ke wilayah Timur Tengah dan mendamaikan Negara Negara yang bertikai.
Jika diruntut lebih dalam ada beberapa konflik yang cukup mendominasi di wilayah
Timur Tengah. Konflik diawali dengan pembentukan Israel sebagai Negara baru yang ada di
kawasan Palestina. Hal inilah yang kemudian menimbulkan konflik antara Palestina (terwakili
dengan beberapa negara Arab) dan Israel yang disokong oleh kekuatan asing. Pertama kali,
kontak fisik antara Israel dengan Palestina di tahun 1948 yaitu berupa penentangan pendirian

negara Israel. Kedua, pada tahun 1956 yaitu dengan adanya Terusan Suez yang menjadi lahan
perebutan antara negara Arab dengan Israel. Tidak dapat dipungkiri bahwa Terusan Suez
merupakan jalur yang cukup strategis untuk sector perdagangan dan pariwisata.
Konflik ketiga yaitu pertempuran yang cukup besar pada tahun 1967 antara Israel
dengan negara Arab yang waktu itu dipelopori oleh Gamal Abdul Nasser (Mesir). Sayangnya
persekutuan negara Arab mengalami kekalahan telak sehingga pada tahun tersebut disebut
juga tahun keruntuhan negara -negara Arab (Islam). Setelah mengalami kekalahan cukup telak
terjadi peruabahan yang cukup signifikan di tahun 1973 dengan kepemimpinan Anwar Sadat.
Kepemimpinannya berbuah hasil dengan Arab yang diwakili oleh Mesir mampu memukul balik
Israel sehingga Arab mengalami kemenangan. Oleh karena kemenangan itu maka pada tahun
1978 diadakan perjanjian Camp David yang mana bertujuan untuk mendamaikan konflik Arab
(Palestina) dan Israel. Sayangnya, perjanjian tersebut hanyalah perjanjian semata karena
hingga di tahun tahun berikutnya sampai dengan sekarang konflik antara Israel dengan
Palestina tidak kunjung usai.
Kajian Timur Tengah sejatinya akan terus ada mengingat Timur Tengah dikenal sebagai
wilayah konflik. Selain contoh yang disebutkan diatas, ada beberapa konflik yang cukup pelik di
wilayah Timur Tengah. Konflik tersebut antara lain Perang Irak dan Iran, Irak dan Kuwait, Libya
dan Tunisia dan kasus konflik yang paling mutakhir yaitu perang antara Yaman dengan koalisi
Arab Saudi dan Mesir. Konflik Iran dan Irak merupakan ketegangan politik yang terwakili atas
representasi Sunni dengan Syiah. Selain menjadikan konflik antara sectarian, konflik ini muncul
karena perebutan Shatt Al Arab yang diyakini merupakan sumber minyak terbesar di Timur
Tengah. Aliran Sungai Eufrat dan Tigris diyakini sebagai pemisah dan pemicu konflik antara Irak
dengan Iran. Pada momentum tertentu, kasus ini dapat dilihat berbagai sudut pandang. Sudaut
pandang yang pertama adalah pertentangan batas alam (geogafis) sedangkan sudut pandang
yang kedua adalah pertentangan sectarian (agama).
Ketegangan politik antara Sunni dengan Syiah menjadi permasalahan yang cukup pelik
dan hanya ada di Timur Tengah. Ketegangan ini juga memicu terjadinya konflik Yaman di tahun
2014. Pada awalnya di tahun 1990, Yaman bersatu setelah terpisah sekian lama dengan
pelabelan Yaman Utara dengan Yaman Selatan. Yaman Selatan lebih dikuasai dengan komunis
sedangkan Yaman Utara lebih dikuasai dengan kaum liberal. Pada akhirnya Yaman terpisah
antara pendukung Abdel Mansour Hadi dengan pendukung Houthi. Dua pendukung ini diklaim
sebagai representasi Sunni dengan Syiah. Realitas seperti ini hanya muncul ketika intervensi

asing yang berbicara di ranah publik. Sejatinya, jika didalami lebih jauh kasus kasus yang ada
di Timur Tengah tidak lain dan tidak bukan hanya akal akalan semata dari kaum adidaya yaitu
Amerika Serikat. Jatuhnya negara komunis yaitu Uni Soviet diklaim sebagai titik awal hegemoni
Amerika Serikat dalam kancah ketegangan Timur Tengah.
Amerika Serikat dipandang sebagai kekuatan utama yang mampu mengacaukan
wilayah Timur Tengah. Amerika Serikat menyadari bahwa dengan menginvasi Timur Tengah
maka Amerika Serikat tidak akan tertandingi dimanapun. Sumber daya alam yang melimpah
terutama minyak bumi merupakan target utama yang harus dikuasai Amerika Serikat. Ini
menjadi tidak mengherankan jika adanya konflik yang cukup pelik diantara negara negara
Timur Tengah dengan negara Amerika Serikat. Salah satu contoh konflik adalah invasi Amerika
Serikat ke Irak dan Kuwait di tahun 1990. Invasi yang besar besaran menyangkut tentang
kondisi alam minyak bumi yang cukup berlimpah di kawasan tersebut. Kondisi terkahir adalah
konflik Yaman yang juga ditunggangi oleh kepentingan Amerika Serikat. Amerika Serikat
berupaya memanaskan konflik ini dikarenakan Yaman merupakan pusat jalur perdagangan
yang ada di Timur Tengah. Oleh karenanya, Amerika Serikat berupaya untuk membangun
koalisi Arab yaitu Arab Saudi, Mesir dan Turki agar kepentingan Amerika Serikat terlaksana.
Permasalahan pelik dari Timur Tengah tidak hanya dari ketegangan sectarian namun
juga dari salah satu payung organisasi mereka yaitu Liga Arab. Liga Arab yang digagas Gamal
Abdul Nasser

digunakan untuk kepentingan menyatukan negara negara Timur Tengah.

Nasser menggunakan slogan Pan Arabisme untuk menyatukan pelbagai macam perbedaan
yang tercipta di Timur Tengah. Sayangnya fungsi yang ada di Liga Arab tidak digunakan secara
maksimal sehingga Pan Arabisme kurang terealisasikan dengan baik. Begitu pula sama halnya
dengan Pan Islamisme yang pernah digagas oleh pemikir kenamaan yaitu Jamaluddin Al
Afghani. Pan Islamisme ini digunakan untuk menyatukan negara negara Islam khususnya di
Timur Tengah untuk bernaung dalam ideology Islam. Sayangnya, Pan Islamisme hanya sebatas
gagasan yang tidak pernah ada bentuk formalnya.
Persimpangan jalan yang dipilih oleh pemikir pemikir Timur Tengah memiliki keunikan
tersendiri. Timur Tengah yang terdiri dari banyak negara tidak semuanya menjadi pemikir
secara aplikatif. Kebanyakan dari mereka hanya pemikir secara teoritis seperti yang telah
diungkapkan diatas yaitu Jamaluddin Al Afghani. Banyak pemikir Timur Tengah berasal dari
Mesir sehingga dapat dikatakan bahwa Mesir adalah kiblat pendidikan di Timur Tengah.
Keunikan dari pemikir pemikir tersebut justru banyak yang belajar ke Eropa khususnya

Perancis. Mulai dari Muhammad Arkoun, Abduh, maupun Hassan Hanafi. Hampir semuanya
pernah lama tinggal di Perancis. Pada akhirnya tidak mengherankan jika beberapa dari mereka
memiliki pemikiran yang aneh bagi kalangan ulama timur Tengah.

Pemikiran pemikiran

mereka sering dianggap sebagai pemikir yang liberal. Maksud dari mereka adalah keluar dari
pemikiran yang telah ada di Timur Tengah. Banyak dari mereka yang diancam hukuman mati
dan pada akhirnya mereka lebih memilih untuk pergi dari Timur Tengah dan ke Amerika atau
Eropa.
Namun dari sekian banyak pemikir liberal, masih ada pemikir yang tetap kukuh dengan
ke-Islam-annya seperti Mohammad bin Abdul Wahab. Pemikir ini lebih ke arah revivalisme yang
bertujuan untuk memurnikan tauhid. Sayangnya banyak yang salah mengartikan daripada
gerakan gerakan yang ada dilakukan oleh Abdul Wahab. Hal ini tercermin dengan adanya
gerakan Wahabi yang lebih mengarah kepada fundamentalis. Gerakan yang dimaksud adalah
untuk merusak benda benda yang dianggap keramat karena benda tersebut tidak termasuk
ajaran Al-Quran dan Hadist. Gerakan ini juga menjadi inspirasi bagi kelompok radikal seperti
ISIS yang berad di Suriah dan Irak. Sampai saat ini ISIS menjadi kian populer akibat banyak
tindakan yang berupa kekerasan untuk menghakimi siapa saja yang tidak sesuai dengan
kehendak ISIS.
ISIS muncul akibat pengaruh dari luar yang menyatakan bahwa Timur Tengah
mengalami krisis multi dimensional. Krisis yang dimaksud adalah krisis ideology sehingga
banyak dari negara negara Timur Tengah justru melacurkan ideologinya kepada negara
negara Barat. Hal ini tercermin dari munculnya istilah Arab Spring pada tahun 2011 yang mana
adanya kondisi dimana negara negara Timur Tengah menginginkan sistem demokrasi.
Kejenuhan politik terjadi di Mesir, Suriah, Tunisia, dan lainnya membuat negara negara
tersebut menginginkan adanya perubahan yang terstruktur, sistematis, dan massif. ISIS
mencoba merevivalisasi dengan cara mereka yang sayangnya gerakan gerakannya justru
tidak disukai oleh banyak pihak termasuk Indonesia. Indonesia dalam hal ini sangat menentang
keras bentuk dan tindakan yang dilakukan ISIS. Meskipun ISIS mengatasnamakan Islam
namun kenyataannya gerakan yang dilakukan lebih mengarah tindakan yang berujung
kematian.
Ingatan masyarakat tentang ISIS tidak hanya dikaitkan ingatan masa lalu tentang konflik
Israel dan Palestina. Kejadian tempo lalu yang mengakibatkan tewasnya 21 anggota Kristen
Koptik di Mesir yang dibunuh secara keji merupakan bentuk kezaliman yang harus diwaspadai

oleh banyak pihak. Fakta di lapangan berkata seperti itu namun realitanya belum tentu
mengalami kejadian seperti itu. Media dalam hal ini sangat berpengaruh dalam pemberitaan
tentang Timur Tengah. Perihal seperti ini patut diwaspadai karena banyak dari media elektronik
yang dikendalikan oleh pihak asing. Pihak asing berupaya untuk memprovokasi bahkan
memutar balikkan fakta sehingga banyak dari mereka justru larut dalam pemberitaan tersebut.
Salah satu contoh yang disorot adalah pemberitaan tentang Islam. Pada saat ini, Islam di Timur
Tengah digambarkan sebagai Islam yang keji. Hal ini tidak dapat dipungkiri mengingat berita
tentang ISIS yang selalu identik dengan kekerasan. Akhirnya tidak mengherankan bahwa ada
yang mengatakan Islam adalah agama yang cinta akan kekerasan bukan cinta akan
perdamaian.
Realitas yang terbangun tentang Timur Tengah bahwa wilayah ini hanya dapat
memberikan pengetahuan tentang konflik adalah hal yang lumrah. Namun perlu dipahami
bahwa Timur tengah idak melulu berbicara tentang konflik. Sastra di Timur Tengah adalah salah
satu sastra terbaik yang pernah ada di dunia. Sastra Di Timur tengah lebih dikenal dengan syair
tentang pemujaan terhadap pencipta alam semesta maupun cerita tentang percintaan antar
umat manusia. Pada mulanya mereka lebih dikenal sebagai sufi seperti Jalaludin Rumi namun
di era saat ini namaseperti Nawal El Shadawy atau Najib Mahfudz merupakan nama nama
yang cukup disegani dan dikenal oleh khalayak luas. Sisi lain yang ada di Timur Tengah adalah
persoalan bahasa. Bahasa yang dipakai oleh di Timur Tengah memang sebagian besar adalah
bahasa Arab. Seperti yang telah dijelaskan di halaman pertama bahwa bahasa merupakan alat
yang sangat penting di dalam membangun komunikasi. Terkadang sandi sandi yang dipakai
menggunakan huruf huruf Arab yang tidak dimengerti oleh lawan politik mereka.
Keunikan di Timur Tengah lainnya adalah negara Turki. Turki merupakan satu-satunya
negara di Timur Tengah yang memiliki dua wilayah yaitu Eropa dan Asia. Turki masih termasuk
Timur Tengah karena latar belakang sejarah yang panjang sebagai kerajaan Ottoman atau Turki
Usmani dan termasuk salah satu negara penjajah yang cukup sukses di zamannya. Pada awal
pembentukannya yang dipelopori oleh Mustapha Kemal Pasha, Turki ingin melepaskan dari
segala pernak pernik Timur Tengah dengan mencontoh sistem negara negara Barat. Tidak
mengherankan jika Mustapha Kemal Pasha mendapat julukan sebagai Bapak Turki Modern.
Jika menilik dari sudut pandang olahraga seperti sepakbola maka Turki masih masuk kedalam
wilayah Eropa namun jika dilihat dari sudut pandang budaya maka representasi Turki masuk ke
wilayah Asia. Sampai saat ini, Turki masih belum dapat masuk sebagai keanggotaan Uni Eropa.
Hal ini diakibatkan karena Turki masih memiliki dua wilayah. Selain itu, Turki yang dianggap

sebagai negara dengan penduduk Islam cukup besar di Timur Tengah masih menjadi
permasalahan terbesar bagi Uni Eropa.
Realitas realitas yang telah diungkapkan adalah sedikit banyak mengilustrasikan
bagaimana Timur Tengah sebenarnya. Pelbagai permasalahan yang ada hanyalah sebagian
kecil yang tampak pada tulisan ini. Media memegang peranan penting dalam memaparkan
kondisi Timur Tengah sebenarnya. Alhasil, masyarakat diharapkan bijak dalam menelaah sega
pemberitaan tentang Timur Tengah. Melalui tulisan ini, diharapkan, masyarakt mengerti
setidaknya gambara Timur Tengah pada umumnya dan secara khusus mampu mengkaji lebih
lanjut bagaimana realitas realitas yang belum diungkapkan pada fakta yang sebenarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Burdah, Ibnu, 2008, Konflik Timur Tengah: Aktor, Isu, Dimensi Konflik, Tiara Wacana :
Yogyakarta.
Dirpoyudo, Kirko, 1982, Pergolakan di Timur Tengah, CSIS : Jakarta.
Kattsoff, Louis O. 2004, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana : Yogyakarta.
Lenczowski, George, 2003, Timur Tengah di Kancah Dunia (terjemahan), Sinar Baru
Algensindo : Bandung.

Anda mungkin juga menyukai