Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL PENELITIAN

BUDIDAYA TANAMAN MELON (Cucumis Melo L.) ORGANIK


MENGGUNAKAN TEKNIK IRIGASI KENDI

Oleh :
Siska Srijayanti
05071006013

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA
2010

BUDIDAYA TANAMAN MELON (Cucumis Melo L.) ORGANIK


MENGGUNAKAN TEKNIK IRIGASI KENDI

Oleh :
Siska Srijayanti
05071006013

Rencana Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA
2010

Rencana Penelitian Berjudul


BUDIDAYA TANAMAN MELON (Cucumis Melo L.) ORGANIK
MENGGUNAKAN TEKNIK IRIGASI KENDI

Oleh
Siska Srijayanti
05071006013
Telah diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian

Indralaya,

September 2010

Jurusan Teknologi Pertanian


Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya
Ketua Jurusan

Dr.Ir. Hersyamsi,M.Agr
NIP 19600802 198703 1 004

Pembimbing I

Dr. Ir. Edwar Saleh, M.Si


NIP 196208011988031002

Pembimbing II

Prof.Dr.Ir.Daniel Saputra.M.S.A.Eng
NIP 19580809 198503 1 003

KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmatNya kepada kita, sehingga atas pertolonganNya

proposal Penelitian ini dapat

diselesaikan.
Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknologi Pertanian. Penelitian ini akan dilaksanakan di Jurusan Teknologi Pertanian
Universitas Sriwijaya Indralaya yang berjudul Budidaya Tanaman Melon ( Cucumis
Melo L. ) menggunakan Teknik Irigasi Kendi
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing, yaitu
Bapak Dr. Ir. Edwar Saleh, M.Si dan Bapak Prof. Dr. Ir. Daniel Saputra, M.S.A.Eng, yang
telah membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan proposal rencana penelitian
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan proposal rencana penelitian

ini, yang tidak bisa disebutkan satu

persatu.
Akhirnya penulis mengharapkan proposal ini dapat menjadi acuan bagi penulisan
laporan Praktik Lapangan selanjutnya.
Indralaya, Oktober 2010

Penulis

DAFTAR ISI

Hal
Halaman Pengesahan

iii

Kata Pengantar

iv

Daftar Isi ..
I.
Pendahuluan

A. Latar Belakang ..
B. Tujuan ...

1
4

Tinjauan Pustaka
II.

III

A. Tanaman Melon.
B. System Irigasi ...
C. Pestisida..
D. Pertanian Organik...

10

Pelaksanaan Penelitian

14

A.
B.
C.
D.

20

Tempat dan Waktu ...


Alat dan bahan .....
Metode penelitian .....
Parameter yang di amati .....

22
22
22
22
Sistematika Penulisan ..
Daftar Pustaka
Lampiran

I.

PENDAHULUAN

22

A. Latar Belakang
Pertanian di Indonesia memang sudah banyak mengembangkan berbagai
macam teknik irigasi untuk tanaman sayuran ataupun buah buahan. Menurut
Kurnia dan Hidayat (2001), diperkirakan luas lahan kering yang mempunyai peluang
untuk mendapatkan pengairan (irigasi) mencapai sekitar 32 juta hektar. Salah satu
kendala produksi tanaman di lahan kering adalah terbatasnya air untuk tanaman,
terutama pada musim kemarau. Namun menurut Pawitan (1999), kondisi sumberdaya
air pada sebagian besar daerah di Indonesia telah memasuki pada tingkat waspada
sampai tingkat kritis, sedangkan kebutuhan air di bidang pertanian dan bidang
lainnya terus meningkat. Oleh karena itu, ketersediaan sumberdaya air yang terbatas
harus dimanfaatkan secara hemat (efisien) dan efektif terutama dalam bidang
pertanian.
Agribisnis melon menunjukkan prospek menjanjikan. Tetapi jika faktor tanah
yang semakin keras, miskin unsur hara terutama unsur hara mikro dan hormon alami,
faktor iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman serta faktor pemeliharaan
tidak diperhatikan maka keuntungan akan menurun.

Produksi buah melon di

Indonesia sangat rendah, tetapi potensinya dapat ditingkatkan.

Oleh karena itu

berbagai teknik irigasi harus dikembangkan guna meningkatkan produktivitas


tanaman melon. Keberhasilan peningkatan produksi tanaman di Indonesia tidak
terlepas dari peran irigasi yang merupakan salah satu fakor penting dari produksi
tanaman. Usaha untuk memenuhi target produksi tersebut tidak terlepas dari
kelebihan dan kekurangan suatu teknologi ataupun teknik yang di gunakan.

Irigasi kendi adalah teknik untuk menciptakan slow release air bawah tanah
dengan meminimalkan kerugian dan resiko penguapan salinasi. Dengan sistem
irigasi kendi, pemberian air pada tanaman tidak perlu diberikan setiap hari tetapi
cukup dengan memperhatikan ketersediaan jumlah air di dalam kendi yang dapat
dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Pemberian air menggunakan irigasi kendi
lebih efisien dibandingkan dengan sistem lain seperti irigasi tetes dan irigasi sumbu
karena memberikan air langsung ke zona akar tanaman, bukan ke daerah yang lebih
luas dari lapangan.
Kendala utama pertanian lahan kering yang paling mendasar adalah
permasalahan ketersediaan air yang sangat terbatas. Air bagi tanaman merupakan
sumber daya yang penting karena hampir semua proses fisika, kimia dan biologi di
dalam tanah dan proses fisiologis tanaman tidak akan dapat berlangsung secara
optimal tanpa ketersediaan air yang cukup. (Scholes, dkk,1994). Selain faktor tanah,
faktor tanaman juga menjadi salah satu faktor penentu tingkat efisiensi penggunaan
air. Tanaman yang cocok untuk dikembangkan di lahan kering yaitu tanaman yang
tidak memerlukan banyak air serta bernilai ekonomis tinggi, seperti tanaman melon.
Banyak teknik yang telah dikembangkan untuk menaksir jumlah air yang
dibutuhkan tanaman. Rahardjo, dkk (1992), Morris., dkk (1990) menetapkan total
penggunaan air sebagai jumlah air curah hujan ditambah jumlah lengas yang
disimpan dalam jeluk tanah, sedangkan Gilley dan Jansen (1983) dalam Rahardjo,
dkk, (1992) menggunakan hasil produksi tanaman (kg/petak) dibagi dengan ETa
selama musim tanam (mm/petak).

Pestisida secara luas diartikan sebagai suatu zat yang bersifat racun,
menghambat pertumbuhan atau perkembangan, tingkah laku, bertelur, perkembang
biakan, mempengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai
pemikat, penolak dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi OPT. Penggunaan
pestisida sintetis (kimia) telah menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap
lingkungan. Ketergantungan terhadap penggunaan pestisida sintetis mengakibatkan
pengembangan metode-metode lain untuk mengendalikan hama dan penyakit
menjadi terlupakan atau bahkan ditinggalkan. Tidak kita pungkiri bahwa dengan
pestisida sintetis telah berhasil menghantarkan sektor pertanian menuju terjadinya
revolusi hijau, yang ditandai dengan peningkatan hasil panen dan pendapatan
petani secara signifikan, sehingga Indonesia bisa mencapai swasembada pangan pada
tahun 1986. Dalam revolusi hijau target yang akan dicapai adalah berproduksi cepat
dan tinggi, sehingga diperlukan teknologi masukan tinggi diataranya penggunaaan
varietas unggul, pemupukan berat dengan pupuk kimia, pemberantasan hama dan
penyakit dengan obat-obatan kimia.
Dengan adanya penggunaan pestisida sintetis maka kita semakin jauh dari
pertanian organik. Pertanian organik banyak memberikan kontribusi pada
perlindungan lingkungan dan masa depan kehidupan manusia. Pertanian organik juga
menjamin keberlanjutan bagi agroekosistem dan kehidupan petani sebagai pelaku
pertanian. Sumber daya lokal dipergunakan sedemikian rupa sehingga unsur hara,
bimassa, dan energi bisa ditekan serendah mungkin serta mampu mencegah
pencemaran. Pertanian organik yang semakin berkembang belakangan ini

menunjukkan adanya kesadaran petani dan berbagai pihak yang bergelut dalam
sektor pertanian akan pentingnya kesehatan dan keberlanjutan lingkungan.
Ditinjau dari segi keuntungan, membudidayakan tanaman melon cukup
menjanjikan. Keuntungannya lebih besar dibanding ketika bertani komoditas
tanaman pangan yang lain. Tapi risiko kegagalannya pun juga senantiasa
membayang-bayangi. Karena itu, bertani melon mutlak memerlukan penguasaan
teknologi budi daya hortikultura secara matang, intensif, dan cermat.
B. Tujuan
Untuk mengetahui efisiensi irigasi kendi dan untuk mengetahui kemampuan
kendi dalam mensuplai air.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Melon ( Cucumis Melo L. )


Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman buah yang termasuk family
Cucurbitaceae. Tanaman melon termasuk keluarga mentimun, waluh, timun suri dan
semangka. Melon memiliki nilai komersial yang tinggi di Indonesia dengan kisaran
pasar yang luas dan beragam, mulai dari pasar tradisional hingga pasar modern,
restoran dan hotel. Hal ini menunjukan bahwa komoditas melon sangat potensial
untuk diusahakan karena memiliki nilai ekonomi dan daya saing yang dibandingkan
dengan buah lain.
Tanaman melon dapat dibudidayakan di ladang, halaman, kebun atau rumah
kaca. Pertumbuhannya memerlukan kelembapan udara yang tinggi, tanah subur yang
gembur, dan mendapat sinar matahari penuh dengan drainase yang baik. Tanaman ini
lebih baik dirambatkan ke para para yang telah disediakan, baik yang berbentuk
para para miring ataupun para para bentuk lurus. Dan akan tumbuh dengan baik
dan menghasilkan buah bermutu serta menguntungkan, bila ditanam dengan memilih
lahan sawah irigasi, dengan syarat penanamannya maksimal dua kali berurutan dua
kali dalam satu tahun.

1. Syarat Tumbuh

a. Iklim
Perlu penyinaran matahari penuh selama pertumbuhannya. Pada kelembaban
yang tinggi tanaman melon mudah diserang penyakit. Suhu optimal antara 25-30C.
Angin yang bertiup cukup keras dapat merusak pertanaman melon. Hujan terus
menerus akan merugikan tanaman melon. Tumbuh baik pada ketinggian 300-900 m
dpl. Kelembaban udara secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman
melon. Dalam kelembaban yang tinggi tanaman melon mudah diserang penyakit
b. Media Tanam
Tanah yang baik ialah tanah liat berpasir yang banyak mengandung bahan
organik seperti andosol, latosol, regosol, dan grumosol, asalkan kekurangan dari
sifat-sifat tanah tersebut dapat dimanipulasi dengan pengapuran, penambahan bahan
organik, maupun pemupukan. Tanaman melon tidak menyukai tanah yang terlalu
basah, pH tanah 5,8-7,2. Tanaman melon pada dasarnya membutuhkan air yang
cukup banyak. Tetapi, sebaiknya air itu berasal dari irigasi, bukan dari air hujan.
2. Pembibitan
Tanaman melon yang sehat dan berproduksi optimal berasal dari bibit
tanaman yang sehat, kuat dan terawat baik pada awalnya. Pengecambahan Benih
dilakukan dengan cara direndam didalam air hangat kuku yang dicampur fungisida
sistemik dengan dosis anjuran. Perendaman dilakukan selama4 6 jam. Setelah
direndam, benih ditiriskan dan diletakan diatas kertas Koran lembap selama 2 hari 1
malam ( 36 jam ) pada suhu kamar. Kertas dijaga agar tetap dalam kondisi lembap.

Jika diperlukan, lakukan penyemprotan dengan sprayer.

Benih yang sudah

berkecambah harus segera dibibitkan atau disemai dalam media pembibitan.


Penyemaian benih dapat menggunakan kantong plastic bening atau polibag
berukuran 7 x 10 cm. Media semai yang digunakan berupa campuran tanah dan
pupuk kandang yang sudah matang dengan dengan perbandingan 2 : 1, penanaman
dilakukan dengan cara membuat lubang sedalam 2 cm dengan jari, lalu benih
dimasukkan dengan bagian berakar dibawah. Kemudian, benih ditutup dengan tanah,
tetapi ujung benih masih terlihat. Persemaian perlu dijaga agar selalu dalam kondisi
lembap, tetapi tidak boleh terlalu basah. Bibit dipindahkan ke lapangan setelah
berumur 7 12 hari atau memiliki 1 -2 daun sejati.
3. Persiapan Lahan
Penyiapan lahan untuk penanaman terlebih dahulu dibersihkan dari sisa
tanaman dan sampah, kemudian dilakukan pembajakan dengan kedalaman 20 30
cm. Lahan dikering-anginkan selama 5 7 hari. Bila masih ada bongkahan tanah,
haluskan dan dibiarkan selama 4 5 hari.
Pembuatan bedengan dilakukan setelah tanah diolah, lalu bedengan
dilengkapi dengan saluran pembuangan air atau drainase. Dengan ukuran panjang
maksimum 15 m, tinggi 20 - 50 cm, lebar 100 120 cm dan lebar parit 50 60 cm.
Tinggi dan lebar parit disesuaikan dengan keadaan musim saat penanaman. Pada
musim hujan, usahakan tinggi bedengan 50 cm, agar perakaran tanaman tidak
terendam air sewaktu hujan.

Pemberian pupuk dasar atau pengapuran dilakukan seminggu sebelum tanam.


Pupuk dasar yang diberikan bias berupa pupuk kandang dan juga dolomite/calmag.
Penentuan Jumlah kapur dapat ditentukan sesuai pH tanah yang sudah diketahui
sebelumnya.
Pemasangan mulsa dilakukan paling lambat dua hari sebelum tanam. Mulsa
yang digunakan berupa plastic hitam perak dengan lebar 120 cm. Sisi plastic yang
berwarna perak menghadap ke atas sedangkan yang berwarna hitam menghadap ke
bawah ( menempel ke tanah ). Pemasangan dilakukan pada saat terik matahari agar
mulsa memuai sehingga rapat menutup bedengan. Sebelum mulsa dipasang,
bedengan disiram hingga basah. Setelah mulsa terpasang, dilakukan pembuatan
lubang pada mulsa.
4. Teknik Penanaman
Bibit melon yang siap untuk ditanam berumur 10 14 hari setelah semai.
Penanaman bibit sebaiknya dilakukan pada sore hari untuk menghindari tanaman
mengalami stress karena terik matahari. Akar tanaman diusahakan tidak sampai rusak
saat menyobek polibag kecil. Cetakan tanah yang telah berisi bibit melon, diletakkan
pada lubang yang telah ditugal dan diusahakan agar tidak pecah/hancur karena bisa
mengakibatkan kerusakan akar dan tanaman akan layu jika hari panas. Dan
dilakukan pemasangan ajir yang berfungsi untuk menopang tanaman agar bisa
tumbuh ke atas, mengingat batang tanaman melon merupakan tanaman merambat.
5. Pemeliharaan

Penyiraman dilakukan bila tanah sudah mulai kering. Pada awal penanaman
hingga umur satu minggu, dilakukan penyiraman setiap hari ( sore hari ) sekitar
(100cc/tanaman), selanjutnya, penyiraman dilakukan dua hari sekali hingga umur 2
minggu setelah tanam. Setelah tanaman berumur 2 minggu, penyiraman dilakukan 2
hari sekali pada waktu pagi atau sore.
Pengikatan tanaman ditujukan untuk merambatkan tanaman pada ajir yang
sudah dipasang. Batang tanaman mulai diikat setelah tanaman berumur 12 hari atau
memiliki 7 daun.
Pemangkasan dilakukan untuk membuang calon tunas ( cabang ) yang
merugikan, terutama tunas yang muncul pada ketiak daun, untuk mendapatkan
pertumbuhan vegetative yang maksimum sehingga produktivitas tanaman optimum.
pada umumnya tangkai yang dipelihara hanya 1 namun untuk tujuan melon kecil
maka dipertahankan 2 buah. Ujung batang tempat buah dipelihara dipangkas dengan
menyisakan 1 lembar daun
Penyiangan pertama dilakukan bersamaan dengan pembersihan lahan sekitar
tanaman supayah tumbuh subur. Penyianagan berikutnya dilakukan sebelum rumput
rumput berbunga dan pada saat tanaman melon berumur 2 4 minggu setelah
tanam. Pada system mulsa penyiangan dilakukan pada lubang tanam dan parit antar
bedengan.
6. Pemanenan

Buah pada tanaman melon yang ekonomis untuk diusahakan berasal dari
bunga sempurna ( hermaphrodite ) yang muncul dari ketiak daun ke 9 11. Karena
bunga pada ruas tersebut memiliki kualitas yang tinggi dengan ukuran buah yang
optimum. Setelah buah dari cabang ke 9 11 tumbuh sebesar bola pingpong, dipilih
satu buah yang paling baik ( tidak cacat ) untuk terus dipelihara sampai besar. Buah
yang tidak terpilih dibuang. Buah dapat ditup dengan kantong plastic untuk
mencegah serangan penyakit lalat buah. Namaun kantong plastic harus dilepas ketika
buah sudah membesar. Hal ini bertujuan agar perkembangan buah tidak terganggu.
Pemotongan ujung batang utama dilakukan setelah calon buah yang akan dibesarkan
sudah dipilih. Pemotongan batang utama menyisakan 30 -35 daun.
B. Sistem Irigasi
Irigasi kendi ini dapat menghemat penggunaan air dengan cara mengatur
melalui sifat porositas kendi. Mondal (1974) dan Stein (1990) memasukkan sistem
irigasi kendi ke dalam sistem irigasi bawah permukaan. Selanjutnya Stein (1990)
menggolongkannya lagi ke dalam irigasi lokal (Local Irrigation), karena rembesarn
air irigasi terjadi secara lambat dengan volume yang rendah (kecil) pada zona
perakaran tanaman, sehingga hanya sebagian tanah yang terbasahi, maka sistem
irigasi ini mampu mengurangi evaporasi dan perkolasi (Modal, 1978).
Irigasi kendi bekerja berdasarkan sistem osmosis, yaitu terjadinya aliran air
dari dalam kendi ke dinding kendi yang dibuat porus, kemudian mengalir ke tanah
sekitar perakaran tanaman berdasarkan perbedaan potensial matriks antara tanah dan
dinding kendi. Untuk mengaplikasikan sistem irigasi kendi pada tabulamput,

kendi dapat dibenamkan di daerah perakaran, hal ini dapat dilakukan pada saat
penanaman

atau

penggantian

media

tanam.

Kendi

yang diisi

air mampu

membasahi tanah di sekelilingnya melalui dindingnya yang dibuat permeable. Cara


kerja teknologi system irigasi kendi yaitu dengan membenamkan kendi mencapai
daerah perakaran. Kendi ini bila diisi air akan merembeskannya ke tanah di
sekelilingnya melalui dindingnya yang dibuat permeable. Kemampuan dinding kendi
untuk meluluskan air, dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi
kebutuhan evapotranspirasi tanaman setiap waktu dan dengan memperhatikan pula
sifat hidrolika tanahnya. Sistem Irigasi Kendi. Ini adalah salah satu bentuk pemberian
air pada tanaman melalui zona per-akaran tanaman. Irigasi kendi ini dapat
menghemat penggunaan air dengan cara mengatur melalui sifat porositas kendi.
Secara operasional, kendi ditanam di bawah tanah dekat dengan zona perakaran
tanaman. Jumlah kendi yang ditanam tergantung pada jenis tanaman, kebutuhan air
tanaman, suplai air serta porositas tanah dan kendi.
Kendi yang baik digunakan untuk sistem irigasi ini adalah kendi tanpa lapisan
finishing, kendi seperti ini dapat dicirikan dengan munculnya warna natural gerabah
tanah liat pada dinding luar kendi. Kendi berglazur tidak dapat digunakan untuk
sistem irigasi karena lapisan tipis gelas pada permukaannya kendi akan mencegah
terjadinya proses osmosis, demikian juga halnya dengan kendi yang dilapisi cat atau
pernis. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan

Setelah pemberian air, mulut kendi haruslah selalu dalam keadaan tertutup.
Hal ini perlu diperhatikan agar tidak terjadi kehilangan air akibat penguapan
dan mengurangi pertumbuhan alga/lumut

Hanya gunakan air bersih untuk mengisi kendi. Saringan pasir dapat
digunakan untuk membersihkan air sebelum dimasukkan ke dalam kendi.

Bersihkan kendi sebelum digunakan dengan air bersih agar pori bersih.
1. Kebutuhan Air bagi Tanaman
Kebutuhan atau pemakaian air setiap tanaman tidak sama pada setiap saat,

sesuai dengan stadia tumbuh tanaman ( umur tanaman ), suhu udara dan
cuacaPenyediaan air untuk irigasi sangat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:
letak sumber air, kondisi prasarana dan sarana pengairan, ketepatan waktu
pemanfaatannya. Kehilangan air (water losses) yang harus diperhitungkan antara lain
: penguapan secara alam (evaporation), rembesan tanggul (seepage), bocoran pintu
atau bangunan (leakage), penyiapan tanah (land preparation) dan pelaksanaan tanam
2. Efisiensi irigasi
Semakin terbatasnya ketersediaan air untuk irigasi dan sumber air permukaan,
memerlukan upaya peningkatan efisiensi irigasi dan teknologi irigasi yang lebih
menghemat air.

Perhitungan Efisiensi Penggunaan Air.

Dihitung menggunakan rumus yang diperkenalkan oleh Gilley dan Jansen (1983)
dalam Rahardjo, dkk (1992) :
Hasil Tanaman (Kg/Petak)
EPA = effisiensi penggunaan air
ETa Selama Musim Tanam(m3/Petak)
dimana, ETa adalah evapotraspirasi aktual. Besarnya ETa pada masing-masing petak
ditetapkan dengan menggunakan pendekatan Caoli (Raharjo et al, 1992) :
ETa = ( d awal + CH) d- akhir
dimana :
ETa

= evapotranspirasi aktual

d-awal = tebal air pada zona akar sebelum mengalami evapotraspirasi


d-akhir = tebal air pada zona akar setelah mengalami evapotraspirasi
CH

= curah hujan

Tebal air (d-awal dan d-akhir) didekati dengan rumus berikut :


d = kl x BV x D
dimana : d
kl

= tebal air dalam zona perakaran (mm)

= kadar lengas tanah pada zona perakaran (%)

BV = berat volume tanah (gram/cm3)


D

= kedalaman zona perakaran (mm)


Untuk dapat meningkatkan efisiensi penyediaan air irigasi beberapa upaya

harus ditempuh antara lain :


1. Memelihara prasarana dan sarana pengairan sehingga kehilangan air akibat
rembesan dan bocoran dapat ditekan sekecil mungkin;
2. Penyediaan input pertanian agar petani tidak mengalami keterlambatan tanam;
3. Mekanisme paska panen harus tertata dengan baik agar petani dapat menjual hasil
panen tepat waktu dengan harga yang pantas sehingga siap modal untuk tanam
berikutnya;
4. Petani harus mempunyai jiwa kebersamaan bersedia melaksanakan budidaya
pertanian tepat pada waktunya. Karena kalau terlambat tanam air yang yang telah
disediakan akan terbuang, berarti pemborosan atau efisiensi pemanfaatan air
menjadi rendah.
C. Pestisida
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus
yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini
adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman
yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda
(bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan
hewan lain yang dianggap merugikan. Bagi kehidupan rumah tangga, yang dimaksud

hama adalah meliputi semua hewan yang mengganggu kesejahteraan hidupnya,


seperti lalat, nyamuk, kecoak, ngengat, kumbang, siput, kutu, tungau, ulat, rayap,
ganggang serta kehidupan lainnya yang terbukti mengganggu kesejahteraannya.
Pestisida juga diartikan sebagai substansi kimia dan bahan lain yang mengatur dan
atau

menstimulir

pertumbuhan

tanaman

atau

bagian-bagian

tanaman.

Sesuai konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan


bukan untuk memberantas atau membunuh hama, namun lebih dititiberatkan untuk
mengendalikan hama sedemikian rupa hingga berada dibawah batas ambang
ekonomi atau ambang kendali.
Di Indonesia untuk keperluan perlindungan tanaman, khususnya untuk
pertanian dan kehutanan pada tahun 2008 hingga kwartal I tercatat 1702 formulasi
yang telah terdaftar dan diizinkan penggunaannya. Sedangkan bahan aktif yang
terdaftar telah mencapai 353 jenis. Dalam pengendalian hama tanaman secara
terpadu, pestisida adalah sebagai alternatif terakhir. Dan belajar dari pengalaman,
Pemerintah saat ini tidak lagi memberi subsidi terhadap pestisida . Namun
kenyataannya di lapangan petani masih banyak menggunakannya. Menyikapi hal
ini, yang terpenting adalah baik pemerintah maupun swasta terus menerus memberi
penyuluhan tentang bagaimana penggunaan pestisida secara aman dan benar. Aman
terhadap diri dan lingkungannya, benar dalam arti 5 tepat (tepat jenis pestisida, tepat
cara aplikasi, tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat takaran).

1. Peranan Pestisida

Pestisida tidak hanya berperan dalam mengendalikan jasad-jasad pengganggu


dalam bidang pertanian saja, namun juga diperlukan dalam bidang kehutanan
terutama untuk pengawetan kayu dan hasil hutan yang lainnya, dalam bidang
kesehatan dan rumah tangga untuk mengendalikan vektor (penular) penyakit manusia
dan binatang pengganggu kenyamanan lingkungan, dalam bidang perumahan
terutama untuk pengendalian rayap atau gangguan serangga yang lain.
Pada umumnya pestisida yang digunakan untuk pengendalian jasad
pengganggu tersebut adalah racun yang berbahaya, tentu saja dapat mengancam
kesehatan manusia. Untuk itu penggunaan pestisida yang tidak bijaksana jelas akan
menimbulkan efek samping bagi kesehatan manusia, sumber daya hayati dan
lingkungan pada umumnya. Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana
untuk membunuh hama-hama tanaman. Dalam konsep Pengendalian Terpadu Hama,
pestisida

berperan

sebagai

salah

satu

komponen

pengendalian.

Prinsip

penggunaannya adalah:

harus kompatibel dengan komponen pengendalian lain, seperti komponen


hayati

efisien untuk mengendalikan hama tertentu

meninggalkan residu dalam waktu yang tidak diperlukan

tidak boleh persistent, jadi harus mudah terurai

dalam perdagangan (transport, penyimpanan, pengepakan, labeling) harus


memenuhi persyaratan keamanan yang maksimum

harus tersedia antidote untuk pestisida tersebut

sejauh mungkin harus aman bagi lingkungan fisik dan biota

relatif aman bagi pemakai (LD50 dermal dan oral relatif tinggi)

harga terjangkau bagi petani.

Untuk menggunakan pestisida harus diingat beberapa hal yang harus


diperhatikan:
Pestisida digunakan apabila diperlukan
Sebaiknya makan dan minum secukupnya sebelum bekerja dengan pestisida

Harus mengikuti petunjuk yang tercantum dalam label

Anak-anak tidak diperkenankan menggunakan pestisida, demikian pula


wanita hamil dan orang yang tidak baik kesehatannya
Apabila terjadi luka, tutuplah luka tersebut, karena pestisida dapat terserap
melalui luka

Gunakan perlengkapan khusus, pakaian lengan panjang dan kaki, sarung


tangan, sepatu kebun, kacamata, penutup hidung dan rambut dan atribut lain
yang diperlukan
Hati-hati bekerja dengan pestisida, lebih-lebih pestisida yang konsentrasinya
pekat. Tidak boleh sambil makan dan minum
Jangan mencium pestisida, karena pestisida sangat berbahaya apabila tercium

Sebaiknya pada waktu pengenceran atau pencampuran pestisida dilakukan di


tempat terbuka. Gunakan selalu alat-alat yang bersih dan alat khusus
Dalam mencampur pestisida sesuaikan dengan takaran yang dianjurkan.
Jangan berlebih atau kurang
Tidak diperkenankan mencampur pestisida lebih dari satu macam, kecuali
dianjurkan
Jangan menyemprot atau menabur pestisida pada waktu akan turun hujan,
cuaca panas, angin kencang dan arah semprotan atau sebaran berlawanan arah
angin. Bila tidak enak badan berhentilah bekerja dan istirahat secukupnya
Wadah bekas pestisida harus dirusak atau dibenamkan, dibakar supaya tidak
digunakan oleh orang lain untuk tempat makanan maupun minuman
Pasanglah tanda peringatan di tempat yang baru diperlakukan dengan
pestisida

Setelah bekerja dengan pestisida, semua peralatan harus dibersihkan,


demikian pula pakaian-pakaian, dan mandilah dengan sabun sebersih
mungkin.
Idealnya teknologi pertanian maju tidak memakai pestisida. Tetapi sampai saat
ini belum ada teknologi yang demikian. Pestisida masih diperlukan, bahkan
penggunaannya semakin meningkat.
2. Bahaya Penggunaan
Pestisida tidak saja beracun terhadap organisme sasaran tetapi juga terhadap
organisme lainnya seperti manusia dan hewan peliharaan. Pestisida dapat masuk atau
meracuni tubuh melalui beberapa cara yaitu tertelan (mulut), terhirup (hidung/saluran
pernafasan), terkena kulit atau mata. Gejala keracunan yang langsung terlihat akibat
terkena pestisida/racun merupakan keracunan akut sedangkan bila gejala baru terlihat
setelah berulangkali atau dalam jangka panjang terkena racun merupakan keracunan
kronik.
Kita semua terpapar dengan pestisida pada dasarnya yang berketerusan.
Makanan yang kita makan, terutama buah dan sayuran segar, mengandung residu
pestisida. Keracunan pestisida tidak hanya dapat terjadi karena paparan (exposure)
langsung oleh pestisida (menghirup, terkena percikan atau menyentuh sisa pestisida),
yang umumnya sudah diketahui oleh banyak orang. Tetapi keracunan bisa terjadi
pula, lantaran manusia mengkonsumsi bahan-bahan makanan yang mengandung
residu pestisida dalam jumlah yang cukup tinggi, melibihi suatu batas maksimal yang

telah ditetapkan (MRL-maximum Residu Limit), atau batasan ADI (Acceptable Daily
Intake) sebagai batasan-batasan baku yang telah ditetapkan oleh badan-badan dunia
(WHO, FAO).
3. Biaya penggunaan Pestisida
Biaya yang dibutuhkan cukup tinggi karena ketergantungan menggunakan
pestisida akan semakin meningkat sehingga biaya penambahan untuk pembelian
pestida pun mengingkat. Tellah di katakan di atas tadi bahwa tanaman akan menjadi
kebal terhadap pestisida oleh karena itu dosis dari pestisida akan bertamabah maka
secara tidak langsung biaya penggunaan pestisida pun bertambah.

D. Pertanian Organik
Pertanian organik yang semakin berkembang belakangan ini menunjukkan
adanya kesadaran petani dan berbagai pihak yang bergelut dalam sektor pertanian
akan pentingnya kesehatan dan keberlanjutan lingkungan. Revolusi hijau dengan
input bahan kimia memberi bukti bahwa lingkungan pertanian menjadi hancur dan
tidak lestari. Pertanian organik kemudian dipercaya menjadi salah satu solusi
alternatifnya. Pengembangan pertanian organik secara teknis harus disesuaikan
dengan prinsip dasar lokalitas. Artinya pengembangan pertanian organik harus
disesuaikan dengan daya adaptasi tumbuh tanaman/binatang terhadap kondisi lahan,

pengetahuan lokal teknis perawatannya, sumber daya pendukung, manfaat sosial


tanaman/ binatang bagi komunitas.
Pertanian organik memandang alam secara menyeluruh, komponennya saling
bergantung dan menghidupi, dan manusia adalah bagian di dalamnya. Prinsip ekologi
dalam pertanian organik didasarkan pada hubungan antara organisme dengan alam
sekitarnya dan antarorganisme itu sendiri secara seimbang. Pola hubungan antara
organisme dan alamnya dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan,
sekaligus sebagai pedoman atau hukum dasar dalam pengelolaan alam, termasuk
pertanian. Dalam pelaksanaannya, sistem pertanian organik sangat memperhatikan
kondisi lingkungan dengan mengembangkan metode budi daya dan pengolahan
berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Sistem pertanian organik diterapkan
berdasarkan atas interaksi tanah, tanaman, hewan, manusia, mikroorganisme,
ekosistem,

dan

lingkungan

dengan

memperhatikan

keseimbangan

dan

keanekaragaman hayati. Sistem ini secara langsung diarahkan pada usaha


meningkatkan proses daur ulang alami daripada usaha merusak ekosistem pertanian
(agroekosistem).
Pertanian organik bukan hanya baik bagi kesehatan, tetapi juga bagi
lingkungan bumi. Beberapa ahli pertanian Amerika Serikat yakin pertanian organik
merupakan cara baru mengurangi gas-gas rumah kaca yang menyumbang pemanasan
global.

III.

PELAKSANAAN PENELITIAN

A. Waktu Dan Tempat


Penelitian di lakukan di lahan jurusan teknologi pertanian dimulai pada bulan
September 2010 sampai dengan selesai.
B. Bahan Dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih melon, kendi, pupuk organic, MOL,
tanah. Dll
Alat yang digunakan adalah polibag,

C. Metode Penelitian
Rancang acak kelompok yang disusun secara factorial dengan dua factor dan tiga
pengulangan. Setiap bedengan terdiriri dari enam kendi dan variasi tanaman 4, 3, dan
2 bibit.
D. Parameter Yang Di Amati
a. Jumlah air irigasi
b. Tinggi tanaman
c. Jumlah daun
d. Berat buah
e. Kualitas buah
DAFTAR PUSTAKA
Gilley. J. R dan Jansen, M. 1983. Irrigation Management Contribution to Agriculture
Productivity dalam Water Recsource Reseach Problm and Potensial For Agriculture
and Boul Community (Napier, T. L., scott, D., Ewster, K. W and Supala, Reads). Soil
Conservation Society of Amerika. New York.
Kurnia, U. Dan A. Hidayat. 2001. Potensi, peluang dan pemanfaatan lahan kering
untuk peningkatan produksi pangan. Makalah disampaikan dalam Pertemuan
Konsultatif Sumberdaya Lahan dan Air. Direktorat Perluasan Areal, Ditjen Bina
Produksi
Tanaman
Pangan,
Jakarta
11
Juni
2001.
Pawitan, H. 1999. Mengantisipasi krisis air nasional memasuki abad 21. Makalah
utama pada seminar Kebutuhan Air Bersih dan Hak Azasi Manusia Masyarakat
Hidrologi Indonesia, di Bogor 25 Februari 1999. 15 hlm.
Prahasta, Arief, M.P. Agribisnis Melon. 2010. CV. Pustaka Grafika. Bandung

Morris, R.A., A. A. Villegas, AQ, Poltonee, dan H. S. Centeno. 1990. Water Use by
Monocropped and Intercropped Cocopea and Sorghum Grown After Rice. Agrun.
Rahardjo, C,S, Yasin l., Mahrup, Sukartono dan Sutriono, R.1992. Efisiensi
Penggunaan Air pada Tumpang Sari Jagung Kedelai di Tanah Entisol Lombok.
Laporan Hasil Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Mataram.
Scholes, R. J, R. Dalal,S. , Singer. 1994. Soil Physic and Fertility. The Effect of
Water, Temperature and Texture. The Biological Management of Tropical Soil
Fertility.
Sobir dan Siregar. D. Firmansyah. 2010. Budidaya Melon Unggul. Penebar swadaya.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai