Anda di halaman 1dari 8

Konduksi

Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu antara kedua obyek.
Kehilangan panas terjadi saat kontak langsung antara kulit bayi baru lahir dengan permukaan
yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas terjadi pada bayi baru lahir yang berada pada
permukaan atau alas dingin, seperti pada waktu proses penimbangan 3. Konduksi ini juga dapat
terjadi bila bayi baru lahir memakai selimut yang dingin atau pakaian yang basah. Akan tetapi,
jumlah panas yang hilang pada bayi baru lahir akibat konduksi ini cenderung sedikit dan dapat
diabaikan.4
Konveksi
Konveksi merupakan transfer panas yang terjadi secara sederhana dari selisih suhu antara
permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin di permukaan tubuh bayi sehingga sangat
ditentukan oleh perbedaan suhu antara udara dan bayi. Kehilangan panas secara konveksi ini
juga bergantung pada kecepatan udara sekitar. Semakin cepat udara yang melewati permukaan
tubuh bayi, maka penyekat antara bayi dan udara akan hilang sehingga kehilangan panas akan
meningkat.4 Sumber kehilangan panas disini dapat berupa

inkubator dengan jendela yang

terbuka, ruangan perawatan yang dingin dan pada waktu proses transportasi bayi baru lahir ke
rumah sakit.3
Radiasi
Radiasi adalah proses perpindahan panas dari suatu objek panas ke objek dingin yang ada
di sekitar, misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi suhu lingkungan yang lebih
dingin.3 Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin atau suhu
inkubator yang dingin atau bayi yang telanjang dalam kamar bersalin saat baru lahir dan
langsung terpapar ruangan dingin.4
Evaporasi
Saat air menguap dari tubuh bayi, panas juga ikut terbuang. Setiap ml air yang menguap
akan membawa 560 kalori panas. Dalam kondisi normal, evaporasi pada bayi aterm terjadi
sebanyak seperempat bagian dari keseluruhan produksi panas saat istirahat. Evaporasi ini
mencakup yang keluar melalui saluran nafas dan difusi pasif air melalui epidermis
(transepidermal water loss/TEWL). Bayi prematur memiliki TEWL yang lebih besar daripada

bayi aterm, sekitar 6 kali per unit area permukaan kulit pada bayi preterm usia 26 minggu. Hal
ini terjadi karena kulit bayi preterm yang tipis dan resistensi yang kurang, seperti dijelaskan
dalam tabel 2 di atas.4
Evaporasi juga dapat meningkat melalui alat pemanas dan fototerapi secara tidak
langsung, melalui peningkatan suhu permukaan, kecepatan aliran udara dan kelembaban lokal
yang rendah, sehingga pemakaian alat pemanas dan fototerapi ini perlu dibarengi dengan
pencegahan tertentu misalnya dengan pemakaian selimut plastik atau lembaran plastik bening
yang akan mengurangi TEWL hingga 75 % .4

1. Kegagalan termoregulasi
Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagalan hipotalamus dalam
menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai penyebab. Keadaan hipoksia intrauterin /saat
persalinan/postpartum, defek neurologik dan paparan obat prenatal (analgesik/anestesi) dapat
menekan respon neurologik bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Bayi sepsis akan
mengalami masalah dalam pengaturan suhu dapat menjadi hipotermi atau hipertermi.3

Faktor Risiko Hipotermi


Suatu penelitian di rumah sakit rujukan di Iran menunjukkan bahwa bayi baru lahir
dengan berat badan rendah, skor Apgar rendah, riwayat kehamilan multipel dan telah
mendapatkan resusitasi kardiopulmoner memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena
hipotermi. Seperti telah diungkapkan sebelumnya, jenis kelamin tidak mempengaruhi insiden
hipotermi ini. Faktor lain mencakup transportasi bayi baru lahir yang inadekuat, temperatur
lingkungan, pakaian yang tidak sesuai, hingga rendahnya temperatur ruangan bersalin, dan faktor
sosioekonomi ibu, meskipun tidak dijelaskan lebih rinci pada penelitian tersebut tentang aspekaspek sosioekonominya.12
Dampak Hipotermi
Saat adanya penurunan produksi panas dapat muncul kompensasi pengumpulan produksi
panas melalui peningkatan laju metabolik yang meliputi ketidakcukupan suplai oksigen akibat

peningkatan konsumsi oksigen, hipoglikemi sekunder akibat deplesi penyimpanan glikogen,


asidosis metabolik karena hipoksia dan vasokonstriksi perifer, hambatan pertumbuhan, apneu
dan hipertensi pulmonal sebagai akibat asidosis dan hipoksia.5
Ketika kompensasi terhadap hilangnya panas tubuh yang berlebihan terlewati maka akan
terjadilah hipotermi. Gangguan pembekuan seperti disseminated intravascular coagulation dan
perdarahan pulmonal dapat terjadi pada hipotermi berat dan syok sebagai hasil dari pengurangan
tekanan arteri sistemik, volume plasma, curah jantung, perdarahan intraventrikel dansinus
bradikardi berat.5

2.5. Diagnosis dan Klasifikasi Hipotermi


Hipotermi ditandai dengan akral dingin, bayi tidak mau minum, kurang aktif, kutis
marmorata, pucat, takipneu dan takikardia. Hipotermi yang berkepanjangan akan menyebabkan
terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, respiratory distress, gangguan keseimbangan asam
basa, hipoglikemi, defek koagulasi, sirkulasi fetal persisten, gagal ginjal akut, enterokolitis
nekrotikan dan pada keadaan yang berat akan menyebabkan kematian.3
Diagnosis hipotermi ditegakkan dengan pengukuran suhu baik suhu tubuh atau kulit bayi.
Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah satu petunjuk penting untuk deteksi awal
adanya suatu penyakit. Pengukurannya dapat dilakukan melalui aksila, rektal atau kulit.3
Pengukuran suhu melalui aksila merupakan prosedur pengukuran suhu bayi yang
dianjurkan karena mudah, sederhana dan aman. Pengukuran melalui rektal hanya dilakukan satu
kali saja, yaitu waktu bayi baru lahir, karena sekaligus bermanfaat sebagai tes skrining untuk
mengetahui adanya anus imperforatus. Pengukuran suhu rektal tidak dilakukan sebagi prosedur
pemeriksaan yang rutin kecuali pada bayi-bayi sakit.3
Kesempatan untuk bertahan hidup pada bayi baru lahir ditandai dengan keberhasilan
usahanya dalam mencegah hilangnya panas dari tubuh. Untuk itu, bayi baru lahir haruslah
dirawat dalam lingkungan suhu netral (Neutral Thermal Environment/NTE).3
Untuk menentukan apakah hipotermi yang terjadi pada bayi baru lahir ini disebabkan
oleh paparan lingkungan sekitarnya, maka perlu ditanyakan melalui alloanamnesis kepada ibu
bayi atau kepada siapapun yang membawa bayi untuk dirawat. Beberapa pertanyaan yang dapat
diajukan berupa :6
1. Apakah bayi dikeringkan setelah lahir dan dijaga kehangatannya ?

2. Apakah bayi dipakaikan pakaian yang sesuai dengan cuaca saat itu?
3. Apakah bayi dipisahkan dari ibunya saat tidur ?
4. Apakah bayi terkena sinar matahari ?
Bila bayi telah dirawat sebelumnya dengan pemanas atau inkubator sebelumnya, maka
mesti diketahui temperatur ruangan tempat bayi dirawat, temperatur pemanas atau inkubator dan
frekuensi monitoring bayi tersebut.6
Dalam literatur lain, dapat juga diajukan beberapa pertanyaan dan pemeriksaan segera,
diantaranya : 13
Bagaimana tanda-tanda vital bayi ? Apakah bayi bernapas ? Periksa adanya pulsasi

atau tidak, juga kemungkinan adanya aritmia


Bagaimana suhu inti tubuh bayi (lebih akurat digambarkan dengan pengukuran suhu

di rektal)? Hipotermia terjadi bila suhu inti mencapai 35C atau kurang.
Bagaimana keadaan ruangan tempat bayi dirawat ?
Apakah bayi memiliki masalah medis yang lain ? Pikirkan kemungkinan adanya

hipoglikemia, hipopituitarisme dan hipoadrenalisme


Apakah ada kemungkinan infeksi pada bayi? Hal ini penting diketahui karena bayi

dengan sepsis bisa memiliki tampilan klinis hipotermi.


Tabel 4. Klasifikasi Hipotermi.3

Anamnesis
Bayi terpapar suhu
lingkungan yang

rendah
Waktu timbulnya
kurang dari 2 hari

Bayi terpapar suhu


lingkungan yang

rendah.
Waktu timbulnya

kurang dari 2 hari


Tidak terpapar dengan dingin

Pemeriksaan
Suhu tubuh 32-36,4C
Gangguan nafas
Denyut jantung < 100

kali /menit
Malas minum
Letargi
Suhu tubuh < 32C
Tanda hipotermia

sedang
Kulit teraba keras
Nafas pelan dan dalam

Suhu tubuh berfluktuasi

atau panas yang berlebihan

36-39C meskipun
berada di suhu

lingkungan yang stabil


Fluktuasi terjadi setelah
periode suhu stabil

Klasifikasi
Hipotermi sedang

Hipotermi berat

Suhu tidak stabil

2.6.Tatalaksana Hipotermi
Berdasarkan klasifikasinya, tatalaksana hipotermi secara rinci dapat dijelaskan sebagai
berikut :
A. Hipotermi berat3
1. Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan sebelumnya, bila
mungkin. Gunakan inkubator atau ruangan hangat, bila perlu
2. Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat, pakai topi dan
selimut dengan selimut hangat.
3. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah.
4. Bila bayi dengan gangguan nafas (frekuensi nafas lebih dari 60 atau kurang dari 30
kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi ), lakukan manajemen gangguan
nafas.
5. Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan infus tetap terpasang
di bawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan
6. Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dl, tangani
hipoglikemi.
7. Nilai tanda kegawatan bayi (misalnya gangguan nafas, kejang atau tidak sadar) setiap jam
dan nilai juga kemampuan minum setiap 4 jam sampai suhu tubuh kembali dalam batas
normal.
8. Ambil sampel darah dan beri antibiotik sesuai dengan yang disebutkan dalam penanganan
kemungkinan besar sepsis.

9. Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap :

Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu
alternatif cara pemberian minum

Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri ASI peras
begitu suhu bayi mencapai 35C.

10. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0,5C/jam, berarti upaya
menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi setiap 2 jam.
11. Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu ruangan setiap jam.
12. Setelah suhu bayi normal :

Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi

Pantau bayi selama 12 jam kemudian dan ukur suhunya setiap 3 jam.

13. Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi tetap dalam
batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan
perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan dan nasehati ibu bagaimana cara
menjaga agar bayi tetap hangat selama di rumah.

B. Hipotermi sedang
1. Ganti pakaian yang dingin atau basah dengan pakaian yang hangat, memkai topi dan
selimuti dengan selimut hangat.
2. Bila ada ibu / pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan kontak
kulit dengan kulit atau perawatan bayi lekat (Kangaroo Mother Care)
3. Bila ibu tidak ada :

Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas, gunakan


inkubator dan ruangan hangat, bila perlu

Periksa suhu alat dan suhu ruangan, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu
alternatif cara pemberian minum dan sesuaikan pengatur suhu.

Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering diubah.

4. Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI
peras menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
5. Mintalah ibu untuk mengamati tanda kegawatan (misalnya gangguan nafas, kejang, tidak
sadar) dan segera mencari pertolongan bila terjadi hal tersebut.
6. Periksa kadar glukosa darah, bila <45 mg/dl, tangani hipoglikemia.
7. Nilai tanda kegawatan, misalnya gangguan nafas, bila ada tangani gangguan nafasnya
8. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal 0,5C/jam, berarti usaha
mengahangatkan berhasil, lanjutkan memeriksa suhu tiap 2 jam.
9. Bila suhu tidak naik, atau naik terlalu pelan, kurang 0,5c/jam, cari tanda sepsis.
10. Setelah suhu tubuh normal :

Lakukan perawatan lanjutan

Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu tiap 3 jam.

11. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.
Nasihati ibu cara menghangatkan bayi di rumah. 3
TERAPI DENGAN INKUBATOR
Inkubator biasanya digunakan pada bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1800 gram.
Inkubator tertutup akan memberikan panas secara konveksi. Oleh karena itu, inkubator ini tidak
mencegah kehilangan panas secara radiasi kecuali bila inkubator ini dilengkapi dengan dua lapis
dinding. Demikian pula, kehilangan panas secara evaporasi dapat dikompensasi jika kelembapan
ditambahkan ke dalam inkubator. Kelemahan inkubator tertutup ini adalah sulitnya memantau
bayi yang sakit dan sulit dalam melaksanakan beberapa prosedur. Perubahan suhu tubuh yang

dihubungkan dengan sepsis dapat diatasi melalui sistem kontrol otomatis dari inkubator tertutup.
Seorang bayi dapat dilepaskan dari inkubator bila suhu tubuhnya dapat dijaga pada suhu
lingkungan < 30,0C (biasanya bila berat badannya mencapai 1600-1800 gram). Inkubator
tertutup dapat mengatur suhu lingkungan netral dengan menggunakan satu dari perlengkapan
dibawah ini :5
a. Servocontrolled skin probe yang mencapai bagian perut bayi. Jika suhu tubuh turun,
maka panas akan ditambahkan. Jika target suhu kulit telah tercapai, maka unit
pengangat akan mati secara otomatis. Kelemahan dari alat ini adalah, dapat terjadi
panas yang berebihan bila sensor rusak.
b. Perlengkapan kontrol suhu udara. Dengan alat ini, suhu udara di dalam inkubator
dapat naik atau turun bergantung pada hasil pengukuran suhu bayi. Penggunaan cara
ini membutuhkan perhatian yang cukup dan biasanya digunakan pada bayi yang
sudah tua.
c. Probe suhu udara. Probe ini tergantung di dalam inkubator di dekat bayi dan
mengatur suhu udara agar tetap konstan. 5

Anda mungkin juga menyukai