2.
Warna
terang (fair skin), pirang, dan hitam
merah muda : pada telapak kaki dan tangan bayi
hitam kecokelatan : pada genitalia orang dewasa
Jenisnya :
Elastis dan longgar : pada palpebra, bibir, dan preputium
Tebal dan tegang : pada telapak kaki dan tangan orang dewasa
Tipis : pada wajah
Lembut : pada leher dan badan
Berambut kasar : pada kepala
INCLUDEPICTURE
"http://4.bp.blogspot.com/-
klE1SarT6qw/T8rGJy7E7zI/AAAAAAAAAH8/loFbOLf-VXI/s1600/anat+kulit.jpg"
\*
MERGEFORMATINET
a.
Lapisan Epidermis
Stratum Korneum
Lapisan kulit paling luar yang terdiri dari sel gepeng yang mati, tidak berinti,
protoplasmanya berubah menjadi keratin
Stratum Lusidum
Terletak di bawah lapisan korneum, lapisan sel gepeng tanpa inti, protoplasmanya
berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan ini lebih jelas tampak pada
Stratum Spinosum
terdiri dari sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya jernih karena banyak
mengandung glikogen, selnya akan semakin gepeng bila semakin dekat ke
permukaan. Di antara stratum spinosum, terdapat jembatan antar sel (intercellular
bridges) yang terdiri dari protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar
jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di
b.
reproduktif.
Sel kolumnar
protoplasma basofilik inti lonjong besar, di hubungkan oleh jembatan antar sel.
Sel melanosit
sel berwarna muda, sitoplasma basofilik dan inti gelap, mengandung pigmen
(melanosomes)
Lapisan Dermis
Terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa pada dengan elemen-elemen selular dan folikel
rambut.
INCLUDEPICTURE "http://4.bp.blogspot.com/k3JyDfEPIWo/T8rHjfc7QSI/AAAAAAAAAIM/1YBY4JrHq40/s320/dermis.jpg" \*
MERGEFORMATINET
-
Pars Papilare
bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
Pars Retikulare
bagian bawah yang menonjol ke subkutan. Terdiri dari serabut penunjang seperti
kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri dari cairan kental
asam hialuronat dan kondroitin sulfat, dibagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut
kolagen dibentuk oleh fibroblas, selanjutnya membentuk ikatan (bundel) yang
mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat elastin, seiring
bertambahnya usia, menjadi kurang larut dan makin stabil. Retikulin mirip kolagen
muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf, dan mudah
c.
lapisan paling dalam, terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel lemak yang bulat, besar,
dengan inti mendesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel ini berkelompok
dan dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut dengan panikulus
adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat saraf tepi, pembuluh
darah, dan getah bening. Lapisan lemak berfungsi juga sebagai bantalan, ketebalannya
berbeda pada beberapa kulit. Di kelopak mata dan penis lebih tipis, di perut lebih tebal
(sampai 3 cm).
INCLUDEPICTURE "http://2.bp.blogspot.com/Pw7bvSWEDOw/T8rJMJbJNsI/AAAAAAAAAIU/HkLlo4sEeco/s320/cutaneus.jpg" \*
MERGEFORMATINET
Vaskularisasi di kulit diatur pleksus superfisialis (terletak di bagian atas dermis) dan pleksus
profunda (terletak di subkutis)
Adneksa Kulit
secretnya
lebih
kental.
Dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksila, aerola mammae, pubis, labia minora,
saluran telinga. Fungsinya belum diketahui, waktu lahir ukurannya kecil, saat dewasa
-
Kuku
bagian terminal lapisan tanduk (stratum korneum) yang menebal. Pertumbuhannya 1mm
per minggu.
INCLUDEPICTURE
"http://1.bp.blogspot.com/-
WsMGuok67Co/T8rUj7bX03I/AAAAAAAAAIg/0NGwgGM0orM/s1600/
kuku.jpg"
\*
MERGEFORMATINET
Nail root (akar kuku) : bagian kuku yang tertanam dalam kulit jari
Nail Groove (alur kuku) : sisi kuku yang mencekung membentuk alur kuku
Rambut
Rambut terminal : rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai
medula, terdapat pada orang dewasa.
Pada dewasa, selain di kepala, terdapat juga bulu mata, rambut ketiak, rambut kemaluan,
kumis, janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh androgen (hormon seks). Rambut
halus
di
dahi
dan
badan
lain
disebut
rambut
velus.
Rambut tumbuh secara siklik, fase anagen (pertumbuhan) b erlangsung 2-6 tahun dengan
kecepatan tumbuh 0,35 mm perhari. Fase telogen (istirahat) berlangsung beberapa bulan. D
antara kedua fase tersebut terdapat fase katagen (involusi temporer). Pada suatu saat 85%
rambut
mengalami
fase
anagen
dan
15
sisanya
dalam
fase
telogen.
Rambut normal dan sehat berkilat, elastis, tidak mudah patah, dan elastis. Rambut mudah
dibentuk dengan memperngaruhi gugusan disulfida misalnya dengan panas atau bahan
kimia.
Fungsi Kulit
1.
Fungsi Proteksi
Kulit punya bantalan lemak, ketebalan, serabut jaringan penunjang yang dapat melindungi
tubuh dari gangguan :
fisis/ mekanis : tekanan, gesekan, tarikan.
kimiawi : iritan seperti lisol, karbil, asam, alkali kuat
panas : radiasi, sengatan sinar UV
infeksi luar : bakteri, jamur
Beberapa macam perlindungan :
2.
Melanosit : lindungi kulit dari pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning
(penggelapan kulit)
Stratum korneum impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air.
Keasaman kulit kerna ekskresi keringat dan sebum : perlindungan kimiawo terhadap
secara teratur.
Fungsi Absorpsi
permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil
fungsi respirasi. Kemampuan absorbsinya bergantung pada ketebalan kulit, hidrasi,
kelembaban, metabolisme, dan jenis vehikulum. PEnyerapan dapat melalui celah antar sel,
3.
4.
Vernix Caseosa.
Fungsi Persepsi
kulit mengandung ujung saraf sensori di dermis dan subkutis. Saraf sensori lebih banyak
jumlahnya pada daerah yang erotik.
5.
6.
7.
(melanosomes)
Fungsi Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan
berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel makin
menjadi gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti makin
menghilang dan keratinosit menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung 14-21
8.
hari dan memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
Fungsi Pembentukan Vitamin D
kulit mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Tapi kebutuhan
vit D tubuh tidak hanya cukup dari hal tersebut. Pemberian vit D sistemik masih tetap
diperlukan.
Histologi Kulit
Integumen
yang
1.
atau
kulit
merupakan
terdiri
jaringan
atas
Epitel
yang
yang
menutupi
permukaan
lapisan
disebut
tubuh,
:
epidermis
2. Jaringan pengikat yang disebut dermis atau coriumEpidermis berasal dari ectoderm dan
dermis
berasal
dari
mesoderm.
Dibawah kulit terdapat lapisan jaringan pengikat yang lebih longgar disebut hypodermis yang
pada beberapa tempat banyak mengandung jaringan lemak.Pada beberapa tempat kulit
Tebal
-Kulit Tipis
Walaupun kulit tebal mempunyai epidermis yang tebal, tetapi keseluruhan kulit tebal belum
tentu lebih tebal dari kulit tipis.
KULIT
TEBAL
Kulit tebal ini terdapat pada vola manus dan planta pedis yang tidak memiliki folikel rambut.
Pada permukaan kulit tampak garis yang menonjol dinamakan crista cutis yang dipisahkan
oleh
alur
INCLUDEPICTURE
alur
dinamakan
sulcus
cutis.
"https://i1.wp.com/photos1.blogger.com/blogger/5893/3234/200/2.
Pada mulanya
cutis tadi mengikuti tonjolan corium di bawahnya tetapi kemudian dari epidermis sendiri
terjadi tonjolan ke bawah sehingga terbentuklah papilla corii yang dipisahkan oleh tonjolan
epidermis.
Pada tonjolan epidermis antara dua papilla corii akan berjalan ductus excretorius glandula
sudorifera
INCLUDEPICTURE
untuk
menembus
epidermis
"https://i1.wp.com/photos1.blogger.com/blogger/5893/3234/400/2.
kulit
tebal
1.jpg"
\*
MERGEFORMATINET
Epidermis
Dalam epidermis terdapat dua sistem :
1. Sistem malpighi, bagian epidermis yang sel selnya akan mengalami keratinisasi.
2. Sistem pigmentasi, yang berasal dari crista neuralis dan akan memberikan melanosit untuk
sintesa melanin.
Disamping sel sel yang termasuk dua sistem tersebut terdapat sel lain, yaitu sel Langerhans
dan sel Markel yang belum jelas fungsinya.
Struktur
Pada epidermis dapat dibedakan 5 stratum, yaitu:
histologis
INCLUDEPICTURE
kulit
tebal
"https://i2.wp.com/photos1.blogger.com/blogger/5893/3234/320/2.
5.jpg"
\*
MERGEFORMATINET
Stratum
basale
Lapisan ini disebut pula sebagai stratum pigmentosum atau strarum germinativum karena
paling
banyak
tampak
adanya
mitosis
sel
sel.
Sel sel lapisan ini berbatasan dengan jaringan pengikat corium dan berbentuk silindris atau
kuboid. Di dalam sitoplasmanya terdapat butir butir pigmen.
2.
Stratum
spinosum
Lapisan ini bersama dengan stratum basale disebut pula stratum malpighi atau stratum
germinativum karena sel selnya menunjukkan adanya mitosis sel. Sel sel dari stratum
basale akan mendorong sel sel di atasnya dan berubah menjadi polihedral.
Sratum spinosum ini terdiri atas beberapa lapisan sel sel yang berbentuk polihedral dan
pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya pada tepi sel menunjukkan tonjolan tonjolan
seperti duri duri. Semula tonjolan tonjolan tersebut disangka sebagai jembatan
interseluler dengan di dalamnya terdapat tonofibril yang menghubungkan dari sel yang satu
ke sel yang lain.
3.
Stratum
granulosum
Lapisan ini terdiri atas 2-4 sel yang tebalnya di atas stratum spinosum. Bentuk sel seperti
belah ketupat yang memanjang sejajar permukaan. Sel yang terdalam berbentuk seperti sel
pada
strarum
spinosum
hanya
didalamnya
mengandung
butir
butir.
Butir butir yang terdapat sitoplasma lebih terwarna dengan hematoxylin (butir butir
keratohialin) yang dapat dikelirukan dengan pigmen. Adanya butir butir keratohyalin
semula diduga berhubungan dengan proses keratinisasi, tetapi tidak selalu dijumpai dalam
proses
tersebut,
misalnya
pada
kuku.
Makin ke arah permukaan butir butir keratin makin bertambah disertai inti sel pecah atau
larut sama sekali, sehingga sel sel pada stratum granulosum sudah dalam keadaan mati.
4.
Stratum
lucidum
Tampak sebagai garis bergelombang yang jernih antara stratum granulosum dan stratum
corneum. Terdiri atas beberapa lapisan sel yang telah gepeng tersusun sangat padat. Bagian
yang jernih ini mengandung zat eleidin yang diduga merupakan hasil dari keratohialin.
5.
Stratum
Corneum
Pada vola manus dan planta pedis, lapisan ini sangat tebal yang terdiri atas banyak sekali
lapisan sel sel gepeng yang telah mengalami kornifikasi atau keratinisasi. Hubungan antara
sel
sebagai
duri
duri
pada
stratum
spinosum
sudah
tidak
tampak
lagi.
Pada permukaan, lapisan tersebut akan mengelupas (desquamatio) kadang kadang disebut
sebagai
INCLUDEPICTURE
stratum
disjunctivum
"https://i0.wp.com/photos1.blogger.com/blogger/5893/3234/400/2.
kulit
tebal
10.jpg"
\*
MERGEFORMATINET
Dermis
Terdiri atas 2 lapisan yang tidak begitu jelas batasnya, yaitu :
1.
Stratum
papilare
Merupakan lapisan tipis jaringan pengikat di bawah epidermis yang membentuk papilla corii.
Jaringan tersebut terdiri atas sel sel yang terdapat pada jaringan pengikat longgar dengan
serabut kolagen halus.
2.
Stratum
reticulare
Lapisan ini terdiri atas jaringan pengikat yang mengandung serabut serabut kolagen kasar
yang jalannya simpang siur tetapi selalu sejajar dengan permukaan. Di dalamnya selain
terdapat sel sel jaringan pengikat terdapat pula sel khromatofor yang di dalamnya
mangandung butir butir pigmen.
Di bawah stratum reticulare terdapat subcutis yang mengandung glandula sudorifera yang
akan bermuara pada epidermis.
KULIT
TIPIS
Menutupi seluruh bagian tubuh kecuali vola manus dan planta pedis yang merupakan kulit
tebal.Epidermisnya tipis,sedangkan ketebalan kulitnya tergantung dari daerah di tubuh.
INCLUDEPICTURE
kulit
"https://i2.wp.com/photos1.blogger.com/blogger/5893/3234/400/1.
tipis
2.jpg"
\*
MERGEFORMATINET
Pada dasarnya memiliki susunan yang sama dengan kulit tebal,hanya terdapat beberapa
perbedaan
1.
2.
Epidermis
Stratum
sangat
granulosum
3.
Tidak
4.
Stratum
5.
tipis,terutama
Papila
tidak
merupakan
terdapat
spinosum
menipis.
yang
kontinyu.
lapisan
stratum
corneum
corii
stratum
tidak
sangat
teratur
lucidium.
tipis.
susunannya.
6.
Lebih
sedikit
adanya
glandula
sudorifera.
atau
Merupakan
jaringan
pengikat
Hypodermis
longgar
sebagai
lanjutan
dari
dermis.
pada
perut.
Kulit
Epidermis tidak mengandung pembuluh darah,hingga nutrisinya diduga berasal dari jaringat
pengikat di bawahnya dengan jalan difusi melui cairan jaringan yang terdapat dalam celahcelah di antara sel-sel stratum Malphigi.
Struktur halus sel-sel epidermis dan proses keratinisasi
Dengan M.E sel-sel dalam stratum Malphigi banyak mengandung ribosom bebas dan sedikit
granular
endoplasmic
reticulum.Mitokhondria
dan
kompleks
Golgi
sangat
jarang.Tonofilamen yang terhimpun dalam berkas sebagai tonofibril didalam sel daerah basal
masih tidak begitu pada susunannya.
Di dalam stratum spinosum lapisan teratas, terdapat butir-butir yang di sekresikan dan
nembentuk lapisan yang menyelubungi membran sel yang dikenal sebagai butir-butir
selubung membran atau keratinosum dan mengandung enzim fosfatase asam di duga terlibat
dalam pengelupasan stratum corneum.
Sel-sel yang menyusun stratum granulosum berbeda dalam selain dalam bentuknya juga
karena didalam sitoplasmanya terdapat butir-butir sebesar 1-5 mikron di antara berkas
tonofilamen,yang
sesuai
dengan
butir-butir
keratohialin
dalam
sediaan
dasar.
Sel-sel dalam stratum lucidium tampak lebih panjang,inti dan organelanya sudah hilang, dan
keratohialin sudah tidak tampak lagi. Sel-sel epidermis yang terdorong ke atas akan
kehilangan bentuk tonjolan tetapi tetap memiliki desmosom.
kulit
sebagai
hasil
Kuning
dari
disebabkan
Biru
komponen
karena
kemerah-merahan
:
karoten
karena
oksihemoglobin
melanin
yang
dibentuk
di
kulit.
desmosom
dengan
sel-sel
Malphigi.
Jumlah melanosit pada beberapa tempat berlipat seperti misalnya di dapat pada
genital,mulut,dan
sebagainya.
Warna kulit manusia tergantung dari jumlah pigmen yang dihasilkan oleh melanosit dan
jumlah
yang
di
pindahkan
ke
keratinosit.
Butir-butir melanin dibentuk dalam bangunan khusus dalam sel yang dinamakan
melanosom.Melanosom
Apabila
dalam
berbentuk
epidermis
tidak
ovoid
dengan
ditemukan
ukuran
melanin
sekitar
akan
0,2-0,6
mikron.
menyebabkan
albino.
Melanin di duga berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap pengaruh sinar ultraviolet.
Melanin juga dapat ditemukan pada retina dan dalam melanosit dan melanofor pada dermis.
Sel Langerhans berbentuk bintang terutama ditemukan dalam stratum spinosum dari
epidermis. Sel langerhans merupakan makrofag turunan sumsum tulang yang mampu
mengikat, mengolah, dam menyajikan antigen kepada limfosit T, yang berperan dalam
perangsangan sel limfosit T.
Sel Merkel bentuknya mirip dengan keratinosit yang juga memiliki desmosom biasanya
terdapat dalam kulit tebal telapak tangan dan kaki.juga terdapat di daerah dekat anyaman
pembuluh darah dan serabut syaraf. Berfungsi sebagai penerima rangsang sensoris.
Hubungan
Epidermis
antara
melekat
erat
Epidermis
pada
dermis
dibawahnya
dan
karena
Dermis
beberapa
hal:
Adanya
Adanya
papila
tonjolan-tonjolan
sel
corii
basal
kedalam
dermis
Serabut-serabut kolagen dalam dermis yang berhubungan erat dengan sel basal epidermis.
Apendiks Kulit
Glandula Sudorifera
bentuk kelenjar keringat ini tubuler simpleks. Banyak terdapat pada kulit tebal terutama pada
telapak tangan dan kaki tiap kelenjar terdiri atas pars sekretoria dan ductus ekskretorius.
Pars secretoria terdapat pada subcutis dibawah dermis. Bentuk tubuler dengan bergelunggelung ujungnya. Tersusun oleh epitel kuboid atau silindris selapis. Kadang-kadang dalam
sitoplasma selnya tampak vakuola dan butir-butir pigmen. Di luar sel epitel tampak sel-sel
fusiform seperti otot-otot polos yang bercabang-cabang dinamakan: sel mio-epitilial yang
diduga dapat berkontraksi untuk membantu pengeluaran keringat kedalam duktus
ekskretorius
Ductus ekskretorius lumennya sempit dan dibentuk oleh epitel kuboid berlapis dua.
Kelenjar keringat ini bersifat merokrin sebagai derivat kelenjar keringat yang bersifat apokrin
ialah: glandula axillaris, glandula circumanale, glandula mammae dan glandula areolaris
Montogomery
Glandula Sebacea
INCLUDEPICTURE
"https://i2.wp.com/photos1.blogger.com/blogger/5893/3234/320/3.
pelebaran pada ujung disebut bulbus rambut. Pada dasar bulbus rambut dapat dilihat papila
dermis. Papila dermis mengandung jalinan kapiler yang vital bagi kelangsungan hidup folikel
rambut.
INCLUDEPICTURE
rambut
8.jpg"
"https://i0.wp.com/photos1.blogger.com/blogger/5893/3234/320/3.
\*
MERGEFORMATINET
Pada jenis rambut kasar tertentu, sel-sel bagian pusat akar rambut pada puncak papila dermis
menghasilkan sel-sel besar, bervakuola, cukup berkeratin yang akan membentuk medula
rambut. Sel-sel yang terletak sekitar bagian pusat dari akar rambut membelah dan
berkembang menjadi sel-sel fusiform berkelompok padat yang berkeratin banyak, yang akan
membentuk korteks rambut. Lebih ke tepi terdapat sel-sel yang menghasilkan kutikula
rambut, sel-sel paling luar menghasilkan sarung akar rambut dalam. Yang memisahkan
folikel rambut dari dermis ialah lapisan hialin nonseluler, yaitu membran seperti kaca (glassy
membrane), yang merupakan lamina basalis yang menebal. Sarung akar rambut dalam ini
memiliki 3 lapisan, pertama cuticula ranbut yang terdiri atas lapisan tipis bangunan sebagai
sisik dari bahan keratin yang tersusun dengan bagian yang bebas kearah papilla rambut.
Lapisan kedua yaitu lapisan Huxley yang terdiri atas sel-sel yang saling beruhubungan erat.
Dibagian dekat papila terlihat butir-butir trikhohialin di dalamnya yang makin keatas makin
berubah menjadi keratin seperti corneum epidermis. Lapisan ketiga adalah lapisan Henle
yang terdiri atas satu lapisan sel yang memanjang yang telah mengalami keratinisasi dan erat
hubungannya satu sama lain dan berhubungan erat dengan selubung akar luar.selubung akar
luar berhubungan langsung dengan sel epidermis dan dekat permukaan sarung akar rambut
luar memiliki semua lapisan epidermis.
Muskulus arektor pili tersusun miring, dan kontraksinya akan menegakan batang rambut.
kontraksi otot ini dapat disebabkan oleh suhu udara yang dingin, ketakutan ataupun
kemarahan. Kontraksi muskulus arektor pili juga menimbulkan lekukan pada kulit tempat
otot ini melekat pada dermis, sehingga menimbulkan apa yang disebut tegaknya bulu roma.
Sedangkan warna rambut disebabkan oleh aktivitas melanosit yang menghasilkan pigmen
dalam sel-sel medula dan korteks batang rambut. Melanosit ini menghasilkan dan
memindahkan melanin ke sel-sel epitel melalui mekanisme yang serupa dengan yang dibahas
bagi epidermis.
Kuku
INCLUDEPICTURE
"https://i0.wp.com/photos1.blogger.com/blogger/5893/3234/320/4.
Kuku adalah lempeng sel epitel berkeratin pada permukaan dorsal setiap falangs distal.
Sebenarnya invaginasi yang terjadi pada kuku tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada
rambut, selanjutnya invaginasi tersebut membelah dan terjadilah sulcus matricis unguis, dan
kemudian sel-sel di daerah ini akan mengadakan proliferasi dan dibagian atas akan menjadi
substansi kuku sebagai keratin keras. Epitel yang terdapat di bawah lempeng kuku disebut
nail bed. Bagian proksimal kuku yang tersembunyi dalam alur kuku adalah akar kuku(radix
unguis).
INCLUDEPICTURE
"https://i1.wp.com/photos1.blogger.com/blogger/5893/3234/320/4.
dengan butir-butir keratohyalinnya, kemudian sel-sel menjadi jernih pada stratum lucidum
dan selanjutnya menjadi stratum korneum yang dapat dilepaskan. Sedangkan keratin keras
terdapat pada cuticula, cortex rambut dan kuku. Keratin keras dapat diikut terjadinya mulai
dari sel-sel epidermis yang mengalami perubahan sedikit demi sedikit dan akhirnya berubah
menjadi keratin keras yang lebih homogen. Keratin keras juga lebih padat dan tidak
dilepaskan, serta tidak begitu reaktif dan mengandung lebih banyak sulfur.
Regenerasi Kulit
Dalam regenerasi ini ada 3 lapisan yang diperhitungkan, yaitu epidermis, dermis dan
subcutis. Regenerasi kulit dipengaruhi juga oleh faktor usia, dimana semakin muda, semakin
bagus regenerasinya.
INCLUDEPICTURE
"https://i0.wp.com/photos1.blogger.com/blogger/5893/3234/320/regenerasi
MERGEFORMATINET
kulit.jpg"
\*
MORBUS HANSEN
Definisi
Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya adalah Mycobacterium leprae
yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, alu kulit dan mukosa
traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.
Epidemiologi
Masalah epidemiologi sebenarnya masih belum diketahui secara pasti, cara penularanya
belum diketahui juga hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak langsung antar
kulit yang lama dan erat. Anggapan kedua ialah secara inhalasi, sebab M. leprae masih dapat
hidup beberapa hari dalam droplet.
Masa tunas sangat bervariasi, antara 40 hari sampai 40 tahun, umumnya beberapa tahun,
rata-rata 3-5 tahun. Lebih dari 90% orang yang terpapar M. leprae kebal terhadap infeksi.
Prevalensi kusta di beberapa negara telah mencapai kurang dari 1 kasus per 10.000 penduduk,
hanya saja beberapa daerah endemis masih belum mencapai target tersebut.
Faktor yang perlu dipertimbangkan adalah pathogenesis kuman penyebab, cara
penularan, keadaan social ekonomi dan lingkungan, varian genetic yang berhubungan dengan
kerentanan, perubahan imunita dan kemungkinan adanya reservoir di luar manusia.
Kusta bukan penyakit keturunan. Kuman dapat ditemukan di kulit, folikel rambutm
kelenjar keringat dan air susu ibu, jarang didapat dalam urin. Sputum dapat banyak mengandung
M. leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas. Tempat implantasi tidak selalu mejadi
tempat lesi yang pertama. Dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan daripada
dewasa. Di Indonesia penderita anak-anak di bawah umur 14 tahun didapatkan 13% tetapi anak
di bawah umur 1 tahun jarang sekali. Frekuensi tertinggi terdapat pada kelompok umur antara
25-35 tahun, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 1,5:1.
Trauma penetrasi ataupun tattoo dapat menjadi rute untuk terjadinya infeksi. Kasus
multibasiler lebih infeksius dibandingkan kasus pausibasiler. Kontak juga berasosiasi dengan
terjadinya infeksi. 28% orang yang berkontak dengan salah satu penderita kusta akan menderita
kusta juga; resiko meningkat 8-10 kali pada orang yang berkontak dengan pasien lepromatosa
leprosy, sedangkan hanya 2-4 kali pada orang yang berkontak dengan pasien tuberkuloid leprosy.
Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan ditakuti, karena dapat menyebabkan
ulserasi, mutilasi, dan deformitas. Penderita kusta bukan menderita karena penyakitnya saja,
tetapi juga karena dikucilkan masyarakat sekitar. Hal ini akibat kerusakan saraf besar yang
ireversibel di wajah dan ekstremitas, motoric dan sensorik, serta dengan adanya kerusakan yang
erulang pada daerah anestetik disertai paralisis dan atrofi otot.
Etiologi
Kuman penyebab adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G. A. Hansen pada
tahun 1874. Organisme ini adalah basil tahan asam dan alkohol, gram positif, tumbuh di
temperature sekitar 30 (dibawah temperature normal). Hal ini menjelaskan lokalisasi dari lesi
kusta pada area yang lebih dingin dan jarang di midline dan scalp. Phenolic glycolipid-1 (PGL-1)
merupakan surface glikolipid yang unik yang terdapat di basil lepra. Pada jaringan yang
terjinfeksi, basil lepra lebih menyukai lokasi intraselular, seperti makrofag dan saraf. M. leprae
hanya memiliki 50% gen yang fungsional karena M. leprae tidak bisa bertukar DNA dengan
bakteri lain, termasuk gen yang terlibat dalam metabolism energi, menyebabkan M. leprae
bergantung dengan lingkungan intraseluler untuk mendapatkan nutrisi
Patogenesis
M. leprae memiliki patogenitas dan daya invasi yang rendah, sebab penderita yang
mengandung kuman yang lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan
dapat sebaliknya. Keseimangan antara derajat infeksi dengan derjaat penyakit, disebabkan oleh
respons imun yang berbeda, yang menggugah timbulnya reaksi granuloma setempat atau
menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit kusta dapat
disebut sebagai penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih sebanding dengan tingkat reaksi
selularnya daripada intensitas infeksinya.
Reaksi imun terhadap basil lepra adalah hal yang terpenting dalam menentukan outcome
dari infeksi tersebut. Pasien tuberkuloid ditemukan memiliki granuloma well-formed dan
mengandung sel T helper, sedangkan pada pasien lepromatosa memiliki poorly formed
granuloma dan sel T supresor. Pada tuberkuloid sitokin dihasilkan dari imunitas selular yang
bagus dan adanya IFN- dan IL-2. Pada pasien lepromatosa, sitokinnya berkurang dan IL-4, 5,
dan 10, sitokin yang menurunkan regulasi imunitas seluler dan menambah fungsi supresor dan
produksi antibody, lebih dominan. Lepromatosa leprosy menunjukkan adanya sel T helper 2
(Th2) yang berespons pada M. leprae.
Diagnosis
Diagnosis kusta dapat dilihat dari gambaran klinis adanya lesi kutaneus dan lesi neurologis, serta
bekterioksopis, histopatologis dan serologis. Kusta didiagnosis dengan cara mengidentifikasi
organisme penyebab pada lesi. Karena organismenya tidak bisa dikultur, maka penegakkan
diagnosis terbilang agak sulit. Biopsy kulit dari lesi kulit atau lesi saraf, diwarnai dengan ZiehlNielssen atau dengan Fite-Faraco stain. Hasil bakterioskopis memerlukan waktu paling sedikit
15-30 menit, histopatologik 10-14 hari. Kalua memungkinkan dapat dilakukan tes lepromin
(Mitsuda) untuk membantu penentuan tipe, yang hasilnya baru diketahui setelah 3 minggu.
Penentuan tipe diperlukan untuk menentukan terapi yang sesuai.
Diagnosis bisa juga dilakukan smear pada lesi dan bagian kulit yang lebih dingin, seperti pada
telinga, siku, dan lutut. Apabila organisme ditemukan pada smear berarti multibasiler sedangkan
apabila negative dinamakan pausibasiler.
Keterlibatan saraf dideteksi dari pembesaran saraf perifer dan hilangnya sensasi. Pembesaran
saraf ditemukan pada 90% pasien dengan multibasiler dan 75-85% pada pausibasiler.
Klasifikasi
Bila M. leprae masuk ke dalam tubuh seseorang, dapat timbul gejala klinis sesuai dengan
kerentanan orang tersebut. Bentuk tipe klinis bergantung pada sistem imunitas seluler (SIS). Bila
SIS baik akan tampak gambaran klinis ke arah tuberkuloid, sebaliknya SIS rendah memberikan
gambarna lepromatosa.
Lepra memiliki 2 klasifikasi: sistem Ridley Joppling dan WHO:
Ridley-Jopling: berdasarkan pada respon imun host, lepra dapat bermanifestasi secara
klinis secara tuberkuloid atau lepromatosa. Klasifikasi dari lepra akan berubah seiring
Tipe Indeterminate: patch hipopigmentasi soliter dengan sedikit anesthesia. Dapat sembuh
secara spontan apabila SIS bagus. Lesi biasanya didapatkan di pipi, lengan atas, paha, dan bagian
pantat. Nervus perifer belum membesar, tidak adanya plak dan nodul.
Tipe tuberkuloid polar (TT): tipe tuberkuloid polar, yakni tuberkuloid 100%, merupakan tipe
yang stabil. Lesinya dapat soliter atau kurang dari lima, dengan distribusi yang asimetris. Lesi
dapat berupa hipopigmentasi atau eritema, dan biasanya kering, bersisik, dan tidak ada rambut.
Tipe lesinya besar, plak eritema dengan batas yang tegas dan sedikit elevasi, dan di bagian
tengahnya atrofi. Yang membedakannya dengan indeterminate adalah adanya indurasi yang dapat
dipalpasi. Lokasi yang sering adalah bagian wajah, ekstremitas dan batang tubuh. Lesi
tuberkuloid biasanya anestesis atau hipestesi dan anhidrosis, nervus perier bagian proksimal dari
lesi membesar dan lunak. Dapat terjadi atrofi pada m. interosseous tangan, dengan mengecilnya
thenar dan hypothenar, dengan tangan yang kontraktur, paralisis otot wajah, dan foot drop.
Tipe borderline tuberkuloid (BT): mirip dengan tuberkuloid, kecuali lesinya lebih kecil dan
lebih banyak. Ada lesi satelit yang mengelilingi macula atau plak.
Tipe mid borderline: tipe campuran yang terdiri atas 50% tuberkuloid dan 50% lepromatosa.
Tipe campuran lebih labil, dapat bebas beralih ke tipe lainnya. Lesinya banyak, terkadang
kemerahan, dengan bentuk plak ireguler. Ada lesi satelit. Lesinya tidak simetris, dan batasnya
kurang jelas. Ada penebalan saraf dan anestesi.
Tipe borderline lepromatosa (BL): lesi asimetris, banyak, dan mungkin terdapat macula,
papula, plak dan nodul. Keterlibatan saraf asimetris dan adanya pembesaran saraf.
Tipe lepromatosa leprosy (LL): lesinya macula pucat, atau berupa infiltrasi difus pada kulit.
Dapat dibagi menjadi lepromatosa leprosy pola dan subpolar.terjadi anestesi pada lesi, tidak ada
penebalan saraf. Rambut pada bagian alis dan mata lama kelamaan hilang (madarosis).
Infiltrasinya dapat dibagi menjadi difus dan nodular. Tipe difus karakteristiknya terjadi infiltrasi
difus pada kulit, waxy, dan mengkilat pada wajah. Infiltrasi dapat juga bermanifestasi sebagai
nodul dinamakan leproma. Biasanya terdapat pada telinga, alis, hidung, dagu, sikut, tangan,
pantat, atau lutut. Keterlibatan saraf sangat lambat, lesinya simetris bilateral dan biasanya dengan
pattern stocking-glove.
Keterlibatan saraf
Adanya keterliibata saraf pada lepra merupakan salah satu gejala klinis yaitu adanya
anestesi pada lesi dan dapat progresif dengan pola stocking glove pada saraf periver. Neuropathy
ini disebut dengan cacat grade 1. Cacat sekunder atau cacat grade 2 adalah konsekuensi dari
neuropati dan meliputi fisura, luka, clawing, kontraktur, memendeknya jari-jari, dan kebutaan.
Neuropati dapat terus berprogress, bahkan setelah mendapat terapi multi drug treatment. Adanya
pembesaran saraf juga merupakan hal yang khas dari Morbus Hansen. Tuberkuloid leprosy
dikarakteristikkan dengan keterlibatan saraf yang asimetris dan terlokalisir di lesi. Lepromatosa
leprosy memiliki keterlibatan saraf yang simetris dan tidak berhubungan dengan lesi.
Basil lepra dapat masuk ke saraf via pembuluh darah perineural dan endoneural. Setelah
basil masuk melalui endotel basal lamina dan sudah berada di endoneurium, basil dapat masuk
ke dalam makrofag atau secara selektif masuk ke sel schwann. Kerusakan saraf dapat terjadi
karena beberapa mekanisme:
1.
2.
3.
4.
5.
dingin. Setelah itu pasien tidak lagi sensitive terhadap sentuhan ringan, lalu rasa sakit, dan
terakhir sentuhan kuat. Keterlibatan saraf dapat dilihat dari saraf superfisial seperti ulnaris,
medianus, radialis, peroneus, tibia posterior, nervus kranialis 5 dan 7, dan auricular magnus.
Adanya kerusakan saraf pada daerah anestesi akan menyebabkan atrofi, seperti pada jari-jari
tangan akan memendek, menjadi claw hands karena kerusakan nervus ulnaris, medianus, drop
hands karena nervus radialis, dan akhirnya terjadi kontraktur lalu deformitas. Terjadi drop foot
pada kerusakan nervus tibialis posterior, dapat terjadi ptosis, ectropion, muka seperti topeng
akibat keterlibatan saraf 5 dan 7.
Reaksi Kusta
Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang
sebenarnya sangat kronik. Adapun patofisiologi belum elas betul, terminology dan klasifikasi
masih bermacam-macam. Mengenai patofisiologinya yang belum jelas tersebut akan dijelaskan
secara imunologik. Reaksi imun dapat menguntungkan, tetapi dapat pula meruigkan yang disebut
reaksi imun patologik, dan reaksi kusta termasuk didalamnya. Klasifikasiny:
Reaksi Tipe 1 (reaksi reversal atau reaksi upgrading)
Reaksi ini biasa terjadi pada tipe borderline. Peranan utamanya adalah sistem imun
selular, yaitu terjadi peningkatan mendadak SIS. Faktor pencetus belum diketahui secara pasti,
diperkirakan adanya hubungannya dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi
peradangan terjadi pada tempat kuman lepra berada, yaitu kulit dan saraf, umumnya terjadi pada
6 bulan pengobatan pertama. Perubahan tipe penyakit tergantung dari perubahan SIS.
Pada gejala klinis reversal umumnya sebagian atau seluruh lesi yang telah ada bertambah
aktif dana tau timbul lesi baru dalam waktu realtif singkat. Artinya lesi hipopigmentasi menjadi
eritema, lesi eritema menjadi makin eritematosa, lesi macula menjadi infiltrate, lesi infiltrate
makin infiltrative dan lesi lama menjadi bertambah luas.
Reaksi Tipe 2 (eritema nodusum leprosum)
ENL timbul pada tipe lepromatosa polar dan dapat pula pada BL, berarti makin tinggi
tingkat multibasilarnya makin besar kemungkinan timbulnya ENL. Secara imunopatologis, ENL
termasuk respons imun humoral, berupa fenomena kompleks imun akibat reaksi antara antigen
M. leprae + antibody (IgM, IgG) + komplemen kompleks imun.
Dengan terbentukya komplek imun ini, maka ENL termasuk di dalam golongan penyakit
komplek imun, oleh karena salah satu protein lepra bersifat antigenic. Kadar imunoglobin
penderita kusta lepromatosa lebih tinggi daripada tipe tuberkuloid. Hal ini dapat terjadi karena
pada pengobatan, banyak kuman kusta yang mati dan hancur, berarti banyak antigen yang
dilepaskan dan bereaksi dengan antibody, serta mengaktifkan sistem komplemen. Komplek imun
tersebut terus beredar dalam sirkulasi darah yang akhirnya dapat melibatkan organ lainnya.
Pada kulit timbul gejala klinis yang berupa nodus eritema, dan nyeri dengan tempat
predileksi di lengan dan tungkai. Bila mengenai organ lain dpat menimbulkan gejala seperti
iridosikiltis, neuritis akut, limfadenitis, artritis, orkitis dan nefritis akut dengan adanya
proteinuria. ENL dapat diesrtai gejala konstitusi dari ringan samapi berat yang dapat diterangkan
secara imunologik. Pada ENL tidak terjadi perubahan tipe
Fenomena Lucio
Fenomena lusio jarang dan merupakan reaksi yang dapat terjadi pada lepromatosa
leprosy diffuse. Beberapa mengatakan bahwa fenomena ini merupakan bagian dari ENL, tetapi
fenomena ini berbeda karena sedikitnya jumlah neutrophil dan adanya gejala sistemik. Macula
purpura dapat muncul sampai lesi bula yang dapat secara cepat menjadi ulserasi, terutama di
bawah lutut. Basil lepra banyak, terdapat di dermis, dan dapat terlihat pada dinding pembuluh
darah dengan thrombosis pembuluh darah mid-dermal yang menyebabkan infark. Demam,
splenomegaly, limfadenopati, glomerulonephritis, anemia, hypoalbuminemia, poliklonal
gammopathy, dan hipokalsemia dapat terjadi.
Tatalaksana
Obat antikusta yang paling banyak dipakai adalah DDS (diaminodifenil sulfon),
clofaimin, dan rifampisin. Untuk pengobatan alternative yaitu ofloksasin, minosiklin, dan
klaritromisin.
DDS
Digunakan sebagai monoterapi sampai tahun 1964 karena ditemukannya resistensi. Pada
kusta, pengertian relaps ada 2 kemungkinan, relaps sensitive dan relaps resisten. Relaps sensitive
apabila pasien telah menyelesaikan pengobatannya, tetapi timbul lesi baru dengan histopatologik
dan serologic yang positif. Tetapi pengobatan DDS masih sensitive. Sedangkan pada relaps
resisten pasien telah menyelesaikan pengobatannya, setelah itu relaps, dan tidak bisa diobati
dengan obat yang sama. Cara pembuktiannya dengan memberikan DDS 100 mg sehari selama 36 bulan sambal diamati perkembangan histopatologik dan bakterioskopik.
Resisten primer DDS dapat terjadi apabila orang ditulari oleh M. leprae yang sudah
resisten. Resisten sekunder dapat terjadi karena monoterapi DDS, dosis yang tidak adekuat,
minum obat tidak teratur dan pengobatan yang terlalu lama.
Efek samping DDS antara lain nyeri kepala, erupsi obat, anemia hemolitik, leukopenia,
insomnia, neuropati perifer, sindrom DDS, nekrolisis epidermal toksis, hepatitis, dan
hypoalbuminemia.
Rifampisin
Rifampisin menjadi salah satu kombinasi DDS dengan dosis 10 mg/kgBB, diberikan
setiap hari atau setiap bulan. Rifampisin tidak boleh diberikan secara monoterapi karena
Ofloksasin
Termasuk turunan flurokuinolon yang aktif membunuh basil lepra. Dosis optimal harian
400 mg, diberikan dosis tunggal dalam 22 dosis dapat membunuh kuman M. leprae hidup
sebesar 99,99%. Efek sampingnya mual, diare, dan gangguan saluran cerna lainnya,
berbagai gangguan susunan saraf pusat termasuk insomnia, nyeri kepala, dizziness,
nervousness dan halusinasi.
Minosiklin
Termasuk dalam kelompok tetrasilkin. Efek bakterisidalnya lebih tinggi daripada
klaritromisin, tetpi lebih rendah daripada rifampisin. Dosis standar 100 mg/hari. Efeknya
pewarnaan gigi bayi dan anak-anak, kadang menyebabkan hiperpigmentasi kulit dan
membrane mukosa, berbagai simtom saluran cerna dan susuan saraf pusat termasuk
dizziness dan unsteadiness.
Klaritromisin
Merupakan kelompok antibiotic makrolid yang mempunyai aktivitas bacterial terhadap
M. leprae. Pada penderita kusta lepromatosa, dosis harian 500 mg dapat membunuh 99%
kuman hidup dalam 28 hari dan lebih dari 99,9% dalam 56 hari. Efek sampingnya nausea,
vomitus, dan diare.
1. MDT untuk multibasilar (BB, BL, LL, atau semua tipe dengan BTA positif):
- Rifampisin 600 mg setiap bulan, dalam pengawasan
- DDS 100 mg setiap hari
- Klofazimin 300 mg setiap bulan dalam pengawasan, diteruskan 50 mg sehari atau 100 mg
selama sehari atau 3 kali 100 mg setiap minggu
Awal kombinasi obat diberikan 24 dosis dalam 24-36 bulan dengan syarat bakterioskopis
harus negative. Apabila bakterioskopis masih positif pengobatan dilanjutkan sampai
negative.selaam pengobatan dilakukan pemeriksaan klinis setiap bulan dan bakterioskopis
minimal etiap 3 bulan.
2. MDT untuk pausibasilar (I, TT, BT, dengan BTA negative):
- Rifampisin 600 mg setiap bulan, dengan pengawasan
- DDS 100 mg setiap hari.
Keduanya diberikan dalam 6 dosis selama 6 bulan sampai 9 bulan, berarti RFT setelah 6-9
bulan. Pemeriksaan klini setiap bulan dan bakterioskopis setelah 6 bulan pada akhir
pengobatan. Pemeriksaan dilakukan minimal setiap tahun sealam 2 tahun secara klinis dan
bakterioskopis.
Tatalaksana non-farmakologis
Pasien kusta secara rutin perlu menjaga kebersihan diri, terutama pada region yang mengalami
penurunan fungsi neurologis. Tangan atau kaki anestetik direndam etiap hari selama 10-15 menit.
Lesi kalus atau kulit keras di sekitar ulkus dapat diabrasi, paling baik dilakukan oleh tenaga
medis dengan scalpel. Selanjutnya untuk menjaga nutrisi dan kelembaban adekuat pada kulit,
dapat diberikan pelembab topical.
Istiraatkan region yang terlihat kemerahan atau melepuh. Hindari tekanan yang berlebihan pada
region lesi, misalnya dengan elevasi tungkai saat istirahat atu mencegah berjalan dengan kaki
dalam waktu lama.
Pencegahan
Kelainan kulit: nodus, infiltrat, jaringan parut, ulkus, khususnya pada tangan dan kaki
mata
tertutup
dengan
di atas
lengannya dan satu atau dua titik pada telapak tangannya (Gambar 6.4a)
Bila penderita merasakan sentuhan diminta untuk menunjuk tempat
Penilaian:
-
Bila jari kelingking penderita dapat menahan dorongan ibu jari pemeriksa,
berarti Sedang.
Bila jari kelingking penderita tidak dapat mendekat atau menjauh dari jari
lainnya berarti sudah Lumpuh.
Bila hasil pemeriksaan meragukan apakah masih kuat atau sudah mengalami
kelemahan, anda dapat melakukan pemeriksaan konfirmasi sebagai berikut:
-
Penilaian:
-
Lemah
Bila ada tahanan terhadap kertas berarti otot masih Kuat
(Gambar 6 .6a)
Jari telunjuk pemeriksa menekan pangkal ibu jari penderita yaitu dari
bagian batas antara punggung dan telapak tangan mendekati telapak
tangan (Gambar 6.6b)
Penilaian:
Bila ada gerakan dan tahanan kuat berarti masih kuat
Bila ada gerakan dan tahanan lemah berarti sedang
Bila tidak ada gerakan berarti lumpuh
Selalu perlu dibandingkan kekuatan otot tangan kanan dan kiri untuk menentukan
adanya kelemahan.
Saraf Radialis ( kekuatan pergelangan tangan )
kanan penderita.
Penderita diminta menggerakkan pergelangan tangan kanan yang
Penilaian :
Bila ada gerakan dan tahanan kuat berarti masih Kuat
Bila ada gerakan dan tahanan lemah berarti sedang
Bila tidak ada gerakan berarti Lumpuh( pergelangan tangan tidak
bisa ditegakkan ke atas )
3) Kaki
a) Fungsi sensorik saraf Tibialis posterior
Kaki kanan penderita diletakkan pada paha kiri, usahakan telapak kaki
menghadap ke atas.
Tangan kiri pemeriksa menyangga ujung jari kaki penderita.
Cara pemeriksaan sama seperti pada rasa raba tangan.
Pada daerah yang menebal sedikit menekan dengancekungan berdiameter
1 cm
b) Fungsi motorik saraf Peroneus Communis (Poplitea lateralis )
Dalam keadaan duduk, penderita diminta mengangkat ujung kaki dengan
tumit tetap terletak di lantai / ekstensi maksimal ( seperti berjalan dengan
tumit ) ( Gambar 6.9a)
Penderita diminta bertahan pada posisi ekstensi tersebut lalu pemeriksa
dengan kedua tangan menekan punggung kaki penderita ke bawah/ lantai. (
Gambar 6.9b)
Penilaian :
- Bila ada gerakan dan tahanan kuat berarti Kuat
- Bila ada gerakan dan tahanan lemah berarti Sedang
- Bila tidak ada gerakan berarti Lumpuh ( ujung kaki tidak bisa ditegakkan
ke atas)
Tes fungsi saraf
a. Rasa raba
Dengan kapas atau sepotong kapas yang dilancipkan dipakai untuk memeriksa
perasaan dengan menynggung kulit.
b. Rasa nyeri
Diperiksa dengan memakai jarum. Petugas menusuk kulit dengan ujung jarum yang
tajam dan dengan pangkal tangkainya yang tumpul dan penderita harus mengakatan
tusukan mana yang tajam dan mana yang tumpul.
c. Rasa suhu
Dilakukan dengan mempergunakan 2 tabung reaksi, yang satu berisi air panas (40 C)
yang lainnya air dingin (20 C) ditempelkan pada daerah kulit yang dicurigai dengan
sebelumnya melakukan kontrol pada kulit yang sehat. Jika pada daerah kulit yang
dicurigai penderita salah menyebutkan suhu pada tabung yang ditempelkan, maka
dapat disimpulkan bahwa sensasi suhu di daerah tersebut terganggu.
c. Tes motoris: Voluntary Muscle Test (Amirudin et al, 1997)