PENDAHULUAN
1.3Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui tentang
definisi,
epidemiologi,
etiologi,
patofisiologi,
manifestasi
klinik,
diagnosis,
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Neuropati diabetik merupakan suatu gangguan yang mengenai saraf, yang
disebabkan oleh diabetes mellitus. Bila menderita diabetes lama, maka dapat terjadi
kerusakan pada saraf diseluruh badan. Ada pada beberapa orang yang mengalami
kerusakan saraf tidak menunjukkan gejala. Ada juga yang merasakan nyeri, kesemutan
atau baal pada tangan, kaki, telapak tangan dan kaki. Juga bisa terjadi gangguan pada
sistem organ, termasuk traktus digestivus, jantung dan organ seks. Nyeri neuropatik
dapat terjadi karena disfungsi neuronal sistem somatosensorik dari saraf perifer.4
Sekitar 60-70% penderita diabetes
berhubungan dengan umur dan resiko tertinggi terjadinya neuropati yaitu pada penderita
yang telah menderita diabetes lebih dari 25 tahun.4
2.2 Epidemiologi
ND paling sering terjadi pada yang berumur lebih dari 50 tahun, lebih jarang pada yang
berumur kurang dari 30 tahun dan sangat jarang ditemukan pada anak-anak. Dyck dan temantemannya mempelajari diabetes di Rochester, Minnesota dan menemukan bahwa 54% tipe 1
(insulin-dependent) dan 45% tipe 2 (noninsulin-dependent) mengalami polineuropati. 2
Neuropati muncul pada 7,5% pasien yang didiagnosis dengan DM. Lebih dari
setengahnya adalah distal simetris polineuropati. Tidak ada predileksi ras yang khusus untuk
diabetik neuropati. Tetapi orang yang berkulit hitam lebih besar untuk terjadi komplikasi
sekunder dari neuropati diabetik, seperti amputasi dari extremitas bawah dibandingkan orang
berkulit putih. DM mengenai baik pria maupun wanita sama jumlahnya. Walaupun, pasien pria
dengan tipe 2 diabetes dapat terkena polineuropati lebih awal dibandingkan wanita. Neuropati
diabetik biasanya lebih sering terjadi pada orang tua. 4
2.3 Patologi
3
Secara morfologik kelainan sel saraf pada neuropati diabetik ini terdapat pada
sel-sel Schwann selain mielin dan akson. Kelainan yang terjadi terutama tergantung
pada derajat dan lamanya mengidap DM. Perubahan patologis dasar dalam
hubungannya dengan patofisiologi neuropati meliputi demielinisasi segmental,
degenerasi aksonal dan degenerasi Wallerian.5
2.3.1 Demielinisasi Segmental
Segmen-segmen internodal saraf perifer mengalami demielinisasi, sedang
akson masih dalam keadaan utuh. Meskipun demieliniasi telah terjadi secara luas,
namun seringkali aksonnya tidak mengalami perubahan degeneratif. Seringkali
setelah mengalami demielinisasi, serabut saraf menunjukkan adanya proses
regenerasi berupa remielinisasi, jumlah sel Schwann akan bertambah banyak. Jika
proses patologis tersebut berlangsung secara kronis dengan proses demielinisasi
dan remielinisasi yang berulang-ulang, akan terjadi proliferasi yang konsentrik
dari sel Schwann, sehingga satu struktur seperti lapisan bawang merah yang
disebut onion bulb, yang dengan palpasi akan teraba benjolan-benjolan pada
saraf.5
2.3.2 Degenerasi Aksonal
Penyebab degenerasi aksonal berupa gangguan nutrisi, metabolik atau
toksik sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme badan sel, transpor
aksonal serta fungsi-fungsi lainnya. Bagian ujung distal akson yang pertama
mengalami degenerasi dan apabila proses terus berlanjut degenerasi akan berjalan
ke arah proksimal. Proses ini menimbulkan suatu keadaan yang dikenal sebagai
dying back neuropathy.5
2.3.3 Degenerasi Wallerian
Suatu trauma mekanik, khemis, termis ataupun iskemik lokal yang
menyebabkan terputusnya satu serabut saraf secara mendadak, akan diikuti oleh
suatu proses degenerasi aksonal di sebelah distal tempat terjadinya perlukaan,
yang kemudian diikuti terputusnya mielin secara sekunder. Proses tersebut dikenal
sebagai degenerasi Wallerian. Kelainan mulai timbul antara 12-36 jam setelah
4
terjadi perlukaan saraf. Perubahan awal didapatkan pada akson yang terletak di
dalam atau di sekitar nodus Ranvier sepanjang saraf disebelah distal dari tempat
perlukaan. Perubahan yang sama juga terjadi pada akson di sekeliling nodus
Ranvier tepat di sebelah proksimal dari tempat perlukaan. Sel Schwann pada
bagian ini akan mengalami proloferasi hebat. Makrofag endoneuron akan
membantu sel Schwann dalam menghancurkan mielin yang rusak.5
Lesi pada saraf perifer akan menimbulkan enam tingkat kerusakan yaitu :6
a. Grade 1 (Neuropraksia)
Kerusakan yang paling ringan, terjadi blok fokal hantaran saraf, gangguan
umumnya secara fisiologis, struktur saraf baik. Karena tidak terputusnya
kontinuitas aksoplasmik sehingga tidak terjadi degenerasi wallerian. Pemulihan
komplit terjadi dalam waktu 1 2 bulan.
b. Grade II (aksonometsis)
Kerusakan pada akson tetapi membrana basalis (Schwann cell tube),
perineurium dan epineurium masih utuh. Terjadi degenerasi wallerian di distal
sampai lesi, diikutu dengan regenerasi aksonal yang berlangsung 1 inch per
bulan. Regenerasi bisa tidak sempurna seperti pada orang tua.
c. Grade III
Seperti pada grade II ditambah dengan terputusnya membrana basalis
(Schwann cell tube). Regenerasi terjadi tetapi banyak akson akan terblok oleh
skar endoneurial. Pemulihan tidak sempurna.
d. Grade IV
Obliterasi endoneurium dan perineurium dengan skar menyebabkan
kontinuitas saraf berbagai derajat tetapi hambatan regenerasi komplit.
e. Grade V
1. Faktor Vaskuler
Pada pasien DM yang lama seringkali sudah terjadi mikroangiopati yang
menjadi dasar komplikasi kronik DM berupa retinopati, nefropati dan neuropati.
Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan
kerusakan mikrovaskular. Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal
bebas oksidatif yang disebut Reactive Oxygen Species (ROS). Radikal bebas ini
membuat kerusakan endotel vascular dan menetralisasi NO, yang berefek
menghalangi vasodilatasi mikrovaskular sehingga menurunkan penyediaan darah
pada saraf yang terkena. Mekanisme kelainan mikovaskular tersebut dapat
melalui penebalan membran basalis yang menyebabkan kerusakan blood nerve
barrier; thrombosis pada arteriol intraneural; peningkatan agregrasi trombosit dan
berkurangnya deformabilitas eritrosit; berkurangnya aliran darah saraf dan
peningkatan resistensi vascular; pembengkakan dan demielinisasi pada saraf
akibat iskemia akut. Proses iskemik ini juga menyebabkan terganggunya transport
aksonal, aktivitas Na-K-ATPase yang akhirnya menimbulkan degenerasi
akson.2,3,4
2. Faktor Metabolik
menyebabkan
kadar
glukosa
intraseluler
yang
adalah
akibat
akumulasi
sorbitol
dalam
sel
saraf
Gejala tergantung dari tipe neuropati dan tergantung dari saraf mana yang terkena.
Gejala biasanya tidak terlalu kelihatan pada awalnya, dan biasanya gejala karena kerusakan
saraf baru terlihat beberapa tahun kemudian. Gejala dapat meliputi sistem saraf sensorik,
motorik dan otonom. Pada beberapa orang dengan neuropati fokal, onset nyerinya dapat tibatiba dan berat.4
Nyeri yang tajam terasa di jari kaki, kaki, tungkai, tangan, lengan dan jari tangan
Rasa tebal, kesemutan atau nyeri di telapak kaki, kaki, tangan, telapak tangan dan
jari-jari
Disfungsi ereksi
10
1. Simetris
a. Distal sensory polineuropati
Bentuk ini paling banyak dijumpai dengan gejala-gejala yang sifatnya simetris
dan berlangsung kronis. Pada permulaan biasanya gangguan pada serabut-serabut halus
(small fiber) ditemukan gejala sensibilitas, dapat berupa parestesi, rasa tebal, rasa nyeri,
rasa
panas
seperti
terbakar
dan
rasa
keram
pada
bagian
distal
tungkai.
Hipalgesia/analgesia dapat berupa sarung tangan atau kaos kaki (glove and stocking)
dan kondisi seperti ini memudahkan terjadinya trauma/ulkus pada kaki, keluhan ini
menjalar ke bagian tungkai dan jari kaki dan makin buruk saat malam hari.10
Degenerasi serabut-serabut kasar (large fiber) menyebabkan gangguan
proprioseptif seperti berkurangnya rasa vibrasi/gangguan rasa posisi dapat pula
ditemukan, kadang-kadang ataksia dapat dijumpai. Lebih jauh bisa pula timbul kelainan
motorik seperti atrofi, refleks tendo menurun sampai menghilang pada bagian distal dari
ekstremitas.12
Refleks Achilles tidak ada dan kadang-kadang refleks patella juga tidak terdapat
refleks. Hilangnya refleks tersebut dapat menyebabkan perubahan cara berjalan dan
dapat terjadi deformitas pada kaki seperti hammertoes. Terdapat kelemahan otot, tetapi
pada beberapa pasien distal sensory neuropathy dikombinasi dengan kelemahan pada
bagian proximal. Selain itu, juga ditemukan ataksia dan atoni dari kandung kemih.12
11
Gambar 2. Neuropati12
Sumber : Vinik I, Casellini C, Nevoret MV. Diabetic Neuropathies. Edisi December 2011.
b. Neuropati otonom
Pada neuropati otonom, meliputi kombinasi dari disfungsi pupil dan
lakrimal, reflex vascular, diare nocturnal yang disebabkan kerusakan pada
esophagus dapat menyebabkan kesukaran menelan sedangkan kerusakan pada
usus menyebabkan konstipasi bergantian dengan diare yang sering dan tak
terkontrol terutama pada malam hari dan karena hal ini dapat menyebabkan
turunnya berat badan., atonik pada traktus gastrointestinal (gastroparesis), dan
dilatasi kandung kemih, impotensi seksual, dan hipotensi postural.4 Hipotensi
12
13
2. Asimetris
a. Cranial Mononeuropati
Kelainan pada cranial mononeuropati ini disebabkan karena pada awalnya
terjadi iskemik yang didapatkan pada degenerasi Wallerian dan pada degenerasi
aksonal dimana terjadi dying back type neuropati.10
Terjadinya diabetik oftalmoplegia biasa sering terjadi. Terjadi kerusakan pada
N.III, N.IV dan N.VI. Pada hasil autopsi yang dikerjakan oleh Dreyfus dll
ditemukan lesi infark ditengah pada retroorbital pada N.III. Biasanya cranial
mononeuropati terjadi karena adanya infark pada saraf yang terjadi pada patologi
neuropati diabetik.10
b. Truncal Neuropathy / Nyeri Radikular
Bisa berupa brachial dan lumbar plexopathy. Nyeri radikuler dan anestesia
mengikuti dermatom. Biasa dijumpai pada penderita diabetes yang berumur tua.
Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas di foramen
intravertebrale. Berkas itu dinamakan saraf spinal. Baik iritasi pada serabut-serabut
sensorik di bagian radiks posterior maupun di bagian saraf spinal itu
membangkitkan nyeri radikular. Nyeri radikular yaitu nyeri yang terasa berpangkal
pada tingkat tulang belakang tertentu dan menjalar sepanjang kawasan dermatomal
radiks posterior yang bersangkutan.9,10
Medula spinalis yang terkena paling sering adalah lumbal. Nyeri yang
dirasakan dapat berat, dimulai dari punggung bawah dan menjalar ke bagian
tungkai bawah pada satu sisi tungkai. Refleks patella akan hilang pada tungkai yang
terkena neuropati. Hiperestesia sering ditemukan pada nyeri radikular.10
c. Entrapment syndromes
Pada penderita diabetes biasanya juga terjadi kompresi saraf (entrapment
syndromes) antara lain sindrom terowongan karpal (Carpal Tunnel Syndrome) yang
seringkali terjadi dan menyebabkan rasa tebal dan kesemutan di tangan dan kadangkadang disertai kelemahan atau nyeri. CTS termasuk ke dalam polineuropati
14
diabetik sensori. Ini disebabkan karena adanya patofisologi dari neuropatik diabetik
itu sendiri, seperti glikolisis, jalur poliol dan lain-lain. CTS ini disebabkan karena
gula darah yang tinggi sehingga protein di tendon menjadi glikosilasi, glukosa
menempel pada protein tendo sehingga menginflamasi tendo dan tendo jadi
berkurang gerakannya.9,10
2.7 Pemeriksaan
Pemeriksaan pada neuropati diabetik yaitu pemeriksaan fisik, dimana diperiksa
tekanan darah, denyut jantung, kekuatan otot, refleks, dan raba halus. Pemeriksaan
kaki yang komprehensif yaitu dengan cara memeriksa kulit, apakah ada luka atau
tidak.4
Pemeriksaan penunjang :4
a. Pemeriksaan Laboratorium
Periksa laboratorium untuk mengetahui apakah gula darah dan HbA1c
pada diabetes tidak terkontrol dengan baik atau yang belum diketahui.4
b. Pemeriksaan Imaging
CT mielogram adalah suatu pemeriksaan alternative untuk menyingkirkan lesi
kompresi
dan
keadaan
patologis
lain
di
kanalis
spinalis
pada
15
KHS motorik tak boleh menurun lebih dari 50% dibandingkan dengan nilai
rata-rata normal
Kelainan pada kecepatan hantar sensorimotorik dapat ditemukan pada pasien
diabetes, walaupun secara klinis belum ada gejala polineuropati distal simetris.
Abnormalitas kecepatan hantar saraf umumnya ditemukan di saraf sensorik (N.suralis,
N.peroneus dan N.medianus)4
EMG menunjukkan bagaimana respons otot terhadap signal elektris yang
ditransmisi oleh saraf dan ini dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan KHS.
Pemeriksaan EMG pada otot-otot distal pada ekstremitas bawah menunjukkan adanya
denervasi dalam bentuk PSW (positive sharp waves) dan fibrilasi (spontaneous
discharges). Perubahan re-inervasi seperti unit potensial yang mempunyai amplitude
tinggi, duration yang panjang mencerminkan adanya suatu gangguan yang kronis.
Kelainan pada otot-otot paraspinal dengan pemeriksaan dengan jarum menunjukkan
spontaneous discharges, yang ditemukan secara bilateral dan menunjukkan suatu
poliradikulopati.4
2.8 Pencegahan
1. Pemeriksaan berkala untuk glukosa darah
2. Pengendalian Glukosa Darah
Hal yang pertama dapat dilakukan adalah pengendalian glukosa darah dan
monitor HbA1c ssecara berkala dan dijaga kadar HbA1c agar dipertahankan
dibawah 7%. Di samping itu pengendalian factor metabolic lain seperti
hemoglobin, albumin, dan lipid sebagai komponen tak terpisahkan juga perlu
dilakukan.2
3. Diet dan olahraga teratur
16
2.9 Penatalaksanaan
Non medika mentosa
a. Foot Hygiene
Penderita neuropati harus memperhatikan dan merawat kakinya
dengan seksama. Hilangnya perasaan di kaki, bila ada lecet dan luka yang
tidak diketahui dapat menjadi suatu ulkus atau mengalami infeksi. Gangguan
dalam sirkulasi darah juga akan meningkatkan resiko terjadinya ulkus pada
kaki.4
Karena hal itu, perawatan kaki harus dilakukan secara benar dan hatihati untuk mencegah terjadinya amputasi. Caranya adalah :4
- Kaki harus dibersihkan setiap hari dengan menggunakan air hangat. Harus
dihindari pembasahan kaki yang berlebihan dan harus menggunakan
handuk yang lembut dan kaki dikeringkan secara hati-hati terutama
diantara jari-jari kaki.
- Kaki dan jari kaki harus diperiksa setiap hari dengan mencari apakah ada
luka, kemerahan, pembengkakan.
- Harus selalu memakai sepatu atau sandal untuk melindungi kaki jangan
sampai luka dan kulit harus dicegah agar jangan sampai terjadi iritasi.
- Pemakaian sepatu yang cocok dan harus diperhatikan bagian dalamnya
agar supaya tidak ada ujung-ujungnya yang tajam dan dapat melukai kaki.
b. Diet agar mencapai berat badan ideal
c. Fisioterapi
- TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) adalah stimulasi
listrik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri, yang digunakan
frekuensi rendah untuk menyembuhkan kaku, mobilisasi, menghilangkan
-
Medika Mentosa
17
aldose
reductase
inhibitor,
yang
berfungsi
yang
sangat
kuat.
Dapat
untuk
penyakit
autoimun.
IVIg
merupakan
NSAID
Menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam
arakhidonat
menjadi
PGG2
menjadi
terganggu.
Enzim
siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform disebut COX-1 dan COX2. Berfungsi sebagai antiinflamasi. Obat yang diberkan berupa
ibuprofen 600 mg 4x/hari, sulindac 200 mg 2x/hari. Efek samping
yang sering adalah tukak lambung yang kadang disertai anemia
karena perdarahan lambung.13,14
efek
memblok
reuptake
dari
19
dosis
120
mg/hari
keefektifannya.12,14
menunjukkan
keamanan
dan
21
Metilkobalamin
Merupakan satu-satunya derivate aktif dari vitamin B12
yang mempunyai efek merangsang proteosintesis sel-sel Schwann
dan dengan jalan transmetilasi dapat menyebabkan mielogenesis
dan regenerasi akson saraf dan memperbaiki transmisi sinaps.
Mempromosi sintesa fosfatidilkolin yang memperbaiki aktivitas
Na-K-ATPase. Dengan jalan transmetilasi dapat menyebabkan
mielogenesis dan menstimulasi regenerasi akson saraf dan
memperbaiki
transmisi
metilkobalamin.13,14
BAB III
PENUTUP
22
pada
saraf.
Dosis
3x250
ug
KESIMPULAN
Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM dengan prevalensi dan
manifestasi klinis amat bervariasi. Dari beberapa factor terjadinya DM yang berperan pada
mekanisme patogenik neuropati diabetik, hiperglikemia berkepanjangan sebagai komponen
factor metabolic merupakan dasar utama pathogenesis neuropati diabetik.
Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan neuropati diabetik pada pasien DM,
yang penting ialah diagnosis diikuti pengendalian glukosa darah dan perawatan kaki sebaikbaiknya. Juga perlu diperhatikan pengobatan yang diterapkan dalam upaya penyembuhan.
Daftar Pustaka
1. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC; 2009.h.637
23
2. Subekti I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006.h.1902-4
3. Sunaryo.M. Polineuropati Diabetika. Diunduh dari http://eprints.undip.ac.id/30687/3/Bab_2.pdf,
6 Juni 2014
4. National Diabetes Information Clearinghouse. Diabetic Neuropathies: The Nerve Damage of
Diabetes. Diunduh dari http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/neuropathies/neuropathies.pdf, 6
Juni 2014
5. Priyantono T. Faktor-faktor Resiko yang Berpengaruh Terhadap Timbulnya Polineuropati pada
Penderita
Diabetes
Melitus
Tipe
2.
Edisi
2005.
Diunduh
dari
dari
Diabetik.
Diunduh
dari
http://www.scribd.com/doc/76941741/NEUROPATI-
24