Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit saraf yang disebabkan oleh penyakit Diabetes Mellitus (DM) disebut
dengan Neuropati diabetik.1 Neuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi
kronis yang paling sering ditemukan pada diabetes melitus. Resiko yang dihadapi oleh
pasien DM dengan neuropati diabetik adalah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuhsembuh dan amputasi jari/kaki. Kondisi inilah yang menyebabkan bertambahnya angka
kesakitan dan kematian.2
Prevalensi ND dalam berbagai literatur sangat bervariasi. Penelitian di Amerika
Serikat memperlihatkan bahwa 10-20% pasien saat ditegakkan DM telah mengalami
neuropati. Prevalensi neuropati diabetika ini akan meningkat sejalan dengan lamanya
penyakit dan tingginya hiperglikemia. Diperkirakan setelah menderita diabetes setelah
25 tahun, prevalensi neuropati diabetika akan mencapai 50%.3
Hiperglikemia dianggap persisten sebagai faktor primer terjadinya ND. Faktor
metabolik ini bukan satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap terjadinya neuropati
diabetik, tetapi teori lain yang diterima ialah teori vaskular, autoimun dan nerve growth
factor. Ada yang menyebutkan bahwa selain peran kendali glikemik, kejadian neuropati
juga berhubungan dengan resiko kardiovaskular yang potensial masih dapat
dimodifikasi.2
Manifestasi ND bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa
terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat. Bisa
juga keluhannya dalam bentuk neuropati lokal atau sistemik, yang semua itu bergantung
pada lokasi dan jenis saraf yang terkena lesi.2
Mengingat terjadinya ND merupakan rangkaian proses yang dinamis dan
bergantung pada banyak faktor, maka pengelolaan atau pencegahan ND pada dasarnya
merupakan bagian dari pengelolaan diabetes secara keseluruhan.2
1

1.2 Batasan Masalah


Makalah ini akan membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, penatalaksanaan, prognosis, dan ilustrasi
kasus dari Neuropati Diabetik.

1.3Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui tentang
definisi,

epidemiologi,

etiologi,

patofisiologi,

manifestasi

klinik,

diagnosis,

penatalaksanaan, dan prognosis dari Neuropati Diabetik.

1.4 Metode Penulisan


Makalah ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk ke beberapa
literatur.

BAB II
2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Neuropati diabetik merupakan suatu gangguan yang mengenai saraf, yang
disebabkan oleh diabetes mellitus. Bila menderita diabetes lama, maka dapat terjadi
kerusakan pada saraf diseluruh badan. Ada pada beberapa orang yang mengalami
kerusakan saraf tidak menunjukkan gejala. Ada juga yang merasakan nyeri, kesemutan
atau baal pada tangan, kaki, telapak tangan dan kaki. Juga bisa terjadi gangguan pada
sistem organ, termasuk traktus digestivus, jantung dan organ seks. Nyeri neuropatik
dapat terjadi karena disfungsi neuronal sistem somatosensorik dari saraf perifer.4
Sekitar 60-70% penderita diabetes

menderita neuropati. Resiko meningkat

berhubungan dengan umur dan resiko tertinggi terjadinya neuropati yaitu pada penderita
yang telah menderita diabetes lebih dari 25 tahun.4

2.2 Epidemiologi
ND paling sering terjadi pada yang berumur lebih dari 50 tahun, lebih jarang pada yang
berumur kurang dari 30 tahun dan sangat jarang ditemukan pada anak-anak. Dyck dan temantemannya mempelajari diabetes di Rochester, Minnesota dan menemukan bahwa 54% tipe 1
(insulin-dependent) dan 45% tipe 2 (noninsulin-dependent) mengalami polineuropati. 2
Neuropati muncul pada 7,5% pasien yang didiagnosis dengan DM. Lebih dari
setengahnya adalah distal simetris polineuropati. Tidak ada predileksi ras yang khusus untuk
diabetik neuropati. Tetapi orang yang berkulit hitam lebih besar untuk terjadi komplikasi
sekunder dari neuropati diabetik, seperti amputasi dari extremitas bawah dibandingkan orang
berkulit putih. DM mengenai baik pria maupun wanita sama jumlahnya. Walaupun, pasien pria
dengan tipe 2 diabetes dapat terkena polineuropati lebih awal dibandingkan wanita. Neuropati
diabetik biasanya lebih sering terjadi pada orang tua. 4

2.3 Patologi
3

Secara morfologik kelainan sel saraf pada neuropati diabetik ini terdapat pada
sel-sel Schwann selain mielin dan akson. Kelainan yang terjadi terutama tergantung
pada derajat dan lamanya mengidap DM. Perubahan patologis dasar dalam
hubungannya dengan patofisiologi neuropati meliputi demielinisasi segmental,
degenerasi aksonal dan degenerasi Wallerian.5
2.3.1 Demielinisasi Segmental
Segmen-segmen internodal saraf perifer mengalami demielinisasi, sedang
akson masih dalam keadaan utuh. Meskipun demieliniasi telah terjadi secara luas,
namun seringkali aksonnya tidak mengalami perubahan degeneratif. Seringkali
setelah mengalami demielinisasi, serabut saraf menunjukkan adanya proses
regenerasi berupa remielinisasi, jumlah sel Schwann akan bertambah banyak. Jika
proses patologis tersebut berlangsung secara kronis dengan proses demielinisasi
dan remielinisasi yang berulang-ulang, akan terjadi proliferasi yang konsentrik
dari sel Schwann, sehingga satu struktur seperti lapisan bawang merah yang
disebut onion bulb, yang dengan palpasi akan teraba benjolan-benjolan pada
saraf.5
2.3.2 Degenerasi Aksonal
Penyebab degenerasi aksonal berupa gangguan nutrisi, metabolik atau
toksik sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme badan sel, transpor
aksonal serta fungsi-fungsi lainnya. Bagian ujung distal akson yang pertama
mengalami degenerasi dan apabila proses terus berlanjut degenerasi akan berjalan
ke arah proksimal. Proses ini menimbulkan suatu keadaan yang dikenal sebagai
dying back neuropathy.5
2.3.3 Degenerasi Wallerian
Suatu trauma mekanik, khemis, termis ataupun iskemik lokal yang
menyebabkan terputusnya satu serabut saraf secara mendadak, akan diikuti oleh
suatu proses degenerasi aksonal di sebelah distal tempat terjadinya perlukaan,
yang kemudian diikuti terputusnya mielin secara sekunder. Proses tersebut dikenal
sebagai degenerasi Wallerian. Kelainan mulai timbul antara 12-36 jam setelah
4

terjadi perlukaan saraf. Perubahan awal didapatkan pada akson yang terletak di
dalam atau di sekitar nodus Ranvier sepanjang saraf disebelah distal dari tempat
perlukaan. Perubahan yang sama juga terjadi pada akson di sekeliling nodus
Ranvier tepat di sebelah proksimal dari tempat perlukaan. Sel Schwann pada
bagian ini akan mengalami proloferasi hebat. Makrofag endoneuron akan
membantu sel Schwann dalam menghancurkan mielin yang rusak.5
Lesi pada saraf perifer akan menimbulkan enam tingkat kerusakan yaitu :6
a. Grade 1 (Neuropraksia)
Kerusakan yang paling ringan, terjadi blok fokal hantaran saraf, gangguan
umumnya secara fisiologis, struktur saraf baik. Karena tidak terputusnya
kontinuitas aksoplasmik sehingga tidak terjadi degenerasi wallerian. Pemulihan
komplit terjadi dalam waktu 1 2 bulan.
b. Grade II (aksonometsis)
Kerusakan pada akson tetapi membrana basalis (Schwann cell tube),
perineurium dan epineurium masih utuh. Terjadi degenerasi wallerian di distal
sampai lesi, diikutu dengan regenerasi aksonal yang berlangsung 1 inch per
bulan. Regenerasi bisa tidak sempurna seperti pada orang tua.
c. Grade III
Seperti pada grade II ditambah dengan terputusnya membrana basalis
(Schwann cell tube). Regenerasi terjadi tetapi banyak akson akan terblok oleh
skar endoneurial. Pemulihan tidak sempurna.
d. Grade IV
Obliterasi endoneurium dan perineurium dengan skar menyebabkan
kontinuitas saraf berbagai derajat tetapi hambatan regenerasi komplit.
e. Grade V

Saraf terputus total, sehingga memerlukan operasi untuk penyembuhan.


Universitas Sumatera Utara.
f. Grade VI
Kombinasi dari grade II-IV dan hanya bisa didiagnosa dengan
pembedahan.

2.4 Etiologi dan Patofisiologi


Beberapa faktor yang menyebabkan neuropati diabetik :

1. Faktor Vaskuler
Pada pasien DM yang lama seringkali sudah terjadi mikroangiopati yang
menjadi dasar komplikasi kronik DM berupa retinopati, nefropati dan neuropati.
Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan
kerusakan mikrovaskular. Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal
bebas oksidatif yang disebut Reactive Oxygen Species (ROS). Radikal bebas ini
membuat kerusakan endotel vascular dan menetralisasi NO, yang berefek
menghalangi vasodilatasi mikrovaskular sehingga menurunkan penyediaan darah
pada saraf yang terkena. Mekanisme kelainan mikovaskular tersebut dapat
melalui penebalan membran basalis yang menyebabkan kerusakan blood nerve
barrier; thrombosis pada arteriol intraneural; peningkatan agregrasi trombosit dan
berkurangnya deformabilitas eritrosit; berkurangnya aliran darah saraf dan
peningkatan resistensi vascular; pembengkakan dan demielinisasi pada saraf
akibat iskemia akut. Proses iskemik ini juga menyebabkan terganggunya transport
aksonal, aktivitas Na-K-ATPase yang akhirnya menimbulkan degenerasi
akson.2,3,4

2. Faktor Metabolik

Kondisi hiperglikemia menyebabkan glukosa dan metabolitnya dipakai


oleh beberapa jalur. Beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan dampak
negative hiperglikemia adalah:
a. Penumpukan sorbitol (Polyol pathway)
Hiperglikemia

menyebabkan

kadar

glukosa

intraseluler

yang

meningkat, sehingga terjadi kejenuhan (saturation) dari jalur glikolitik yang


biasanya digunakan. Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivitas jalur
poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim aldose-reduktase, yang merubah
glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian dimetabolisasi oleh sorbitol
dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel
saraf merusak sel saraf melalui mekanisme yang belum jelas. Salah satu
kemungkinannya

adalah

akibat

akumulasi

sorbitol

dalam

sel

saraf

menyebabkan keadaan hipertonik intraselular sehingga mengakibatkan edem


saraf. Reaksi poliol ini juga menyebabkan turunnya persediaan NADPH saraf
yang merupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif. Karena
NADPH merupakan kofaktor untuk glutathion dan nitric oxide synthase
(NOS), pengurangan kofaktor tersebut membatasi kemampuan saraf untuk
mengurangi radikal bebas dan penurunan nitric oxide (NO). Penurunan NO
mengakibatkan vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan
bersama rendahnya mioinositol dalam sel saraf, terjadilah neuropati
diabetik.2,3,4
b. Penurunan kadar mioinositol
Mioinositol berperan dalam transmisi impuls, transport elektrolit, dan
sekresi peptida. Peningkatan sintesis sorbitol berakibat terhambatnya
mioinositol masuk ke dalam sel saraf. Penurunan mioinositol dan akumulasi
sorbitol secara langsung menimbulkan stress osmotic yang akan merusak
mitokondria dan akan menstimulasi protein kinase C (PKC). Aktivasi PKC ini
akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar Na intraseluler menjadi
berlebihan, yang berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam saraf
sehingga terjadi gangguan transduksi sinyal pada saraf. Aktivasi Protein Kinase
7

C (PKC) juga berperan dalam patogenesis neuropati perifer diabetika.


Hiperglikemia di dalam sel meningkatkan sintesis atau pembentukan
diacylglyserol (DAG) dan selanjutnya peningkatan protein kinase C. Protein
kinase juga diaktifkan oleh stress oksidatif dan advanced glycosilation
products (AGEs). Aktivasi protein kinase C menyebabkan peningkatan
permeabilitas vascular, gangguan sintesis nitric oxyde (NO) dan perubahan
aliran darah.2,3,4
c. Glikosilasi non enzimatik
Kondisi hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan
terjadinya proses glikosilasi protein dengan hasil akhir terbentuknya advanced
glycosilated end products (AGEs) dimana AGEs sangat toksik dan merusak
protein tubuh, termasuk sel saraf. Glikosilasi dari protein saraf ini akan
menyebabkan terbentuknya glycosilated myelin yang mempunyai reseptor
spesifik dan akan difagositosis oleh makrofag. Serangan sel-sel makrofag
tersebut akan menyebabkan hilangnya mielin pada saraf tepi, dengan akibat
terjadinya gangguan fungsi sel saraf tersebut.
3. Faktor Autoimun
Peran antibodi berperan dalam mekanisme patogenesis neuropati diabetik
adalah adanya antineural antibodies pada serum sebagian penyandang DM.
Autoantibodi yang beredar ini secara langsung dapat merusak struktur saraf
motorik dan sensorik yang bisa dideteksi dengan immunofloresens indirek.
Neuropati autoimun bisa terjadi karena perubahan imunogenik dari sel endotel
kapiler.2
4. Peran Nerve Growth Factor (NGF)
NGF berupa protein yang memberi dukungan besar terhadap serabut saraf
dan neuron simpatis. Pada pasien dengan DM terjadi penurunan NGF sehingga
transport aksonal yang retrograde (dari organ target menuju badan sel) terganggu.
Penurunan kadar NGF pada kulit pasien DM berkorelasi positif dengan adanya
gejala awal small fibers sensory neuropathy.2
8

Gambar 1. Diambil dari 8

2.5 Manifestasi Klinik

Gejala tergantung dari tipe neuropati dan tergantung dari saraf mana yang terkena.
Gejala biasanya tidak terlalu kelihatan pada awalnya, dan biasanya gejala karena kerusakan
saraf baru terlihat beberapa tahun kemudian. Gejala dapat meliputi sistem saraf sensorik,
motorik dan otonom. Pada beberapa orang dengan neuropati fokal, onset nyerinya dapat tibatiba dan berat.4

Gejala neuropati perifer antara lain :4,9


-

Rasa tebal atau kurang merasakan nyeri atau suhu

Rasa seperti kesemutan, seperti terbakar atau seperti ditusuk-tusuk

Nyeri yang tajam terasa di jari kaki, kaki, tungkai, tangan, lengan dan jari tangan

Kehilangan keseimbangan dan koordinasi

Mengecilnya otot-otot kaki dan tangan

Rasa tebal, kesemutan atau nyeri di telapak kaki, kaki, tangan, telapak tangan dan
jari-jari

Gangguan pencernaan seperti mual, muntah

Masalah miksi (inkontinensia urin)

Disfungsi ereksi

Disesthesia (penurunan atau hilangnya sensibilitas ke tubuh)

10

2.6 Klasifikasi Neuropati Diabetika

1. Simetris
a. Distal sensory polineuropati
Bentuk ini paling banyak dijumpai dengan gejala-gejala yang sifatnya simetris
dan berlangsung kronis. Pada permulaan biasanya gangguan pada serabut-serabut halus
(small fiber) ditemukan gejala sensibilitas, dapat berupa parestesi, rasa tebal, rasa nyeri,
rasa

panas

seperti

terbakar

dan

rasa

keram

pada

bagian

distal

tungkai.

Hipalgesia/analgesia dapat berupa sarung tangan atau kaos kaki (glove and stocking)
dan kondisi seperti ini memudahkan terjadinya trauma/ulkus pada kaki, keluhan ini
menjalar ke bagian tungkai dan jari kaki dan makin buruk saat malam hari.10
Degenerasi serabut-serabut kasar (large fiber) menyebabkan gangguan
proprioseptif seperti berkurangnya rasa vibrasi/gangguan rasa posisi dapat pula
ditemukan, kadang-kadang ataksia dapat dijumpai. Lebih jauh bisa pula timbul kelainan
motorik seperti atrofi, refleks tendo menurun sampai menghilang pada bagian distal dari
ekstremitas.12
Refleks Achilles tidak ada dan kadang-kadang refleks patella juga tidak terdapat
refleks. Hilangnya refleks tersebut dapat menyebabkan perubahan cara berjalan dan
dapat terjadi deformitas pada kaki seperti hammertoes. Terdapat kelemahan otot, tetapi
pada beberapa pasien distal sensory neuropathy dikombinasi dengan kelemahan pada
bagian proximal. Selain itu, juga ditemukan ataksia dan atoni dari kandung kemih.12

11

Gambar 2. Neuropati12
Sumber : Vinik I, Casellini C, Nevoret MV. Diabetic Neuropathies. Edisi December 2011.

Diunduh dari http://www.endotext.org/diabetes/diabetes31/diabetes31.htm, 6 Juni 2014

b. Neuropati otonom
Pada neuropati otonom, meliputi kombinasi dari disfungsi pupil dan
lakrimal, reflex vascular, diare nocturnal yang disebabkan kerusakan pada
esophagus dapat menyebabkan kesukaran menelan sedangkan kerusakan pada
usus menyebabkan konstipasi bergantian dengan diare yang sering dan tak
terkontrol terutama pada malam hari dan karena hal ini dapat menyebabkan
turunnya berat badan., atonik pada traktus gastrointestinal (gastroparesis), dan
dilatasi kandung kemih, impotensi seksual, dan hipotensi postural.4 Hipotensi
12

postural disebabkan karena kerusakan saraf di system kardiovaskuler sehingga


menganggu kemampuan badan untuk mengatur tekanan darah dan denyut jantung
sehingga tekanan darah dapat turun dengan mendadak setelah duduk atau berdiri
dan dapat menyebabkan penderita pingsan.4,10
Jenis neuropati ini mengenai saraf yang mengontrol jantung, mengurus
tekanan darah dan mengatur gula darah. Juga mengenai organ dalam yang
menyebabkan gangguan pada pencernaan, pernapasan, miksi, respons seksual dan
penglihatan. Manifestasi gangguan saraf otonom berupa hiperhidrosis, diare
noktural, atoni kandung kemih.4,10
c. Simetric proximal lower limb motor neuropathy (amyotrophy)
Menurut Asbury, proximal neuropati merupakan variasi diabetik
radikulopati, yakni kelemahan pada otot dari pelvic girdle yang terjadi secara
pelan-pelan dalam beberapa hari atau minggu. Gejala awal berupa timbulnya rasa
nyeri seakan-akan ditusuk pisau di daerah lumbosakral dan meluas ke paha secara
simetris bilateral. Lebih jauh bisa timbul kelemahan otot femoral sampai atrofi
sehingga penderita kalau jalan sering jatuh.10
Bisa pula gejala-gejala timbul asimetri yang dikenal dengan asimetrik /
focal peripheral neuropathy. Adanya atrofi ini menyebabkan keadaan ini
disebut pula sebagai diabetic amyotrophy oleh karena ada anggapan bahwa lesi
terdapat pada kornu anterior. Ada pula yang menyebut sebagai femoral
neuropathy atau sacral plexopathy.10
Biasanya proximal neuropathy dijumpai pada penderita diabetes yang
berumur 50 tahun ke atas, dimana terdapat penurunan berat badan yang menyolok
dan gangguan metabolik yang hebat. Otot yang sering diserang ialah kuadriceps
femoris, ileopsoas dan abduktur paha. Laki-laki lebih banyak dijumpai daripada
perempuan dan dijumpai pada penderita dengan kontrol gula yang jelek. Prognosa
baik bila gangguan metabolik dikoreksi pada waktunya.10

13

2. Asimetris
a. Cranial Mononeuropati
Kelainan pada cranial mononeuropati ini disebabkan karena pada awalnya
terjadi iskemik yang didapatkan pada degenerasi Wallerian dan pada degenerasi
aksonal dimana terjadi dying back type neuropati.10
Terjadinya diabetik oftalmoplegia biasa sering terjadi. Terjadi kerusakan pada
N.III, N.IV dan N.VI. Pada hasil autopsi yang dikerjakan oleh Dreyfus dll
ditemukan lesi infark ditengah pada retroorbital pada N.III. Biasanya cranial
mononeuropati terjadi karena adanya infark pada saraf yang terjadi pada patologi
neuropati diabetik.10
b. Truncal Neuropathy / Nyeri Radikular
Bisa berupa brachial dan lumbar plexopathy. Nyeri radikuler dan anestesia
mengikuti dermatom. Biasa dijumpai pada penderita diabetes yang berumur tua.
Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas di foramen
intravertebrale. Berkas itu dinamakan saraf spinal. Baik iritasi pada serabut-serabut
sensorik di bagian radiks posterior maupun di bagian saraf spinal itu
membangkitkan nyeri radikular. Nyeri radikular yaitu nyeri yang terasa berpangkal
pada tingkat tulang belakang tertentu dan menjalar sepanjang kawasan dermatomal
radiks posterior yang bersangkutan.9,10
Medula spinalis yang terkena paling sering adalah lumbal. Nyeri yang
dirasakan dapat berat, dimulai dari punggung bawah dan menjalar ke bagian
tungkai bawah pada satu sisi tungkai. Refleks patella akan hilang pada tungkai yang
terkena neuropati. Hiperestesia sering ditemukan pada nyeri radikular.10
c. Entrapment syndromes
Pada penderita diabetes biasanya juga terjadi kompresi saraf (entrapment
syndromes) antara lain sindrom terowongan karpal (Carpal Tunnel Syndrome) yang
seringkali terjadi dan menyebabkan rasa tebal dan kesemutan di tangan dan kadangkadang disertai kelemahan atau nyeri. CTS termasuk ke dalam polineuropati
14

diabetik sensori. Ini disebabkan karena adanya patofisologi dari neuropatik diabetik
itu sendiri, seperti glikolisis, jalur poliol dan lain-lain. CTS ini disebabkan karena
gula darah yang tinggi sehingga protein di tendon menjadi glikosilasi, glukosa
menempel pada protein tendo sehingga menginflamasi tendo dan tendo jadi
berkurang gerakannya.9,10
2.7 Pemeriksaan
Pemeriksaan pada neuropati diabetik yaitu pemeriksaan fisik, dimana diperiksa
tekanan darah, denyut jantung, kekuatan otot, refleks, dan raba halus. Pemeriksaan
kaki yang komprehensif yaitu dengan cara memeriksa kulit, apakah ada luka atau
tidak.4
Pemeriksaan penunjang :4
a. Pemeriksaan Laboratorium
Periksa laboratorium untuk mengetahui apakah gula darah dan HbA1c
pada diabetes tidak terkontrol dengan baik atau yang belum diketahui.4
b. Pemeriksaan Imaging
CT mielogram adalah suatu pemeriksaan alternative untuk menyingkirkan lesi
kompresi

dan

keadaan

patologis

lain

di

kanalis

spinalis

pada

radikulopleksopati lumbosakral dan neuropati torakoabdominal.


MRI digunakan untuk menyingkirkan aneurisma intracranial, lesi kompresi

dan infark pada kelumpuhan n.okulomotorius


c. Elektromiografi (EMG)
KHS motorik dimonitor dengan amplitude dari CMAP (Componed
Muscle Action Potensials) atau diukur kecepatan hantar saraf motoriknya.
Kelainan hantar saraf menggambarkan kehilangan serabut saraf yang
bermielin yang berdiameter besar dan biasanya tungkai lebih sering terkena
dibandingkan lengan. Hal ini mencerminkan degenerasi serabut saraf
berdiameter besar, yang tergantung dari panjangnya saraf.4

15

KHS motorik tak boleh menurun lebih dari 50% dibandingkan dengan nilai
rata-rata normal
Kelainan pada kecepatan hantar sensorimotorik dapat ditemukan pada pasien
diabetes, walaupun secara klinis belum ada gejala polineuropati distal simetris.
Abnormalitas kecepatan hantar saraf umumnya ditemukan di saraf sensorik (N.suralis,
N.peroneus dan N.medianus)4
EMG menunjukkan bagaimana respons otot terhadap signal elektris yang
ditransmisi oleh saraf dan ini dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan KHS.
Pemeriksaan EMG pada otot-otot distal pada ekstremitas bawah menunjukkan adanya
denervasi dalam bentuk PSW (positive sharp waves) dan fibrilasi (spontaneous
discharges). Perubahan re-inervasi seperti unit potensial yang mempunyai amplitude
tinggi, duration yang panjang mencerminkan adanya suatu gangguan yang kronis.
Kelainan pada otot-otot paraspinal dengan pemeriksaan dengan jarum menunjukkan
spontaneous discharges, yang ditemukan secara bilateral dan menunjukkan suatu
poliradikulopati.4

2.8 Pencegahan
1. Pemeriksaan berkala untuk glukosa darah
2. Pengendalian Glukosa Darah
Hal yang pertama dapat dilakukan adalah pengendalian glukosa darah dan
monitor HbA1c ssecara berkala dan dijaga kadar HbA1c agar dipertahankan
dibawah 7%. Di samping itu pengendalian factor metabolic lain seperti
hemoglobin, albumin, dan lipid sebagai komponen tak terpisahkan juga perlu
dilakukan.2
3. Diet dan olahraga teratur

16

2.9 Penatalaksanaan
Non medika mentosa
a. Foot Hygiene
Penderita neuropati harus memperhatikan dan merawat kakinya
dengan seksama. Hilangnya perasaan di kaki, bila ada lecet dan luka yang
tidak diketahui dapat menjadi suatu ulkus atau mengalami infeksi. Gangguan
dalam sirkulasi darah juga akan meningkatkan resiko terjadinya ulkus pada
kaki.4
Karena hal itu, perawatan kaki harus dilakukan secara benar dan hatihati untuk mencegah terjadinya amputasi. Caranya adalah :4
- Kaki harus dibersihkan setiap hari dengan menggunakan air hangat. Harus
dihindari pembasahan kaki yang berlebihan dan harus menggunakan
handuk yang lembut dan kaki dikeringkan secara hati-hati terutama
diantara jari-jari kaki.
- Kaki dan jari kaki harus diperiksa setiap hari dengan mencari apakah ada
luka, kemerahan, pembengkakan.
- Harus selalu memakai sepatu atau sandal untuk melindungi kaki jangan
sampai luka dan kulit harus dicegah agar jangan sampai terjadi iritasi.
- Pemakaian sepatu yang cocok dan harus diperhatikan bagian dalamnya
agar supaya tidak ada ujung-ujungnya yang tajam dan dapat melukai kaki.
b. Diet agar mencapai berat badan ideal
c. Fisioterapi
- TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) adalah stimulasi
listrik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri, yang digunakan
frekuensi rendah untuk menyembuhkan kaku, mobilisasi, menghilangkan
-

nyeri neuropatik, menurunkan edema dan memperbaiki ulkus pada kaki.


Program exercise, dapat mencegah terjadinya kontraktur, spasme otot dan
atrofi otot. Dapat melakukan olahraga seperti berenang dan sepeda.

Medika Mentosa
17

Pengobatan sebaiknya diberikan untuk memperbaiki neuropati atau


berlanjutnya komplikasi dari DM. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah
kontrol glikemik dimana dengan upaya menurunkan gula darah ke level yang
normal untuk mencegah kerusakan yang lebih lanjut; diperlukan monitoring gula
darah, pengaturan diet dan exercise. Kontrol gula darah yang ketat bisa
menurunkan resiko neuropati 60% dalam 5 tahun.2
Terapi kausatif :

Aldose reduktase inhibitor


Golongan

aldose

reductase

inhibitor,

yang

berfungsi

menghambat penimbunan sorbitol dan fruktosa, dengan cara


memblok pemecahan glukosa yang spesifik melalui jalur poliol.
Diberikan tolrestat 200 mg/hari.9,13

Asam alfa lipoik (ALA)


Merupakan zat antioksidan

yang

sangat

kuat.

Dapat

meningkatkan fungsi endotel vaskuler. ALA merupakan


antioksidan enzimatik yang penting yaitu glutation yang
berfungsi juga sebagai antihiperglikemik sehingga dapat
menurunkan glukosa sampai 50% bila diberikan dalam dosis
1200 mg iv per hari. ALA juga dapat menurunkan glycosylated

hemoglobin melalui penurunan gula darah.9,13


Imunoglobulin (IVIg)
Intravena immunoglobulin adalah kumpulan plasma donor yang
digunakan

untuk

penyakit

autoimun.

IVIg

merupakan

immunoglobulin yang berasal dari darah donor dengan titer


antibodi yang tinggi terhadap antigen tertentu seperti virus dan
toksin. Diharapkan kumpulan berbagai antibodi ini memiliki
efek netralisasi terhadap system imun pasien. IVIg dosis besar
(2g/kgBB) terbukti efektif untuk berbagai keadaan penyakit
imun. Efek immunomoduler IVIg adalah inhibisi complement
18

deposition dan neutralisasi sitokin. Tersedia dalam larutan 5 dan


10% dan bubuk 2,5 g, 5 g, 10 g dan 12 g untuk injeksi. Efek
samping yang dapat timbul adalah mialgia, takikardi, sakit
kepala, nausea dan hipotensi.14

Terapi yang dapat diberikan untuk mengurangi nyeri yaitu :

NSAID
Menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam
arakhidonat

menjadi

PGG2

menjadi

terganggu.

Enzim

siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform disebut COX-1 dan COX2. Berfungsi sebagai antiinflamasi. Obat yang diberkan berupa
ibuprofen 600 mg 4x/hari, sulindac 200 mg 2x/hari. Efek samping
yang sering adalah tukak lambung yang kadang disertai anemia
karena perdarahan lambung.13,14

Antidepresan Trisiklik (TCA)


Anti-depresan memiliki

efek

memblok

reuptake

dari

serotonin dan norepinefrin di SSP, sehingga meningkatkan aktifitas


dari system modulasi nyeri endogen.
Mekanisme kerja anti depresan trisiklik (TCA) terutama
mampu memodulasi transmisi dari serotonin dan norepinefrin (NE).
Anti depresan trisiklik menghambat pengambilan kembali serotonin
(5-HT) dan noradrenalin oleh reseptor presineptik. Disamping itu,
anti depresan trisiklik juga menurunkan jumlah reseptor 5-HT
(autoreseptor), sehingga secara keseluruhan mampu meningkatkan
konsentrasi 5-HT dicelah sinaptik. Hambatan reuptake norepinefrin
juga meningkatkan konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik.
Peningkatan konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik menyebabkan

19

penurunan jumlah reseptor adrenalin beta yang akan mengurangi


aktivitas adenilsiklasi. Sehingga akan menyebabkan nyeri berkurang.
TCA meliputi imipiramine, amitriptilin, dan nortriptilin.
Obat-obatan ini efektif untuk menurukan nyeri tetapi dapat
menimbulkan efek samping berupa dose-dependent. Salah satu efek
samping TCA yaitu bersifat toksik. Ditandai dengan hiperpireksia,
hipertensi, konvulsi dan koma. Pada keracunan dapat menimbulkan
gangguan konduksi jantung dan aritmia. Pada dosis yang rendah
dapat digunakan untuk neuropati, keracunan jarang untuk dosis
rendah. Yang lebih sering digunakan adalah amitriptilin. Amitriptilin
tersedia dalam bentuk tablet 10 mg dan 25 mg, dan dalam bentuk
larutan suntik 100 mg/10mL. Dosis permulaan 75 mg sehari.13,14

Serotonin-norepinefrin reuptake inhibitors (SSNRI)


SSNRI yaitu duloxetine disetujui untuk pengobatan neuropati
diabetik, dan juga venlafaxine juga dapat digunakan. Dengan
menargetan serotonin dan norepinefrin, obat ini dapat mengobati
nyeri yang timbul karena neuropati diabetik dan juga mengobati
depresi jika ada.
Duloxetine diindikasikan untuk penanganan nyeri neuropatik
yang berhubungan dengan ND, walaupun mekanisme kerjanya
dalam mengurangi nyeri belum sepenuhnya dipahami. Hal ini
mungkin berhubungan dengan kemampuannya untuk meningkatkan
aktivitas norepinephrin dan 5-HT pada sistem saraf pusat, duloxetine
umumnya dapat ditoleransi dengan baik, dosis yang dianjurkan yaitu
duloxetine diberikan sekali sehari dengan dosis 60 mg, walaupun
pada

dosis

120

mg/hari

keefektifannya.12,14

Antiepileptic drugs (AED)


20

menunjukkan

keamanan

dan

Pemanjangan dari saraf C nosiseptor dapat menyebabkan


pengeluaran glutamate yang bekerja pada reseptor N-Methyl-DAspartate (NMDA) di medulla spinalis. Aktivasi dari reseptor
NMDA menyebabkan neuron pada medulla spinalis menjadi lebih
responsive, yang mengakibatkan sensitisasi sentral. Pengaktifan itu
dapat mengakibatkan sel merespon terhadap nyeri. Maka dari itu,
anti epilepsy dapat digunakan untuk menghilangkan nyeri pada
neuropati karena salah satu kerja antiepilepsi adalah penurunan
ekstimasi glutamate melalui blok reseptor NMDA.13,14
AED, khususnya gabapentin dan pregabalin adalah first line
pengobatan pada neuropati. Gabapentin dibandingkan amitriptilin
dari segi efek dan efek samping lebih minimal. Efek samping yang
dapat muncul adalah sedasi.12,13 Gabapentin merupakan suatu analog
GABA yang berperan dalam metabolism GABA. Gabapentin
menghambat degradasi GABA, yaitu dengan mempengaruhi reuptake. Dosis gabapentin (dewasa dan anak > 12 tahun) adalah 9001800 mg/hari. Efek sampingnya berupa ataxia, pusing, sakit kepala,
somnolen dan tremor.13,14
Pregabalin diindikasikan pada penanganan nyeri neuropatik
untuk ND dan juga PHN. Mekanisme kerja dari pregabalin diyakini
sama dengan gabapentin. Pregabalin, memblok Ca2+ masuk pada
ujung saraf dan mengurangi pelepasan neurotransmitter. Pada
penderita ND yang nyeri, dosis maksimum yang direkomendasikan
dari pregabalin adalah 100 mg tiga kali sehari (300mg/hari). Pada
pasien dengan creatinin clearance 60 ml/min, dosis seharusnya
mulai pada 50 mg tiga kali sehari (150mg/hari) dan dapat
ditingkatkan hingga 300mg/hari dalam 1 minggu berdasarkan
keampuhan dan daya toleransi dari penderita.13,14

21

Obat anti-epilepsy (AED) memiliki kemampuan mengurangi


eksitabilitas membran dan menekan terjadinya impuls saraf
abnormal pada neuron. Hal ini terutama berperan menekan proses
yang terjadi pada sensitisasi, sehingga sering digunakan pada nyeri
neuropatik.13,14
Terapi tambahan :

Metilkobalamin
Merupakan satu-satunya derivate aktif dari vitamin B12
yang mempunyai efek merangsang proteosintesis sel-sel Schwann
dan dengan jalan transmetilasi dapat menyebabkan mielogenesis
dan regenerasi akson saraf dan memperbaiki transmisi sinaps.
Mempromosi sintesa fosfatidilkolin yang memperbaiki aktivitas
Na-K-ATPase. Dengan jalan transmetilasi dapat menyebabkan
mielogenesis dan menstimulasi regenerasi akson saraf dan
memperbaiki

transmisi

metilkobalamin.13,14

BAB III
PENUTUP
22

pada

saraf.

Dosis

3x250

ug

KESIMPULAN
Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM dengan prevalensi dan
manifestasi klinis amat bervariasi. Dari beberapa factor terjadinya DM yang berperan pada
mekanisme patogenik neuropati diabetik, hiperglikemia berkepanjangan sebagai komponen
factor metabolic merupakan dasar utama pathogenesis neuropati diabetik.
Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan neuropati diabetik pada pasien DM,
yang penting ialah diagnosis diikuti pengendalian glukosa darah dan perawatan kaki sebaikbaiknya. Juga perlu diperhatikan pengobatan yang diterapkan dalam upaya penyembuhan.

Daftar Pustaka
1. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC; 2009.h.637
23

2. Subekti I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006.h.1902-4
3. Sunaryo.M. Polineuropati Diabetika. Diunduh dari http://eprints.undip.ac.id/30687/3/Bab_2.pdf,
6 Juni 2014
4. National Diabetes Information Clearinghouse. Diabetic Neuropathies: The Nerve Damage of
Diabetes. Diunduh dari http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/neuropathies/neuropathies.pdf, 6
Juni 2014
5. Priyantono T. Faktor-faktor Resiko yang Berpengaruh Terhadap Timbulnya Polineuropati pada
Penderita

Diabetes

Melitus

Tipe

2.

Edisi

2005.

http://eprints.undip.ac.id/15006/1/2005FK4175.pdf, 6 Juni 2014


6. Neuropati
diabetik.
Diunduh

Diunduh

dari
dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30881/4/Chapter%20II.pdf, 6 Juni 2014


7. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Konsensus Nasional 1 Diagnostik dan
Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik. Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair; 2011.h.336
8. Neuropati

Diabetik.

Diunduh

dari

http://www.scribd.com/doc/76941741/NEUROPATI-

DIABETIK, 6 Juni 2014


9. Wibowo S, Gofir A. Farmakoterapi dalam Neurologi. Jakarta : Penerbit Salemba Medika;
2001.h.145-7
10. Adams and Victors. Principles of Neurology. United States of America : Palatino; 2009.p.12779,1319
11. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta : Dian Rakyat; 2010.h.121-2
12. Vinik I, Casellini C, Nevoret MV. Diabetic Neuropathies. Edisi December 2011. Diunduh dari
http://www.endotext.org/diabetes/diabetes31/diabetes31.htm, 6 Juni 2014
13. HA King. Neuropati Diabetic. Diunduh dari http://www.answers.com/topic/diabetic-neuropathy,
6 Juni 2014
14. Gunawan SG, Setiabudy R. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : FKUI; 2006.h.172-4, 230-3

24

Anda mungkin juga menyukai