Anda di halaman 1dari 53

PRESENTASI KASUS ILMU BEDAH

HERNIA SKROTALIS

Febriena Amalia
030.11.097

PEMBIMBING : Dr. Ramadhana, Sp. B.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RSUP FATMAWATI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE JULI-SEPTEMBER 2015

LEMBAR PENGESAHAN

Nama: Febriena Amalia


NIM: 030.11.097
Telah menyerahkan PRESENTASI KASUS
HERNIA SKROTALIS
Pada JULI 2015
Dan telah disetujui oleh
Dr. Ramadhana, Sp.B.

-------------------------------------

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Tuhan Yang


Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan presentasi kasus yang berjudul Hernia skrotalis ini dapat
terselesaikan sebagai salah satu syarat menyelesaikan kepaniteraan klinik Bedah
RSUP Fatmawati, Jakarta Selatan.
Banyak terima kasih penulis sampaikan kepada pembimbing penulis, dr.
Ramadhana, Sp. B, atas segenap waktu, tenaga, dan pikiran yang telah diberikan
selama proses pembuatan presentasi kasus ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh rekan-rekan
kepaniteraan klinik Bedah periode 29 Juli 2015 06 September 2015 atas
kebersamaan dan kerja sama yang terjalin selama ini. Tidak lupa penulis ingin
berterima kasih kepada orang tua dan keluarga atas dukungan moril maupun
materil serta doa yang tidak pernah putus.
.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa presntasi kasus ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun akan sangat
diharapkan demi penyempurnaannya. Semoga case ini dapat memberikan
informasi yang berguna bagi para pembaca.

Jakarta, 24 Juli 2015

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii
BAB I...................................................................................................... 1
BAB II.................................................................................................. 12
BAB III............................................................................................... 451
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 471

BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
No.Rekam Medik

: 00177516

Nama

: Tn. YE

Umur

: 68 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Jl. Cilandak No. 36

No.Telp

:-

Pekerjaan

: Pemilik warung

Pendidikan
Status Perkawinan

: Tamat SLTP
: Menikah

B. ANAMNESA
Diambil dari : Autoanamnesa, tanggal 15 juli 2015 jam 09.00 wib
B.1 .KELUHAN UTAMA
Mual dan muntah sejak 3 hari SMRS
B.2.KELUHAN TAMBAHAN
Benjolan di selangkangan sejak 5 tahun yang lalu
B.3.RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke RSUP Fatmawati dengan keluhan mual dan muntah sejak
3 hari yang lalu. Mual dirasakan sepanjang hari dan tidak dipengaruhi
makanan. Pasien muntah kira-kira >10x sehari. Konsistensi muntah adalah
cairan bening, bercampur makanan. Berwarna kecoklatan dengan jumlah
yang cukup banyak. BAB terakhir 3 hari yang lalu. Tidak dapat kentut.

Sejak 5 tahun yang lalu pasien mengeluh ada benjolan di daerah


selangkangan sebelah kiri. Benjolan hilang-timbul awalnya dapat
dimasukkan, muncul saat mengangkat beban yang berat terutama saat
membarang barang keperluan warung dan jika pasien berbaring dengan
posisi kaki diangkat benjolan akan menghilang. Namun sejak 3 bulan yang
lalu benjolan tidak dapat dimasukkan lagi. Kemudian pasien merasa nyeri
hebat yang hilang-timbul, bila nyeri pasien merasa seperti ingin pingsan.
Nyeri biasanya disertai mual muntah dan keringat dingin. Tidak terdapat
demam, sakit kepala, dan gangguan BAK disangkal.
B.4.RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien mempunyai riwayat penyakit tekanan darah tinggi sejak 3 tahun
yang lalu. Riwayat DM, penyakit jantung, asma, alergi disangkal.
B.5.RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien. Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit diabetes mellitus,
hipertensi, dan penyakit jantung pada keluarga.
B.6.RIWAYAT KEBIASAAN
Pasien sering mengangkat barang-barang berat saat bekerja di warung.
Pasien juga sering diurut di bagian perut bawah dan frekuensi urut menjadi
lebih sering sesaat sebelum benjolan tidak bisa dimasukkan lagi.
C. PEMERIKSAAN FISIK
C.1.Status Generalis
Keadaan umum

: sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Tensi

: 140/90 mmHg

Nadi

: 88 kali per menit

RR

: 20kali per menit

Suhu

: 37,4 C

C.2.Kepala
Bentuk

: Normocephali

Rambut

: Bersih, warna hitam

C.3.Mata
Palpebraq

: Edema-/-

Konjungtiva

: Anemis-/-

Sclera

: Ikterik-/-

Pupil

: Bulat, isokor, tepi rata

C.4.Telinga
Bentuk

: Normotia

Nyeri tekan tragus

: -/-

C.5.Hidung
Septum deviasi

: dalam batas normal

Secret

: dalam batas normal

C.6.Mulut
Bibir

: sianosis negative

Lidah

: tidak kotor, papil tidak atrofi

Tonsil

: T1-T1, tenang

Mukosa Faring

: tidak hiperemis

C.7.Leher
Trakea

: lurus, terletak ditengah

Tiroid

: tidak membesar, tidak teraba massa

KGB

: tidak terlihat membesar, tidak teraba


pembesaran

C.8.Thoraks
Paru

:
Inspeksi

: pergerakan dada simetris

Palpasi

: vokal fremitus teraba sama di kedua


lapang paru

Perkusi

: sonor di kedua lapang paru

Auskultasi

: suara napas vesikuler di kedua lapang paru,


rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi

: iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: iktus kordis teraba di ICS V linea


midklavikula sinistra

Perkusi

Batas kanan

: ICS IV linea parasternalis dekstra

Batas kiri

: ICS V linea midklavikularis sinistra

Pinggang

: ICS III linea parasternalis sinistra

Auskultasi

: bunyi jantung I dan II regular, murmur (-),


gallop (-)

C.9 Abdomen

Inspeksi

: datar

Palpasi

: nyeri tekan (+) pada regio hipogastrium,


iliaka dextra dan sinistra, nyeri lepas (-),
defans muscular (-)

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: bising usus menurun

C.10 Ekstremitas

: akral hangat (+), edema (-)

C.11.Genitalia

Inspeksi

: tampak benjolan pada region skrotalis


sinistra, kemerahan (+)

Palpasi

: Nyeri tekan(+)

C.12.Status lokalis
Regio scrotalis sinistra
Inspeksi

Tampak benjolan pada skrotum bagian


sinistra, berwarna kemerahan

Palpasi

Teraba massa dengan konsistensi lunak,


batas atas tidak jelas, nyeri tekan(+),
Benjolan tidak dapat didorong masuk
dengan jari telunjuk dalam posisi pasien
berbaring

Perkusi

Tidak dilakukan

Auskultasi

Bising usus (-)

D. Pemeriksaan Khusus Lain


Transiluminasi (-)

E. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
FUNGSI HATI
SGOT
SGPT
FUNGSI GINJAL
Ureum
Kreatinin
GDS
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Klorida

12,2
39
12,7
194
4

gr/dl
%
ribu/ul
ribu/ul
juta/ul

13,2 17,3
33 45
5,0 10,0
150 440
4,40 5,90

31
35

U/I
U/I

0-34
0-40

62
1,6
80

Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl

20-40
0,6-1,5
70-140

130
3,08
96

Mmol/l
Mmol/l
Mmol/l

135-147
3,10-5,10
95-108

b. rontgen thorax AP

kesan : kardiomegali, infiltrat di lapangan bawah paru kanan, suspek


pneumonia.
F. Diagnosis kerja
Hernia scrotalis sinistra strangulata
G. Diagnosis banding
1. hidrochele
2. tumor testis
3. orchitis
H. Penatalaksanaan
Herniotomi + hernioplasty dengan MESH
Laporan operasi

Pasien terlentang di meja operasi dalam anestesi spinal. Kemudian dilakukan a


dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya. Dilakukan insisi oblik 2
jarimedial SIAS kiri

menuju ke tuberculum pubicum menembus kutis,

subkutis, dan fasia. Aponeurosis m. obliquus externus dibuka secara tajam


diantara krus medialis dan krus lateralis. Kemudian dilakukan identifikasi n.
ilioinguinalis dan kantong hernia. Ketika dibuka tampak kolon sigmoid, pada
penilaian vital. Kemudian isi kantung hernia dimasukkan ke dalam rongga
peritoneum. Dipisahkan kantong proximal dengan kantong distal, kantung
proksimal dibebaskan sampai lemak preperitoneal diligasi dan dipotong.
Dilakukan pemasangan MESH, difiksasi pada tuberkulum pubikum, conjoint
tendon dan ligamentum inguinale. Kemudian dilakukan perawatan perdarahan.
Lalu luka operasi ditutup lapis demi lapis. Kemudian operasi selesai.

Pre operasi

Intra operasi (pemasangan MESH)

Post operasi

I. Prognosis
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad sanationam

: ad bonam

Quo ad fungsional

: ad bonam

10

11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

HERNIA SECARA UMUM


a. Definisi
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek
atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi
perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskuloaponeurosis dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantung dan isi hernia.

12

Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau kongenital dan
hernia dapatan atau akuisita. Hernia diberi nama menurut letaknya, contohnya:
diafragma, inguinal, umbilikal, femoral.1
b. Klasifikasi

Hernia secara umum


1. Hernia Internal yakni tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui
suatu lubang dalam rongga perut seperti foramen Winslow, resesus
retrosekalis atau defek dapatan pada mesentrium umpamanya setelah
anastomosis usus
2. Hernia eksterna adalah hernia yang menonjol keluar melalui dinding
perut, pinggang atau perineum.

Hernia berdasarkan terjadinya


1. Hernia bawaan atau kongenital yakni didapat sejak lahir atau sudah
ada semenjak pertama kali lahir.
2. Hernia dapatan atau akuisita yang merupakan bukan bawaan sejak
lahir, tetapi hernia yang didapat setelah tumbuh dan berkembang
setelah lahir.

Hernia menurut sifatnya/secara klinik


1. Hernia reponible
Disebut begitu jika isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika
bboberdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau
didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.
2. Hernia irreponible

13

Bila isi kantong tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga.


Biasanya disebabkan oleh pelekatan isi kantong kepada peritoneum
kantong hernia. Hernia ini disebut juga hernia akreta dan tidak ada
keluhan rasa nyeri atau tanda sumbatan usus.
3. Hernia inkarserata
Hernia ini terjadi bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi
kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga
perut, akibatnya, terjadi gangguan pasase. Secara klinis hernia
inkaserata lebih dimaksudkan untuk hernia irreponible dengan
gangguan pasase seperti mual, muntah, kembung, tidak dapat BAB,
tidak dapat flatus.
4. Hernia strangulata
Terjadi jika isi hernia megalami jepitan oleh cincin hernia sehingga
timbul

gejala

gangguan

pasase

(obstruksi)

dan

gangguan

vaskularisasi. Gangguan pasase dapat berupa mual, muntah,


kembung, tidak dapat BAB, tidak dapat flatus. Jepitan cincin hernia
akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Mulanya
terjadi bendungan vena sehingga terjadi oedem organ atau struktir
didalam henia dan transudasi ke dalam kantung hernia. Timbulnya
oedem akan menyebabkan jepitan pada cincin hernia mekin
bertambah sehingga akhirnya vaskularissi terganggu. Isi hernia dapat
mengalami nekrosis dan kantung hernia akan berisi transudat berupa
cairan serosanguinus. Daerah yang mengalami jepitan bahkan dapat
terjadi perforasi yang kemudian akan dapat menimbulkan abses
lokal, fistel, ataupun peritonitis. Gangguan vaskularisasi dapat
berupa nyeri yang menyerupai cholik yang lama kelamaan bisa
menetap.. Selain nyeri hebat yang hilang timbul yang kemudian
menetap akibat rangsangan peritoneal, yang membedakan dengan
hernia jenis lainnya adalah pada hernia strangulata terdapat gejala
toksik akibat gangren. Yaitu demam tinggi, menggigil, gelisah
hingga penurunan kesadaran, frekuensi nadi yang meningkah namun
lemah, penurunan tekanan darah, dan terdapat leukositosis.

14

Hernia menurut jumlahnya


1. Hernia unilateral
Hernia hanya berada pada satu sisi: sisi kiri atau sisi kanan.
2. Hernia bilateral
Hernia berada pada kedua sisi, kanan dan kiri.

Hernia berdasarkan letak :


a. Hernia Inguinalis
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena
sebab yang didapat. Hernia inguinalis timbul paling sering pada pria
dan lebih sering pada sisi kanan dibandingkan pada sisi kiri. Pada
orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya
hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya
struktur m.oblikus internus obdominis yang menutup anulus inguinalis
internus ketika berkontraksi, dan adanya fasia transversa yang kuat
menutupi Trigonum Hasselbach yang umunya hampir tidak berotot.
Faktor paling kausal yaitu adanya proses vaginalis (kantong hernia)
yang terbuka, peningkatan tekanan intra abdomen, dan kelemahan otot
dinding perut karena usia. Hernia inguinalis dibagi menjadi1
1. Hernia inguinalis medialis(direk)
Hernia inguinalis direk, disebut juga hernia inguinalis medialis,
karena melewati dinding inguinal posterior yaitu di daerah medial
pembuluh darah epigastrika inferior, yang berbatasan dengan
trigonum Hesselbach. Disebut direk karena langsung menonjol
melalui segitiga Hesselbach. Hernia inguinalis direk jarang, bahkan
hampir tidak mengalami inkarserasi dan strangulasi.
2. Hernia inguinalis lateralis(indirek)
Hernia inguinalis lateralis (indirek) adalah hernia yang melalui
anulus inguinalis internus yang terletak di sebelah lateral vasa
epigastrika inferior, menyusuri kanalis inguinalis dan keluar ke
rongga perut melalui anulus inguinalis eksternus. Disebut hernia
inguinalis lateralis karena menonjol dari perut di lateral dari

15

pembuluh epigastrika inferior. Disebut indirek karena keluar


melalui dua pintu dan saluran, yaitu annulus dan kanalis inguinalis.
Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum, ini
disebut hernia skrotalis. Kantong hernia berada didalam muskulus
kremaster terletak anteromedial terhadap vas deferen dan struktur
lain dalam tali sperma.
b. Hernia femoralis
Hernia femoralis umumnya dijumpai pada perempuan tua. Keluhan
biasanya muncul berupa benjolan di lipat paha yang tampak terutama
pada waktu melakukan kegiatan yang menaikkan tekanan intra
abdomen. Pintu masuk hernia femoralis adalah anulus femoralis.
Selanjutnya, isi hernia masuk ke dalam kanalis femoralis yang
berbentuk corong sejajar dengan v.femoralis sepanjang kurang lebih 2
cm dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha.

c. Hernia umbilikalis
Hernia umbilikalis merupakan hernia kongenital pada umbilikus yang
hanya tertutup peritoneum dan kulit. Hernia ini terdapat pada 20% bayi
dan lebih tinggi lagi pada bayi prematur.Hernia para-umbilikalis
Hernia para-umbilikalis merupakan hernia yang melalui suatu celah di
garis tengah di tepi kranial umbilikalis, jarang spontan terjadi di tepi
kaudalnya.
d. Hernia epigastrika
Hernia epigastrika adalah hernia yang keluar melalui defek di linea
alba, antara umbilikus dan prosesus xifoideus. Isi terdiri atas

16

penonjolan jaringan lemak praperitoneal dengan atau tanpa kantong


peritoneum.
e. Hernia ventralis
Hernia ventralis adalah nama umum untuk semua hernia di dinding
perut bagian anterolateral seperti hernia sikatriks. Hernia sikatriks
merupakan penonjolan peritoneum melalui bekas luka operasi yang
baru maupun yang lama.
f. Hernia spieghe
Hernia spieghel ialah hernia interstisial dengan atau tanpa isinya
mealui fasia Spieghel.
g. Hernia obturatoria
Hernia obturatoria ialah hernia melalui foramen obturatorium.
h. Hernia perinealis
Hernia perinealis merupakan tonjolan hernia pada perineum melalui
defek dasar panggul yang dapat terjadi secara primer pada perempuan
multipara, atau sekunder setelah operasi melalui perineum seperti
prostatektomia atau reseksi rektum secara abdominoperineal.
i. Hernia pantalon
Hernia pantalon merupakan kombinasi hernia inguinalis dan medialis
pada satu sisi.

17

HERNIA SKROTALIS
1.

ANATOMI
Regio Inguinalis
Lapisan dinding perut dari lapisan paling luar ke dalam. Pada dasarnya
inguinal dibentuk dari lapisan:2
a. Kulit (kutis)
b. Jaringan sub kutis (campers dan scarpas) yang berisikan lemak
c. Innominate fasia (Gallaudet) : lapisan ini merupakan lapisan superfisial
atau lapisan luar dari fasia muskulus obliqus eksternus. Sulit dikenal
dan jarang ditemui
d. Apponeurosis muskulus obliqus eksternus, termasuk ligamentum
inguinale (Poupart), Lakunare (Gimbernat) dan Colles
e. Spermatik kord pada laki-laki, ligamen rotundum pada wanita
f. Muskulus transversus abdominis dan aponeurosis muskulus obliqus
internus, falx inguinalis (Henle) dan konjoin tendon
g. Fasia transversalis dan aponeurosis yang berhubungan dengan
ligamentum pectinea (Cooper), iliopubic tract, falx inguinalis dan fasia
transversalis
h. Preperitoneal connective tissue dengan lemak
i. Peritoneum
j. Superfisial dan deep inguinal ring

18

Bila dilihat dari lapisan-lapisan pada anatomi bedah inguinal di atas, maka
lokasi hernia itu sendiri seperti gambar di bawah ini.2

Kanalis Inguinalis
Kanalis inguinalis adalah saluran yang berjalan oblik (miring) dengan
panjang 4 cm dan terletak 2-4 cm di atas ligamentum inguinale. Dinding
yang membatasi kanalis inguinalis adalah: 3
a. Anterior
Dibatasi oleh aponeurosis muskulus obliqus eksternus dan 1/3
lateralnya muskulus obliqus internus
b. Posterior
Dibentuk oleh aponeurosis muskulus transversus abdominis yang
bersatu dengan fasia transversalis dan membentuk dinding posterior
dibagian lateral. Bagian medial dibentuk oleh fasia transversa dan
konjoin tendon, dinding posterior berkembang dari aponeurosis
muskulus transversus abdominis dan fasia transversal
c. Superior
Dibentuk oleh serabut tepi bawah muskulus obliqus internus dan
muskulus transversus abdominis dan aponeurosis
d. Inferior
Dibentuk oleh ligamentum inguinale dan lakunare

19

Bagian ujung atas dari kanalis inguinalis adalah internal inguinal ring.
Ini merupakan defek normal dan fasia transversalis dan berbentuk huruf
U dan V dan terletak di bagian lateral dan superior. Batas cincin
interna adalah pada bagian atas muskulus transversus abdominis,
iliopublik tract dan interfoveolar (Hasselbach) ligament dan pembuluh
darah epigastrik inferior di bagian medial. External inguinal ring adalah
daerah pembukaan pada aponeurosis muskulus obliqus eksternus,
berbentuk U dengan ujung terbuka ke arah inferior dan medial.
Isi kanalis inguinalis pria :3
A. Duktus deferens
B. 3 arteri yaitu :
a. Arteri spermatika interna
b. Arteri diferential
c. Arteri spermatika eksterna
C. Plexus vena pampiniformis
D. 3 nervus:
a. Cabang genital dari nervus genitofemoral
b. Nervus ilioinguinalis
c. Serabut simpatis dari plexus hipogastrik
E. 3 lapisan fasia:
a. Fasia spermatika eksterna, lanjutan dari fasia innominate.

20

b. Lapisan kremaster, berlanjut dengan serabut-serabut muskulus


obliqus internus dan fasia otot
c. Fasia spermatika interna, perluasan dari fasia transversal
Struktur Anatomi Keseluruhan di Daerah Inguinal
A. Facia superfisialis3
Fasia ini terbagi dua bagian, superfisial (Camper) dan profundus
(Scarpa). Bagian superfisial meluas ke depan dinding abdomen dan
turun ke sekitar penis, scrotum, perineum, paha, bokong. Bagian
yang profundus meluas dari dinding abdomen ke arah penis (Fasia
Buck).
B. Ligamentum Inguinale (Poupart)
Merupakan penebalan bagian bawah aponeurosis muskulus obliqus
eksternus. Terletak mulai dari SIAS sampai ke ramus superior tulang
publis
C. Aponeurosis muskulus obliqus eksternus
Di bawah linea arkuata (Douglas), bergabung dengan aponeurosis
muskulus obliqus internus dan transversus abdominis yang
membentuk lapisan anterior rektus. Aponeurosis ini membentuk tiga
struktur anatomi di dalam kanalis inguinalis berupa ligamentum
inguinale, lakunare dan refleksi ligamentum inguinale (Colles)
D. Ligamentum lakunare (Gimbernat)
Merupakan paling bawah dari ligamentum inguinale dan dibentuk
dari serabut tendon obliqus eksternus yang berasal dari daerah Sias.
Ligamentum ini membentuk sudut kurang dari 45 derajat sebelum
melekat pada ligamentum pektineal. Ligamentum ini membentuk
pinggir medial kanalis femoralis
E. Ligamentum pektinea (Cooper)
Ligamentum ini tebal dan kuat yang terbentuk dari ligamentum
lakunare dan aponeurosis muskulus obliqus internus, transversus
abdominis dan muskulus pektineus. Ligamentum ini terfiksir ke

21

periosteum dari ramus superior pubis dan ke bagian lateral


periosteum tulang ilium
F. Konjoin tendon
Merupakan gabungan serabut-serabut bagian bawah aponeurosis
obliqus internus dengan aponeurosis transversus abdominis yang
berinsersi pada tuberkulum pubikum dan ramus superior tulang pubis
G. Falx inguinalis (Ligamentum Henle)
Terletak di bagian lateral, vertikal dari sarung rektus, berinsersi pada
tulang pubis, bergabung dengan aponeurosis transversus abdominis
dan fasia transversalis
H. Ligamentum interfoveolaris (Hasselbach)
Sebenarnya bukan merupakan ligamentum, tapi penebalan dari fasia
transversalis pada sisi medial cincin interna. Letaknya inferior
I. Refleksi ligamentum inguinale (Colles)
Ligamentum ini dibentuk dari serabut aponeurosis yang berasal dari
crus inferior cincin externa yang meluas ke linea alba
J. Traktus iliopubika
Perluasan dari arkus iliopektinea ke ramus superior pubis,
membentuk bagian dalam lapisan muskulo aponeurotik bersama
muskulus transversus abdominis dan fasia transversalis. Traktus ini
berjalan di bagian medial, ke arah pinggir inferior cincin dalam dan
menyilang pembuluh darah femoral dan membentuk pinggir anterior
selubung femoralis
K. Facia transversalis
Tipis dan melekat erat serta menutupi muskulus transversus
abdominis
L. Segitiga Hasselbach
Hasselbach tahun 1814 mengemukakan dasar dari segi tiga yang
dibentuk oleh pekten pubis dan ligamentum pektinea. Segitiga ini
dibatasi oleh:
a. Supero-lateral : Pembuluh darah epigastrika inferior
b. Medial : Bagian lateral rektus abdominis

22

c. Inferior : Ligamentum ingunale

23

Gambar struktur anatomi inguinal


2.

DEFINISI
Hernia skrotalis adalah suatu keadaan dimana sebagian usus masuk
melalui sebuah lubang pada dinding perut kedalam kanalis inguinalis
kemudian berlanjut sampai ke skrotum. Kanalis inguinalis adalah
saluran yang berbentuk tabung, yang merupakan jalan tempat turunnya
testis dari perut kedalam skrotum sesaat sebelum bayi dilahirkan .4

3.

EPIDEMIOLOGI
Hernia skrotalis termasuk hernia

inguinalis lateralis/indirek dan

mempunyai angka kejadian yang paling banyak dibanding dengan


hernia yang lain. Kurang lebih 75% dari semua hernia terjadi di regio
inguinal, dimana 50% sebagai hernia inguinalis indirek, dan 25%
sisanya adalah hernia inguinalis direk. Hampir 75% dari semua kasus
hernia terjadi pada daerah lipat paha (direk, indirek dan femoral).
Selebihnya adalah hernia insisional dan ventral (10%), umbilikal (3%),
dan lain-lain hernia (3%).

24

Hernia lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita. Perbandingan


antara angka kejadian pada laki-laki dan perempuan adalah 12:1. Di
belahan dunia bagian barat, insiden hernia inguinalis pada usia dewasa
bervariasi antara 10% - 15%. Insidens bervariasi antara 5% 8% pada
usia 25 40 tahun. Pada usia 75 tahun atau lebih, insiden hernia
mencapai 45%. Insidens hernia meningkat dengan bertambahnya umur
karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intraabdomen
dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya.
Sebagian besar hernia inguinalis terjadi pada pria (90%). Sementara
wanita memiliki resiko tiga kali lebih besar untuk mengalami hernia
femoralis. Hernia skrotalis lebih banyak muncul pada sisi kanan.
Alasannya adalah karena testis kiri lebih dulu turun dari retroperitonel
ke skrotum dibanding testis kanan, sehingga obliterasi canalis inguinalis
kanan terjadi lebih akhir. Pada kasus terjadinya hernia skrotalis kiri,
50% kasus akan disertai dengan hernia skrotalis kanan.
Insiden rekurensi hernia pasca repair primer berkisar 2-10%. Hasil
terbaik dapat dicapai dengan teknik Shouldice. Repair pada hernia
rekuren, akan memiliki rekurensi yang lebih besar >20%. Teknik yang
lebih dianjurkan untuk mencegah rekurensi lanjut adalah teknik
Shouldice, atau dengan menggunkan mesh prostetik.
Pada bayi dan anak-anak hernia lebih sering terjadi pada anak dengan
riwayat lahir prematur. Hernia inkarserata muncul pada 9%-20% kasus
dan lebih sering muncul pada bayi yang berumur kurang dari enam
bulan, um umnya dapat mengalami reduksi spontan dan harus segera
dilakukan operasi repair elektif. Penelitian menunjukkan bahwa operasi
elektif memiliki komplikasi lebih minimal dibandingkan dengan operasi
emergensi, terutama pada bayi dengan berat lahir rendah. Operasi elektif
harus segera dilakukan untuk mencegah terjadinya re-inkarserata.
4.

ETIOLOGI

25

Masih menjadi kontroversi mengenai apa yang sesungguhnya menjadi


penyebab timbulnya hernia inguinalis maupun skrotalis. Disepakati
adanya 3 faktor yang mempengarui terjadinya hernia skrotalis yaitu
meliputi:

a. Processus vaginalis persistent


Hernia mungkin sudah tampak sejak bayi tapi kebanyakan baru
terdiagnosis sebelum pasien mencapai usia 50 tahun. Sebuah analisis
dari statistik menunjukkan bahwa 20% laki-laki yang masih
mempunyai processus vaginalis hingga saat dewasanya merupakan
predisposisi hernia.

b. Naiknya tekanan intra abdominal secara berulang


Naiknya tekanan intra abdominal biasa disebabkan karena batuk atau
tertawa terbahak-bahak, partus, prostat hipertrofi, vesiculolitiasis,
carcinoma kolon, sirosis dengan asites, splenomegali massif
merupakan factor resiko terjadinya hernia.
Pada asites, keganasan hepar, kegagalan fungsi jantung, penderita
yang menjalani peritoneal dialisa menyebabkan peningkatan tekanan
intra abdominal sehingga membuka kembali processus vaginalis
sehingga terjadi hernia.
c. Lemahnya otot-otot dinding abdomen 4-6
Ada tiga mekanisme yang seharusnya bisa mencegah terjadinya
hernia skrotalis. Yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring,
adanya struktur m. ablikus internus yang menutup annulus internus
ketika berkontraksi, dan fascia transversa yang menutup trigonum
hasselbach yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan pada
mekanisme ini bisa menyebabkan terjadinya hernia.1
5.

PATOFISIOLOGI
Pada keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi
annulus intenus turut kendur. Pada keadaan ini tekanan intraabdomen
tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertical. Sebaliknya

26

jika otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih


transversal dan annulus inguinalis tertutup sehingga mencegah
masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis.
Tetapi dalam keadaan prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian
tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena
usia dapat membentuk pintu masuk hernia pada annulus internus yang
cukup lebar. Sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Di
samping itu diperlukan pula factor yang dapat mendorong isi hernia
melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar tersebut.7
Bila cincin hernia sempit, kurang elastic atau lebih kaku maka akan
terjadi jepitan yang menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia.
Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi oedem organ
atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia.
Timbulnya oedem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin
bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi
hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudat berupa
cairan serosanguinus. 1

6.

FAKTOR RESIKO
Menurut Marijata (2006), proses terjadinya hernia inguinalis maupun
skrotalis dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
Adapun faktor faktor predisposisi yang berpengaruh terhadap insidensi
hernia inguinalis adalah sebagai berikut :
1. Kongenital

Prosesus vaginalis persisten

Kanalis nuck persisten

Obliterasi umbilikus tidak sempurna

27

Pada bulan kedelapan kehamilan, terjadi desensus testis melalui


kanal inguinalis. Penurunan testis tersebut akan menarik
peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan
peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei.
Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini telah
mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat
melalui kanalis tersebut. Namun akibat beberapa faktor, kanalis
ini tidak menutup, oleh karena testis kiri turun terlebih dahulu,
maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Dalam
keadaan normal kanalis yang terbuka ini akan menutup pada
usia 2 bulan.
2. Luka operasi
Luka yang didapat pasca melakukan operasi.
3. Jenis kelamin
Faktor jenis kelamin berhubungan dengan faktor kongenital.
Hernia pada laki laki 95% adalah jenis inguinalis, sedangkan
pada wanita 45-50%. Perbedaan prevalensi ini di sebabkan karena
ukuran ligamentum rotundum, dan presentase obliterasi dari
processus vaginalis testis lebih kecil dibanding obliterasi kanalis
nuck.
4. Umur
Pada usia lanjut terjadi perubahan fisiologi berupa melemahnya
jaringan penunjang, salah satunya dinding abdomen. Keadaan ini
sering

disertai

dengan

timbulnya

penyakit-penyakit

yang

meningkatkan tekanan intraabdomen. Tendensi hernia meningkat


sesuai dengan meningkatnya aktifitas, sekitar umur 26 50 tahun
insidensi menurun dan setelah umur diatas 50 tahun insidensi
meningkat lagi oleh karena menurunnya kondisi fisik.
5. Konstitusi atau keadaan badan
Banyaknya lemak preperitoneal akan mendesak dinding abdomen
dan menimbulkan lokus minoris atau kelemahankelemahan otot

28

serta terjadi relaksasi dari anulus. Bila lemak menginfiltrasi ke


omentum dan mesenterium akan mengurangi volume rongga
abdomen sehingga terjadi peningkatan tekanan intraabdomen.

Faktor-faktor presipitasi yang ikut berperan terhadap insidensi hernia


inguinalis maupun skrotalis adalah sebagai berikut:
1. Batuk Kronik
Batuk kronik adalah batuk yang tidak menghilang selama 8 minggu
atau lebih. Batuk merupakan gejala dari suatu panyakit. Pada saat
batuk terjadi peningkatan tekanan intraabdomen dan bila terjadi secara
terus menerus akan meningkatkan risiko terjadinya hernia inguinalis.
2. Konstipasi
Pada saat mengalami konstipasi, proses defekasi menjadi sulit oleh
sebab itu pasien harus mengejan lebih kuat. Proses mengejan inilah
yang akhirnya akan menyebabkan tekanan intraabdomen meningkat.
3. Benigna Prostate Hyperplasia (BPH)
BPH akan menyebabkan terjadinya tahanan saat miksi, sehingga
penderita harus mengejan lebih kuat yang akhirnya menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen.

4. Partus
Pada saat

partus, ibu hamil akan mengejan untuk mengeluarkan

bayinya yang mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdomen.


5. Angkat beban berat
Tidak ada batasan beban yang pasti untuk faktor ini. Angkat berat bisa
dihubungkan dengan faktor pekerjaan, contohnya bertani, buruh, kuli
bangunan dll. Pada saat mengangkat beban berat akan terjadi
kontraksi di bagian perut dan juga akan ada refleks mengejan yang

29

membantu memberikan tahanan saat akan mengangkat. Kedua hal


inilah yang akan menyebabkan peningkatan tekanan abdomen.
6. Asites
Akumulasi dalam rongga abdomen bisa meningkatkan tekanan
intraabdomen dan meningkatkan risiko terjadinya hernia inguinalis.
Faktor-faktor presipitasi di atas berperan dengan meningkatkan
tekanan intraabdomen sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya
hernia inguinalis.3
7.

DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Anamnesis yang terarah sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis. Uraian lebih lanjut tentang keluhan utama, misalnya
bagaimana sifat keluhan, dimana lokasi dan kemana penjalarannya
bagaimana awal serangan dan urutan kejadiannya adanya faktor
yang memperberat dan memperringan keluhan, adanya keluhan lain
yang berhubungan perlu ditanyakan dalam diagnosis. Gejala dan
tanda klinik hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada
hernia reponible keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di
lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau
mengejan dan menghilang setelah berbaring.8
Keluhan nyeri dapat dijumpai, kalau ada biasanya di daerah
epigastrium, atau para umbiloical berupa nyeri visceral karena
regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk
ke dalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru
timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena
nekrosis atau gangrene. Pasien sering mengeluh tidak nyaman dan
pegal pada daerah inguinal, dan dapat dihilangkan dengan reposisi
manual kedalam kavitas peritonealis. Tetapi dengan berdiri atau
terutama dengan gerak badan, maka biasanya hernia muncul lagi.1,4

30

b. Pemeriksaan fisik
Semua hernia mempunyai 3 bagian yaitu kantung, isi, dan
bungkusnya. Semua ini tergatung pada letak hernia., isi kantung
hernia omentum yang terbanyak ditemukan. Kemudian ileum,
jejunum, dan sigmoid. Appendiks bagian-bagian lain dari kolon,
lambung, dan bahkan hepar penrnah dilaporkan terdapat di dalam
kantong hernia yang besar. Omentum teraba relatif bersifat plastis
dan sedikit noduler. Usus bisa dicurigai apabila kantong teraba halus
dan tegang seperti varicocele, tetapi tidak tembus cahaya. Kadangkadang pemeriksa bisa merasa gas bergerak didalam lengkung usus
atau dengan auskultasi bisa menunjukkan peristaltik. Lengkung usus
yang berisi gas akan timpani pada perkusi. Dalam keadaan penderita
berdiri gaya berat akan menyebabkan hernia skrotalis lebih mudah
dilihat dan pemeriksaan pada penderita dalam keadaan berdiri dapat
dilakukan dengan lebih menyeluruh. Dengan kedudukan penderita
berbaring akan lebih mudah melakukan palpasi. Andaikata terdapat
hernia, lebih mudah dapat melakukan reposisi dan sisa pemeriksaan
(perut dan tungkai) lebih mudah dilakukan.

Inspeksi
Pada inspeksi, salah satu skrotum akan terlihat lebih besar dari pada
skrotum sisi yang lain. Namun dapat juga dijumpai pembengkakan
pada kedua skrotum. Pembengkakan pada salah satu sisi khas pada
torsio testis. Pembengkakan yang timbul mulai dari regio inguinalis
dan mencapai labium mayus atau sampai dasar skrotum, selalu
merupakan hernia inguinalis lateralis yang kemudian berlanjut
menjadi hernia skrotalis. . Kalau tidak ada pembengkakan yang
dapat dilihat dalam posisi berdiri, penderita disuruh batuk. Kalau
pembengkakan terlihat semakin besar yang kemudian berada di atas
lipatan inguinal dan berjalan miring dan lateral atas menuju ke
medial bawah, maka pembengkakan tersebut adalah hernia skrotalis.

31

Namun jika saat penderita batuk pembengkakan tidak membesar,


hidrocele dapat dipertimbangkan.
Palpasi
Palpasi hernia skrotalis dilakukan dengan meletakkan jari
pemeriksa di dalam skrotum diatas testis kiri dan menekan kulit
skrotum ke dalam. Harus ada kulit skrotum yang cukup banyak
untuk mencapai cincin ingunal eksterna. Jari harus diletakkan
dengan kuku menghadap ke luar dan bantal jari ke dalam. Tangan
kiri pemeriksa dapat diletakkan pada pinggul kanan pasien untuk
sokongan yang lebih baik. Telunjuk kanan pemeriksa harus
mengikuti korda spermatika di lateral masuk ke dalam kanalis
inguinalis sejajar dengan ligamentum inguinalis dan digerakkan ke
atas ke arah cincin eksterna, yang terletak superior dan lateral dari
tuberkulum pubikum. Normalnya, cincin eksterna dapat diperlebar
dan dimasuki oleh jari tangan. Jika cincin eksterna tidak dapat
diperlebar, maka terdapat kemungkinan pasien menderita hernia
skrotalis. Kemudian dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin
eksterna atau didalam kanalis inguinalis , mintalah pasien untuk
memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan.
Seandainya ada hernia inguinalis, akan terasa impuls tiba-tiba yang
menyentuh ujung atau bantal jaripenderita. Jika ada hernia
inguinalis maupun skrotalis, suruh pasien berbaring terlentang dan
perhatikan lah apakah hernia itu dapat direduksi dengan tekanan
yang lembut dan terus-menerus pada massa tersebut. Jika
pemeriksaan hernia dilakukan dengan terlahan-lahan, tindakan ini
tidak akan menyebabkan nyeri.
Thaab test adalah suatu pemeriksaan pada hernia skrotalis.
Teknik ini dilakukan jika benjolannya jelas. Benjolan dipegang
diantara ibu jari dan jari lainnya, kemudian cari batas atas dari
benjolan tersebut. Bila batas atas jelas, berarti benjolan berdiri

32

sendiri dan tidak ada hubungan dengan kanalis inguinalis (jadi


bukan merupakan suatu kantung hernia) bila batas atas tidak dapat
ditentukan atau tidak jelas maka benjolan itu merupakan kantung
yang

ada kelanjutannya dengan kanalis

inguinalis.
Selain itu pada palpasi juga dapat dilihat bentuk,ukuran, jumlah,
dan apakah terdapat tanda-tanda peradangan, contohnya pada
orchitis. Pada orchitis didapati skrotum yang nyeri pada penekanan
dan kemerahan. Pada konsistensinya dapat dipalpasi apakah lunak
atau merupakan suatu massa yang keras. Jika teraba massa yang
keras dan tidak dapat digerakkan melekat pada dasarnya,
kemungkinan adalah suatu keganasan, contohnya karsinoma testis.
Sedangkan jika yang teraba adalah benjolan yang relatif kenyal
atau lunak dan teraba ada fluktuasi kemudian permukaan licin
seperti balon terisi air, kemungkinannya adalah hidrokel. Kemudian
dipalpasi juga untuk menilai adakah testis didalam skrotum.
Perkusi
Bila isinya gas usus akan terdengar bunyi timpani. Bila
yang didapatkan perkusi perut kembung, maka harus dipikirkan
kemungkinan hernia strangulata.
Auskultasi
Auskultasi massa dapat dipaka untuk menentukan apakah
ada bunyi bising usus usus didalam skrotum. Jika terdengar bunyi
bising usus pada skrotum, kemungkinan besar merupakan suatu
hernia skrotalis. Namun, tidak adanya bising usus pada massa
skrotum belum dapat menyungkirkan kemungkinan hernia, karena
adanya kemungkinan yang mengalami hernia adalah omentum .
selain itu auskultasi juga bisa untuk mengetahui derajat obstruksi
usus.
Transiluminasi Massa Scrotum

33

Jika anda menemukan massa scrotum, lakukanlah transluminasi. Di


dalam suatu ruang yang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi
pembesaran scrotum. Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan
testis normal tidak dapat ditembus sinar. Transmisi cahaya sebagai
bayangan merah menunjukkan rongga yang mengandung cairan
serosa, seperti hidrokel atau spermatokel.4
Gambaran klinis hernia
Jenis

Reporibel

Nyeri Obstruksi

Toksik

Reponibel

Ireponibel

Inkarserata

Strangulata

++

++

c. Pemeriksaan penunjang
Hasil laboratorium

Leukosit >10.000-18.000/mm3

Serum elektrolit meningkat

Pemeriksaan radiologis
1. Herniografi
Dalam teknik ini, 50-80 ml medium kontras iodine positif
dimasukkan dalam wadah peritoneal dengan menggunakan
jarum yang lembut. Pasien berbaring dengan kepala terangkat
dan membentuk sudut kira-kira 25 derajat. Tempat yang
kontras di daerah inguinalis yang diam atau bergerak dari sisi
satu ke sisi lain akan mendorong terwujudnya kolam kecil pada
daerah inguinal. Tiga fossa inguinal adalah suprapubik, medial,
dan lateral. Pada umunya fossa inguinal tidak mencapai ke
seberang pinggir tulang poinggang agak ke tengah dan dinding

34

inguinal posterior. Hernia tak langsung muncul dari fossa


lateral yang menonjol dari fissa medial ayau hernia langsung
medial yang menonjol dari fossa suprapubik.
2. Ultrasonografi
Teknik ini dipakai pada perbedaan gumpalan dalam segitiga
femoral
3. Tomografi computer
Dengan teknik ini mungkin sedikit kasus hernia dapat dideteksi
8.

DIAGNOSIS BANDING
a. Hidrocele pada funikulus spermatikus maupun testis.
Yang membedakan:
-

pasien diminta mengejan bila benjolan adalah hernia maka


akan membesar, sedang bila hidrocele benjolan tetap tidak
berubah. Bila benjolan terdapat pada skrotum, maka dilakukan
pada satu sisi , sedangkan disisi yang berlawanan diperiksa
melalui diapanascopy. Bila tampak bening berarti hidrocele
(diapanascopy +).

Pada hernia: canalis inguinalis teraba usus

Perkusi pada hernia akan terdengar timpani karena berisi usus

Fluktuasi positif pada hernia.

b. Tumor testis
Massa pada skrotum yang biasanya berupa nodul-nodul yang tidak
terasa nyeri. Konsistensi keras, dan melekat pada dasar. Setiap
nodul pada testis dianjurkan untuk dilkukan pemeriksaan untuk
mengetahui apakah merupakan suatu keganasan.
c. Orchitis

35

Peradangan testis akut, terdapat nyeri tekan, dan pembengkakan


pada testis. Skrotum dapat terlihat hiperremis. Biasanya terjadi
pada mumps dan infeksi virus lain; biasanya unilateral.

9.

TATALAKSANA
Penanganan di IGD
Penatalaksanaan hernia yang bisa dilakukan di IGD meliputi:
Memberikan sedasi yang adekuat dan analgetik untuk mencegah nyeri
Pasien harus istirahat agar tekanan intraabdominal tidak meningkat
Menurunkan tegangan otot abdomen. Posisikan pasien berbaring
terlentang dengan bantal di bawah lutut. Pasien pada posisi
Trendelenburg dengan sudut sekitar 15-20 (terhadap hernia
inguinalis)
Kompres dengan kantung dingin untuk mengurangi pembengkakan
dan menimbulkan proses analgesia selama 20-30 menit
Posisikan kaki ipsilateral dengan rotasi eksterna dan posisi fleksi
unilateral (seperti kaki kodok)
Posisikan dua jari di ujung cincin hernia untuk mencegah penonjolan
yang berlanjut selama proses reduksi penonjolan
Usahakan penekanan yang tetap pada sisi hernia. Hal ini bertujuan
untuk mengembalikan isi hernia ke atas.
Konsul bedah jika :
Reduksi hernia yang tidak berhasil dalam 2 kali percobaan
Adanya tanda strangulasi dan keadaan umum pasien yang
memburuk
Pada pasien geriatri sebaiknya dilakukan operasi elektif agar kondisi
kesehatan saat dilakukan operasi dalam keadaan optimal dan anestesi
dapat dilakukan. Operasi yang cito mempunyai resiko yang besar pada
pasien geriatri. Jika pasien menderita hiperplasia prostat, maka akan

36

lebih baik jika dilakukan penanganan terlebih dahulu terhadap


hiperplasia prostatnya mengingat tingginya resiko infeksi traktus
urinarius dan retensi urin pada saat operasi hernia.

Operasi hernia dapat ditunda jika massa hernia dapat dimanipulasi dan
tidak ada gejala strangulasi. Pada saat operasi harus dilakukan
eksplorasi abdomen untuk memastikan usus masih hidup dan ada
tidaknya tanda-tanda leukositosis.
Indikasi operasi :
-

Hernia scrotalis pada anak-anak harus diperbaiki secara operatif


tanpa penundaan, karena adanya risiko komplikasi yang besar
terutama inkarserata, strangulasi, yang termasuk gangren alat-alat
pencernaan (usus), testis, dan adanya peningkatan risiko infeksi dan
rekurensi yang mengikuti tindakan operatif.

Pada pria dewasa, dilakukan operasi elektif atau cito terutama pada
keadaan inkarserata dan strangulasi. Pada pria tua, ada beberapa
pendapat

(Robaeck-Madsen,

Gavrilenko)

bahwa

lebih

baik

melakukan elective surgery karena angka mortalitas, dan morbiditas


lebih rendah jika dilakukan cito surgery.
Terapi-terapi hernia secara umum terbagi menjadi dua, yakni :
1. Konservatif
-

Reposisi bimanual : tangan kiri memegang isi hernia membentuk


corong sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin
hernia dengan tekanan lambat dan menetap sampai terjadi
reposisi

Reposisi spontan pada anak : menidurkan anak dengan posisi


Trendelenburg, pemberian sedatif parenteral, kompres es di atas
hernia, kemudian bila berhasil, anak boleh menjalani operasi pada
hari berikutnya.

37

Bantal penyangga, bertujuan untuk menahan hernia yang telah


direposisi dan harus dipakai seumur hidup. Namun cara ini sudah
tidak dianjurkan karena merusak kulit dan otot abdomen yang
tertekan, sedangkan strangulasi masih mengancam.

2.

Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia
inguinalis dan scrotalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada
begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri
dari herniotomi dan hernioplastik dan gabungan keduanya atau
yang disebut hernioraphi.9

Herniotomi
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai
kelehernya. Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada
perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-ikat
setinggi mungkin lalu dipotong.

Hernioplasti
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus
inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis
inguinalis. Hernioplasti lebih penting artinya dalam mencegah
terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal
berbagai metode hernioplastik seperti memperkecil anulus
inguinalis internus dangan jahitan terputus, menutup dan
memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan m.
tranversus internus abdominis dan m. oblikus internus
abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon ke
ligamentum inguinale poupart menurut metode Bassini, atau
menjahitkan fasia tranversa m. transversus abdominis, m.oblikus
internus abdominis keligamentum cooper pada metode Mc Vay.
Bila defek cukup besar atau terjadi residif berulang diperlukan
pemakaian bahan sintesis seperti mersilene, prolene mesh atau
marleks untuk menutup defek.

38

Herniorafi
operasi hernia yang terdiri dari operasi herniotomi dan
hernioplasti. Herniotomi adalah tindakan membuka kantong
hernia, memasukkan kembali isi kantong hernia ke rongga
abdomen, serta mengikat dan memotong kantong hernia.
Sedangkan hernioplasti adalah tindakan memperkuat daerah
defek,

misalnya

pada

hernia

inguinalis,

tindakannya

memperkuat cincin inguinalis internal dan memperkuat


dinding posterior kanalis inguinalis.

Operasi herniorafi pertama kali dilakukan oleh seorang ahli


bedah Italia bernama Eduardo Bassini pada tahun 1884.
Prinsip hernioplasti yang dilakukan Bassini adalah penjahitan
konjoin tendon dengan ligamentum inguinalis. Kemudian
metoda Bassini tersebut dikembangkan dengan berbagai
variasinya. Shouldice pada tahun 1953 memperkenalkan
multilayered repair dan metoda ini dianggap sebagai operasi
pure tissue yang paling sukses dengan angka rekurensi < 1%,
berdasarkan laporan dari Shouldice Hospital di Toronto.
Tindakan pure tissue repair terutama pada metoda Bassini
menghasilkan

ketegangan

jaringan

sehingga

cenderung

menyebabkan kegagalan. Hal ini disebabkan terjadinya


iskemik nekrosis pada jaringan yang tegang.
Untuk mengatasi masalah tersebut, para ahli bedah mencari
cara hernioplasti yang tidak tegang. Hernioplasti berupa
anyaman (darn) yang menghubungkan

konjoin

tendon

dengan ligamentum inguinalis pertama kali diperkenalkan


oleh

McArthur

pada tahun 1901. Bahan yang digunak

McArthur untuk menganyam berasal dari aponeurosis obliqus


eksternus, kemudian Kirschner pada tahun 1910 menggunakan

39

fascia femoralis sebagai bahan anyaman. Karena jaringan


hidup sulit diambil dan cenderung diserap, maka

dicari

bahan pengganti yang cocok. Pada tahun 1937, Ogilvic


menggunakan benang silk untuk bahan anyaman. Setelah nilon
ditemukan, Melick (1942) pertama kali menggunakan benang
nilon untuk operasi darn.
Ahli bedah lainnya menggunakan tambalan (patch) untuk
memperkuat dinding posterior kanalis inguinalis. Pertama
dilaporkan antara tahun 1900 -1909 oleh Witzel dan Goepel di
Jerman, Bartlett di Amerika dan Mc Gavin di Inggris. Mereka
menggunakan lembaran tipis perak yang dipaskan dan
dijahitkan pada tepi-tepi defek. Pada kebanyakan kasus
logam tersebut mengalami korosi dan pecah-pecah serta
ditolak tubuh sehingga terjadi sinus kronis dan hernia rekuren.
Lembaran metal tandalum dikenalkan oleh Burke (1940) dan
balutan tandalum digunakan oleh Throckmorton (1948). Tetapi
hasilnya

dilaporkan

bahwa

metal

tersebut

mengalami

kerusakan dan diikuti terjadinya hernia rekuren, bahkan


kemudian dilaporkan terjadi fistula enterokutan, sehingga
bahan ini ditinggalkan. Sebagai gantinya, ahli bedah lainnya
mencoba lembaran dari

jaringan alami. Mair (1945)

menggunakan flap fascia femoralis untuk menutup defek,


tetapi metode ini terbukti mengecewakan. Usher (1958)
mempopulerkan penggunaan plastik polimer sintetik dalam
bentuk lembaran anyaman atau mesh polyamid dan yang
terbaru polypropylene. Material ini murah, tersedia universal,
mudah dipotong sesuai dengan bentuk yang diinginkan,
fleksibel, dan mudah di-handle, menimbulkan sedikit reaksi
jaringan serta tidak direjeksi walaupun ada infeksi
Herniorafi dengan cara Shouldice
- Pemisahan fascia.
Setelah fascia transversalis terlihat insisi dengan arah oblik dimulai

40

dari cincin inguinal interna ke tuberkulum pubikum. Perluasan insisi


tergantung pada area kelemahan fascia tetapi biasanya diperluas
sampai ke tuberkulum pubikum. Pemisahan parsial dapat diterima
hanya pada hernia inguinalis indirek yang kecil dimana fascia
transversalis stabil.
Ketika insisi fascia transversalis, pembuluh darah epigastrikus yang
berada di bawah fascia transversalis harus dipreservasi.
Setelah fascia transversalis diinsisi, dilakukan diseksi dari lemak
preperitoneal secara tumpul, sehingga menghasilkan dua bagian
fascia, yaitu bagian kraniomedial dan kaudolateral .
Penjahitan Fascia transversalis yang dipisahkan akan ditumpuk
menjadi dua lapis dengan bagian kraniomedial di sebelah atas dan
kaudolateral di bawah, dengan lebar fascia yang ditumpuk 1,5 2
cm. Penjahitan dimulai dari kaudal pada periosteum os pubis dan
selanjutnya dilakukan penjahitan kontinyu antara tepi insisi fascia
sebelah kaudolateral ke bagian bawah fascia sebelah kraniomedial.
Jahitan (dengan benang monofilamen polypropylene atau PDS 2.0
sampai 0) harus dalam keadaan tegang yang konsisten namun tidak
terlalu kencang, sehingga jaringan dapat mengadaptasi kondisi
tersebut. Jahitan seterusnya dilakukan dari medial ke cincin
inguinal internal. Pada cincin inguinal internal bagian kranial dari
kremaster dapat diikutsertakan dalam penjahitan. Hal ini menambah
kekuatan pada orifisium hernia interna.
Jahitan lapis kedua (antara tepi insisi fascia sebelah kraniomedial
dan bagian atas dari fascia sebelah kaudolateral) dilanjutkan kearah
sebaliknya dan setelah sampai ke tuberkulum pubikum dan diikat.
Muskulus transversus dijahitkan ke ligamentum inguinal dari
internal ring ke tuberkulum pubikum. Kemudian dilakukan jahitan
ke arah sebaliknya sehingga oblikus internus dijahitkan ke

41

ligamentum inguinalis.

Jahitan terakhir menutup aponeurosis

oblikus eksternus.

Gambar. Tehnik Operasi Shouldice

Herniorafi tension-free dengan pemasangan mesh


(metoda Lichtenstein)
Setelah funikulus spermatikus diangkat dari dinding posterior kanalis
inguinalis dan kantong hernia telah diikat serta dipotong, lembaran
polypropylene mesh dengan ukuran lebih-kurang 8 x 6 cm dipasang dan
dipaskan pada daerah yang terbuka. Mesh dijahit dengan benang
polypropylene monofilamen 3.0 secara kontinyu. Sepanjang tepi bawah
mesh dijahit mulai dari

Tuberkulum pubikum, ligamentum lakunare, ligamentum inguinalis. Tepi


medial mesh dijahit ke sarung rektus. Tepi superior dijahit ke
aponeurosis atau muskulus obliqus internus dengan jahitan satu-satu.
Bagian lateral mesh dibelah menjadi dua bagian sehingga mengelilingi
funikulus spermatikus pada cincin internus, dan kedua bagian mesh yang

42

terbelah tadi disilangkan dan difiksasi ke ligamentum inguinalis dengan


jahitan. Jahit aponeurosis obliqus eksternus.

Gambar. Tehnik Operasi Pemasangan Mesh dengan Metoda Lichtenstein

3. Prognosis
Perbaikan klasik memberikan angka kekambuhan sekitar 1% -3%
dalam jarak waktu 10 tahun kemudian. Kekambuhan disebabkan
oleh tegangan yang berlebihan pada saat perbaikan, jaringan yang
kurang, hernioplasti yang tidak adekuat, dan hernia yang terabaikan.
Kekambuhan yang sudah diperkirakan, lebih umum dalam pasien
dengan hernia direk, khususnya hernia direk bilateral. Kekambuhan
tidak langsung biasanya akibat eksisi yang tidak adekuat dari ujung
proksimal kantong. Kebanyakan kekambuhan adalah langsung dan
biasanya dalam regio tuberkulum pubikum, dimana tegangan garis
jahitan adalah yang terbesar.insisi relaksasi selalu membantu.
Perbaikan hernia inguinalis bilateral secara bersamaan tidak
meningkatkan tegangan jahitan dan bukan merupakan penyebab
kekambuhan seperti yang dipercaya sebelumnya. Hernia rekurren
membutuhkan prostesis untuk perbaikan yang berhasil, kekambuhan
setelah hernioplasti prostesisanterior paling baik dilakukan dengan

43

pendekatan preperitoneal atau secara anterior dengan sumbat


prostesis.1

44

45

BAB III
ANALISA KASUS

Pada hasil anamnesis didapatkan keluhan mual muntah sejak 3 hari SMRS disertai
benjolan pada selangkangan sejak 5 tahun yang lalu. Mual dirasakan sepanjang
hari dan tidak dipengaruhi makanan. Pasien muntah >10x sehari. Konsistensi
muntah adalah cairan bening, bercampur makanan. Berwarna kecoklatan dengan
jumlah yang cukup banyak. BAB terakhir 3 hari yang lalu. Juga tidak terdapat
flatus. Sejak 5 tahun yang lalu pasien mengeluh ada benjolan di daerah

46

selangkangan sebelah kiri. Benjolan hilang-timbul dapat dimasukkan, muncul saat


mengangkat beban yang berat terutama saat membarang barang keperluan
warung. Namun sejak 3 bulan yang lalu benjolan tidak dapat dimasukkan lagi.
Keluhan tersebut sesuai dengan diagnosis hernia skrotalis, yaitu suatu keadaan
dimana sebagian usus masuk melalui sebuah lubang pada dinding perut ke dalam
kanalis inguinalis yang dapat terlihat sebagai benjolan pada lipat paha dan apabila
berlanjut benjolan akan turun sampai ke skrotum. Menurut letaknya, keluhan
tersebut sesuai dengan hernia skrotalis sinistra, yaitu hernia yang terletak pada
kantung kemaluan (scrotum) kiri. Rasa mual dan muntah-muntah, tidak dapat
BAB dan flatus selama 3 hari terakhir sesuai dengan tanda-tanda adanya
inkarserata, walaupun tidak ada perut kembung. Kemudian adanya nyeri seperti
kolik yang hebat mencermikan adanya strangulasi, dimana isi hernia terjepit oleh
cincin hernia sehingga isi kantung terperangkap dan tidak dapat masuk kembali ke
rongga perut sehingga terjadi gangguan vaskularisasi. Oleh karena itu diagnosis
yang dapat ditegakan berdasarkan data anamnesis adalah hernia skrotalis sinistra
strangulata.
Pada hasil pemeriksaan fisik status lokalis pada regio skrotalis didapatkan
benjolan di skrotum sinistra berwarna kemerahan, pada palpasi teraba massa
dengan konsistensi lunak, batas atas tidak jelas, nyeri tekan (+), benjolan tidak
dapat didorong masuk dengan jari telunjuk dalam posisi pasien berbaring Pada
pemeriksaan transiluminasi menunjukkan hasil negatif. Hal tersebut sesuai dengan
hernia skrotalis. Selain itu adanya lekositosis pada pemeriksaan lab mendukung
untuk terjadinya suatu strangulasi.
Diagnosis banding hidrokel dapat disingkirkan karena pada palpasi didapatkan
testis yang teraba dan pada pemeriksaan transiluminasi menunjukan hasil negatif.
Sehingga diagnosis kerja yang ditegakkan pada pasien ini adalah hernia sinistra
strangulata.
Penatalaksanaan yang diterapkan pada pasien ini adalah herniotomy +
hernioplasty dengan mesh untuk menghindari terjadinya rekurensi, karena pada

47

usia lanjut dinding otot abdomen sudah melemah dan pada pasien ini memiliki
riwayat hernia sebelumnya. Kemudian untuk perencanaan operasi, pada kasus ini
dilakukan operasi cito dengan pertimbangan adanya gejala-gejala strangulata yang
dialami pasien dan tidak ada indikasi untuk melakukan penundaan tindakan
operasi seperti usia lanjut maupun keadaan umum yang buruk. Namun setelah
dilakukan operasi, bagian sigmoid terjepit cincin hernia, mungkin inilah yang
menyebabkan terjadinya gejala obstruksi. Namun tidak ada bagian usus yang
nekrosis akibat gangguan vaskularisasi. Sehingga diagnosis pasti dari kasus ini
adalah hernia skrotalis sinistra inkarserata.

DAFTAR PUSTAKA

1. `R . Sjamsuhidajat , Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, 2005,
Jakarta: EGC
2. Snell, R. C, Anatomi klinik, 2000, Jakarta :EGC.
3. Wantz G.E : Abdominal wall hernias in Principles of Surgery, SI Scwartz, 7 th
ed. 1999, Mc-Graw Hill, New York, pp. 1517 40.

48

4. Sabiston. Buku ajar bedah : Essentials of surgery. Bagian 2, cetakan I :


Jakarta, penerbit buku kedokteran EGC. 2000
5. Oswari E; 2005. Bedah dan Perawatannya. Edisi Ke-4. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia.
6. Balantine, JR dan Stoppler MC. Hernia. eMedicine Health. Available from
http://www.emedicinehealth.com/hernia/article_em.htm cited on august 1st,
2015.
7. She Warts, Seymour I, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Alih Bahasa
Laniyati Celal, editor Linda Chandranata Jakarta, EGC, 2000, hal 509-515.
8. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Ed.3. 2000. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI.
9. Grace, Pierce A. dan Borley, Neil R. At A Glance : Ilmu Bedah. Ed.3. 2006.
Jakarta : Erlangga Medical Series.
10. Dunphy, JE dan Botsford, MD. Pemeriksaan Fisik Bedah, edisi ke-4, 145-146:
Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta.

49

Anda mungkin juga menyukai