Anda di halaman 1dari 52

PSIKOLOGI DAN PSIKOLOGI INDUSTRI

by Mohammad Fauzy August 28, 2012 0 Comments

1.1. Pendahuluan
Bab ini akan menjelaskan konsep-konsep dasar atau batasan tentang psikologi industri dan organisasi.
Batasan yang perlu diperjelas pertama kali adalah batasan tentang psikologi itu sendiri. Kemudian baru
dikemukakan beberapa batasan tentang psikologi industri dan organisasi. Setelah itu, akan ditegaskan
ruang lingkup psikologi industri dan organisasi melalui penjelasan tentang aliran-aliran yang ada dalam
psikologi serta cabang-cabang psikologi.

1.2. Tujuan Pembelajaran Khusus


Pembaca mampu menjelaskan konsep-konsep dasar psikologi industri dan organisasi serta ruang
lingkupnya. Batasan-batasan psikologi industri dan organisasi mencakup: arti psikologi, arti psikologi
industri dan organisasi. Sedangkan ruang lingkupnya berkaitan dengan: manusia sebagai obyek kajian
psikologi, aliran-aliran, dan cabang-cabang dalam psikologi.

1.3. Arti Psikologi


Psikologi berasal dari kata-kata Yunani, psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Secara
harfiah, psikologi berarti ilmu jiwa. Tapi, sejak dahulu, para ahli tidak pernah mencapai kesepakatan dalam
mengartikan jiwa. Pada zaman Yunani Kuno, beberapa abad sebelum Masehi, para filsuf mencoba
mempelajari jiwa. Ada yang berpendapat, jiwa adalah ide (Plato). Ada juga yang berpendapat, jiwa
adalah karakter(Hipocrates) atau fungsi mengingat (Aristoteles). Pada abad ke-17, filsuf Perancis Rene
Descartes berpendapat, jiwa adalah akal atau kesadaran. Sedangkan filsuf Inggris George Berkeley yang
hidup di akhir abad yang sama menyatakan, jiwa adalahpersepsi. Filsuf lain dari Inggris John Locke
beranggapan, jiwa adalah kumpulan ide yang disatukan melalui asosiasi.
Ketika ilmu faal mulai berkembang pada abad 18, para ilmuwan bidang ini menyatakan jiwa sebagai
proses sensomotoris, yaitu pemrosesan rangsang-rangsang yang diterima syaraf-syaraf indera (sensoris)
di otak sampai terjadi reaksi berupa gerak otot-otot (motoris) maupun sekresi kelenjar-kelenjar. Marshall
Hall, misal, menemukan mekanisme refleks dan Paul Broca menemukan pusat bicara di otak. Fritz dan
Hitzig menemukan daerah pusat-pusat sensoris di otak yang terpisah dari daerah pusat-pusat motoris.
Seorang pakar ilmu faal Rusia Ivan Pavlov (1849-1936) berpendapat, psikologi tidak berbeda dari ilmu faal
karena yang dipelajari psikologi adalah refleksrefleks saja (Sarwono, 1984:3-4).
Karena ragam pandangan ini, dalam era yang lebih modern, para ahli cenderung mencari titik temu. Sejak
1897, di Leipzig, Wilhelm Wundt untuk pertama kali mengajukan gagasan untuk memisahkan psikologi dari
ilmu-ilmu induknya, filsafat dan ilmu faal. Ia mendirikan laboratorium sendiri di kota itu yang khusus
menyelidiki gejala-gejala psikologi. Objek studi dari psikologi Wundt bukan lagi konsep-konsep abstrak
seperti dalam filsafat, juga bukan refleks yang bersifat faal, melainkan perilaku yang bisa dipelajari secara
objektif. Metode yang dipergunakan waktu itu adalah metode introspeksi. Orang yang dijadikan objek studi

diminta menceritakan kembali pengalaman-pengalaman selama ia menjalani proses penelitian (Sarwono,


1986:72).
Sejak Wundt, psikologi memang mulai dianggap sebagai ilmu yang berdiri sendiri dan objek materialnya
adalah perilaku. Tapi, perbedaan pendapat terus berlangsung, tidak berhenti dengan kehadiran
laboratorium di Leipzig. Sampai sekarang, berbagai definisi yang saling berbeda masih tetap beradu
argumentasi karena dasar pemikiran yang berbeda. Clifford T. Morgan, misal, memberi definisi: psikologi
adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan hewan. Boring dan Langefeld memberi definisi yang
berbeda, psikologi adalah studi tentang hakikat manusia. Garden Murphy menyatakan bahwa psikologi
adalah ilmu yang mempelajari respons yang diberikan rnakhluk hidup terhadap lingkungan. (Sarwono,
1984:4).
Daftar itu dapat diperpanjang, tetapi definisi-definisi itu pada umumnya sepakat menyimpulkan, obyek studi
psikologi adalah perilaku manusia. Objek material psikologi adalah perilaku manusia, bukan perilaku
makhluk-makhluk lain. Karena itu, definisi yang dapat menjadi pegangan: psikologi ialah ilmu yang
mempelajari perilaku individu dalam hubungan dengan lingkungannya.
Pengertian itu mengandung empat unsur. Pertama, ilmu: unsur ini menjelaskan, psikologi bukan
pengetahuan yang teracak dan sembarangan, melainkan pengetahuan yang tersusun rapi secara
sistematik, mempunyai sistem, dan memiliki metode tertentu.
Dua, perilaku, yaitu perbuatan-perbuatan manusia, baik terbuka (kasat indera) rnaupun tertutup (tidak
kasat indera). Perbuatan yang terbuka dinamakan juga overt behavior, mencakup semua perbuatan yang
bisa ditangkap langsung dengan indera seperti melempar, memukul, menyapu, mengemudi, duduk,
merokok. Perbuatan yang tidak kasat indera atau covert behavior adalah perbuatan yang harus diselidiki
dengan metode atau instrumen khusus karena tidak bisa langsung ditangkap indera, misal, motivasi, sikap,
berpikir, beremosi, dan minat.
Tiga, manusia: obyek materiil psikologi adalah manusia maka yang paling berkepentingan dengan ilmu ini
adalah manusia. Manusia membutuhkan psikologi di berbagai bidang kehidupan, antara lain, di sekolah, di
kantor, dan di rumah. Hewan masih menjadi obyek psikologi, namun hanya sebagai pembanding saja
untuk mempelajari fungsi-fungsi psikologis yang paling sederhana, yang sulit dipelajari pada manusia.
Empat, lingkungan: dalam definisi di atas yaitu meliputi lingkungan secara fisik, abiotik maupun biotik,
lingkungan alamiah maupun buatan dan populasi, komunitas, kelompok maupun ekosistem secara
keseluruhan. Termasuk, lingkungan sosial.

1.4. Arti Psikologi Industri dan Organisasi


Psikologi ialah ilmu yang mempelajari perilaku individu dalam hubungan dengan lingkungannya. Karena
itu, membicarakan manusia dalam rangka psikologi industri dan organisasi, jelas manusia itu dilihat
sebagai individu dalam kaitan dengan lingkungan tempat ia bekerja, sebagai seorang individu dari suatu
organisasi, sebagai bagian dari suatu kelompok dalam organisasi. Guion dalam Muchinsky, 1983
mengatakan, psikologi industri dan organisasi adalah, the scientific study of relationship between man

and the world at work; the study of the adjustment people make to place they go, the people they meet
and thing they do in the process of making living.
Blum dan Naylor, 1968 mengatakan, psikologi industri dan organisasi adalah simply the application or
extension of psychological facts and principles to the problems concerning human beings operating within
the context of business and industry. Menurut Society of Industrial and Organizational Psychology (SIOP),
Industrial/ Organizational psychology is both the study of behavior in organizational and work setting and
the application of the methods, facts, and principles of psychology to individuals and groups in
organizational and work setting
Kesimpulan: Ino Yuwono dkk., 2005, Psikologi Industri dan Organisasi adalah suatu subdisiplin dari ilmu
psikologi yang mempelajari perilaku manusia dalam suatu konteks organisasi, apakah organisasi industri
atau organisasi nirlaba, serta pengaruh timbal balik antara individu dan organisasi tempatnya berkarya.
(Bersambung)

ALIRAN DALAM PSIKOLOGI


by Mohammad Fauzy September 2, 2012 0 Comments

Beragam pendapat dalam psikologi menyebabkan timbul berbagai aliran yang berbeda dalam ilmu itu.
Aliran-aliran timbul dari pemikiran tokoh-tokoh tertentu yang dikembangkan pengikut-pengikutnya dan pada
akhirnya bertemu pula dengan pemikiran tokoh lain. Dari pertemuan berbagai pemikiran itu dapat tumbuh
pemikiran atau aliran yang baru sama sekali atau aliran-aliran yang sudah ada terpecah atau bergabung
menjadi aliran baru. Demikianlah psikologi, sebagaimana ilmu pada umumnya berkembang terus secara
dinamis. Namun, secara umum perkembangan aliran-aliran itu dapat disederhanakan dalam beberapa
aliran besar.

2.1. Monoisme dan Dualisme


Para peneliti, khususnya di zaman sebelum Wundt terbagi dalam dua kelompok berdasar pandangan
mereka tentang hubungan antara badan dan jiwa. Pandangan pertama menyatakan jiwa identik dengan
badan. Badan dan jiwa merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Filsuf-filsuf zaman Yunani Kuno
sebelum Socrates, pada umumnya menganut pandangan yang disebut monoisme ini. Tetapi, sejak Plato
mengajukan teori tentang ide yang sudah ada sebelum tubuh dilahirkan maka mulailah timbul
paham dualisme yang menyatakan jiwa adalah sesuatu yang terpisah dari badan.
Dalam pandangan dualisme ini pun ada beberapa pendapat. Rene Descartes, misal, berpendapat jiwa dan
badan saling berinteraksi dalam sebuah kelenjar di otak yang disebut kelenjar pinealis. Di pihak lain,
George Berkeley misal, berpendapat jiwa dan badan berjalan sendiri-sendiri, tetapi keduanya tunduk pada
hukum yang sama sehingga kedua unsur dari manusia itu dapat berfungsi secara simultan. Akhir-akhir ini,
setelah psikologi menemukan berbagai metode empirik untuk meneliti jiwa melalui perilaku, isu tentang
monoisme dan dualisme ini tidak banyak lagi diperdebatkan para pakar.

2.2. Nativisme dan Empirisme


Bahan perbedaan pendapat sampai sekarang adalah anggapan bahwa sifat atau kepribadian manusia merupakan bawaan sejak lahir, sedangkan di pihak lain ada anggapan, sifat atau kepribadian manusia
merupakan hal yang dipelajari. Pandangan pertama disebut nativisme (natal = lahir), sedangkan
pandangan kedua disebutempirisme (empiri = pengalaman).
Jung, salah satu tokoh nativisme menyatakan, manusia dapat dibagi dalam dua tipe, yaitu
tipe ekstrovert (lebih berorientasi keluar dirinya) dan tipe introvert (lebih berorientasi pada diri sendiri).
Selain

itu,

Jung

juga

rnembagi

manusia

dalam

empat

tipe,

yaitu rasional,

emosional,

sensitif, dan intuitif. Pembagian jenis kepribadian lain dikemukakan Kretschmer yang mendasarkan
tipologinya pada bentuk tubuh. Orang bertubuh kurus-tinggi cenderung tertutup dan kurang gembira, orang
bertubuh gemuk-bulat lebih gembira dan terbuka, sedangkan orang bertubuh atletis lebih serius. C.
Lombrosso, seorang penganut nativisme dalam ilmu kejahatan berpendapat, setiap penjahat sudah
mempunyai bakat jahat sejak lahir yang bisa dilihat dari raut wajah orang bersangkutan.
Tokoh-tokoh berpandangan empiris menekankan, jiwa manusia ketika baru lahir masih putih bersih.
Setelah mendapat berbagai pengalaman, jiwa itu terisi dan terbentuk sesuai pengalaman-pengalamannya

itu. Pandangan seperti ini antara lain dikemukakan John Locke dan J.B. Watson. Tokoh terakhir ini bahkan
menyatakan, psikologi harus mampu merekayasa rangsang-rangsang yang diberikan kepada seorang
anak untuk membentuk kepribadian anak sesuai keinginan atau tujuan tertentu. Dengan kata lain, melalui
rekayasa pendidikan, orang bisa dibentuk menjadi penurut, pemarah, penyayang orang lain dan
sebagainya.
Konsekuensi nativisme dan empirisme adalah penerapannya dalam praktik. Dengan empirisme, orang
merasa bisa berbuat lebih banyak, misalnya dalam rekayasa pendidikan. Tetapi kenyataannya, faktor
pengalaman juga tidak sepenuhnya menentukan. Seorang yang bertaraf kecerdasan rendah, misal, tidak
akan bisa mencapai pendidikan tinggi walau diusahakan bagaimanapun juga. Karena itu, pandangan yang
lebih banyak diterima sekarang adalah pandangan konvergensi, yaitu gabungan antara nativisme dan
empirisme. Pandangan yang dikemukakan W. Stern ini beranggapan, rekayasa rangsang dari luar dalam
upaya pembentukan kepribadian tertentu hanya bisa dilakukan dalam batas-batas bakat atau pembawaan
yang sudah ada dalam diri subjek bersangkutan.

2.3. Elementisme, Fungsionalisme, dan Psikologi Gestalt


Ketika Wundt pertama kali mendirikan laboratorium psikologi, ia masih memusatkan perhatian pada
penelitian tentang berbagai gejala penginderaan. Secara terpisah-pisah, ia mencoba mengetahui apa isi
jiwa itu dengan mengadakan eksperimen tentang penglihatan bentuk, cahaya, warna, pendengaran,
asosiasi,

dan

sebagainya.

Dengan

kata

lain,

Wundt

melakukan

penelitiannya

dengan

cara

pendekatan elementisme(elemen = unsur bagian).


Cara pendekatan Wundt ini mendapat kritik, antara lain dari murid-muridnya sendiri. Salah satu kritik timbul
dari tiga kerabat peneliti di Universitas Berlin, yaitu Max Wertheimer, Wolfgang Kohler, dan Kurt Koffka.
Mereka berpendapat manusia mempersepsikan lingkungannya tidak secara terbagi-bagi dalam elemenelemen, melainkan sekaligus dalam bentuk totalitas yang terorganisasikan secara tertentu. Dengan kata
lain, persepsi manusia terhadap lingkungannya adalah secara gestalt(bentuk keseluruhan). Karena itu,
timbul aliran psikologi gestalt yang memusatkan penelitian-penelitian mereka pada gejala penginderaan
secara keseluruhan. Dari penelitian-penelitian itu, mereka kemudian mengetahui, di balik penginderaan
yang kasat mata, ada proses lain (proses berpikir, proses belajar) di dalam jiwa orang (juga dalam jiwa
hewan percobaan mereka) yang dinamakan proses kognitif (kognisi = kesadaran).
Di samping itu, Wundt juga mendapat kritik lain dari kaum fungsionalisme yang berpusat di Amerika
Serikat. Aliran yang dipimpin William James ini menyatakan pendapat bahwa yang penting dipelajari
bukanlah struktur atau isi jiwa, melainkan fungsinya. Misal, mengapa seseorang itu takut, untuk apa dia
melarikan diri dari bahaya, mengapa seseorang itu agresif, dan untuk apa dia giat bekerja. Dengan
mengerti fungsi perilaku ini secara baik, jiwa dapat dipahami secara lebih baik.

2.4. Psikologi Perifer, Psikologi Dalam, dan Psikologi Kognitif


Beberapa pakar psikologi berpendapat, hubungan antara rangsang (stimulus/S) dari luar dengan
reaksi (respons/R) yang diberikan orang bersangkutan merupakan hubungan langsung S-R.

Jika S

berubah, R berubah. Kalau S rangsang yang menyenangkan (hadiah ganjaran) maka R pun positif (makin
giat, ingin memiliki) Sebaliknya, jika S tidak menyenangkan (hukuman) maka R pun negatif, dalam arti
makin tidak mau melakukan, menghindari, membenci, dan sebagainya. Karena hubungan S-R yang

langsung ini, timbul teori yang menyatakan, untuk mendapatkan R tertentu kita tinggal mengubah-ubah
jenis S saja. Teori ini dikemukakan behaviorisme yang dipimpin J.B. Watson yang juga penganut
empirisme. Teori hubungan S-R yang langsung ini disebut juga teori perifer (kulit luar) karena tidak
mempedulikan proses yang terjadi dalam alam pikiran subjek ketika memberikan responsnya.
Berlainan dengan kaum behavioris yang tidak hendak melihat proses-proses yang tidak kasat mata dan
tidak dapat diukur secara langsung karena dianggap tidak objektif, aliran psikoanalisis yang dipelopori
Sigmund

Freud,

justru

berusaha

mempelajari

hal

yang

terjadi

di

alam

ketidaksadaran (unconsciousness). Karena itu, aliran ini disebut juga Psikologi dalam. Teori ini
berpendapat, bagian terbesar dari jiwa manusia merupakan alam ketidaksadaran, berisi naluri-naluri dan
pengalaman-pengalaman tidak menyenangkan yang tidak ingin dimunculkan ke alam kesadaran karena
membahayakan ego (aku) yang berada dalam kesadaran. Naluri yang berupa naluri seksual, naluri agresif,
dan pengalaman yang terpendam ini selalu berusaha muncul dan mempengaruhi perilaku walaupun ada
perlawanan dari ego. Pengaruh dari alam ketidaksadaran inilah yang menyebabkan berbagai gangguan
perilaku, bahkan bisa menyebabkan gangguan jiwa yang oleh subjek bersangkutan sendiri tidak dapat
diketahui dengan pasti penyebabnya. Gejala acrophobia (takut pada ketinggian), claustrophobia (takut
pada tempat sempit), dan anxiety (kecemasan umum yang tidak jelas objek maupun alasannya; adalah
contoh gejala-gejala yang biasa disebabkan faktor dari alam ketidaksadaran tersebut. Dalam
perkembangan selanjutnya, psikoanalisis baru (neo-psikoanalisis) tidak lagi terlalu menitikberatkan pada
dorongan seks sebagai naluri utama, tetapi tetap menekankan pentingnya peran alam ketidaksadaran.
Teori psikoanalisis bagi sebagian pakar psikologi dianggap kurang praktis karena untuk mempelajari
perilaku seseorang, apalagi untuk menerapkannya dalam berbagai masalah praktis, diperlukan keahlian
khusus dan prosedur yang lama serta rumit yang tidak bisa dilakukan oleh setiap orang. Karena itu, aliran
lain yang kemudian lebih mendapat tempat adalah psikologi kognitif. Aliran yang mulai berkembang pesat
hanya dalam 20 tahunan terakhir ini tidak hendak meneliti hal-hal yang terlalu terpendam dalam alam
ketidaksadaran karena dianggap terlalu sulit dan tidak objektif. Di pihak lain, mereka juga beranggapan,
psikologi perifer terlalu menyederhanakan persoalan karena proses-proses kejiwaan yang covert seperti
berpikir, merasakan, dan sebagainya memang ada. Proses-proses kejiwaan yang berada dalam alam
kesadaran manusia inilah yang menjadi perhatian utama psikologi kognitif (kognisi = kesadaran). Masalahmasalah yang dibicarakan aliran ini, misal, keadaan disonan (perasaan kurang senang) yang ditimbulkan
jika ada dua elemen (atau lebih) dalam kesadaran yang saling bertentangan. Menurut Festinger, tokoh
yang mengajukan teori disonansi kognitif, keadaan disonan ini mendorong orang untuk mengambil sikap
tertentu atau melakukan perilaku tertentu terhadap sesuatu. Misal, jika melihat orang memakai jas hujan
(elemen kesadaran pertama) padahal hari panas (elemen kesadaran kedua) maka dalam diri kita akan
timbul kondisi disonan dan kita akan bertanya mengapa orang itu memakai jas hujan pada waktu tidak
hujan? Atau jika kita melihat orang membuang sampah ke jalanan (elemen pertama) dari mobil mewah
(elemen kedua) maka kita juga akan mengalami kondisi disonan.

Cabang-cabang Psikologi
by Mohammad Fauzy September 9, 2012 0 Comments

Psikologi dapat diterapkan pada setiap bidang kehidupan manusia. Wajar cabang-cabang psikologi
bertambah banyak. Psikologi selalu berkembang. Tahun 1984, jumlah divisi dalam Asosiasi Psikologi
Amerika Serikat (American Psychological Association/ APA) berjumlah 42. Setiap divisi mewakili satu
cabang atau bidang studi psikologi. Pada 1989, jumlah ini sudah menjadi 48. Namun, selama sejarah
organisasi itu, tentu tidak hanya cabang-cabang baru yang muncul, tetapi juga ada cabang-cabang (divisidivisi) psikologi yang dihapus atau digabung dengan cabang lain. Semua menunjukkan dinamika
perkembangan psikologi.
Cabang-cabang psikologi dapat digolongkan berdasar kekhususan bidang studi mereka. Golongan besar
pertama adalah cabang-cabang bersifat umum dan ilmu dasar (teoretis). Golongan besar kedua bersifat
terapan (praktis).
Psikologi teoritis dapat dibagi lagi dalam beberapa golongan, yaitu psikologi umum, psikologi lintas bidang,
dan psikologi perkembangan. Psikologi umum mencakup, antara lain, psikologi umum itu sendiri, psikologi
eksperimental, filsafat psikologi, metode psikologi, dan sejarah psikologi. Lintas bidang mencakup, antara
lain, psikologi faal, psikologi abnormal, psikologi kepribadian, dan psikologi belajar. Psikologi
perkembangan mencakup, antara lain, psikologi anak, psikologi remaja, psikologi wanita, dan psikologi
orang lanjut usia.
Psikologi terapan bisa sangat bervariasi, bergantung pada perkembangan keperluan dalam masyarakat
dan perkembangan ilmu psikologi sendiri. Divisi-divisi dalam APA yang sudah tercatat, antara lain psikologi
militer, psikologi gay (homo) dan lesbian, psikologi pendidikan, psikologi tentang isu sosial, psikologi sosial,
psikologi industri dan organisasi, psikologi manajemen, psikologi klinik, psikologi konseling, psikoterapi,
psikoanalisis, psikologi sekolah, psikologi dan hukum, psikologi kesehatan, psikologi HAM masalahmasalah keagamaan, dan psikologi olahraga.
Di Indonesia, Ikatan Sarjana Psikologi Seluruh Indonesia (ISPSI) yang kemudian menjadi HIMPSI belum
merinci organisasinya ke dalam divisi-divisi seperti APA. Namun, sebagai wadah profesional peminat
psikologi dari berbagai tingkat pendidikan (Sarjana Psikologi, Magister Psikologi, Doktor Psikologi dan
Psikolog), sekarang organisasi ini telah tersebar di 23 wilayah propinsi di seluruh Indonesia dengan
anggota lebih dari 9.100 orang. Anggota HIMPSI yang memiliki minat dan praktik yang sama telah
bergabung dalam 12 buah organisasi Ikatan Minat/Asosiasi, salah satunya adalah Ikatan Psikologi Klinis
atau IPK-HIMPSI.
Selain itu, perkembangan cabang-cabang psikologi dapat dilihat dari perkembangan jurusan dan mata
kuliah di fakultas psikologi. Di Universitas Indonesia, misal, psikologi bermula dari suatu jurusan di fakultas
kedokteran (tahun 55-an). Waktu itu, belum ada pembagian cabang psikologi, bidang yang dipelajari
waktu itu psikologi kejuruan dan perusahaan. Lambat-laun, timbul jurusan psikologi klinis yang khusus
menangani kasus-kasus bermasalah, baik anak-anak maupun dewasa. Setelah itu, berkembang bagianbagian psikologi eksperimen. Waktu jurusan psikologi itu diresmikan menjadi fakultas yang berdiri sendiri

tahun 1960, ada empat bagian psikologi yaitu, psikologi klinik, psikologi eksperimen, psikologi kejuruan dan
perusahaan, serta psikologi anak. Bagian psikologi anak terpecah dua, bagian psikologi anak dan
bimbingan, yang menyatu kembali awal 70-an. Awal 80-an, terpecah lagi menjadi jurusan psikologi
perkembagan dan psikologi pendidikan. Sementara itu, sekitar 1969, berdiri bagian (yang kemudian
menjadi jurusan) baru, yaitu psikologi sosial.
Dalam perkuliahan pun terdapat mata kuliah-mata kuliah baru di Fakultas Psikologi Ul, baik bersifat wajib
maupun pilihan baik untuk jenjang sarjana (S-1) maupun magister (S-2). Di antaranya, psikologi
komunikasi dan perubahan perilaku, psikologi pembangunan, psikologi desa-kota, psikologi konsumsi,
psikologi pemasaran, psikologi lintas budaya, dan psikologi lingkungan. ***

PERSEPSI (Bagian 1)
by Mohammad Fauzy September 16, 2012 0 Comments

Pengalaman sehari-hari mengenai dunia visual mungkin tampak biasa dan jelas. Namun, ketika seseorang
membandingkan pengalamannya (sebuah dunia yang obyeknya tetap stabil dan konstan) dengan
pengamatannya melalui penginderaan dalam bentuk rangsang secara fisik (suatu keadaan mendekati
perubahan yang kontinyu), pengalamannya mengenai dunia visual seolah-olah melibatkan dua dunia
yang sangat berbeda. Para ahli psikologi menggunakan istilah sensasi dan persepsi untuk membedakan
dua dunia ini. Sensasi merujuk ke pengalaman-pengalaman yang merupakan hasil terpaan rangsang
secara fisik (misal, sinar atau suara) ke berbagai organ indera (misal, mata dan telinga). Persepsi merujuk
ke cara pengorganisasian dan penafsiran informasi sensoris yang datang untuk memungkinkan seseorang
membentuk gambaran dalam mengenai dunia luar.
Bab ini memperhatikan beberapa dasar gejala pengamatan visual dan cara persepsi visual diorganisir.
Perhatian pada penglihatan ini bukan mengesampingkan indera lain. Karena penglihatan adalah modalitas
indera yang dominan pada manusia. Banyak hal telah diketahui mengenai persepsi dalam modalitas
penginderaan ini daripada modalitas penginderaan lain (Eysenck, 1993). Banyak prinsip-prinsip yang
mengatur persepsi visual manusia diungkapkan, pertama kali oleh murid-murid sebuah sekolah pemikiran
psikologi German yang menyebut diri Ahli Psikologi Gestalt. Bab ini mempelajari kontribusi mereka pada
pengetahuan mengenai persepsi visual.
2.1. Psikologi Gestalt dan Persepsi Visual
Sepanjang 1890, filsuf German Ehrenfels mengklaim, banyak kelompok stimuli memerlukan suatu
susunan sifat yang melampaui dan mengatasi jumlah dari bagian-bagian stimuli itu. Sebuah persegi,
contoh, lebih dari pada sebuah kumpulan sederhana garis-garis. Ia mempunyai kepersegian. Ehrenfels
menyebut ini sifat emergent Gestalt qualitat (atau kualitas bentuk). Awal abad ini, ahli psikologi Gestalt
(paling dikenal, Max Wertheimer, Kurt Koffka, dan Wolfgang Kohler) berusaha menemukan prinsip-prinsip
penafsiran informasi sensoris. Mereka berargumen, seperti menciptakan sebuah pengalaman perseptual
yang koheren, lebih dari pada jumlah bagian-bagiannya, otak melakukan hal ini dengan cara teratur dan
dapat diprediksi. Prinsip-prinsip pengorganisasian ini sebagian besar ditentukan pembawaan sejak lahir.

2.2. Persepsi Bentuk


Bila seseorang hendak menstrukturkan informasi sensoris yang masuk, saat itu, ia harus mempersepsi
obyek-obyek sebagai hal yang terpisah dari rangsang lain dan memiliki bentuk yang bermakna.

2.2.1. Figur dan Latar

Tugas pertama pengamatan seseorang ketika dikonfrontasi dengan sebuah obyek (atau figur) ialah
mengenal obyek. Untuk melakukannya, ia harus mengamati obyek sebagai sesuatu yang berbeda dari halhal di sekeliling obyek (atau latar). Keakraban seseorang dengan suatu obyek berperan menentukan

apakah obyek diamati sebagai figur atau latar. Namun, bagaimanapun, bentuk-bentuk asing dan bahkan
yang paling tidak bermakna, juga terlihat sebagai figur-figur, sebagaimana di gambar 1.1.
Hal ini mengilustrasikan bahwa keakraban penting untuk mempersepsi bentuk, tidak diperlukan. Bila
begitu, seseorang akan memperoleh kesulitan untuk mengamati obyek-obyek yang belum pernah ia lihat
(Carlson, 1987). Satu dari penentu-penentu terkuat figur dan latar ialah sekelilingnya. Area-area yang
tertutup kontur secara umum tampak sebagai figur, sebaliknya area yang mengelilingi secara umum
tampak sebagai latar. Penelitian menunjukkan ukuran, orientasi, dan kesimetrisan juga memainkan peran
dalam pemisahan figur-latar.
Pada beberapa kasus, sebelumnya, mungkin tidak terdapat cukup informasi dalam suatu pola yang dapat
mempermudah seseorang untuk membedakan figur dan latar. Sebuah contoh bagus tampak pada gambar
1.2. Dalmatian (figur), anjing tutul-tutul, sulit dibedakan dari latar karena, dari sejumlah kontur anjing
yang ia miliki, hanya sedikit yang dapat dilihat. Hasilnya, dalmatian itu kelihatan memiliki bentuk yang tidak
lebih berbeda dari pada latarnya (dan ini, tentu, merupakan prinsip yang mendasari kamuflase)
Pada kasus lain, sebuah figur mungkin memiliki kontur-kontur yang jelas, namun dapat diamati dalam dua
cara yang sangat berbeda. Karena, tidak jelas bagian rangsang yang merupakan figur dan bagian
rangsang yang merupakan latar. Hal ini dikenal sebagaipembalikan figur-latar. Sebuah contoh paling
terkenal adalah vas, pot bunga Rubin (Rubin, 1915) di gambar 1.3. Pada pot bunga Rubin, hubungan
gambar-latar secara terus-menerus mengalami pembalikan sehingga pot itu diamati sebagai sebuah pot
putih dengan latar hitam atau dua profil hitam pada latar putih. Bagaimanapun, rangsang selalu diorganisir
ke dalam sebuah figur yang tampak pada sebuah latar, dan pembalikan mengindikasikan rangsang yang
sama dapat memicu lebih dari satu persepsi.

2.2.2. Pengelompokan
Sekali seseorang mendiskriminasi figur dari latar, figur dapat diorganisir ke dalam sebuah bentuk yang
bermakna. Ahli psikologi Gestalt yakin bahwa obyek-obyek diamati sebagai gestalten (telah diterjemahkan
secara bervariasi sebagai keseluruhan pengorganisasian, konfigurasi-konfigurasi, atau pola-pola) dari
pada kombinasi-kombinasi, sensasi-sensasi yang terisolasi. Ketika seseorang membawa pesan ke
sensasi-sensasinya dan coba memberi bentuk, ia menggunakan hukum-hukum tertentu untuk
mengelompokkan rangsang bersama-sama. Ahli psikologi Gestalt mengindentifikasi sejumlah hukumhukum tentang organisasi persepsi yang menggambarkan pandangan mereka bahwa pengamatan
keseluruhan pada suatu obyek lebih dari pada jumlah bagian-bagiannya.
Hukum ini dapat diringkas di bawah satu judul, hukum pragnanz, menurut pernyataan: organisasi
psikologis akan selalu sama utuh dengan kondisi-kondisi umum yang mengijinkan. Dalam definisi ini,
utuh tidak didefinisikan (Koffka, 1935). Menurut Attneave (1954), utuh dapat didefinisikan sebagai
memiliki suatu taraf redudansi (kelebihan) internal yang tinggi, yaitu, struktur sebuah bagian yang tidak
dapat dilihat sangat dapat diprediksi dari bagian-bagian yang dapat dilihat. Secara sama, menurut prinsip
minimum Hochberg (1978), bila terdapat lebih dari satu cara mengorganisir rangsang visual tertentu, orang
yang kemungkinan besar mengamati adalah orang yang memerlukan jumlah informasi paling sedikit untuk
mengamati rangsang. Dalam praktek, cara terbaik mengamati sesuatu adalah melihatnya secara

simetrik, seragam dan stabil, dan ini dicapai dengan mengikuti hukum-hukum pragnanz. [1] Hukum ini
terdiri dari tujuh ketentuan:

1. Kedekatan
Elemen-elemen yang muncul berdekatan satu sama lain dalam ruang atau waktu cenderung diamati
bersama-sama, sehingga perbedaan jarak titik-titik menghasilkan empat garis vertikal atau empat garis
horizontal:

Sebuah contoh auditif mengenai kedekatan, seseorang akan mempersepsi serangkai notasi musik sebagai
sebuah melodi karena notasi-notasi itu segera tiba setelah satu notasi lain pada waktunya.

2. Kesamaan
Bila figur-figur mempunyai kesamaan satu sama lain, seseorang cenderung mengelompokkan mereka
bersama-sama. Jadi, segitiga-segitiga dan lingkaran-lingkaran di bawah ini lebih dilihat sebagai kolomkolom dari bentuk-bentuk yang sama ketimbang dilihat sebagai baris-baris dari bentuk-bentuk berbeda.




Ketika seseorang mendengar seluruh suara yang terpisah dalam suatu koor sebagai suatu kesatuan,
prinsip kesamaan beroperasi.

3. Kesinabungan
Seseorang cenderung mengamati bentuk, pola-pola berkesinabungan dari pada sebuah pola terputusputus. Pola di bawah dapat dilihat sebagai rangkaian setengah-lingkar yang bertukar-tukar, namun
cenderung diamati sebagai sebuah garis bergelombang (A) dan sebuah garis lurus (B).

Musik dan suara diamati sebagai sesuatu yang berkesinabungan dari pada serangkai bunyi-bunyi yang
terpisah.

4. Penutupan
Hukum penutupan mengatakan, seseorang sering mensuplai informasi yang hilang untuk menutup sebuah
figur dan memisahkannya dari latar. Dengan mengisi bagian yang hilang tersebut, ilustrasi di bawah ini
dilihat lebih sebagai sebuah lingkaran.

5. Hubungan Bagian-Keseluruhan
Sama seperti ilustrasi kesinambungan dan kedekatan, tiga figur di bawah mengilustrasikan prinsip bahwa
keseluruhan lebih besar dari pada jumlah bagian-bagiannya. Setiap pola disusun dari 12 tanda silang,
namun secara keseluruhan pola-pola itu berbeda, meski sama bagian bagiannya.

Notasi-notasi dalam suatu skala musik yang skalanya ditinggikan menghasilkan bunyi yang sangat
berbeda dibandingkan dengan notasi-notasi yang sama, yang skalanya direndahkan. Dan, melodi yang
sama dapat dikenal ketika disenandungkan, dibisikan atau dimainkan dengan instrumen dan di dalam
kunci-kunci (notasi) yang berbeda.

6. Kesederhanaan
Menurut hukum ini, sebuah pola rangsang akan diorganisir ke dalam komponen-komponennya yang paling
sederhana. Figur di bawah biasa diamati sebagai sebuah segi empat dengan sebuah segitiga yang
melengkapi dari pada sebagai sebuah bentuk geometri yang rumit dan tidak bernama.

7. Gerak bersama-sama
Elemen-elemen yang terlihat bergerak bersama-sama diamati sebagai elemen milik bersama. Hal ini
menjelaskan mengapa sekelompok orang yang berlari pada arah yang sama muncul menyatu dalam
tujuan mereka.

2.3. Evaluasi Sumbangan Gestalt


Paling tidak, sebuah filsafat besar yang mempengaruhi psikologi Gestalt adalahfenomenologi. Sepanjang
menyangkut persepsi, fenomenologi melihat stabilitas dan koherensi dunia (yaitu, dunia yang dialami
sehari-hari) sebagai pusat perhatian. Koffka, contoh, meyakini bahwa pertanyaan terpenting untuk dijawab
para ahli psikologi persepsi ialah Mengapa melakukan sesuatu terlihat seperti yang mereka lakukan? dan
bagi Kohler: Tampaknya menjadi satu titik awal bagi psikologi, tepatnya seperti bagi semua ilmu lain: dunia
seperti kita menemukannya, kekanak-kanakan dan tidak kritis.
Bagi banyak ahli psikologi, psikologi Gestalt telah memiliki suatu pengaruh besar dalam pemahaman
mengenai proses-proses pengamatan. Menurut Roth (1986), laporan paling komperhensif mengenai
pengelompokkan perseptual tetap diberikan ahli-ahli Gestalt. Dan, dalam pandangan Gordon (1989),
temuan-temuan mereka sekarang telah menjadi bagian dari pengetahuan permanen kita tentang
persepsi, dan kebanyakan ahli psikologi akan menyetujui, para ahli Gestalt telah benar tentang banyak
hal.
Namun, banyak peneliti kontemporer telah membantah, seperti dikemukakan semula, beragam hukum
yang diajukan para ahli Gestalt, paling baik hanya bersifat deskriptif dan yang paling buruk adalah

kekaburan, ketidaktepatan, dan sulit untuk mengukur (hal apa, contoh, yang membuat sebuah lingkar
atau segi empat merupakan sebuah figur yang utuh? (Greene, 1990). Beberapa studi (contoh, Pomerantz
dan Garner, 1973; Navon, 1977) telah berupaya menyebut berbagai kritik yang dibuat dari hukum-hukum
Gestalt.
Data yang dilaporkan Navon dan temuan-temuan beberapa kajian lain memberi dukungan pada
pernyataan-pernyataan yang dibuat para ahli Gestalt. Namun, hukum-hukum Gestalt sulit diterapkan untuk
persepsi mengenai obyek-obyek padat (seperti dilawankan dengan gambar 2-D). Mata manusia dirancang
untuk melihat obyek-obyek 3-D dan ketika susunan-susunan 3-D dikaji, hukum-hukum Gestalt tidak dapat
ditegakkan secara konsisten (Eysenck, 1993). Lagi pula, para ahli psikologi Gestalt sangat menekankan
obyek-obyek tunggal; padahal dalam dunia yang mengelilinginya manusia, manusia dihadapkan dengan
keseluruhan kancah di mana obyek-obyek tunggal merupakan bagian-bagian (Humphreys dan Riddoch,
1987). Hasilnya, banyak pertunjukan-pertunjukan psikologi Gestalt memiliki validitas lingkungan sangat
rendah, tidak merepresentasikan hal-hal yang disebut Gordon (1989) obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa
yang harus dihadapi organisme untuk bertahan.
(Bersambung)

[1] Catatan: Seluruh hukum Gestalt bekerja untuk menciptakan kemungkinan bentuk paling stabil,
konsisten, dan sederhana dalam suatu susunan visual tertentu. Ahli psikologi Gestal menyebut proses ini
Hukum Pragnanz yang menyatakan, organisasi susunan visual ke dalam obyek-obyek pengamatan akan
selalu sama utuh dengan kondidi-kondisi umum yang mengijinkan. Di sini, makna utuh mencakup konsepkonsep seperti keteraturan, kesederhanaan, dan kesimetrisan. Hukum Pragnanz merupakan juga sebuah
cara mengatakan bahwa sistem-sistem pengamatan bekerja untuk menghasilkan suatu dunia pengamatan
yang menyampaikan esensi dunia nyata, yaitu memastikan informasi mengenai dunia nyata ditafsir
secara tepat. Kenyataan, kata Jerman Pragnanz secara tepat berarti

menyampaikan esensi dari

sesuatu. Karena kondisi-kondisi yang berlaku kadang kala tidak ideal, seperti dalam gambar-gambar garis
atau pada malam berkabut, esensi dapat menjadi lebih baik dari pada realitas. Melihat pola-pola kontur
yang komplek sebagai obyek-obyek pengamatan membuat pemprosesan selanjutnya mengenai susunan
vas dari informasi pada imej retina lebih sederhana dan lebih cepat. (Baca Coren, Ward, dan Enns
dalam Sensation and Perception, Harcourt Brace College Publisher, Florida, 1994: 382).

PERSEPSI (Bagian 2)
by Mohammad Fauzy September 18, 2012 0 Comments

2.5. Persepsi Kedalaman


Orang mengatur imej dua dimensi (2-D) yang jatuh pada retina untuk mengorganisasi persepsi-persepsi
tiga dimensi (3-D). Kemampuan melihat obyek-obyek dalam 3-D disebut persepsi tentang kedalaman.
Persepsi tentang kedalaman memungkinkan seseorang mengestimasi jarak obyek-obyek dari dirinya.
Beberapa petunjuk yang digunakan untuk mentransformasi imej retina 2-D ke dalam persepsi-persepsi 3-D
melibatkan kedua mata dan mengandalkan pada pekerjaan mereka secara sama. Hal ini disebut petunjuk
binokular. Petunjuk lain yang tersedia secara terpisah pada setiap mata disebut petunjuk monokular.

2.5.1. Petunjuk Binokular


Kebanyakan binatang-binatang yang dimangsa (seperti kelinci) memiliki mata di samping kepala. Hal ini
memungkinkan mereka untuk melihat bahaya yang mendekat, menjangkau suatu area yang luas.
Kebanyakan predator (seperti singa) memiliki susunan mata yang berdekatan di depan kepala. Hal ini
memungkinkan mereka untuk memiliki penglihatan binokular, yang membantu dalam memburu mangsa.
Seperti predator yang non-human, manusia memiliki penglihatan predator dan hal ini mempengaruhi cara
ia

mengamati

dunia.

Empat

petunjuk

binokular

yang

penting

adalahdisparitas

retina, stereopsis, akomodasidan konvergensi.


Kenyataan, mata manusia berpisah hampir tiga inci, berarti tiap retina menerima secara perlahan-lahan
imej yang berbeda mengenai dunia. Jumlah disparitas retina(perbedaan antara dua imej) yang dideteksi
otak memberi seseorang suatu petunjuk penting mengenai jarak. Contoh, jika Anda menahan jari secara
langsung di depan hidung, perbedaan antara dua imej retina adalah besar (dan hal ini dapat ditunjukan
dengan melihat pada jari Anda. Pertama, dengan mata kiri tertutup dan kedua, dengan mata kanan
tertutup). Ketika jari dihentikan agak jauh, disparitas retina sangat kecil.
Biasanya, seseorang tidak melihat imej ganda. Karena dua imej dikombinasikan otak dalam suatu proses
yang disebut stereopsis. Stereopsis memungkinkan otak menerima dua imej secara bersama dan
memungkinkan seseorang mengalami satu penginderaan 3-D dari pada dua imej yang berbeda. Dalam
akomodasi, yang merupakan sebuah petunjuk muscular, lensa-lensa mata merubah bentuk ketika
seseorang memfokus pada suatu obyek. Lensa-lensa menandai obyek-obyek terdekat dan meratakan
obyek-obyek

yang

tampak

di

kejauhan.

Petunjuk

muscular

lain

untuk

jarak

adalah konvergensi. Konvergensi ini merujuk ke proses-proses dengan mana bintik mata lebih dan lebih
masuk sebagai sebuah obyek berdekatan. Tidak ada angle dari konvergensi, otak dapat memberi kita
informasi tentang kedalaman melampaui jarak sekitar enam sampai 20 kaki (Hochberg, 1971).

2.5.2. Petunjuk Monokular


Petunjuk binokular penting untuk menilai jarak relatif obyek terdekat. Dengan jarak obyek yang sangat jauh
dari petunjuk binokular, setiap mata menerima sebuah citra retina yang sangat mirip dengan melihat ke
depan. Pada jarak yang sangat jauh, kita tergantung pada petunjuk monokular, yaitu, petunjuk mensugesti
kedalaman yang hanya dapat diterima dengan satu mata. Beberapa petunjuk monokular kepada
kedalaman dideskripsikan sebagai berikut:

Ukuran Relatif: semakin besar sebuah citra dari sebuah obyek di dalam retina, semakin besar
obyek tersebut dinilai. Obyek yang lebih besar dari obyek lain dinilai lebih dekat dengan mata kita.

Saling menutupi (atau melapiskan sesuatu di atas sesuatu): Jika satu obyek sebagian ditutupi
obyek lain, ini diterima seperti agak jauh. Ketika obyek yang lebih kecil sebagian ditutupi oleh
obyek yang lebih besar, mereka tampak sama dekat dari pada jika posisi dari dua obyek dibalik
(sebuah kombinasi dari saling menutupi dan ukuran relatif).

Tinggi relatif: obyek di bawah harizon dan lebih rendah dalam pandangan mata kita dipersepsi
semakin mendekat. Obyek di atas horizon dan lebih tinggi dari pandangan mata kita dipersepsi
semakin menjauh.

Kualitas Permukaan: Ini berkenaan dengan fakta bahwa permukaan berpola yang terdekat
tampak kasar daripada permukaan yang lebih jauh. Maka, saat meningkatkan jarak, detil
permukaan berpadu bersamaan dan pola tampak menjadi halus.

Perspektif Linier: penampilan covergence dari garis yang berjajar diinterprestasikan sebagai
sebuah petunjuk kejauhan. Makin besar covergence, makin besar kejauhan yang diterima.

Bayangan: keburaman obyek yang merintangi cahaya dan menghasilkan bayangan. Bayangan
dan sorotan memberikan kita informasi tentang bentuk 3-D dari obyek. Ilustrasi di bawah, obyek
sebelah kiri diamati sebagai 2-D. Obyek sebelah kanan diamati sebagai bentuk 3-D karena
terdapat bayangan di bawahnya.

Kecerahan relatif: obyek yang dekat dengan kita lebih merefleksikan cahaya pada mata kita.
Pengecilan cahaya dari dua obyek yang sama tampak menjauh dari kita.

Kabut/Kabur Udara: obyek yang berkabut tampak diterima lebih jauh dari pada obyek yang lebih
fokus/tidak berkabut (seperti efek blur di Photoshop).

Perspektif Udara: obyek yang berada pada jarak yang sangat jauh memiliki warna berbeda
(seperti sebuah gunung yang dari kejauhan tampak kebiru-biruan).

Gerakan Parallax: jika kita bergerak, obyek dekat kita tampak bergerak daripada obyek yang jauh
dari kita. Jika kita bergerak melewati obyek yang berada di jarak yang berbeda dengan kita,
mereka tampak bergerak melintasi pandangan mata dengan kecepatan berbeda-beda, dan obyek
yang dekat kita bergerak lebih cepat. Perbedaan dalam kecepatan membantu kita menilai kedua
jarak dan kedalaman.

2.6. Ketetapan Perseptual


Sekali kita mempersepsi obyek sebagai bentuk yang koheren dan ditempatkan dalam ruang, kita harus
mengenali obyek tanpa dibodohi oleh perubahan ukuran, bentuk, lokasi, kecerahan, dan warnanya.
Kemampuan mempersepsi sebuah obyek sebagai sesuatu yang tidak berubah meski berubah di dalam

sensor informasi yang mencapai mata kita disebut ketetapan perseptual, dan beberapa ketetapan
pandangan perseptual telah diidentifikasi.

2.6.1. Ketetapan Ukuran


Seperti orang bergerak menjauhi kita, ukuran citra orang yang diproyeksikan retina tampak mengecil.
Bagaimanapun, dari pada melihat orang-orang tersebut sebagai bertambah kecil, kita mempersepsi
mereka sebagai orang yang tingginya sesuai bergerak menjauhi kita. Kecenderungan mempersepsi
sebuah obyek sebagai ukuran yang tetap meski berubah dalam sensor stimuli yang dihasilkan disebut
ketetapan ukuran. Ketetapan ukuran terjadi karena sistem perseptual menghitung jarak obyek dari posisi
orang itu melihat. Jadi, penerimaan ukuran sama dengan ukuran citra retina dalam menghitung kejauhan.
Ketika orang bergerak menjauhi kita, kemudian, citra mereka di retina kita mengecil sesuai dengan
peningkatan jarak mereka. Sistem persetual kita menginterprestasikan perubahan ini sebagai hasil
perubahan lokasi dari sebuah obyek mengenai ketetapan ukurannya.
Persepsi sebuah citra yang tertinggal (afterimage) menyajikan sebuah contoh situasi dimana jarak dapat
bervariasi tanpa merubah ukuran citra retina. Jika anda memandangi lampu yang terang untuk beberapa
detik dan kemudian berpaling, anda akan mengalami sebuah afterimage. Pencitraan yang tertinggal ini
mempunyai ukuran yang tepat, bentuk dan posisi di dalam retina. Bagaimanapun, jika anda dengan cepat
melihat pada obyek yang terdekat dan kemudian sebuah obyek menjauh, pencitraan yang tertinggal
tampak mengecil dan mengembang, muncul lebih besar ketika anda melihat obyek yang lebih jauh. Seperti
yang sudah kita lihat, semakin jauh obyek sebenarnya membuat sebuah citra yang lebih kecil dan untuk
memelihara ketetapan perseptual, otak meng-scales-up citra (ketetapan penskalaan). Kesamaan
ketetapan penskalaan diterapkan untuk sebuah afterimage menghasilkan perubahan dalam ukuran yang
tampak.

2.6.2. Ketetapan Bentuk


Kita sering memandang obyek dari sudut dimana bentuk yang mereka tunjukkan sebenarnya tidak
direfleksikan dalam citra retina. Contoh, pintu persegi-empat sering memproyeksikan bentuk segi-empat
yang dua sisinya sejalan dan cangkir yang bundar sering memproyeksikan citra berbentuk lingkaran.
Dengan cara sama, sistem persepsi berkompensasi terhadap perubahan dalam citra retina untuk
menghasilkan ketetapan ukuran, jadi, memelihara ketetapan berkenaan dengan bentuk. Gambar pintu di
kanan mengilustrasikan ketetapan bentuk. Pintu ini tetap dianggap empat persegi panjang walau tampak
daun pintunya trapesium. Namun, bagaimanapun, ada peristiwa dimana ketetapan bentuk dan ukuran
tidak berlaku. Ketika kita melihat orang di bawah dari atas gedung tinggi, bagi kita mereka kelihatan seperti
semut, meskipun kita tahu mereka adalah orang. Jadi, persepsi dapat lebih kuat daripada konsepsi, meski
ini sebuah pengecualian untuk peraturan.

2.6.3. Ketetapan Lokasi


Saat memutar kepala, secara tetap dihasilkan perubahan pola dari citra retina. Bagaimanapun, kita tidak
mempersepsi dunia ini berputar. Ini karena kinaesthetic feedback dari otot-otot dan organ-organ
keseimbangan di telinga yang diintregasikan dengan perubahan stimulasi retina dalam otak untuk
mencegah persepsi bergerak (berputar). Untuk menjaga agar dunia tidak berputar setiap kita memutar

mata, otak mengurangi perintah pergerakan-mata dari perubahan hasil dalam retina dan ini membantu
untuk menjaga obyek berada dalam lokasi yang tetap.

2.6.4. Ketetapan Kecerahan


Kita melihat benda seperti memiliki lebih kurang kecerahan yang tetap meski jumlah cahaya yang
dipantulkan obyek berganti-ganti menurut level penerangan (cahaya). Contoh, kertas berwarna putih
memantulkan 90 persen cahaya yang jatuh pada kertas, sedangkan kertas berwarna hitam hanya
memantulkan 10 persen. Pada sinar matahari yang terang, bagaimanapun, kertas berwarna hitam tetap
terlihat hitam meski dapat memantulkan 100 kali lebih terang daripada pantulan kertas berwarna putih di
dalam ruangan (McBurney dan Collins, 1984). Persepsi kecerahan tergantung pada pencahayaan relatif
atau seberapa banyak cahaya suatu obyek memantul secara relatif ke sekelilingnya. Jika kertas hitam
yang diterangi matahari dilihat lewat cerobong tidak akan terlihat apa-apa, ia akan tampak keabu-abuan
karena cahaya matahari yang terang memantulkan sejumlah cahaya. Jika dilihat tanpa cerobong, kertas
kembali terlihat hitam karena kurang memantulkan cahaya daripada obyek penuh warna di sekelilingnya.

2.6.5. Ketetapan Warna


Di ketetapan warna, obyek yang tampak mempertahankan warna (atau, lebih tepatnya, corak warna
obyek) di bawah berbagai kondisi pencahayaan (termasuk cahaya malam hari) dengan kecukupan kontras
dan bayangan. Ketetapan warna tampak berfungsi secara baik saat melihat obyek yang hampir sama.
Bagaimanapun, saat kita sebelumnya tidak mengetahui sebuah warna obyek, ketetapan warna kurang
efektif (Delk dan Fillenbaum, 1965). Jika anda memiliki baju baru yang terang dilihat dengan lampu pijar
(neon) tanpa melihat baju baru tersebut di kondisi lampu yang biasa, anda akan tidak ragu setuju dengan
Delk dan Fillenbaum! (Bersambung)

PERSEPSI (3)
by Mohammad Fauzy September 25, 2012 0 Comments

2.7. Ilusi
Kebanyakan, persepsi merupakan proses yang dapat dipercaya. Pada beberapa peristiwa, bagaimanapun,
persepsi kita salah mengartikan dunia. Saat persepsi pada sebuah obyek tidak sejalan dengan karakter
fisik sebuah obyek yang sebenarnya, kita mengalami ilusi. Beberapa ilusi disebabkan gangguan fisik dari
rangsang sedangkan yang lain disebabkan kita salah mempersepsikan rangsang (Coren dan Girgus,
1978). Sebuah contoh dari ilusi fisik adalah membengkoknya tongkat jika diletakan dalam air. Ini dapat
dijelaskan fakta bahwa air bertindak seperti sebuah prisma, membelokkan gelombang sinar sebelum wujud
obyek sampai ke mata. Umumnya, ilusi seperti itu tidak mengejutkan karena contoh tersebut sering dialami
dan mudah untuk dimengerti.
Persepsi ilusi terjadi ketika sebuah stimulus membawa petunjuk yang salah yang menyebabkan kita
menciptakan persepsi stimulus tersebut tidak akurat atau tidak mungkin terjadi. Gregory (1983) mengenali
empat tipe ilusi. Empat ilusi itu adalah distorsi (atau ilusi geometri), kebingungan (atau gambar yang dapat
dibalik), gambar paradoxical-berlawanan dengan asas-asas (atau obyek yang mustahil) dan fiksi.
Ilusi Ponggendrof (gambar kanan) menunjukkan pengamatan yang berlebih-lebihan ketika garis diagonal
dipandang lebih miring dan saat batang paralel lebih terpisah. Bila sebuah garis dibawa mendekat secara
horisontal, ilusi akan menghilang (McKay dan Newbingging, 1977). Pada 1965, dua pesawat Amerika
bertabrakan di atas kota New York menewaskan empat orang dan melukai 49 orang. Kedua pesawat
muncul dari sebuah kumpulan awan dan, meski tetap berada pada altidudes-ketinggian 10.000 dan 11.000
kaki, masing-masing pilot melihat pesawat lain muncul dari awan pada sebuah sudut dan mereka mengira
akan bertabrakan. Saat mereka melakukan manuver menghindari tabrakan, mereka malah bertabrakan,
sebuah kecelakaan yang dapat diatribusikan kepada versi yang kompleks dari ilusi Penggendorf (Cohen
dan Girgus, 1978).
Tidak secara dramatis, kita dapat menjelaskan keterkejutan orang ketika pohon tinggi yang mereka
robohkan secara aktual berubah menjadi lebih pendek dari pada yang mereka percayai. Ilusi vertikalhorisontal (gambar kiri) menggambarkan, kita mempunyai sebuah kecenderungan untuk melebih-lebihkan
ukuran obyek vertikal. Jadi, sebuah pohon tampak lebih pendek ketika dipotong daripada saat pohon itu
berdiri (Cohen dan Girgus, 1978).
Kita menghadapi satu tipe kebingungan atau gambar yang dapat dibalik (vas Rubbin) di awal bab ini. Tiga
gambar yang dapat dibalik lain ditunjukkan gambar (di kanan) berikut. Kubus Necker (gambar a) pertama
dijelaskan L.A. Necker (1832). Pada ilusi ini, gambar mengalami depth reversal. Kubus dapat diamati
dengan menyilangkan baik sisi belakang kubus atau sisi atas kubus ke arah bawah. Meski sistem persepsi
menginterprestasikan ini sebagai garis 2-D digambar seperti obyek 3-D, kubus secara spontan mereverse orientasi kedalamannya jika dilihat sekitar 30 detik.

Gambar b menunjukkan E.G. Borings Old/Young Women dan gambar 1.7c merupakan contoh
pembalikan gambar dimana perubahan dalam persepsi menggambarkan pembalikan obyek. Gambar
dapat diamati sebagai profil wajah seorang perempuan muda dengan hanya ujung hidung yang tampak.
Bagaimanapun, pipi perempuan muda juga dapat diamati sebagai hidung wajah seorang perempuan yang
lebih tua. Dalam pembalikan, kepala bebek/kelinci Jastrows (gambar c), obyek dapat diamati sebagai
salah satu dari kepala seekor bebek dengan garis terputus di kiri atau sebagai seekor kelinci (moncong
bebek menjadi telinga kelinci).
Gambar berlawanan asas terlihat biasa pada pemeriksaan pertama, pada pemeriksaan lebih dekat, kita
menyadari, mereka tidak dapat muncul di realitas (karena paradoksial). Gambar (kiri) berikut
menunjukkan tiga gambar paradok.
Menurut Hochberg (1970), hanya butuh beberapa detik untuk menyadari gambar itu tidak mungkin karena
kita membutuhkan waktu untuk secara penuh mempelajari gambar, mengorganisasi bagian-bagiannya ke
dalam keseluruhan yang berarti. Ketika melihat sebuah gambar, mata kita bergerak dari satu tempat ke
tempat pada rata-rata tiga perubahan per detik (Yarbus, 1967). Jadi, saat melihat sebuah gambar yang
tidak mungkin, kita membutuhkan waktu (dan makin sulit gambar, makin lama waktu yang dibutuhkan)
untuk mengenal dan mengamati bentuknya setelah

sifat ketidakmungkinan dari gambar dapat

diapresiasikan.
Lukisan M.C. Escher (di kanan) menggunakan petunjuk persepsi dengan cara seperti itu untuk mendorong
kita mengamati sebuah gambar 3-D meski penciptanya hanya mengerjakan dengan dua dimensi. Karena
ini juga rumit, kita membutuhkan waktu lebih lama untuk mengenal dan menyadari bahwa itu tidak
mungkin.
Ilusi yang telah kita pertimbangkan sejauh ini semuanya dengan sengaja diciptakan. Bagaimanapun, kita
dikelilingi oleh ilusi di dalam kehidupan sehari-hari kita. Kegunaan dari petunjuk perspektif oleh
penciptanya membimbing kita untuk menerima kedalaman dan kejauhan, yaitu, kita tambahkan sesuatu
pada sebuah foto yang secara fisik tidak tampak. Kita juga menambahkan sesuatu pada citra yang
diproyeksikan dalam layar televisi kita. Televisi memperkerjakan ilusi jenis lainnya, dinamakan movementpergerakan.***

PERILAKU SOSIAL ORGANISASI (1)


by Mohammad Fauzy October 3, 2012 2 Comments

Perilaku individu sebagai fungsi rangsang sosial merupakan unit kajian psikologi sosial. Setiap perilaku
individu adalah rangsang sosial bagi individu lain. Saling hubungan, saling pengaruh dan saling
ketergantungan antarperilaku individu ini disebut perilaku sosial. Beberapa perilaku sosial yang
mendasar, antara lain interaksi, komunikasi, komunikasi massa, dan pertukaran sosial dibahas pada
bab ini untuk memahami perilaku individu dalam organisasi.

3.2. Interaksi
Interaksi sosial ialah hubungan antara dua atau lebih individu yang memiliki perilaku tertentu dan
perilaku mereka saling mempengaruhi secara timbal-balik. Karena itu, syarat minimal suatu interaksi
ialah ada dua individu. Individu-individu tersebut memiliki perilaku tertentu, yaitu perilaku mereka
merupakan manifestasi dari keyakinan-keyakinan mereka mengenai perilaku individu lain. Saling
pengaruh antarperilaku individu tersebut terjadi dalam serangkai proses yang terdiri dari lima tahap:
1.

Tahap I

: A memiliki sebuah keyakinan mengenai B. Individu (A) yang mendekati atau

mengawali hubungan

dengan individu lain

(B)

selalu membawa

keyakinan-keyakinan

tertentu. Keyakinannya (A) terhadap individu lain (B) menentukan langkah II, yaitu perilaku A,
secara verbal maupun non verbal terhadap B. Perilaku ini diwujudkan bila A yakin, Jika saya
melakukan X akan terjadi perilaku Y sebagai respon dari B dan saya akan senang. Bila X
diharapkan sukses, kemungkinan ini akan memperkuat keyakinan saya bahwa perilaku X adalah
positif.
2.

Tahap II : A berperilaku terhadap B sesuai keyakinannya.

3.

Tahap III : B menafsirkan perilaku A. B menafsirkan perilaku A berdasarkan pada perilaku yang
telah dilakukan A secara verbal maupun nonverbal. Tafsiran B ini bisa tepat, bisa tidak. Dalam
hal ini, keyakinan terhadap A amat menentukan responnya pada A.

4.

Tahap IV : B merespon perilaku A sesuai keyakinannya.

5.

Tahap V

: A menafsirkan perilaku B. Tahap ini, prinsipnya merupakan suatu konfirmasi A

terhadap respon B dengan keyakinannya pada tahap I. Jika tidak sesuai dengan keyakinan, ia
dapat menghentikan, mengulang, atau mengubah perilaku dalam mendekati B.
Suatu interaksi sosial mengandung tiga unsur penting, yaitu bentuk, isi, dan situasi. Bentuk interaksi
sosial meliputi jaringan komunikasi dan jumlah interaksi. Jaringan komunikasi menunjukkan individuindividu yang saling dihubungkan oleh saluran-saluran komunikasi, antara lain

berbentuk: rantai,

segitiga, dan roda. Sedangkan jumlah interaksi menunjukkan seberapa banyak komunikasi telah
berlangsung melalui saluran-saluran tertentu di antara individu-individu yang berhubungan, antara lain:
satu kali, dua kali, tiga kali, empat kali, atau lebih.

Isi interaksi sosial meliputi sejumlah faktor yang mendorong individu-individu untuk hidup bersama
individu lain, untuk bertindak terhadap individu lain, dan juga untuk mempengaruhi dan dipengaruhi
individu lain. Faktor tersebut merupakan motif-motif yang komplek dan tak terbilang banyaknya.
Situasi interaksi sosial ialah setiap situasi di mana terdapat suatu hubungan antara dua atau lebih
individu yang memiliki perilaku-perilaku tertentu dan perilaku-perilaku mereka saling mempengaruhi
(timbal-balik). Situasi ini disebut juga situasi sosial. Situasi sosial ini dapat dibagi menjadi dua golongan
utama:
Pertama, situasi kebersamaan, cirinya: hubungan individu-individunya belum teratur, belum saling
mengenal, hanya kebetulan ada di satu tempat dengan kepentingan sama. Umpama, para penumpang
bis kota, para pembeli karcis bioskop, kereta api, dan sebagainya.
Dua, situasi kelompok sosial, cirinya:

hubungan individu-individunya teratur, saling mengenal,

keberadaan mereka bukan kebetulan, tapi disengaja untuk mencapai kepentingan yang sama,
hubungan antara individu

bersifat hirarkis dan struktural, memiliki pimpinan, mempunyai pembagian

tugas, dan memiliki aturan-aturan tertentu. Umpama, partai politik, sekolah, dan sebagainya.
Dua situasi sosial itu sangat

mempengaruhi perilaku individu. Perilaku setiap individu adalah

berbeda dalam situasi sendiri dibandingkan dengan perilakunya dalam situasi sosial. Jika telah terjadi
interaksi antara dua atau lebih individu dalam situasi sosial, terjadi beberapa gejala mendasar atau
pokok yang menjalin kelangsungan hubungan di antara mereka.
1.

Imitasi: imitasi merupakan suatu perilaku individu yang tertentu akibat perilaku yang kurang lebih
sama dari individu lain (sebagai model), karena perhatian dan sikap menjunjung tingkat perilaku
yang ditiru. Peniruan model rambut, celana, rok, dan gaya hidup adalah contoh imitasi.

2.

Sugesti: sugesti

ialah suatu

penerimaan perilaku atau pernyataan-pernyataan

seorang

individu oleh individu lain tanpa kritik karena pengaruh otoritas individu tersebut, penerimaan
mayoritas individu lain, atau karena perilaku dan pernyataan-pernyataan individu

tersebut

memang sebelumnya telah ada pada individu yang menerimanya.


3.

Indentifikasi: indentifikasi ialah kecenderungan individu untuk menjadi sama dengan individu
lain karena dianggap ideal, karena keinginan untuk mencontoh, belajar, atau mengikuti jejak
individu tersebut secara tidak sadar.

4.

Simpati: simpati ialah ketertarikan individu terhadap keseluruhan cara-cara berperilaku individu
lain yang seolah atau sama (cocok) dengan dirinya sendiri, dilakukan berdasar keinginan untuk
memahami dan bekerja sama.

5.

Empati: empati ialah ketertarikan seorang individu terhadap perilaku individu lain yang dirasa
berbeda dengan dirinya, sehingga ia berupaya menempatkan diri sebagai individu lain tersebut
berdasar keinginan memahaminya dan bekerja sama.

PERILAKU SOSIAL ORGANISASI (2)


by Mohammad Fauzy October 11, 2012 0 Comments

3.3. Komunikasi
Interaksi-interaksi

antarmanusia

mengakibatkan

individu-individu

saling

mempengaruhi.

Hal

ini

menghasilkan suatu kontak dalam bentuk proses psikologi, secara langsung maupun tidak, di antara
individu yang berbeda. Proses interaksi ini berhubungan dengan suatu mekanisme perantara yang
disebut komunikasi. Komunikasi ialah tindak pengiriman dan penerimaan suatu pernyataan dari seorang
individu kepada individu lain dengan motivasi tertentu yang melibatkan, antara lain, sensasi, persepsi,
citra, kognisi, dan sikap-sikap.

3.3.1. Pengirim dan Penerima


Seseorang mengirimkan suatu pernyataan, prinsipnya, sebagai suatu cara untuk mewujudkan motifnya.
Hal ini dilakukan jika ia menganggap tujuan-tujuannya lebih mudah dicapai dengan menyampaikan
informasi yang dimiliki kepada individu lain. Akibatnya, terjadi suatu perubahan dalam distribusi informasi
sehingga pengirim dan penerima pernyataan memiliki informasi yang kurang lebih serupa, sekurangkurangnya mengenai satu pokok persoalan utama.
Pengiriman pernyataan sebagaimana bentuk-bentuk perilaku lain, terjadi berdasarkan pada motif-motif
pengirim terhadap penerima, yang berhubungan dengan suatu tujuan. Motif-motif dalam pengiriman
pernyataan ini dapat digolongkan dalam tiga orientasi berdasar individu yang terlibat dalam peristiwa
komunikasi itu.
1.

Motif-motif berorientasi pada diri sendiri, yaitu motif yang berhubungan dengan tujuan pengirim
pernyataan.

2.

Motif-motif berorientasi pada penerima pernyataan, yaitu motif yang berhubungan dengan tujuan
penerima pernyataan.

3.

Motif-motif berorientasi pada dua belah pihak, yaitu motif yang berhubungan dengan tujuan
pengirim maupun penerima.

Semua pengiriman pernyataan berhubungan dengan informasi tertentu. Pernyataan-pernyataan itu


biasa ditujukan kepada penerima yang terseleksi, yang dianggap sebagai sasaran. Motif-motif pengirim
pernyataan dan motif-motif penerima pernyataan, pada taraf ini, saling tergantung satu sama lain
(interdependen).
Terdapat saling hubungan dan saling pengaruh di antara motif-motif mereka. Seseorang mengirim
pernyataan bila ia mempunyai motif yang kuat untuk mencapai suatu tujuan dan berharap bahwa
penyamaan informasi mengenai hal tersebut dapat mencapai tujuannya. Motif-motif ini, dipengaruhi
situasi waktu itu maupun oleh proses-proses psikologi dasar pada waktu sebelumnya. Motif-motif
pengiriman pernyataan tidak terlepas dari kenyataan ini: Komunikasi, seperti juga bentuk perilaku lain,

adalah hasil pengaruh situasional dan pengaruh-pengaruh psikologi, antara lain sensasi, persepsi, citra,
kognisi, dan sikap.
Pengaruh sensasi, persepsi, citra, kognisi, dan sikap dalam pengiriman pernyataan dapat dikaitkan
dengan dua hal:
1.

Pokok persoalan utama dalam pernyataannya: umumnya pernyataan yang dikirim ialah pokok
persoalan utama yang minimal telah dikenal. Sensasi, persepsi, kognisi, dan sikap pengirim
terhadap pokok persoalan ini sangat menentukan pengirimannya kepada penerima. Hal ini
disebabkan tiga faktor yang berhubungan dengan pokok persoalan dalam pernyataan tersebut.

Informasi seseorang mengenai sesuatu mempengaruhi, antara lain sensasi, persepsi, citra,
kognisi, dan sikapnya terhadap hal tersebut.

Setiap individu tergantung pada individu

lain dalam

perolehan informasi-informasi

penting

karena keterbatasan pengalamannya.

Setiap saat, selalu ada informasi baru

mengenai sesuatu meski sebelumnya seseorang telah

mempunyai begitu banyak informasi.


1.

Sensasi,

persepsi, citra, kognisi,

dan

sikap

pengirim terhadap

penerima pernyataan:

pengaruh psikologi dalam diri pengirim terhadap penerima dapat digolongkan dalam tiga
komponen:

Komponen sensasi dan persepsi pada pengirim terhadap penerima pernyataan. Semakin kuat
ketertarikan pengirim terhadap penerima, semakin besar kemungkinan

pernyataan dikirim

kepada penerima. Faktor yang menentukan ketertarikan pengirim, antara lain, kesamaan
sensasi, persepsi, kognisi, dan sikap penerima terhadap persoalan tersebut dengan dirinya.

Komponen kognisi pengirim terhadap


pokok persoalan

yang

hendak

penerima. Semakin relevan ciri-ciri penerima dengan

disampaikan

pengirim, semakin

besar

kemungkinan

pernyataan dikirim kepada penerima. Pengirim akan mengirim pernyataan kepada orang yang
dianggapnya sanggup mencerna pernyataan dan menggunakan informasi secara tepat. Selain
itu, pengirim menganalisis informasi yang ada pada penerima: Apakah penerima mempunyai
lebih banyak informasi atau lebih sedikit dari pada yang dimilikinya atau penerima memiliki
informasi yang berbeda dengan dirinya.

Komponen sikap pengirim terhadap penerima. Bila pengirim mempunyai sikap positif bahwa
penerima mempunyai ketertarikan terhadap dirinya, semakin besar kemungkinan penerima
menjadi sasaran pernyataanya. Selain itu, pengirim juga menimbang bagaimana perasaan
penerima terhadap dirinya.

3.3.2. Pernyataan

Semua pernyataan mempunyai dua ciri pokok.

Ciri pertama, pernyataan memiliki satu pokok

persoalan utama. Perhatian penerima pernyataan diarahkan kepada pokok persoalan ini. Ia merupakan
sesuatu yang mengandung informasi penting. Dalam penulisan berita diletakan pada teras berita. Ciri
kedua, suatu pernyataan adalah simbolik. Pernyataan merupakan sesuatu yang mewakili atau
menghadirkan hal lain.
Dalam pernyataan saya lapar, pengirim tidak mengirim rasa lapar ke perut penerima, tapi ia
mengirimkannya ke dalam proses psikologi penerima dengan simbol-simbol yang mewakili rasa lapar.
Simbol-simbol dalam pernyataan biasanya dalam bentuk kata-kata atau bahasa.
Pernyataan yang dikirim kepada penerima dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan kandungan fakta:

Pernyataan faktual, pernyataan yang


sebagaimana

adanya, cenderung

lebih mengandung

segala

sesuatu

yang

terjadi

sebatas sensasi, tidak mengandung persepsi, sikap, dan

motif berorientasi pada diri. Karena itu, ciri utama pernyataan mengenai fakta, tidak mengandung
kata sifat. Umpama benci, sinis, sangat indah, dan lain-lain. Pernyataan faktual ini dalam
jurnalistik digunakan dalam berita.

Pendapat, pernyataan yang cenderung mengandung persepsi, kognisi, sikap, dan motif-motif
yang berorientasi pada diri. Karena itu, ciri utama pernyataan ini, menggunakan pernyataanpernyataan argumentatif dan mengandung kata-kata sifat.

Pernyataan faktual bercampur dengan pendapat.


persepsi, sikap-sikap, dan

Pernyataan ini cenderung

mengandung

motif-motif berorientasi pada diri. Pernyataan semacam ini sering

terjadi dalam komunikasi sehari-hari. Hal-hal yang terjadi sebagaimana adanya diberi penilaian
dan tafsiran yang kadang kala jauh dan sangat menjauhi kejadian sebenarnya.
2. Berdasarkan keseimbangan faktanya:

Pernyataan satu sisi, pernyataan ini hanya menyajikan fakta-fakta sepihak. Hal-hal yang
bertentangan

dengan

fakta-fakta tersebut disingkirkan. Penyajian pernyataan satu sisi ini

efektif untuk merubah pendapat orang-orang yang sebelumnya telah memiliki pendapat yang
mendukung. Selain itu, orang-orang berpendidikan kurang lebih terpengaruh pernyataan satu
sisi. Penyajian pernyataan dua sisi terhadap orang-orang

berpendidikan kurang

telah

dibuktikan tidak efektif.

Pernyataan dua sisi, pernyataan ini menyajikan fakta-fakta dari dua pihak . Hal-hal yang
bertentangan dengan fakta-fakta tersebut dimuat bersama-sama. Penyajian pernyataan dua
sisi ini efektif untuk merubah pendapat orang yang sebelumnya memiliki pendapat yang
menentang. Selain itu, orang-orang berpendidikan lebih mudah dipengaruhi dengan pernyataan
yang dua sisi.

3.3.3. Komunikasi massa


Pernyataan-pernyataan yang disampaikan

pengirim dapat langsung

kepada

penerima,

disebut

komunikasi interpersonal, dapat pula menggunakan medium, satu diantaranya media massa, yang
disebut komunikasi massa.
Komunikasi massa ialah jenis komunikasi yang ditujukan secara terbuka kepada sejumlah individu,
tersebar

luas, heterogen, anonim, melalui media

cetak atau elektronik secara searah, sehingga

pernyataan yang sama dapat diterima secara serentak dan relatif pada saat bersamaan.
Agar

lebih jelas, berikut ini dikemukakan

perbandingan komunikasi massa dengan komunikasi

interpersonal. Dalam hal ini, sistem komunikasi massa mempunyai karakteristik psikologi yang khas
dibandingkan dengan sistem komunikasi interpersonal yang tampak pada : pengendalian arus
informasi, umpan balik, stimulasi indera, proporsi unsur isi dengan hubungan.
1.

Pengendalian arus informasi: Pengendalian arus informasi ialah pengaturan arah dan jalan
pembicaraan yang disampaikan dan diterima. Dalam komunikasi massa, pengendalian arus
informasi tidak dapat

dilakukan secara langsung. Begitu pernyataan disampaikan kepada

khalayak, arah dan isinya tak dapat segera dirubah atau dipengaruhi, ditambah atau dikurangi.
Ralat

hanya dilakukan

pada waktu penyampaiannya. Dalam

komunikasi interpersonal,

pengendalian arus informasi dapat dilakukan secara langsung. Arah pembicaraan dapat diatur
saat itu juga sesuai kebutuhan. Jika pengirim merasa dan menganggap arah pembicaraan
melantur, ia segera dapat mengingatkan penerima atau segera menentukan kembali pokok
pembicaraan.
2.

Umpan balik: Dalam komunikasi, umpan balik dapat diartikan sebagai respon dan peneguhan.
Sebagai respon, umpan balik adalah pernyataan yang dikirim kembali dari penerima ke pengirim
untuk memberitahukan reaksi penerima dan memberikan landasan kepada pengirim untuk
menentukan perilaku selanjutnya. Umpan balik ini dapat lewat satu saluran atau lewat berbagai
saluran. Umpan balik sebagai peneguhan bermula dari psikologi behaviorisme. Respon yang
diperteguh akan mendorong orang untuk mengulangi respon tersebut dan respon yang tidak
diperteguh akan dihilangkan. Karena itu, umpan balik adalah respon yang berfungsi mendorong
atau

merintangi kelanjutan perilaku (umpan balik negatif dan positif). Pada

komunikasi

interpersonal, umpan balik sebagai respon mempunyai volume tidak terbatas dan lewat berbagai
saluran. Respon diberikan penerima pernyataan saat itu juga dan pembicaraan dapat dilakukan
sepuas-puasnya. Pada komunikasi massa, umpan balik sebagai respon terbatas atau tertunda
atau tidak

ada

sama

sekali (diam)

karena

komunikasi massa

bersifat

satu

arah.

Penyampaian pernyataan dibatasi oleh ruang dan waktu. Pernyataan tidak dapat disajikan
semau hati. Karena itu, ada proses seleksi. Tidak semua persoalan diinformasikan pada
penerima melalui media massa.
3.

3.

Stimulasi alat indera: Dalam komunikasi interpersonal, orang menerima rangsang lewat

seluruh alat inderanya (mendengar, melihat, mencium, meraba, dan mengecap). Dalam
komunikasi massa, rangsang alat indera bergantung pada jenis media massa. Radio didengar,

koran dibaca, televisi dilihat dan didengar. Dalam hal ini, komunikasi sangat terbatas sekali.
Walaupun penerima melihat kue di televisi atau di koran, ia tidak dapat menyentuhnya dan juga
tak dapat mencium baunya. Karena
komunikasi massa perlu

itu, penekanan-penekanan

diberikan agar penerima

dapat

tersebut dan menggugah seluruh komponen psikologis

rangsang tertentu

pada

menangkap rangsang-rangsang

sebagaimana

jika

rangsang

itu

ditangkap seluruh indera penerima secara langsung dalam komunikasi interpersonal.


4.

Proporsi unsur isi dengan hubungan: Setiap komunikasi melibatkan unsur isi dan unsur
hubungan sekaligus dan dua unsur hubungan itu sangat penting. Dalam komunikasi interpersonal
yang menentukan efektifitas bukanlah

isi tetapi

aspek hubungan manusiawi, bagaimana

komunikasi itu dilangsungkan antar pengirim dengan


mana suka, tidak

terstruktur dan

sistematis.

penerima. Pembicaraan dilakukan ke

Sedangkan

sistem

komunikasi

massa

menekankan pada isinya. Hal ini memaksa komunikasi massa mencari bentuk atau struktur
tertentu untuk menekankan isi. Pernyataan berbentuk berita dan pendapat-pendapat disusun
berdasarkan sistem

tertentu

dan ditulis dengan menggunakan tanda-tanda baca dan

pembagian paragraf yang tertib. Berita, umpama, disusun dalam bentuk piramida terbalik. Pada
komunikasi massa, proporsi aspek struktur ini akhirnya lebih utama dari pada aspek hubungan
manusiawi.

REKRUITMEN TENAGA KERJA (1)


by Mohammad Fauzy October 25, 2012 9 Comments

Bab ini menjelaskan arti rekrutmen, kendala-kendala yang mempengaruhi proses rekrutmen, dan sumbersumber yang digunakan suatu organisasi untuk mencari tenaga kerja.

1. Arti dan Tujuan Rekruitmen[1]


Suatu organisasi selalu membuka kemungkinan berbagai lowongan dengan aneka ragam penyebab,
antara lain, perluasan kegiatan organisasi, ada pekerja berhenti karena pindah ke organisasi lain, pensiun,
atau meninggal dunia. Apapun alasannya, lowongan dalam suatu organisasi harus diisi. Salah satu teknik
pengisian lowongan, melalui proses rekrutmen, yaitu proses mencari, menemukan, dan menarik para
pelamar yang kapabel untuk diperkerjakan.
Proses rekrutmen dimulai pada saat organisasi mencari pelamar dan berakhir ketika para pelamar
mengajukan lamaran. Selanjutnya, bila proses rekrutmen berlangsung tepat dan baik, hasilnya diperoleh
sekelompok pelamar yang kemudian diseleksi untuk menjamin, hanya yang paling memenuhi semua
persyaratan yang diterima sebagai pekerja dalam organisasi.
Berbagai langkah dalam proses rekrutmen merupakan salah satu tugas pokok para tenaga spesialis yang
berkarya mengelola sumber daya manusia dalam organisasi. Mereka dikenal dengan istilah pencari tenaga
kerja. Dalam melaksanakan rekrutmen, mereka mendasarkan kegiatan pada perencanaan sumber daya
manusia yang ditentukan karena dalam rencana telah ditetapkan berbagai persyaratan yang harus
dipenuhi calon karyawan.
Selain itu, proses rekrutmen perlu dikaitkan dengan dua hal. Pertama, para pencari tenaga kerja perlu
mengkaitkan identifikasi lowongan dengan informasi analisis pekerjaan karena informasi itu mengandung
hal-hal penting tentang tugas yang akan dilakukan para tenaga kerja baru. Kedua, para manajer yang
memimpin berbagai satuan kerja di mana terdapat lowongan juga harus diminta pendapat dan
preferensinya, karena mereka yang akan memperkerjakan tenaga kerja baru itu. Komentar mereka harus
diperhatikan dan dipertimbangkan secara matang. Berdasarkan dua hal ini, satuan kerja yang mengelola
sumber daya manusia mengidentifikasi berbagai lowongan.
Artinya, berdasar perencanaan sumber daya manusia, preferensi para manajer, informasi tentang analisis
pekerjaan, dan komentar para manajer, pencari tenaga kerja dapat memiliki gambaran yang relatif lengkap
tentang tuntutan pekerjaan yang harus dipenuhi tenaga kerja baru sehingga mereka dapat menentukan secara tepat metode rekrutmen yang digunakan. Jika mereka mampu memilih metode rekrutmen yang tepat,
hasilnya adalah sekelompok pelamar yang paling memenuhi berbagai persyaratan akan terjaring.
Penekanan ini penting karena kenyataan para pencari tenaga kerja baru belum tentu selalu memahami
persyaratan teknis yang diperlukan. Mereka mungkin memang ahli dalam semua segi proses rekrut men,
namun, belum tentu ahli dalam segi-segi teknikal dari semua jenis pekerjaan dalam organisasi.

2. Berbagai Kendala Rekruitmen

Para pencari tenaga kerja suatu organisasi harus menyadari mereka menghadapi berbagai kendala.
Berbagai penelitian dan pengalaman banyak orang dalam hal rekrutmen, kendala yang biasa dihadapi
terdiri dari tiga bentuk: kendala yang bersumber dari organisasi bersangkutan, kebiasaan para pencari
tenaga kerja, dan faktor eksternal yang bersumber dari lingkungan organisasi.
(1) Kendala Organisasional. Berbagai kebijaksanaan yang ditetapkan dalam suatu organisasi bertujuan
agar organisasi semakin mampu mencapai berbagai tujuan dan sasarannya. Dapat dipastikan, dalam
suatu organisasi yang dikelola secara baik terdapat beraneka ragam kebijaksanaan yang menyangkut
segala aspek dan kegiatan organisasi. Yang penting mendapat perhatian ialah kemungkinan berbagai
kebijaksanaan tersebut membatasi ruang gerak para tenaga kerja baru.
Suatu perencanaan sumber daya manusia biasanya memberi petunjuk tentang kriteria lowongan yang
sebaiknya diisi melalui promosi dari dalam dan lowongan yang sebaiknya diisi melalui rekrutmen tenaga
kerja dari luar. Rencana ini sudah tentu membatasi langkah dan tindakan yang mungkin ditempuh para
pencari tenaga kerja. Bagaimanapun juga apa yang telah ditetapkan dalam rencana harus mereka patuhi.
Bila terjadi lowongan, suatu organisasi menganut kebijaksanaan, lowongan harus diisi pekerja yang sudah
menjadi karyawan organisasi, tentu bagian rekrutmen tidak usah lagi berpaling ke sumber-sumber tenaga
kerja di luar organisasi. Dewasa ini, makin banyak organisasi yang menganut kebijaksanaan promosi dari
dalam. Memang, kebijaksanaan ini mengandung segi-segi positif, paling tidak dipandang dari sudut
kepentingan para pekerja. Para pekerja dapat meningkat semangat kerjanya karena prospek karir yang
semakin cerah. Makin banyak anak tangga dalam hirarki organisasi yang mungkin dinaiki, makin
meningkat kepuasan kerja dan loyalitas kepada organisasi.
Untuk jangka panjang, kebijaksanaan seperti itu juga mempunyai daya tarik yang kuat bagi para pencari
pekerjaan yang kapabel karena mereka mengetahui, organisasi yang hendak dimasuki merupakan tempat
yang baik untuk meniti karir. Namun, betapa pun baiknya kebijaksanaan itu, ia tetap tidak luput dari
berbagai kelemahan. Kelemahannya yang paling menonjol, kebijaksanaan seperti itu membatasi
kemungkinan organisasi memperoleh tenaga baru dengan pandangan baru, pendekatan baru, keahlian
dan keterampilan baru. Kelemahan lain, para pekerja dapat cepat merasa puas diri karena mengetahui,
asal saja mereka bekerja sedemikian rupa sehingga prestasi kerjanya dipandang memenuhi syarat,
kesempatan menaiki tangga karir yang lebih tinggi akan selalu terbuka. Kebijaksanaan promosi dari
dalam yang diberlakukan secara konsekuen mungkin menciptakan para pekerja yang minimalis.
(2) Kebiasaan Pencari Tenaga Kerja. Pada satuan kerja yang mengelola sumber daya manusia biasanya
terdapat sekelompok pegawai yang tugas utamanya melakukan rekrutmen. Mereka tenaga spesialis yang
memahami berbagai segi proses rekrutmen. Sebagai tenaga spesialis diharap mereka mampu bertindak
rasional. Namun, karena berbagai faktor, seperti latar belakang pendidikan dan pengalaman, mereka
mungkin saja mempunyai kebiasaan tertentu, yang tentu ada segi positif dan juga segi negatifnya.
Segi positif, antara lain, proses rekrutmen dapat berlangsung relatif cepat karena pengetahuan dan
pengalaman mereka. Segi negatif, sebagai kendala dalam proses rekrutmen, mereka cenderung berbuat
kesalahan yang sama, terutama bila kesalahan yang pernah dibuat tidak mempunyai dampak negatif kuat
bagi organisasi, yaitu tenaga kerja yang direkrut masih mampu bekerja sesuai tuntutan tugas. Segi negatif

lain, sikap memandang enteng tugas sehingga rekrutmen dihentikan bila telah ada lamaran yang masuk.
Mereka tidak lagi mencari alternatif lamaran untuk memperoleh yang terbaik.
(3) Kondisi Eksternal Lingkungan Organisasi. Tidak ada satupun organisasi yang boleh mengabaikan halhal yang terjadi di sekitarnya. Dalam mengelola organisasi, faktor-faktor eksternal atau lingkungan harus
selalu mendapat perhatian. Juga dalam hal merekrut tenaga kerja baru. Dua contoh faktor eksternal yang
perlu diperhitungkan dalam proses rekrutmen:
1.

Tingkat pengangguran. Bila tingkat pengangguran tinggi, pencari tenaga kerja dapat bertindak
lebih selektif karena banyak yang melamar. Mungkin banyak di antara mereka memenuhi
persyaratan melebihi ketentuan organisasi. Sebaliknya, dalam situasi tingkat pengangguran
sangat rendah, pencari tenaga kerja baru tidak tepat terlalu jual mahal karena pencari pekerjaan
tidak sulit memperoleh pekerjaan sesuai pendidikan, pelatihan, dan pengalaman mereka. Malah,
mungkin dengan imbalan yang lebih tinggi dari yang ditawarkan pencari tenaga kerja.

2.

Kelangkaan keahlian atau keterampilan tertentu. Dalam kehidupan organisasional yang semakin
kompleks, semakin beraneka keahlian dan keterampilan yang diperlukan. Di pasaran kerja,
ketersediaan orang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan tertentu bukan hal konstan.
Pada waktu tertentu, dapat terjadi kelangkaan orang yang memiliki keahlian atau keterampilan
tertentu. Karena itu, sikap dan tindakan pencari tenaga kerja baru pasti lain dibandingkan dengan
ketika jumlah orang-orang dengan keahlian dan keterampilan tertentu itu sangat banyak.
Perbedaan sikap dan tindakan itu ditentukan pula oleh urgensi organisasi dalam mempekerjakan
tenaga kerja yang sulit dicari itu. Dalam hal ini, organisasi mungkin harus merubah kebijaksanaan
tertentu, seperti kebijaksanaan promosi dari dalam atau kebijaksanaan tentang gaji yang
diberikan. Kalau tidak, organisasi tidak akan memperoleh tenaga kerja baru yang sangat
diperlukannya itu.

[1] Diadaptasi dan diedit dari Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara,
Jakarta, 1994, hal. 101-129.

REKRUITMENT TENAGA KERJA (2)


by Mohammad Fauzy November 12, 2012 10 Comments

Bagian ini akan menjelaskan pengertian dan tujuan seleksi, dasar kebijaksanaan seleksi, pendekatan yang
digunakan dalam proses seleksi, dan kualifikasi dasar suatu seleksi. Yang terakhir ini menyangkut faktorfaktor fisik dan psikologis.
Dasar Kebijaksanaan Seleksi
Seleksi merupakan pemilihan tenaga kerja yang sudah tersedia. Proses ini dilakukan setelah rekruitmen
selesai. Setiap organisasi selalu menggunakan cara seleksi paling efisien dan efektif dengan biaya
serendah mungkin. Tujuannya, memperoleh tenaga kerja yang memenuhi kualifikasi sesuai deskripsi
jabatan dan atau sesuai kebutuhan organisasi agar semboyan the right man on the right place mendekati
kenyataan. Karena itu, perlu ditetapkan dasar kebijakan dalam seleksi, pendekatan seleksi, dan penentuan
kualifikasi dasar seleksi sehingga ada landasan kuat untuk memperoleh tenaga kerja yang sebaik-baiknya
dengan biaya serendah mungkin.
Proses seleksi dimulai setelah kumpulan para pelamar yang memenuhi syarat diperoleh melalui suatu
penarikan. Proses ini melibatkan serangkaian tahap yang komplek dan memakan waktu. Dapat dikatakan,
proses seleksi merupakan serangkaian langkah yang digunakan untuk memutuskan pelamar diterima atau
tidak. Langkah-langkah ini mencakup pemaduan kebutuhan-kebutuhan kerja pelamar dan organisasi.
Perencanaan sumber daya manusia dan perbaikan dilakukan untuk membantu proses seleksi. Ketidaktepatan pelaksanaan proses seleksi dapat membuat langkah-langkah perencanaan sumber daya manusia
menjadi tidak berarti. Karena itu, pelaksanaan proses seleksi harus dilaksanakan dengan cara yang
efisien dan efektif untuk memungkinkan diperolehnya tenaga kerja yang sebaik-baiknya, sesuai rencana.
Hal-hal itu tidak lain merupakan dasar kebijaksanaan yang harus dipegang dalam proses seleksi.
Proses seleksi tergantung pada tiga masukan yang akan sangat menentukan efektivitas proses seleksi,
yakni:
1.

Analisis Jabatan. Informasi analisis jabatan memberikan deskripsi jabatan, spesifikasi jabatan, dan
standar-standar prestasi yang disyaratkan untuk setiap jabatan.

2.

Perencanaan sumber daya manusia. Rencana ini memberi informasi kepada manajer personalia
mengenai lowongan pekerjaan.

3.

Penarikan atau Rekruitmen. Langkah ini diperlukan agar manajer personalia mendapatkan
sejumlah pelamar yang akan terpilih.

Di samping tiga masukan tersebut, seorang manajer personalia harus menghadapi paling tidak tiga
tantangan yang juga sering menjadi kendala proses seleksi: tantangan suplai, etis, dan organisasional.

1.

Tantangan suplai.

Makin besar jumlah pelamar yang memenuhi syarat, semakin mudah

memperoleh karyawan baru berkualitas. Kenyataan, jumlah pelamar yang memenuhi syarat untuk
lowongan tertentu sering terbatas. Keterbatasan suplai ini dapat diukur dengan ratio seleksi, yaitu
jumlah pelamar yang diterima dibagi dengan jumlah total pelamar. Bila ratio seleksi kecil, misalnya
1: 2, berarti hanya ada sedikit pelamar tersedia untuk dipilih. Dalam banyak kasus, ratio seleksi
kecil juga mencerminkan rendahnya kualitas penarikan atau rekruitmen.
2.

Tantangan etis. Telah kita dengar istilah sistem keluarga (family system) dalam proses seleksi atau
penerimaan karyawan. Hal ini merupakan salah satu tantangan manajer personalia maupun para
manajer organisasi lain dalam pengadaan sumber daya manusia. Keputusan-keputusan seleksi
sangat dipengaruhi etika mereka. Penerimaan karyawan baru karena hubungan keluarga,
pemberian komisi dari kantor penempatan tenaga kerja, atau karena suap, semua merupakan
tantangan pengelola organisasi. Bila standar-standar ethis ini dilanggar, karyawan baru mungkin
dipilih secara tidak tepat.

3.

Tantangan organisasional. Proses seleksi bukan merupakan tujuan akhir, tetapi merupakan
prasarana dengan mana organisasi berupaya mencapai tujuan-tujuan dan sasarannya. Secara
ilmiah, organisasi menghadapi keterbatasan-keterbatasan seperti anggaran atau sumber daya lain
yang mungkin membatasi proses seleksi. Di samping itu, berbagai strategi, kebijaksanaan, dan
taktik organisasi, juga merupakan batasan-batasan. Misal, kebijaksanaan organisasi untuk lebih
memilih calon karyawan laki-laki dibanding wanita, meski tidak tertulis, akan menghambat proses
seleksi yang wajar.

Demikian tiga tantangan yang dihadapi manajer personalia dalam proses seleksi. Dalam proses seleksi,
calon harus mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk mengetahui di mana dia paling cocok bekerja
agar dapat lebih mengembangkan bakat. Proses penilaian harus membantu calon mengetahui bidang
yang paling tepat bagi dirinya untuk berkarya.
Pendekatan dalam Proses Seleksi
Dalam proses seleksi ada dua pendekatan kebijaksanaan yang cukup menonjol pada abad ke 20 ini, yakni:
1.

Pendekatan Succesive Hurdles. Sebagian besar proses seleksi yang berjalan sampai saat ini
didasarkan pada konsep succesive hurdles. Ini berarti untuk berhasilnya pelamar tenaga kerja
diterima dalam suatu organisasi mereka harus lulus dari berbagai persyaratan yang telah ditentukan

secara

bertahap.

Mulai

dari

mengisi

blanko

lamaran,

test-test,

wawancara, rechecking seluruh latar belakang pribadi pelamar, dan pemeriksaan medis maupun
pemeriksaan lain yang relevan. Segala macam test atau pemeriksaan tersebut itu yang disebut
hurdles dan harus lulus dengan baik satu per satu atau secara berurutan.
2.

Pendekatan Compensatory. Pendekatan ini dipergunakan didasarkan pada pra anggapan,


kekurangan pada satu faktor di satu pihak sebenarnya dapat ditutup dengan faktor lain.
Sehingga seorang pelamar untuk dapat diterima menjadi tenaga kerja dalam suatu instansi didasarkan pada sekumpulan hasil secara menyeluruh dari seluruh test yang dilakukan. Dari semua

test tersebut, mungkin ada nilai yang kurang dalam satu test, tetapi berlebihan nilainya di test lain
sehingga jumlah hasil yang dicapai memenuhi persyaratan untuk diterima.
Kedua pendekatan tersebut cukup menarik dan mempunyai keuntungannya masing-masing. Mana yang
akan dipilih, tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi organisasi.
Kualifikasi Dasar Seleksi
Dengan memperhatikan tujuan seleksi, jelas betapa penting proses seleksi dalam memberi penilaian
terhadap sifat-sifat, watak, dan kemampuan pelamar secara tepat, teliti, dan lengkap. Sifat, watak, dan
kemampuan yang dibutuhkan untuk memenuhi ketentuan-ketentuan dalam deskripsi jabatan harus sejauh
mungkin tercermin atau ada pada diri pelamar. Pada umumnya beberapa kualifikasi berikut ini mendasari
suatu proses seleksi, yakni:
1.

Keahlian. Keahlian merupakan salah satu kualifikasi utama yang menjadi dasar proses seleksi.
Keahlian ini dapat digolongkan menjadi tiga: technical skill, human skill, dan conceptual
skill. Technical skill merupakan jenis keahlian utama yang harus dimiliki para pegawai
pelaksana, human skill merupakan keahlian yang harus dimiliki mereka yang akan memimpin
beberapa bawahan atau lebih. Sedangkan conceptual ski merupakan keahlian yang harus dimiliki
mereka yang akan memangku jabatan pucuk pimpinan, sebagai figur harus mampu mengkoordinir
aktivitas-aktivitas utama dalam organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.

2.

Pengalaman. Dalam proses pelamaran suatu pekerjaan, pengalaman pelamar cukup penting
dalam proses seleksi. Suatu organisasi atau perusahaan cenderung memilih pelamar yang
berpengalaman daripada yang tidak berpengalaman. Mereka yang berpengalaman dipandang
lebih mampu dalam pelaksanaan-pelaksanaan tugas yang akan diberikan di samping, tentu,
kemampuan intelegensi juga akan menjadi dasar pertimbangan selanjutnya. Sebab, orang yang
mempunyai intelegensi baik biasa memiliki kecerdasan cukup baik. Pengalaman saja tidak tepat
digunakan menentukan kemampuan seorang pelamar dalam menyelesaikan tugas dengan baik.

3.

Umur. Perhatian dalam proses seleksi juga bertujuan pada masalah umur pelamar. Usia muda dan
usia lanjut tidak menjamin diterima tidaknya seorang pelamar. Mereka yang usia lanjut, tenaga
fisiknya relatif terbatas, meski mereka pada umumnya banyak pengalaman. Sebaliknya mereka
yang muda, mungkin memiliki vitalitas fisik cukup baik, namun labour turnover mereka relatif lebih
besar dan tanggungjawab mereka pun relatif kurang dibanding yang usia lanjut. Karena itu yang
terbaik adalah pelamar-pelamar berusia sedang, atau sekitar 30 tahun, dengan kualitas-kualitas
yang disesuaikan keperluan organisasi bersangkutan. Persoalan berapa sebaiknya umur pegawai
agar memberikan prestasi maksimal kepada organisasi merupakan persoalan yang perlu
perhatian tersendiri. Umumnya perusahaan menolak mempekerjakan mereka yang berusia lanjut
karena alasan-alasan, antara lain, lambat bekerja, kurang kreatif, sukar dididik, sering mangkir,
dan sering sakit.

4.

Jenis Kelamin. Sebagai dasar seleksi, jenis kelamin sering diperhatikan, terlebih untuk jabatan
tertentu. Pada abad ke-20 ini, memang terbuka lebar kesempatan bagi tenaga kerja pria maupun

wanita untuk berbagai jabatan. Jabatan- jabatan tersebut ada yang memang dikhususkan untuk
pria, ada yang dikhususkan untuk wanita, dan banyak juga yang terbuka untuk kedua jenis
kelamin tersebut. Dalam hal ini, perlu penanggung jawab sumber daya manusia dalam organisasi
memperhatikan perundang-undangan sosial yang berlaku. Contoh, perundang-undangan sosial
melarang setiap perusahaan mempekerjakan wanita di pertambangan, juga wanita tidak boleh
dipekerjakan pada malam hari, kecuali perawat kesehatan di rumah sakit. Dari uraian itu terlihat,
dalam penentuan kualifikasi pelamar kerja, masalah jenis kelamin menjadi salah satu dasar dalam
proses seleksi.
5.

Pendidikan. Kualifikasi pelamar merupakan cermin dari hasil pendidikan dan latihan sebelumnya.
Pendidikan dan latihan yang dialami pelamar menentukan hasil seleksi selanjutnya dan
kemungkinan penempatan dirinya dalam organisasi bila jadi diterima. Tanpa latar belakang
pendidikan pelamar ini, organisasi akan sulit menyeleksi.

6.

Keadaan fisik. Kondisi fisik seseorang pelamar kerja penting dalam proses seleksi. Sebab
bagaimanapun juga suatu organisasi secara optimal senantiasa ingin memperoleh tenaga kerja
yang sehat jasmani maupun rohani dan bahkan postur tubuh yang baik untuk jabatan tertentu.
Bagi pelamar yang memiliki keadaan fisik baik jelas lebih beruntung dalam proses seleksi.
Tentunya, juga tetap dengan memperhatikan faktor-faktor lain lagi.

7.

Tampang. Kalau orang barat menyebut personal appearance, itu artinya tampak seseorang di
hadapan orang lain atau yang tampak pada orang lain. Dalam jabatan-jabatan tertentu, tampang
juga merupakan salah satu kualifikasi yang menentukan keberhasilan seseorang dalam
melaksanakan tugas. Misal: tugas sebagai pramugari, pelayan toko, hubungan masyarakat, dan
sebagainya. Pada umumnya persyaratan tampang ini merupakan kualifikasi tambahan untuk
jabatan tertentu.

8.

Bakat. Bakat atau aptitude seseorang pelamar turut memang kunci sukses dalam proses seleksi.
Bakat ini dapat nampak pada test-test fisik maupun psikologis. Dengan test- test tersebut, dapat
diketahui bakat-bakat tersembunyi yang suatu saat dapat dikembangkan selain bakat yang telah
ada.

9.

Temperamen. Temperamen adalah pembawaan seseorang yang tidak dapat dipengaruhi


pendidikan, berhubungan langsung dengan emosi seseorang. Temperamen merupakan sifat yang
mempunyai dasar pada faktor-faktor dalam jasmani bagian dalam, ditimbulkan proses-proses
biokimia. Temperamen seseorang itu bermacam-macam, antara lain, periang, tenang, tenteram,
dan pemarah. Temperamen-temperamen ini menentukan pula sukses tidaknya seleksi dan atau di
mana seseorang pelamar, bila lulus, akan di tempatkan dalam organisasi.

10. Karakter. Karakter berbeda dengan temperamen meskipun ada hubungan erat antara keduanya.
Temperamen adalah faktor endogin, sedangkan karakter faktor eksogen. Karakter seseorang
dapat diubah melalui pendidikan, sedang temperamen tidak dapat diubah. Meskipun semua
kualifikasi itu penting, tetap harus dicatat, tidak seluruh kualifikasi ini harus dimiliki seseorang

pelamar atau calon pegawai. Kualifikasi amat tergantung pada job specification jabatan tertentu,
tergantung pada jabatan yang lowong dan perlu diisi.
Diadaptasi dan diedit dari Susilo Martoyo, Manajemen Sumber Daya Manusia, BPFE-Yogyakarta,
Yogyakarta, 1994, hal. 37-49.

ORANG YANG BERPENGARUH POSITIF (1)


by Mohammad Fauzy November 10, 2012 0 Comments

Apakah seseorang memiliki pengaruh terhadap orang lain? Apa saja pengaruhnya terhadap orang lain dan
seberapa besar pengaruhnya?
Pak direktur: Pak, Bapak sudah mengamati semua karyawan di kantor ini dan juga sudah menganalisis
mereka selama hampir satu tahun. Dari 18 karyawan tersebut, siapakah yang paling berpengaruh secara
positif?
Orang yang paling berpengaruh secara positif adalah orang yang jika dia tidak hadir di kantor ini, sebagian
besar karyawan, terutama bawahannya secara langsung, tidak semangat bekerja. Artinya, jika orang itu
tidak hadir, para karyawan cenderung mengobrol, berjalan-jalan ke sana-ke mari, tidak betah duduk di
kursi, gelisah, dan ingin cepat pulang. Intinya, tidak tahan lama bekerja dan pekerjaan hari itu cenderung
terbengkalai.
Pak direktur: Jadi, orang yang berpengaruh positif adalah orang yang mampu membuat orang lain
bersemangat bekerja?
Ya, bukan hanya bersemangat, tapi membuat orang lain bekerja!
Pak direktur: Siapa dan bagaimana orang itu?
Orang ini adalah seorang ibu. Saya mengamati aktivitasnya sejak beberapa bulan lalu dan sungguh luar
biasa. Kalau ia telah tiba di kantor dan duduk di meja kerjanya, semua orang pelahan-lahan mulai bekerja.
Ibu ini tidak pernah memerintah bawahannya, juga tidak pernah menyuruh rekan-rekannya untuk bekerja,
melainkan, ketika ia telah bekerja, dengan sendirinya yang lain juga mulai bekerja.
Pak direktur: Bapak yakin?
Bapak lupa? Lima bulan lalu, kita telah memindahkan ibu ini di ruang baru, di lantai dua sebelah Selatan
dengan alasan kemudahan koordinasi. Hanya dalam waktu tidak kurang dari satu minggu, rekan-rekan
satu ruangnya sebagian ikut mengajukan diri untuk pindah, mengikuti ibu tersebut. Tanpa sadar, mereka
tidak merasa nyaman bekerja tanpa kehadiran ibu tersebut. Lalu, bukankah Bapak mengijinkan mereka
juga untuk pindah?
Pak direktur: Ya, saya ingat. Saya ingat. Dapatkah Bapak menunjukkan seberapa besar pengaruh ibu ini?
Sangat besar. Walaupun ia hadir di kantor ini dan hanya duduk di ruang Selatan, pengaruhnya sanggup
menjangkau orang-orang yang bekerja tiga ruang di sampingnya hingga radius sekitar 100 meter. Tanpa
disadari, ibu ini telah membentuk teritorialitas sendiri. Dan, tanpa disadari juga, orang-orang yang
bertentangan perilaku dengannya membentuk teritorialitas sendiri, membentuk zona aman dari ibu

tersebut. Makin jauh seseorang bekerja dari ibu ini, makin kecil ia memperoleh pengaruhnya. Makin dekat
orang bekerja di samping ibu ini, makin bersemangat dan cepat selesai pekerjaan mereka.
Pak direktur: Apakah itu terjadi pada semua karyawan di sini?
Ya, tentu, hanya besar pengaruhnya berbeda-beda. Saya mengamati, pengaruh ibu ini hanya efektif pada
11 orang karyawan Bapak, tapi agak melemah pada enam karyawan Bapak. Ke enam orang ini telah
membentuk teritorialitas sendiri sejak kepindahan ibu tersebut. Tanpa sadar, walau ruang mereka terpisah,
pada awalnya, saya amati, mereka sibuk memindah-mindah tempat duduk juga. Mereka-mereka ini
mengambil jarak yang cukup jauh dari ibu tersebut. Secara umum, mereka memiliki karakteristik yang
sama.
Pak direktur: Maksud Bapak?
Secara umum, enam orang karyawan Bapak tersebut memiliki karakteristik yang sama, yaitu tidak mampu
duduk di kursi mereka lebih dari setengah jam dan pulang kantornya cepat. Mereka tidak sanggup seperti
ibu tersebut yang mampu duduk berjam-jam sampai pekerjaan selesai.
Pak direktur: Mungkin karakteristik keenam orang tersebut perlu diperjelas. Saya ingin sekali mengetahui
ciri-ciri karyawan yang kurang produktif dan apakah mereka mengganggu pekerjaan kantor ini?
(Bersambung)

ORANG YANG BERPENGARUH POSITIF (2)


by Mohammad Fauzy November 21, 2012 2 Comments

Pak direktur: Mungkin perlu diperjelas karakteristik enam orang tersebut. Saya ingin sekali mengetahui ciriciri karyawan yang kurang produktif dan apakah mereka mengganggu pekerjaan di kantor ini?
Ciri utama mereka ditandai dengan ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan secara tepat waktu.
Kemampuan-kemampuan dasar karyawan Bapak sebenarnya cukup bagus, namun tidak semua mampu
menyelesaikan kerja tepat waktu. Ciri kedua, mereka jarang menepati janji. Pernah berjanji pada saya jam
delapan pagi, muncul pada pukul satu siang. Begitu juga janji-janji mereka dengan sesama karyawan dan
tamu-tamu perusahaan. Dan, yang luar biasa, umumnya mereka selalu terlambat dalam menghadiri
pertemuan-pertemuan maupun undangan tanpa memberi kabar. Yang ketiga, berdasar pengamatan dan
pembicaraan dengan beberapa karyawan, dapat disimpulkan, karena banyaknya janji-janji yang tidak
ditepati, kepercayaan orang terhadap mereka menurun. Omongan mereka sulit dipegang.
Pak direktur: Menurut Bapak, apa yang menyebabkan mereka menjadi seperti itu?
Pertama, secara khusus, ketidakmampuan mereka menyelesaikan pekerjaan secara tepat waktu adalah,
kecerdasan matematika mereka rata-rata rendah. Artinya, bukan mereka tidak mampu berhitung,
berhitung adalah dasar, deduktif, melainkan mereka tidak memiliki strategi dalam bekerja. Nah, strategi ini
sifatnya induktif. Orang boleh saja tidak masuk bekerja atau terlambat, namun pekerjaan harus selesai
tepat waktu. Sejauh pengamatan saya, orang-orang dan sejumlah rekan yang mampu profesional dengan
pekerjaannya hingga level internasional, ya pada ketepatan waktu ini. Tidak ada yang mampu bertahan
tanpa memiliki ketepatan waktu ini.
Yang kedua, kecerdasan interpersonal mereka kurang begitu berkembang sehingga sulit memahami orang
lain, mereka tidak tahu apakah orang menyenangi mereka atau sebaliknya. Mereka kesulitan dalam
menilai seseorang. Empati mereka rendah. Sering salah baca orang. Akibatnya, sering yang mereka
lakukan adalah hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan dan kebutuhan orang lain.
Ketiga, kecerdasan intrapersonal mereka juga kurang berkembang. Padahal, ini merupakan kekuatan batin
seseorang. Kekuatan orang yang mempengaruhi perilaku dan pikiran orang. Ibu yang memiliki pengaruh
positif itu memiliki intrapersonal yang luar biasa kuat, ia tidak memerintah orang dengan mulutnya, tapi ia
memberikan perintah dengan perilakunya.
Pak direktur: Bagai mana memperbaiki kinerja mereka?
Mereka dapat di tempatkan di antara orang-orang yang berpengaruh positif. Mereka perlu diposisikan
selalu bekerja sama dalam kurun waktu yang terus-menerus, khusus dengan ibu tadi. Seseorang bila
sering bermain dengan tukang minyak, tentu akan kecipratan minyak. Kalau minyak wangi, orang itu ikut
menjadi wangi juga, hanya bila minyak goreng, ya ikut kecipratan panasnya.
Pak direktur: Iya. Iya. Tapi, apa bukannya malah yang positif dapat menjadi negatif?

Memang bisa saja, namun di kantor Bapak ini, jumlah orang-orang yang positif jauh lebih banyak. Dalam
beberapa kasus, ketika salah seorang dari enam orang yang negatif berhasil mempengaruhi ibu yang
positif tadi, memang situasi kerja mendadak menjadi tidak nyaman. Keputusan ibu tadi mendadak
inkonsisten.
Pak direktur: Bisa juga terjadi demikian?
Ya, tapi tidak lama. Biasanya, keesokan harinya, pengaruh ibu yang positif tadi segera bekerja kembali.
Memang tidak ada yang sempurna.
Pak direktur: Bisa Bapak jelaskan kelemahan ibu yang berpengaruh positif itu?
Orang-orang yang memiliki intrapersonal begitu kuat biasanya memiliki musuh makanan. Makan yang
banyak dapat menurunkan kepekaan mereka. Karena itu, ibu itu kalau tidak mampu menjaga makanan,
jenis kualitas maupun jumlahnya, ia dapat diserang penyakit perut. Bila staminanya menurun, ia mulai sulit
membaca situasi.
Pak direktur: Dapatkah Bapak menunjukkan kekuatan dari enam karyawan saya yang kurang produktif
tadi?
Bahasa. Rata-rata mereka memiliki logika bahasa yang tinggi. Mereka juga memiliki kemampuan spasial
yang sangat baik. Mereka dapat memperbaiki kinerja mereka bertolak dari kekuatan mereka ini. Logika
bahasa yang baik dan diasah, artinya digunakan dan ditempa semaksimal mungkin, juga mampu
meningkatkan logika matematika mereka secara induktif. Kemampuan spasial yang dimaksimalkan, dapat
membuat orang memetakan masalah secara baik.
Pak direktur: masalahnya?
Mereka masih lebih suka melihat rumput tetangga. Karena, rumput tetangga memang selalu terlihat lebih
indah.***
***Mohammad Fauzy adalah seorang magister psikologi, konsultan pada IISA Visi Waskita, Assessment,
Consultancy, and Research Centre [http://visiwaskita.com/].

PROMOSI DAN DEMOSI


by Mohammad Fauzy November 18, 2012 0 Comments

1. Arti Promosi dan Pemindahan

[1]

Suatu motivasi yang menonjol mendorong seseorang untuk berpartisipasi aktif dalam organisasi antara lain
kesempatan untuk maju. Sudah sifat dasar manusia untuk menjadi lebih baik, lebih maju dari posisi saat
ini. Kesempatan maju dalam suatu organisasi ini sering disebut promosi (penaikan jabatan). Suatu promosi
berarti perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan lain yang mempunyai status dan tanggung jawab lebih
tinggi dan berarti, kompensasi (penerimaan upah/gaji dan sebagainya) secara umum pun makin tinggi
dibandingkan dengan jabatan lama. Namun, ada pula promosi yang tidak berakibat pada kenaikan
kompensasi. Ini disebut promosi kering.
Suatu promosi jabatan umumnya didambakan setiap anggota organisasi. Karena itu suatu program
promosi perlu diadakan dengan menjawab unsur-unsur pertanyaan berikut:
Ke arah mana suatu jabatan akan menuju?
Sampai di manakah jenjang akhir suatu jabatan yang dapat dicapai?
Kriteria apa atau persyaratan bagaimana yang diperlukan untuk promosi jabatan tersebut?
Untuk itu semua, perlu diketahui lebih jauh, antara lain, tentang jalur promosi, dasar-dasar promosi,
kecakapan kerja, dan senioritas. Pemindahan seseorang pada jabatan baru dapat juga terjadi bila
organisasi bersangkutan mengalami ekspansi atau ada lowongan yang harus segera diisi. Perwujudan dan
prinsip orang yang tepat pada jabatan yang tepat, baik dengan jalan pemindahan ataupun dengan jalan
lain, bukan saja membawa hasil yang baik bagi organisasi, tetapi juga kepada petugas bersangkutan. Di
sini, pentingnya suatu promosi untuk meningkatkan motivasi seseorang petugas. Namun pemberian
promosi harus bertitik tolak untuk kepentingan organisasi dan bukan untuk kepentingan pribadi seseorang
petugas.
2. Dasar Promosi: Kecakapan Kerja Vs Senioritas
Promosi seseorang dalam organisasi harus mendasarkan pada pertimbangan-pertimbangan seobyektif
mungkin. Karena obyektivitas promosi dapat membawa dampak positif bagi pertumbuhan motivasi atau
semangat kerja anggota-anggota lain dalam organisasi bersangkutan. Umumnya terdapat dua dasar
mempromosikan seseorang, yakni kecakapan kerja dan senioritas.
Dari dua hal itu, penentu kebijaksanaan dalam organisasi cenderung menggunakan kecakapan kerja
sebagai dasar promosi dari pada senioritas. Namun, anggota organisasi cenderung mendasarkan pada
senioritas karena semakin lama masa kerja seseorang, kecakapannya menjadi lebih baik. Kecakapan kerja
dianggap mengandung judgement yang subyektif. Ternyata, untuk mengukur obyektivitas promosi tidak
semudah diduga. Contoh, senioritas seseorang kadang tidak dapat diukur dari lama kerja seseorang
karena pada kasus tertentu, mungkin ia berhenti atau diberhentikan sementara, kemudian aktif kembali

dalam organisasi bersangkutan. Masihkah mereka dimasukkan senior? Untuk

mengatasinya perlu

Pedoman Pelaksanaan Promosi.


Keobyektifan promosi seseorang berdasar kecakapan kerja atau senioritas memang masih dapat
mengandung subyektivitas pihak penentu kebijaksanaan. Karena itu, untuk mengurangi subyektivitas,
kadang digunakan kombinasi dari kedua dasar tersebut. Bila ada pejabat yang mempunyai kecakapan
sama, pejabat yang lebih senior dipromosikan. Atau, bila ada dua pejabat yang mempunyai senioritas
sama, pejabat yang lebih cakap dipromosikan. Hal ini untuk menghindarkan like dan dislike dalam
penentuan promosi seseorang walau cara itu juga mengandung permasalahan. Misal, kalau A lebih senior
daripada B, tetapi kecakapannya kalah dibanding B atau sebaliknya, kombinasi dua hal itu sulit diterapkan.
Untuk mengatasi ini, sering ditempuh cara persyaratan minimal untuk aspek senioritas dan aspek
kecakapan kerja. Contoh: Untuk dipromosikan ke jabatan X, minimum kecakapan adalah p point.
Dengan demikian bila ada dua orang yang sama-sama mencapai p point, karyawan lebih senior dari
kedua karyawan akan dipromosikan.
3. Penurunan (Demotion)
Lawan promosi adalah penurunan atau demotion, yaitu pemindahan seseorang ke jabatan lain yang lebih
rendah dalam suatu organisasi. Penurunan lebih mungkin terjadi bila pasar tenaga kerja menunjukkan
keadaan supply tenaga kerja lebih besar daripada demand tenaga kerja dan atau karena organisasi
mengalami krisis dan sebagainya. Mengingat kemungkinan dapat timbul promosi, kemungkinan timbul
demosi pun perlu dipertimbangkan. sehingga Pedoman Pelaksanaan Promosi memang semakin
diperlukan. Untuk itu perlu dibuat, hubungan horizontal dan vertical dari masing-masing jabatan, penilaian
kecakapan karyawan, ramalan-ramalan lowongan dan data-data karyawan.
Istilah pemindahan mengandung arti segala perubahan jabatan seseorang dalam arti umum. Jadi meliputi:
promosi, penurunan maupun perubahan jabatan setingkat, yang tidak mengurangi atau menaikkan baik
kekuasaan maupun tanggung jawabnya. Pemindahan umumnya bertujuan menempatkan karyawan pada
tempat yang tepat agar ia memperoleh suasana baru dan atau kepuasan kerja dan prestasi yang lebih
tinggi.
Pemindahan semacam itu dapat terjadi karena keinginan pegawai sendiri atau karena kehendak
organisasi. Hal kedua ini dapat terjadi, antara lain, karena keadaan darurat akibat fluktuasi volume
pekerjaan, kebutuhan latihan (misal: rotasi jabatan), atau untuk menghindarkan mereka dari rasa bosan
baik karena macam pekerjaannya atau lingkungan kerjanya.
Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan, masalah promosi dan pemindahan dalam proses
manajemen sumber daya manusia cukup penting untuk memelihara semangat serta motivasi kerja
anggota. Suatu organisasi, terutama yang cukup besar, perlu memiliki pola dasar promosi dan pemindahan
yang jelas. Data pegawai yang lengkap merupakan bahan penting untuk pengambilan keputusan promosi
maupun pemindahan anggota organisasi.

[1] Diadaptasi dan diedit dari Susilo Martoyo, Manajemen Sumber Daya Manusia, BPFE-Yogyakarta,
Yogyakarta, 1994, hal. 63-68

Karir, Perencanaan dan Pengembangannya


by Mohammad Fauzy November 27, 2012 0 Comments

Karir merupakan istilah teknis dalam administrasi personalia. Karir atau karier berasal dari bahasa
Belanda; carriere, yaitu perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan seseorang. Karir dapat berarti
perkembangan dan kemajuan pekerjaan seseorang dalam suatu jenjang tertentu. Karir mencer minkan
perkembangan dan kemajuan pekerjaan anggota organisasi secara individu dalam jenjang jabatan yang
dapat dicapainya selama kerja. Misalnya, wartawan muda, wartawan madya, wartawan utama. Jenjang
jabatan pekerjaan wartawan dari yang rendah sampai yang tinggi ini menunjukkan peranan atau status
mereka masing-masing.
Karena itu, perencanaan karir merupakan suatu rancangan tentang kemungkinan-kemungkinan seorang
anggota organisasi dengan kemampuan tertentu dapat memperoleh kenaikan jabatan tertentu sesuai
persyaratan organisasi. Perencanaan karir seseorang dilandasi persyaratan-persyaratan yang disusun
organisasi. Berdasar persyaratan-persyaratan tersebut, orang berusaha meningkatkan kompetensinya.
Keberhasilannya dipengaruhi, antara lain, pendidikan formal, pengalaman kerja, dan aspek-aspek yang
terdapat pada organisasi, misal, sikap atasan.
Perencanaan karir bermanfaat sebagai pedoman bagi karyawan untuk mengetahui jabatan-jabatan yang
tersedia dalam organisasi dan kesempatan-kesempatan yang dapat diperolehnya selama bekerja. Orangorang yang berhasil dalam penugasan biasa sangat memperhatikan masalah-masalah perencanaan dan
pengembangan karir. Mereka sangat berkepentingan dengan peningkatan status mereka dalam jalur karir
yang telah ditetapkan organisasi.

1. Penyusunan Perencanaan Karir[1]


Perencanaan karir bagian yang sangat penting dan bahkan menentukan dinamika organisasi. Karena itu,
ruang lingkup perencanaan karir mencakup dua hal yang saling berkait, perencanaan jenjang jabatan
anggota organisasi dan perencanaan tujuan-tujuan organisasi. Seseorang dijenjangkarirkan untuk
menunjang kepentingan dan atau tujuan-tujuan organisasi. Makin lancar perencanaan dan pelaksanaan
karir anggota organisasi sesuai persyaratan maka makin dinamis organisasi bersangkutan.
Penyusunan suatu perencanaan karir perlu memperhatikan empat hal, yaitu jabatan pokok dan jabatan
penunjang, pola jalur karir bertahap, jabatan struktural, dan tenggang waktu jabatan.
1.

Jabatan Pokok dan Jabatan Penunjang. Jabatan pokok adalah jabatan yang memiliki fungsi dan
tugas menunjang langsung pencapaian sasaran pokok organisasi. Misal, dalam lembaga
pendidikan, yang dimaksud jabatan pokok adalah bidang yang menangani operasi pendidikan dan
pengajaran. Kalau dalam organisasi perusahaan, jabatan pokoknya adalah bidang jabatan yang
menangani produksi dan pemasaran. Jabatan-jabatan pokok sebaiknya diduduki orang-orang
yang memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman yang sesuai. Sedangkan yang dimaksud
dengan jabatan penunjang adalah jabatan yang fungsi dan tugas-tugasnya menunjang atau
membantu pencapaian sasaran pokok organisasi. Jabatan penunjang dalam lembaga pendidikan

atau di perusahaan adalah bagian umum atau bagian keuangan. Bagian-bagian ter sebut tidak
langsung menunjang pencapaian sasaran pokok organisasi. Bagian-bagian ini membantu
pencapaian tujuan atau sasaran pokok. Penempatan personil di bagian-bagian ini perlu
didasarkan pada latar belakang pendidikan dan atau pengalaman yang sesuai.
2.

Pola Jalur Karir Bertahap. Yang dimaksud dengan Pola Jalur Karier Bertahap adalah suatu pola
yang menunjukkan urutan berjenjang dan bertahap dari jabatan-jabatan dalam struktur organisasi
yang membentuk karir seseorang. Urutan jabatan yang berjenjang dan bertahap itulah yang harus
ditempuh oleh seseorang karyawan/anggota organisasi dalam meniti karirnya. Di sini sangat
diperhatikan latar belakang pendidikan dan pengalaman tugas dari masing-masing individu yang
bertekad meniti karir.

3.

Jabatan Struktural. Pada dasarnya jabatan struktural adalah jabatan karir, artinya jabatan atau
jenjang jabatan yang diperuntukkan bagi mereka yang diarahkan ke jenjang yang paling tinggi
dalam organisasi. Dengan demikian bagi orang baru atau karyawan baru, harus melalui
program orientasi dahulu dan diberi pengalaman pada jabatan-jabatan staf yang bersifat
membantu jabatan struktural. Karena itu, untuk jabatan-jabatan struktural sangat diperlukan
kemantapan psikologis, di samping kemantapan kemampuan pribadi masing-masing.

4.

Tenggang Waktu. Kurun waktu jabatan seseorang atau masa jabatan seseorang dalam suatu
organisasi, sebaiknya ditentukan secara tegas dan tepat; sekaligus hal tersebut akan memberikan
efek psikologis yang positif terhadap pemangku jabatan yang bersangkutan. Semua ini harus
diperhatikan dalam penyusunan perencanaan karir.

2. Pertimbangan dalam Perencanaan Karir


Dalam proses perencanaan karir, perlu dipertimbangkan beberapa hal, khusus yang menyangkut masa
jabatan atau pemindahan jabatan seseorang yang berpengaruh pada jenjang karirnya. Pertimbanganpertimbangan itu ialah singkatnya masa jabatan, terlalu lamanya masa jabatan, dan keinginan dipindahkan
dari jabatan. Tiga hal tersebut patut menjadi perhatian.
Singkatnya Masa Jabatan. Bila seseorang memangku jabatan belum cukup lama, pemindahan jabatan
mengakibatkan hal-hal yang kurang baik, yaitu:
1.

Pada umumnya, ia belum mengenal dan menghayati pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya
selama jabatan tersebut.

2.

Program kerja yang mungkin sudah ditetapkan belum sempat diselesaikan.

3.

Belum bulat penghayatannya pada jabatan yang dipangku, sudah harus menyiapkan diri
memahami jabatan baru.

4.

Secara psikologis menimbulkan pertanyaan yang sulit dijawab sebab-sebabnya.

Terlalu Lamanya Masa Jabatan. Masa jabatan seseorang terlalu lama dalam suatu organisasi juga
merupakan gejala tidak sehat. Akibat-akibat yang mugkin timbul antara lain:
1.

Hinggapnya rasa bosan karena pekerjaan-pekerjaan

yang sama dalam masa yang lama,

sehingga kurang variasi.


2.

Sikap pasif dan apatis serta mundurnya motivasi serta inisiatip dalam bekerja.

3.

Menumpulkan kreativitas seseorang karena tak adanya tantangan yang berarti.

4.

Menimbulkan iklim bekerja yang statis clan tidak mudah diubah dan menutup kemungkinan
pejabat baru dari generasi penerusnya.

Keinginan Pindah Jabatan. Harapan untuk dipindahkan dari jabatan lama ke jabatan baru selalu ada dalam
pikiran para karyawan atau anggota suatu organisasi. Berbagai penyebab keinginan dari harapan tersebut
antara lain sebagai berikut:
1.

Seseorang terlalu lama menjabat suatu jabatan yang terpencil/daerah terpencil, sehingga
dirasakan tidak mudah mengembangkan diri.

2.

Rasa kurang tepat pada jabatan yang sekarang dijabat/diemban, karena tidak sesuai dengan latar
belakang pendidikan, pengalaman atau keinginannya.

3.

Merasa bahwa jabatan yang sekarang sekedar sebagai batu loncatan, untuk meniti karir lebih
lanjut.

Demikian beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun perencanaan karir dalam suatu
organisasi. Kurang cermat dalam mempertimbangkan hal-hal tersebut akan menimbulkan kefatalan dalam
mendinamiskan organisasi, lebih-lebih dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi yang telah
ditetapkan dan disetujui bersama.

3. Pengembangan Karir
Penetapan karir seseorang merupakan langkah awal untuk jejang karirnya. Inilah saatnya seseorang mulai
memikirkan pengembangan dirinya masing-masing, sesuai kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya.
Dalam hal ini departemen personalia dapat saja membantu pengembangan diri karyawan atau anggota
organisasi yang bersangkutan dengan juga memperhatikan pengembangan karir dari segi organisasi.
Pengembangan suatu karir seharusnya memang tidak tergantung pada usaha-usaha individual saja, sebab
kadangkala hal itu tidak sesuai kepentingan organisasi. Untuk memungkinkan sinkronnya dengan
kepentingan organisasi, pihak organisasi yang berwenang untuk itu dapat mengatur pengembangan karir
anggota

organisasi,

misal,

dengan

mengadakan

program-program

latihan

atau

kursus-kursus

pengembangan karir. Dalam hal ini lebih mantap lagi bila pimpinan organisasi menyetujui dan merestui
program-program departemen personalia tersebut. Sehingga dengan demikian pihak manajemen
(pimpinan) selalu well-informed mengenai upaya-upaya karir personalia dalam organisasinya.

Secara individual setiap anggota organisasi harus siap mengembangkan dirinya dalam rangka penitian
karir. Ada enam kegiatan pengembangan karir yang dapat dilakukan masing-masing individu , yaitu:
1.

Prestasi kerja. Kegiatan paling penting untuk memajukan karir adalah prestasi kerja yang baik
karena hal ini mendasari semua kegiatan pengembangan karir lainnya. Kemajuan karir sangat
tergantung pada prestasi kerja (performance).

2.

Exposure. Kemajuan karir juga ditentukan oleh exposure, berarti menjadi dikenal oleh orangorang yang memutuskan promosi, transfer dan kesempatan-kesempatan karir lainnya. Tanpa
exposure, karyawan yang berprestasi baik, mungkin tidak memperoleh kesempatan untuk
mencapai sasaran-sasaran karirnya. Para manajer mendapatkan exposure terutama melalui
prestasi, laporan-laporan tertulis, presentasi lesan, kerja panita, pelayanan masyarakat dan
bahkan lama jam kerja mereka.

3.

Permintaan berhenti. Hal ini merupakan suatu cara untuk mencapai sasaran karir apabila ada
kesempatan karir di tempat lain. Sehingga dengan permintaan berhenti tersebut, yang
bersangkutan berpindah tempat bertugas/bekerja. Berpindah-pindah tempat bekerja tersebut bagi
sementara manajer profesional merupakan bagian strategi karir mereka.

4.

Kesetiaan organisasional. Kesetiaan pada organisasi di mana seseorang bertugas/bekerja turut


menentukan kemajuan karir yang bersangkutan. Kesetiaan organisasional yang rendah pada
umumnya ditemui pada para sarjana baru (yang mempunyai harapan tinggi, tetapi sering kecewa
dengan tempat tugas pertama mereka) dan para profesional (yang kesetiaan pertamanya pada
profesinya).

5.

Mentors dan sponsors. Para mentor atau pembimbing karir informal bila berhasil membimbing
karir karyawan atau pengembangan karirnya lebih lanjut, maka para mentor ter sebut dapat
menjadi sponsor mereka. Seorang sponsor adalah orang dalam organisasi yang dapat
menciptakan kesempatan-kesempatan pengembangan karir bagi orang-orang lain. Seringkali
sponsor karyawan adalah atasan langsung mereka.

6.

Kesempatan-kesempatan untuk tumbuh. Hal ini terjadi, apabila karyawan meningkatkan


kemampuan, misalnya melalui program latihan, pengambilan kursus-kursus atau penambahan
gelar dan sebagainya. Hal ini berguna baik bagi departemen personalia dalam pengembangan
sumber daya manusia internal maupun bagi pencapaian rencana karir karyawan.

4. Manfaat Perencanaan dan Pengembangan Karir


Perencanaan karir sebagaimana telah diuraikan di atas jelas sangat bermanfaat tidak hanya bagi para
karyawan/anggota organisasi dalam pelaksanaan tugasnya, tetapi juga bagi organisasi sendiri secara
keseluruhan. Bila dirinci, berbagai manfaat perencanaan karir dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.

Mengembangkan karyawan yang dapat dipromosikan (potensial). Ini berarti perencanaan karir
membantu mengembangkan suplai karyawan internal, terutama mereka yang potensial.

2.

Menurunkan perputaran karyawan (turnover). Perhatian terhadap karir individual dalam


perencanaan karir yang ditetapkan dapat meningkatkan loyalitas pada organisasi. Dengan
demikian memungkinkan menurunkan turnover atau perputaran karyawan di dalam organisasi
bersangkutan.

3.

Mengungkap potensi karyawan. Dengan adanya perencanaan karir yang jelas dan mantap akan
dapat mendorong para karyawan secara individual maupun kelompok untuk menggali kemampuan
potensial masing-masing untuk dapat mecapai sasaran-sasaran karir yang diinginkan.

4.

Mendorong pertumbuhan. Perencanaan karir yang baik akan dapat mendorong semangat kerja
karyawan untuk tumbuh berkembang. Dengan demikian motivasi karyawan dapat dipelihara.

5.

Mengurangi penimbunan. Ini berarti perencanaan karir akan dapat mengangkat kembali para
karyawan yang berkualifikasi untuk maju, sehingga tidak tertimbun tanpa harapan.

6.

Memuaskan

kebutuhan

karyawan.

Dengan

adanya

perencanaan

karir

berarti

adanya

penghargaan terhadap individu karyawan, yang berarti pula adanya pengakuan dan penghargaan
terhadap prestasi individu. Hal inilah yang akan dapat memuaskan karyawan, yang pada dasarnya
hal semacam itu adalah kebutuhan karyawan juga.
7.

Membantu pelaksanaan rencana-rencana kegiatan yang telah disetujui. Perencanaan karir dapat
membantu para anggota kelompok agar siap untuk jabatan-jabatan lebih penting. Persiapan ini
akan membantu pencapaian rencana-rencana kegiatan yang telah disetujui.

Selanjutnya, mengenai pengembangan karir pada dasarnya sama dengan apa yang dikemukakan di atas,
namun untuk manfaat pengembangan ini ada kekhususan karena sudah menyangkut kegiatan pendidikan
dan latihan. Manfaat tersebut sebagai berikut:
1.

Meningkatnya kemampuan karyawan. Dengan pengembangan karir melalui pendidikan dan


latihan, akan lebih meningkat kemampuan intelektual maupun keterampilan karyawan yang dapat
disumbangkan kepada organisasi.

2.

Meningkatnya suplai Karyawan yang berkemampuan. Jumlah karyawan yang lebih tinggi
kemampuannya dari sebelumnya akan menjadi bertambah, sehingga memudahkan pihak
pimpinan (manajemen) untuk menempatkan dalam job atau pekerjaan yang lebih tepat. Dengan
demikian suplai karyawan yang berkemampuan bertambah dan jelas akan dapat untungkan
organisasi. (MF)

[1] Diadaptasi dan diedit dari Susilo Martoyo, Manajemen Sumber Daya Manusia, BPFE-Yogyakarta,
Yogyakarta, 1994, hal. 69-80.

LATIHAN UJIAN AKHIR SEMESTER


by Mohammad Fauzy December 2, 2012 0 Comments

Ada dua macam latihan soal untuk Ujian Akhir Semester (UAS). Latihan 1 terdiri 20 soal pilihan ganda
dengan 1 jawaban yang benar. Latihan 2 terdiri dari 10 soal. Tiap-tiap soal latihan tersebut menuntut
mahasiswa untuk membaca bahan-bahan kuliah yang telah diberikan. Karena itu, pelajari lagi baik-baik
bahan tersebut, mulai dari bahan pertama sampai akhir. Latihan 1 dan latihan 2 ini hanya 60% dari bahan
yang akan diujikan nanti.

Latihan 1: BACA SECARA CERMAT. PILIH SATU JAWABAN YANG BENAR: a, b, c, d,


atau e. JAWABAN YANG BENAR DISILANG (X).
1.

Interaksi terjadi minimal jika ada (a) satu, (b) dua, (c) tiga, (d) empat, (e) lima individu dalam suatu
waktu di suatu tempat.

2.

Perilaku seseorang dengan orang lain dalam suatu interaksi terjadi (a) satu arah, (b) dua arah, (c)
tiga arah, (d) empat arah, atau (e) ke segala arah.

3.

Satu dari tiga unsur penting dalam interaksi: (a) bentuk, (b) jalinan, (c) hubungan, (d) strategi, (e)
pertukaran sosial.

4.

Salah satu ciri situasi kebersamaan adalah hubungan antara individu-individu (a) saling kenal, (b)
tidak saling kenal, (c) tidak saling tahu, (d) saling mengerti, (e) salah semua.

5.

Dari satu motif dapat disusun (a) satu, (b) dua, (c) tiga, (d) empat, atau (e) beberapa isi
pernyataan.

6.

Dalam pertukaran sosial, unsur yang paling konkret adalah (a) barang, (b) uang, (c) cinta, (d)
informasi, (e) pelayanan.

7.

Pertukaran sosial yang memuaskan ialah jika sumber-sumber yang dipertukarkan (a) seimbang,
(b) berat sebelah, (c) berbeda, (d) tidak sama, (e) berlainan.

8.

Sifat dari interaksi sosial: (a) satu individu mempengaruhi satu individu, (b) satu individu
mempengaruhi satu kelompok, (c) satu kelompok mempengaruhi satu individu, (d) kelompok
mempengaruhi kelompok, (e) individu dan atau kelompok saling mempengaruhi individu dan atau
kelompok lain.

9.

Interaksi sosial dapat dipahami sebagai suatu proses yang terdiri dari: (a) 2 tahap, (b) 3 tahap, (c)
4 tahap. (d) 5 tahap, (e) 6 tahap.

10. Suatu interaksi soal memiliki bentuk, kecuali: (a) rantai, (b) tapal kuda, (c) roda, (d) segitiga, (e)
amuba.

11. Yang termasuk situasi sosial: (a) situasi kebersamaan, (b) situasi sendiri, (c) situasi berdua, (d)
situasi lingkungan, (e) situasi pasar
12. Penerimaan perilaku tanpa suatu kritik disebut: (a) imitasi, (b) sugesti, (c) identifikasi, (d) simpati,
(e) empati.
13. Penerimaan perilaku akibat perilaku yang kurang lebih sama dari orang lain (sebagai model)
disebut: (a) imitasi, (b) sugesti, (c) identifikasi, (d) simpati, (e) empati.
14. Ketertarikan individu terhadap keseluruhan cara-cara perilaku individu lain yang seolah sama
atau cocok dengan dirinya disebut: (a) imitasi, (b) sugesti, (c) identifikasi, (d) simpati, (e) empati.
15. Ketertarikan seorang individu terhadap perilaku individu lain yang dirasa berbeda dengan dirinya
sehingga ia berusaha menempatkan diri dari sudut individu itu agar mampu memahaminya
disebut: (a) imitasi, (b) sugesti, (c) identifikasi, (d) simpati, (e) empati.
16. Yang harus dilakukan sorang dokter ketika menghadapi pasiennya, (a) imitasi, (b) sugesti, (c)
identifikasi, (d) simpati, (e) empati.
17. Salah satu orientasi motif dalam komunikasi, yaitu motif berorientasi pada: (a) pembeli, (b)
penjual, (c) diri sendiri, (d) perantara, (e) media massa.
18. Inti utama dari komunikasi adalah untuk (a) memperoleh uang, (b) mengetahui orang lain, (c)
memahami diri orang, (d) menyampaikan isi pernyataan, (e) mewujudkan motif.
19. Isi pernyataan yang mengandung fakta, penjelasan, dan bujukan disebut: (a) pemberitahuan, (b)
brainwashing, (c) persuasi, (d) propaganda, (e) agitasi.
20. Isi pernyataan yang mengandung ancaman disebut: (a) pemberitahuan, (b) brainwashing, (c)
persuasi, (d) propaganda, (e) agitasi.

Latihan 2: Baca soal secara teliti. Bila benar silang nomor soal.
1.

Proses rekrutmen, yaitu proses mencari, menemukan, dan menarik para pelamar yang kapabel
untuk diperkerjakan.

2.

Berdasar perencanaan SDM, preferensi para manajer, informasi analisis pekerjaan, dan komentar
para manajer, pencari tenaga kerja dapat memiliki gambaran yang relatif lengkap tentang tuntutan
pekerjaan yang harus dipenuhi tenaga kerja baru.

3.

Kendala yang biasa dihadapi orang dalam hal rekrutmen, terdiri dari tiga bentuk: kendala
bersumber dari organisasi, kebiasaan para pencari tenaga kerja, dan faktor eks ternal yang
bersumber dari lingkungan organisasi.

4.

Dalam suatu organisasi yang dikelola secara baik, terdapat aneka ragam kebijaksanaan. Yang
penting mendapat perhatian, kemungkinan berbagai kebijaksanaan tersebut memberi keuntungan
pada tenaga kerja baru.

5.

Bila suatu organisasi menganut kebijaksanaan, lowongan harus diisi pekerja yang sudah menjadi
karyawan, bagian rekruitmen tidak usah lagi berpaling ke sumber-sumber tenaga kerja di luar
organisasi. Ini disebut promosi dari dalam.

6.

Kebijaksanaan promosi dari dalam yang diberlakukan secara konsekuen mungkin menciptakan
pekerja yang minimalis.

7.

Segi negatif

promosi dari dalam, sikap memandang enteng tugas sehingga rekrutmen

dihentikan bila telah ada lamaran yang masuk. Pencari tenaga kerja tidak lagi mencari alternatif
lamaran untuk memperoleh yang terbaik.
8.

Bila tingkat pengangguran tinggi, pencari tenaga kerja tidak dapat bertindak selektif karena banyak
yang melamar.

9.

Pelamar langsung ini dikenal dengan istilah applications at the gate of Babylon.

10. Sebelum organisasi memutuskan menggunakan iklan, perlu dipertimbangkan: biaya iklan,
kemungkinan jumlah pelamar jauh melebihi lowongan yang tersedia sehingga butuh tenaga,
waktu, dan biaya untuk meneliti dan menjawab lamaran yang ditolak.***

Mengubah Nasib Malang Jadi Uang


by Mohammad Fauzy November 11, 2013 2 Comments

Nasib malang dapat menimpa seseorang setiap waktu. Beberapa minggu lalu, laki-laki itu menelepon saya
dengan kemarahan. Atasannya memecat dia dengan tuduhan penggelapan uang. Saya menenangkannya.
Saya menyuruh ia menemui saya. Saya minta ia menceritakan seluruh kejadian dan yang terpenting,
apakah ada fakta bahwa ia memang menggelapkan uang?
Ia meyakinkan saya bahwa fakta itu tidak ada. Laporan keuangan juga sudah diaudit dan diterima dua
tahun lalu. Saya katakan, ia harus tenang. Saya tahu, jelas saya kepadanya, kehilangan pekerjaan adalah
sesuatu yang berat. Tapi, kita juga harus tahu, kalau pemilik perusahaan sudah tidak berkenan, apa boleh
buat, harus keluar. Dan, tentu saja, pemilik perusahaan juga harus tahu, ia harus membayar mahal untuk
kejahilannya, pesangon dan nama baik.
Saya sebut kejahilan, berarti ia hanya sekedar menuduh untuk mencari dasar mengeluarkan pegawainya.
Kepada lelaki itu, saya tanyakan, kira-kira apa alasan yang paling kuat sehingga atasan tidak menyukai
dirinya. Ketika ia mengatakan bahwa yang paling tidak disukai atasannya adalah sikap dan tindakannya
yang keras, saya katakan, Kalau ceritamu memang benar begitu, bagaimana kalau proses pemecatan itu
dipermudah saja?
Ia terkejut. Saya jelaskan, kalau ia bekerja di sana lagi, tentu besok-besok dicari lagi kesalahannya dan
pasti keluar juga. Kedua, yang ia perlu pikirkan ialah uang untuk meneruskan kehidupan. Pemilik
perusahaan yang ingin tenang jelas akan membayar berapa saja kepada orang-orang yang paling tidak
disukai.
Setelah ia benar-benar memahami prinsip tersebut, saya katakan, sebab itu ia harus tenang. Tetap masuk
kantor. Tidak ada protes. Selesaikan tugas. Ia menyetujui. Tapi, beberapa hari kemudian, ia menelepon,
teman-teman sekantor yang membela mengajak berdemo. Saya katakan, tidak perlu, yang ia butuhkan
uang dan nama baik.
Beberapa hari kemudian ia katakan, serikat pekerja di kantornya terbentuk dan minta ia memberi
testimoni pemecatan. Saya nasehati, tenang. Yang ia perlukan uang untuk keluarga. Sepuluh hari
kemudian, ia katakan, orang-orang sekantor dan atasan mulai bisik-bisik, heran melihat sikapnya yang
biasa keras, kini, walau sudah dipecat, santai-santai saja tetap masuk kantor dan bekerja. Saya tegaskan,
jaga sikap dan tenang. Beberapa hari kemudian, ia dipanggil, ditawarkan pesangon. Saya katakan, terima
saja dan tetap tenang sampai pesangon ditransfer ke rekening.
Setelah pesangon ditransfer ke rekening, jelas sudah, perusahaan tidak memiliki dasar kuat dengan
tuduhannya. Tidak mungkin pegawai yang menggelapkan uang dipecat dan diberi pesangon. Tadi malam,
alhamdulilah, pesangon sudah diterima klien saya hampir 200 juta. Dengan uang sebanyak itu, katanya,
untuk ukuran dirinya, ia bisa bertahan tiga tahun tanpa kerja.

Karena sikapnya yang tabah dengan kekerasannya itu, walau ia telah memperoleh pesangon, ketika
pulang, saya mentraktirnya makan sate. Saat itu, saya katakan, ia harus menyisihkan 20 juta dari 200 juta
untuk bayar pengacara. Ia perlu mengajukan tuntutan pencemaran nama baik ke perusahaan. Tidak ada
fakta atau bukti ia menggelapkan uang. Jika tuntutan 1 milyar dan dipenuhi seratus juta saja, lagi-lagi ia
untung 80 juta sambil tidur di rumah, sementara pengacara bekerja. Pemilik perusahaan yang ingin tenang
jelas akan membayar berapa saja kepada orang-orang yang paling tidak disukai.***

Sumber :
http://mayaaksara.com/category/artikel/psikologi/psikologi-industri-danorganisasi/ (Diakses pada 03 September 2015 15:34 WIB)

Anda mungkin juga menyukai