Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
Hipertiroid ialah suatu sindroma klinik yang terjadi karena pemaparan
jaringan terhadap hormone tiroid berlebihan. Penyakit tiroid merupakan penyakit
yang banyak ditemui di masyarakat, 5% pada pria dan 15% pada wanita. Penyakit
Graves di Amerika sekitar 1% dan di Inggris 20-27/1000 wanita dan 1.5-2.5/1000
pria, sering ditemui di usia kurang dari 40 tahun.3
Istilah hipertiroidisme sering disamakan dengan tirotoksikosis, meskipun
secara prinsip berbeda. Dengan hipertiroidisme dimaksudkan hiperfungsi kelenjar
tiroid dan sekresi berlebihan dari hormone tiroid dalam sirkulasi. Pada tirotoksikosis
dapat disebabkan oleh etiologi yang amat berbeda, bukan hanya yang berasal dari
kelenjar tiroid. Adapun hipertiroidisme subklinis, secara definisi diartikan kasus
dengan kadar hormone normal tetapi TSH rendah. Di kawasan Asia dikatakan
prevalensi lebih tinggi disbanding yang non Asia (12% versus 2.5%).3
Penyakit Graves merupakan penyebab utama dan tersering tirotoksikosis (8090%), sedangkan yang disebabkan karena tiroiditis mencapai 15% dan 5% karena
toxic nodular goiter. Prevalensi penyakit Graves bervariasi dalam populasi terutama
tergantung pada intake yodium (tingginya intake yodium berhubungan dengan
peningkatan prevalensi penyakit Graves). Penyakit Graves terjadi pada 2% wanita,
namun hanya sepersepuluhnya pada pria. Kelainan ini banyak terjadi antara usia 2050 tahun, namun dapat juga pada usia yang lebih tua.8
Hipertiroidisme sering ditandai dengan produksi hormone T3 dan T4 yang
meningkat, tetapi dalam persentase kecil (kira-kira 5%) hanya T3 yang meningkat,
disebut sebagai tirotoksikosis T3 (banyak ditemukan di daerah dengan defisiensi
yodium). Status tiroid sebenarnya ditentukan oleh kecukuan sel atas hormon tiroid
dan bukan kadar normal hormone tiroid dalam darah. Ada beberapa prinsip faali
dasar yang perlu diingat kembali. Pertama bahwa hormone yang aktif adalah free
hormone, kedua bahwa metabolism sel didasarkan atas tersedianya free T3 bukan free
T4, ketiga bahwa distribusi deiodinase I, II, dan III di berbagai organ tubuh berbeda
(D1 banyak di hepar, ginjal dan tiroid, DII di otak, hipofisis, dan DIII di jaringan
fetal, otak, plasenta), namun hanya D1 yang dapat dihambat oleh PTU. 3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid berada di kedalaman dari otot sternothyroid dan
sternohyoid, terletak di anterior leher sepanjang C5-T1 vertebrae.Kelenjar ini
terdiri dari lobus kanan dan kiri di anterolateral dari laring dan trakea.Kedua
lobus ini disatukan oleh bagian yang menyatu yang disebut isthmus, di cincin
trakea kedua dan ketiga.Kelenjar tiroid dikelilingi oleh suatu fibrous capsule
tipis, yang membuat septa kedalam kelenjar.Jaringan ikat padat menempel
pada cricoid cartilage dan superior tracheal ring. Dari external ke capsule
adalah loose sheath yang dibentuk oleh visceral portion dari lapisan
pretracheal di kedalaman cervical fascia.

Gambar 1 Anatomi kelenjar tiroid


Arteri; kelenjar tiroid memiliki aktivitas vaskular yang tinggi dan disuplai
oleh arteri superior dan inferior.Pembuluh darah ini berada di antara fibrous
capsule dan loose fascial sheath.Biasanya cabang pertama dari arteri eksternal
karotid adalah superior tiroid arteri, turun ke bagian superior kelenjar,
menembus lapisan pretracheal di kedalaman cervical fascia, dan membagi
kedalam cabang anterior dan superior yang menyuplai bagian anterosuperior
dari kelenjar.Arteri inferior tiroid, cabang terbesar dari thyrocervical trunks
dari arteri subclavian, ke bagian posterior secara superomedial ke carotid

sheath untuk mencapai bagian posterior dari kelenjar tiroid. Merekan terbagi
kedalam beberapa cabang yang menembus lapisan pretracheal di kedalaman
cervical fascia dan menyuplai bagian posterioinferior, termasuk ke bagian
inferior kelenjar.Kanan dan superior kiri dan arteri inferior tiroid
beranatomosis kedalam kelenjar dan menyuplai kelenjar.
Vena; Tiga pasang vena tiroid biasanya membentuk tiroid plexus vena di
permukaan anterior kelenjar tiroid dan anterior trachea.Vena superior tiroid
bersama arteri superior tiroid, mereka memperdarahi bagian superior tiroid.
Vena middle tiroid tidak disertai arteri dan memperdarahi bagian medial
tiroid. Sedangkan vena inferior tiroid memperdarahi bagian inferior tiroid.
Vena superior dan middle tiroid akan bermuara ke internal jugular vein
sedangkan vena inferior tiroid bermuara ke brachiocephalic vein.
Lymph; pembuluh lymph dari kelenjar tiroid melewati jaringan ikat
interlobular, biasanya didekat arteri. Mereka berkomunikasi dengan suatu
jaringan capsular pembuluh lymphatic. Dari sini, pada mulanya pembuluh ini
melewati
prelaryngeal,
pretracheal,
dan
paratracheal
lymph
nodes.Prelaryngeal mengalir ke superior cervical lymph nodes, dan
pretracheal dan paratracheal lymph nodes mengalir ke inferior deep cervical
nodes.Disamping itu, pembuluh lymph berada di sepanjang vena superior
tiroid melewati langsung ke inferior deep cervical lymph nodes.Beberapa
pembuluh lymph mengalir ke brachiocephalic lymph nodes atau thoracic duct.
Nerve; Saraf dari kelenjar tiroid diturunkan dari superior, middle, dan
inferior cervical (symphatetic) ganglia.Mereka mencapai kelenjar melalui
cardia dan superior dan inferior thyroid periarterial plexuses yang bersamasama tiroid arteri.Seratnya adalah vasomotor, bukan secremotor.Mereka
menyebabkan konstriksi pembuluh darah.Sekresi endokrin dari kelenjar tiroid
diregulasi secara hormonal oleh kelenjar pituitary.
2.2 Biosintesis Hormon Tiroid3
Ada 7 tahap, yaitu:
1. Trapping
Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada
bagian basal sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan
dengan pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif. Pompa iodida ini
bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP. Daya pemekatan
konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam
serum darah. Pompa Na/K yang menjadi perantara dalam transport aktif
iodida ini dirangsang oleh TSH.
2. Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida
tersebut harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu
enzim peroksidase. Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini kemudian akan
bergabung dengan residu tirosin membentuk monoiodotirosin yang telah ada

dan terikat pada molekul tiroglobulin (proses iodinasi). Iodinasi tiroglobulin


ini dipengaruhi oleh kadar iodium dalam plasma. Sehingga makin tinggi kadar
iodium intrasel maka akan makin banyak pula iodium yang terikat sebaliknya
makin sedikit iodium di intra sel, iodium yang terikat akan berkurang
sehingga pembentukan T3 akan lebih banyak daripada T4.
3. Coupling
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin
(DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling bergandengan
(coupling) sehingga akan membentuk triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4).
Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini disintesis dalam koloid
melalui iodinasi dan kondensasi molekul tirosin yang terikat pada ikatan di
dalam tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan
ke dalam koloid melalui proses eksositosis granula.
4. Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut
kemudian akan disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya
mengandung T3 dan T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.
5. Deiodinasi
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin.
Residu ini kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan
residu tirosin serta iodida. Deiodinasi ini dimaksudkan untuk lebih
menghemat pemakaian iodium.
6. Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang
pembentukan vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas
pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan enzim
protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi MIT dan
DIT.
7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)
Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran
basal dan kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di
sirkulasi darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre
Albumin (TBPA). Hanya 0,35% dari T4 total dan 0,25% dari T3 total yang
berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3 dengan TBP kurang kuat daripada
ikatan T4 dengan TBP. Pada keadaan normal kadar T3 dan T4 total
menggambarkan kadar hormon bebas. Namun dalam keadaan tertentu jumlah
protein pengikat bisa berubah. Pada seorang lansia yang mendapatkan
kortikosteroid untuk terapi suatu penyakit kronik cenderung mengalami
penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena jumlah protein pembawa yang
meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang menderita pemyakit ginjal
dan hati yang kronik maka kadar protein binding akan berkurang sehingga
kadar T3 dan T4 bebas akan meningkat.

Gambar 3 Biosintesis Hormon Tiroid


2.4
Hipertiroidisme
2.4.1 Definisi3
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid
yang beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis
yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Dengan kata
lain hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan hormon tiroid
dalam darah dan biasanya berkaitan dengan keadaan klinis
tirotoksikosis.3

2.4.2 Pengaturan Faal Tiroid


Ada 3 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid3:
1. TRH (Thyrotrophin releasing hormon)
Hormon ini disintesa dan dibuat di hipotalamus. TRH ini dikeluarkan lewat
sistem hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis.
2. TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
Suatu glikoprotein yang terbentuk oleh sub unit ( dan ). Sub unit sama
seperti hormon glikoprotein (TSH, LH, FSH, dan human chronic
gonadotropin/hCG) dan penting untuk kerja hormon secara aktif. Tetapi
sub unit adalah khusus untuk setiap hormon. TSH yang masuk dalam
sirkulasi akan mengikat reseptor dipermukaan sel tiroid TSH-reseptor
(TSH-r) dan terjadilah efek hormonal sebagai kenaikan trapping,
peningkatan yodinasi, coupling, proteolisis sehingga hasilnya adalah
produksi hormon meningkat.
3. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.
Gangguan yodinasi tirosin dengan pemberian yodium banyak disebut
fenomena Wolf-Chaikoff escape, yang terjadi karena mengurangnya afinitas
trap yodium sehingga kadar intratiroid akan mengurang. Escape ini
terganggu pada penyakit tiroid autoimun.

2.4.3 Efek Metabolik Hormon Tiroid3


Efek metabolik hormon tiroid adalah
1. Kalorigenik.
2. Termoregulasi.
3. Metabolisme protein: Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik.
4. Metabolisme karbohidrat: Bersifat diabetogenik, karena resorpsi intestinal
meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot
menipis pada dosis farmakologis tinggi, dan degradasi insulin meningkat.
5.Metabolisme lipid: T4 mempercepat sintesis kolesterol,tetapi proses
degradasi kolesterol dan eksresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat,
sehingga pada hiperfungsi tiroid, kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada
hipotiroidisme, kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.
6. Vitamin A: Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan
hormon tiroid.
7. Hormon ini penting untuk pertumbuhan saraf otak dan perifer, khususnya 3
tahun pertama kehidupan.
8. Lain-lain: Pengaruh hormon tiroid yang meninggi menyebabkan tonus
traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi
diare.
2.4.4 Efek Fisiologik Hormon Tiroid3
1.
Efek pada perkembangan janin
Sistem TSH dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada janin manusia di
dalam 11 minggu.Sebagian T3 dan T4 maternal diinaktivasi pada plasenta. Dan
sangat sedikit hormon bebas mencapai sirkulasi janin. Dengan demikian, janin
sebagian besar tergantung pada sekresi tiroidnya sendiri.
2.
Efek pada konsumsi oksigen dan produksi panas
T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi
Na+ K+ ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien dan testis. Hal ini berperan
pada peningkatan percepatan metabolisme basal dan peningkatan kepekaan terhadap
panas pada hipertiroidisme.
3.
Efek kardiovaskuler
T3 merangsang transkripsi dari rantai alpha miosin dan menghambat rantai
beta miosin, sehingga memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan
transkripsi Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik, meningkatkan kontraksi di
diastolik jantung dan meningkatkan reseptor adrenergik . Dengan demikian, hormon
tiroid mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang nyata terhadap otot jantung.
4.
Efek Simpatik
Hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik- dalam otot
jantung, otot skeletal dan jaringan adiposa. Mereka juga menurunkan reseptor
adrenergik- miokardial. Disamping itu, mereka juga dapat memperbesar aksi
katekolamin pada tempat paskareseptor. Dengan demikian, kepekaan terhadap
ketokolamin meningkat dengan nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan obatobatan penyekat adrenergik- dapat sangat membantu dalam mengendalikan takikardi
dan aritmia.

5.

Efek Hematopoetik
Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan
peningkatan produksi eritropoietin dan peningkatan eritropoiesis. Namun volume
darah biasanya tidak meningkat karena hemodilusi. Hormon tiroid meningkatkan
kandungan 2,3 difosfogliserat eritrosit, memungkinkan peningkatan disosiasi O2
hemoglobin dan meningkatkan penyediaan O2 kepada jaringan.3
6.
Efek Gastrointestinal
Hormon tiroid merangsang motillitas usus, yang dapat menimbulkan
peningkatan motilitas terjadi diare pada hipertiroidisme. Hal ini juga menyumbang
pada timbulnya penurunan berat badan yang sedang pada hipertiroidisme.
7.
Efek Skeletal
Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan
resorbsi tulang dan hingga tingkat yang lebih kecil, pembentukan tulang. Dengan
demikian, hipertiroidisme dapat menimbulkan osteopenia yang bermakna.
8.
Efek Neuromuskular
Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak protein
struktural, pada hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian protein dan
kehilangan jaringan otot atau miopati. Terdapat juga suatu peningkatan kecepatan
kontraksi dan relaksasi otot, secara klinik diamati adanya hiperfleksia pada
hipertiroidisme. Hormon tiroid penting untuk perkembangan dan fungsi normal
susunan syaraf pusat dan hiperaktivitas pada hipertiroidisme serta di dalam
kehamilan.
9.
Efek Endokrin
Hormon tiroid meningkatkan pergantian metabolik dari banyak hormon dan
obat-obatan farmakologi. Kecepatan produksi kortisol akan meningkat pada pasien
hipertiroid dengan fungsi adrenal normal sehingga mempertahankan suatu kadar
hormon sirkulasi yang normal.
2.4.5 Etiologi
Penyebab hipertiroidisme sebagian besar adalah penyakit Graves, goiter
miltinodular toksik dan adenoma toksik. Hipertiroidisme pada penyakit Graves
adalah akibat antibodi reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid. Sedang pada
goiter multinodular toksik ada hubungannya dengan autoimun tiroid itu sendiri. 3
2.4.6 Patogenesis
Pada penyakit graves, limfosit T didensitisasi terhadap antigen dalam kelenjar
tiroid dan merangsang limfosit B untuk mensintesa antibodi terhadap antigen-antigen
ini. Satu dari antibodi ditunjukan terhadap tempat reseptor TSH pada membran sel
tiroid dan mempunyai kemampuan untuk merangsang sel tiroid dalam peningkatan
pertumbuhan dan fungsi. Adanya antibodi dalam darah berkorelasi positif dengan
penyakit aktif dan kekambuhan penyakit. Ada predisposisi genetik yang mendasari,
namun tidak jelas apa yang mencetus episode akut ini. Beberapa faktor yang
mendorong respon imun pada penyakit graves ialah7,8 :
8

1. Kehamilan.
2. Kelebihan iodida, khusus di daerah defisiensi iodida. Dimana kekurangan
iodida dapat menutupi penyakit Graves laten pada saat pemeriksaan.
3. Infeksi bakterial atau viral.Diduga stres dapat mencetus suatu episode
penyakit Graves, tapi tidak ada bukti yang mendukung.

Gambar 4. Patogenesis hipertiroid

2.4.7 Manifestasi Klinik


Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum termasuk palpitasi,
kegelisahan, mudah lelah dan diare, banyak keringat, tidak tahan panas, dan senang
dingin. Sering terjadi penurunan berat badan jelas, tanpa penurunan nafsu makan.
Pembesaran

tiroid,

tanda-tanda

tirotoksikosis

pada

mata,

dan

takikardi

ringanumumnya terjadi. Kelemahan otot dan berkurangnya massa otot dapat sangat
berat sehingga pasien tidak dapat berdiri dari kursi tanpa bantuan. Pada anak-anak
terdapat pertumbuhan cepat dengan pematangan tulang yang lebih cepat. Pada pasien
diatas 60 tahun, manifestasi kardiovaskuler dan miopati sering lebih menonjol.
Keluhan yang paling menonjol adalah palpitasi, dispneu d`effort, tremor, nervous dan
penurunan berat badan.4,7,8
Terjadinya hipertiroidisme biasanya perlahan-lahan dalam beberapa bulan
sampai beberapa tahun, namun dapat juga timbul secara dramatik. Manifestasi klinis
yang paling sering adalah penurunan berat badan, kelelahan, tremor, gugup,
berkeringat banyak, tidak tahan panas, palpitasi, dan pembesaran tiroid. Penurunan
berat badan meskipun nafsu makan bertambah dan tidak tahan panas adalah sangat
spesifik, sehingga segera dipikirkan adanya hipertiroidisme.3
Penderita hipertiroidisme memiliki bola mata yang menonjol yang disebut
dengan eksoftalmus, yang disebabkan oleh edema daerah retro-orbita dan degenerasi
otot-otot ekstraokuli. Penyebabnya juga diduga akibat proses autoimun. Eksoftalmus
berat dapat menyebabkan teregangnya N. Optikus sehingga penglihatan akan rusak.
Eksoftalmus sering menyebabkan mata tidak bisa menutup sempurna sehingga
permukaan epithel menjadi kering dan sering terinfeksi dan menimbulkan ulkus
kornea.3

10

Hipertiroidisme pada usia lanjut memerlukan perhatian khusus sebab gejala


dan tanda sistem kardiovaskular sangat menonjol dan kadang-kadang berdiri sendiri.
Pada beberapa kasus ditemukan payah jantung, sedangkan tanda-tanda kelainan tiroid
sebagai penyebab hanya sedikit. Payah jantung yang tidak dapat diterangkan pada
umur pertengahan harus dipikirkan hipertiroidisme, terutama bila ditemukan juga
curah jantung yang tinggi atau atrium fibrilasi yang tidak dapat diterangkan. Pada
usia lanjut ada baiknya dilakukan pemeriksaan rutin secara berkala kadar tiroksin
dalam darah untuk mendapatkan hipertiroidisme dengan gejala klinik justru kebalikan
dari gejala-gejala klasik seperti pasien tampak tenang,apatis,depresi dan struma yang
kecil.4,7,8

Gambar 5 Manifestasi Klinis Hipertiroid


2.4.8 Diagnosis

11

Manifestasi klinis hipertiroid umumnya dapat ditemukan. Sehingga


mudah pula dalam menegakkan diagnosa. Namun pada kasuskasus yang sub klinis dan orang yang lanjut usia perlu pemeriksaan
laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan diagnosa
hipertiroid.

Diagnosa

pada

wanita

hamil

agak

sulit

karena

perubahan fisiologis pada kehamilan seperti pembesaran tiroid


serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti pada tirotoksikosis.
Meskipun diagnosa sudah jelas, namun pemeriksaan laboratorium
untuk hipertiroidisme perlu dilakukan, dengan alasan3 :
1. Untuk lebih menguatkan diagnosa yang sudah ditetapkan pada
pemeriksaan klinis.
2. Untuk menyingkirkan hipertiroidisme pada pasien dengan beberapa
kondisi, seperti atrial fibrilasi yang tidak diketahui penyebabnya, payah
jantung, berat badan menurun, diare atau miopati tanpa manifestasi klinis
lain hipertiroidisme.
3. Untuk membantu dalam keadaan klinis yang sulit atau kasus yang
meragukan.
Menurut Bayer MF kombinasi hasil pemeriksaan laboratorium Thyroid
Stimulating Hormone sensitif (TSHs) yang tak terukur atau jelas
subnormal

dan

free

T4

(FT4)

meningkat,

jelas

menunjukan

hipertiroidisme.3
2.5

Krisis Tiroid

2.5.1 Definisi
Krisis tiroid (Thyroid Storm) adalah komplikasi serius dari tirotoksikosis
dengan angka kematian 20-60%.Merupakan kejadian yang jarang, tidak biasa dan
berat dari hipertiroidisme. Krisis tiroid mengacu pada kejadian mendadak yang
mengancam jiwa akibat peningkatan dari hormon tiroid sehingga terjadi kemunduran
fungsi organ.1,2

12

2.5.2 Etiologi
Pada keadaan yang sudah dinamakan krisis tiroid ini maka fungsi organ vital
untuk kehidupan menurun dalam waktu singkat hingga mengancam nyawa. Hal yang
memicu terjadinya krisis tiroid ini adalah9:

operasi dan urut/pijat pada kelenjar tiroid atau gondok dan operasi pada
bagian tubuh lainnya pada penderita hipertiroid yang belum terkontrol

hormon tiroidnya9
stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid
pemakaian kontras iodium seperti pada pemeriksaan rontgen
infeksi
stroke
trauma. Pada kasus trauma, dilaporkan bahwa pencekikan pada leher dapat
memicu terjadinya krisis tiroid, meskipun tidak ada riwayat hipertiroidisme
sebelumnya.9,10
2.5.3 Manifestasi klinis dan Stage Krisis Hipertiroid
Untuk mengetahui apakah keadaan seseorang ini sudah masuk dalam tahap
krisis tiroid adalah dengan mengumpulkan gejala dari kelainan organ yakni pada
sistem saraf terjadi penurunan kesadaran (sampai dengan koma), hyperpyrexia (suhu
badan diatas 40oC), aktivasi adrenergik (takikardia/denyut jantung diatas 140x/menit,
muntah dan mencret serta kuning).Gejala lain dapat berupa berkeringat, kemerahan,
dan tekanan darah yang meningkat.9,10,11
Tabel 1 Scoring Stage Hypertyroid Storm Burch and Wartofsky (Migneco,
2005)

13

Bila skor 45 krisis tiroid, skor 25-44 impending krisis tiroid, skor 24bukan krisis
tiroid
2.5.4 Patofisiologi
Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa meningkatnya produksi dari T3
atau T4 menyebabkan krisis tiroid.Peningkatan reseptor katekolamin (peningkatan
sensitifitas dari katekolamin) memegang kunci penting. Penurunan pengikatan dari
TBG (meningkatnya T3 atau T4 bebas) mungkin ikut berperan.9

14

2.5.5Pengobatan krisis tiroid


Pilihan terapi pada pasien krisis tiroid adalah sama dengan pengobatan yang
diberikan pada pasien dengan hipertiroidisme hanya saja obat yang diberikan lebih
tinggi dosis dan selang waktu pemberiannya. Pada pasien dengan krisis tiroid harus
segera ditangani ke instalasi gawat darurat atau ICU. Diagnosa dan terapi yang
sesegera mungkin pada pasien dengan krisis tiroid adalah penting untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian dari kelainan ini.2,9,10,11
Pada kasus krisis tiroid, hyperpyrexia harus segera diatasi secara cepat. Dalam
hal ini pemberian obat jenis asetaminopen lebih dipilih dibandingkan aspirin yang
dapat meningkatkan kadar konsentrasi T3 dan T4 bebas dalam serum.2,9,10,11
Pemberian beta-bloker merupakan terapi utama penting dalam pengobatan
kebanyakan pasien dengan hipertiroid. Propanolol merupakan obat pilihan pertama
yang digunakan sebagai inisial yang bisa diberikan secara intravena. Dosis yang
diberikan adalah 1mg/menit sampai beberapa mg hingga efek yang diinginkan
tercapai atau 2-4mg/4jam secara intravena atau 60-80mg/4jam secara oral atau
melalui nasogastric tube (NGT). 2,9,10,11
Pemberian tionamide seperti methimazole atau PTU untuk memblok sintesis
hormon. Tionamide memblok sintesis hormon tiroid dalam 1-2 jam setelah masuk.
Namun, tionamid tidak memiliki efek terhadap hormon tiroid yang telah disintesis.
Beberapa menggunakan PTU dibanding tionamide sebagai pilihan pada krisis tiroid
karena PTU dapat memblok konversi T4 menjadi T3 ditingkat perifer. 2,9,10,11
Walaupun begitu, banyak menggunakan methimazole (tionamide) selama obat
lain (contohnya iopanoic acid) dimasukkan bersamaan untuk memblok konversi T4
menjadi T3. Methimazole memiliki waktu durasi yang lebih lama dibandingkan PTU
sehingga lebih efektif. Adalah tidak rasional memasukkan methimazole 30mg/6jam
atau PTU 200mg/4jam secara oral atau NGT. Keduanya bisa dilarutkan untuk
digunakan secara rectal dan PTU dapat diberikan secara intravena dengan diencerkan
oleh saline isotonis dibuat alkali (pH 9,25) dengan sodium hidroksida. 2,9,10,11
Larutan iodine memblok pelepasan T4 dan T3 dari kelenjar tiroid.Dosis yang
diberikan lebih tinggi dari dosis yang dibutuhkan untuk memblok pelepasan
hormone.Laruton lugols 10 tetes/8jam secara oral.Dapat juga dilakukan pemberian

15

laruton lugols 10 tetes tersebut secara intravena langsung selama masih dianggap
steril.Larutan iodine ini juga dapat diberikan secara rectal. 2,9,10,11
Pemberian glucocorticoid juga menurunkan konversi T4 menjadi T3 dan
memiliki efek langsung dalam proses autoimun jika krisis tiroid berasal dari penyakit
graves. Dosis yang digunakan adalah 100mg/8jam secara intravena pada kasus krisis
tiroid.Penggunaan litium juga dapat memblok pelepasan hormone tiroid, namun
toksisitasnya yang tinggi pada ginjal membatasi penggunaannya. 2,9,10,11
Tabel 2 Terapi Krisis Tiroid (Henneman, 2014)

2.6

Nodulus dan Goiter Tiroid

2.6.1 Tiroid Nodulus


Masalah yang dihadapi jika menemui pasien dengan tiroid nodular adalah
apakah lesi tersebut simptomatik ataukah merupakan suatu tumor baik jinak ataupun

16

ganas. Diagnosis bandingnya adalah goiter jinak, intrathyroideal cysts, tiroiditis, atau
tumor jinak dan ganas. Umur, jenis kelamin, tempat tinggal, riwayat keluarga pasien
harus jelas, riwayat terapi radiasi daerah leher juga harus ditanyakan karena pada bayi
dan anak-anak kejadian ca tiroid insidennya tinggi yang terjadi sebagai akibat radiasi.
Tiroid nodul ini lebih menyerupai ca pada pria dari pada wanita, dan pada usia muda
dari pada usia tua.
Pemeriksaan perabaan tiroid harus dilakukan secara sistematis, untuk
mengetahui apakah terdapat soliter atau multi nodular tiroid, soliter nodul lebih
cenderung dapat menjadi keganasan dari pada multi noduler. Pada sebagian besar
pasien suatu keganasan sulit untuk ditentukan tanpa dilakukan pemeriksaan
mikroskopik, biopsy percutan yang dilakukan oleh ahli endokrin sitologi sangatlah
membantu dalam menegakan diagnosa.
False positive jarang sekali dilaporkan, tetapi pada 20% hasil biopsy yang
didiagnosa sebagai undetermined dan 5% yang terdiagnosa sebagai benigna ternyata
adalah suatu keganasan (malignant). Jika hasil diagnosanya adalah inadekuat maka
pemeriksaan harus diulang kembali. Needle biopsy tidak boleh dilakukan pada pasien
yang mempunyai riwayat terkena radiasi pada leher, karena radiasi seringkali
menimbulkan tumor yang multifokal. Jangan terlalu cepat percaya bila hasilnya
negatif, jika ahli sitologi yang berpengalaman tidak ada maka pemeriksaan radio
nuklir dan ultra sound sangatlah membantu.
Pemeriksaan radioiodin dapat digunakan untuk menentukan apakah lesinya
single atau multiple, dan apakah aktif (hot or warm) atau tidak aktif (cold). Pada hot
solitary tiroid nodul dapat menyebabkan hipertiroidsm tetapi jarang terjadi malignant,
tetapi pada cold solitary tiroid nodul 20% dari kejadian yang ada dapat menjadi
malignant dan harus diangkat.
Pada pasien bayi dan anak-anak yang menderita tiroid nodul karena terpapar
radiasi pada daerah leher 40% dapat menjadi malignant, Ca tiroid terjadi hampir 50%
pada anak yang menderita cold tiroid nodul, dan tiroidektomi di indikasikan pada
pasien ini.

17

Prinsip-prinsip dasar untuk dilakukan pengangkatan nodular tiroid :


-

curiga keganasan

gejala yang berat

hipertiroidism

terjadi substernal ekstensi

alasan kosmetik
pada solitary nodul tiroid yang terdiagnosa cold pada radioiodin, solid dengan
ultrasound atau dicurigai sebagai keganasan maka biopsy sitologi tidak diperlukan
lagi. Pengobatan nonoperasi diindikasikan pada pasien dengan multinoduler goiter
dan hashimoto tiroiditis kecuali terdapat kecurigaan pada pasien yang rentan terkena
radiasi dan pada pasien yang mempunyai riwayat keluarga yang pernah menderita
medullary carcinoma.
2.6.2 Simple atau Nontoxic goiter
Simple goiter dapat terjadi karena factor psikologis, dapat terjadi pada saat
pubertas, menstruasi, hamil, atau pada pasien yang tinggal pada daerah endemic (poor
iodine), pada orang-orang yang sering terekspose dengan goiter food and drug juga
dapat terjadi siple goiter. Goiter dapat terjadi karena congenital defek pada produksi
hormon tiroid.
Ada beberapa asumsi bahwa nontoxic goiter timbul akibat kompensasi dari
produksi hormon tiroid yang inadekuat, nontoxic diffuse goiter biasanya merespon
administrasi hormon tiroid, jika tidak di obati maka dapat berubah menjadi multi
nodular goiter dengan atau tidak bersifat racun (toxic) pada beberapa tahun
kemudian.
Gejala yang timbul biasanya terdapatnya massa pada leher, dsypnea,
dysphagia, atau gejala yang dapat menghalangi aliran balik vena. Pada diffuse goiter,

18

tiroid membesar simetris, permukaannya halus. Banyak pasien sudah menjadi


multinodular gland baru berkeinginan untuk berobat.
T4, T3, T3RU dan TSH biasanya dalam jumlah yang normal, sedangkan
radioiodin uptake meningkat, tindakan bedah di indikasikan bila terjadi tekanan yang
berlebihan pada daerah sekitar karena pembesaran tiroid, pemeriksaan biopsy sangat
dianjurkan untuk mengetahui terjadi atau tidaknya keganasan.
Tabel 3 Diagnosis Klinis Indeks wayne

Nilai : 19 : toksik, 11-19 : Equivocal, <11 : non toksik


2.6.3 Struma Nodosa
Struma nodosa atau struma adenomatosa, terutama ditemukan di daerah
pergunungan karena defisiensi yodium.Struma endemik ini dapat dicegah dengan
substitusi yodium.Di luar daerah endemik, struma nodosa karena insufisien yodium
struma nodosa ditemukan secara insidental atau pada keluarga tertentu.Etiologinya
umumnya multifaktor. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan
berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
19

Struma multinodosa biasanya terjadi pada wanita berusia lanjut, dan


perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai bentuk
involusi.Kebanyakan struma multinodosa dapat dihambat oleh tiroksin.

Gambar 6 Struma
Biasanya penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipo atau hipertiroidisme.Nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang
menjadi multinoduler yang tidak berfungsi.Degenerasi jaringan menyebabkan kista
atau adenoma.Karena pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma dapat
menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher.Sebagian penderita dengan
struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun sebagian
struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karena menonjol ke depan, sebagian
lain dapat menyebabkan penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral.
Pendorongan bilateral demikian dapat dicitrakan dengan foto Roentgen polos (trakea
pedang).
Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke
arah kontralateral.Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan
pernapasan.Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernapasan sampai
akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspiratoar.Biasanya struma adenomatosa
benigna walaupun besar tidak menyebabkan gangguan neurologik, muskuloskeletal,
vaskuler, atau menelan karena tekanan atau dorongan.Keluhan yang ada ialah rasa
berat di leher.Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis

20

sehingga tiroid terasa berat karena terfiksasi pada trakea.Hipertiroidi jarang


ditemukan pada struma adenomatosa.Sekitar 5% dari struma nodosa mengalami
keganasan.Tanda keganasan ialah setiap perubahan bentuk, perdarahan lokal, dan
tanda penyusupan di kulit, n.rekurens, trakea, atau esofagus.Benjolan tunggal dapat
berupa nodul koloid, kista tunggal, adenoma tiroid jinak, atau karsinoma tiroid.Nodul
ganas lebih sering ditemukan pada laki muda.Struma nodosa lama biasanya tidak
dapat dipengaruhi dengan supresi hormon tiroid (TH) atau pemberian hormon
tiroid.Penanganan struma lama yaitu dengan tiroidektomi subtotal.Tiroid mungkin
ditemukan sampai ke mediastinum anterior terutama pada bentuk modulus yang
disebut struma retrosternum.Umumnya struma retrosternum ini tidak turut naik pada
gerakan

menelan

karena

apertura

toraks

terlalu

sempit

dan

mungkin

asimtomatik.Mungkin ditemukan gejala dan tanda tekanan pada trakea atau


esofagus.Diagnosis ditentukan dengan pemeriksaan yodium radioaktif.Biasanya
pengeluaran struma dapat dilakukan melalui bedah leher, sehingga tidak dibutuhkan
torakotomi.Jika letak di dorsal a.subklavia, harus dilakukan pendekatan melalui
torakotomi.Diagnosis banding ialah tumor lain di mediastinum anterior seperti
timoma, limfoma, tumor dermoid, dan keganasan paru.
Pembedahan pada struma :
Pembedahan struma dapat dibagi menjadi bedah diagnostik dan terapeutik.
Bedah diagnostik berupa :
-

Biopsi insisi

Biopsi eksisi
Bedah terapeutik bersifat ablatif berupa :

Lobektomi

Istmolobektomi

Tiroidektomi subtotal atau total.


21

Tindak bedah total dilakukan dengan atau tanpa diseksi leher radikal. Untuk
struma nontoksik dan nonmaligna digunakan enukleasi nodulus yaitu eksisi lokal,
(istmo-)lobektomi, atau tiroidektomi subtotal. Pembedahan total dilakukan untuk
karsinoma terbatas, dan pembedahan radikal dilakukan bila ada kemungkinan
penyebaran ke kelenjar limfe regional. Hemitiroidektomi atau (istmo-)lobektomi
dapat dilakukan pada kelainan unilateral.
Indikasi tindak bedah struma nontoksik
-

Kosmetik (tiroidektomi subtotal)

Eksisi nodulus tunggal (yang mungkin ganas)

Struma multinoduler yang berat

Struma yang menyebabkan kompresi laringatau struktur leher lain

Struma retrosternal yang menyebabkan kompresi trakea atau struktur lain


2.7

Struma Difusa Toksik

2.7.1 Grave Disease


Graves disease berasal dari nama Robert J. Graves, MD, circa tahun1830, adalah
penyakit autoimun yang ditandai dengan hipertiroidisem (produksi berlebihan dari
kelenjar tiroid) yang ditemukan dalam sirkulasi darah. Graves disease lazim juga
disebut penyakit Basedow.
Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang muda usia 20 40 tahun terutama
wanita, tetapi penyakit ini dapat terjadi pada segala umur
Etiologi
Struma difusa toksik/penyakit Graves dipandang sebagai penyakit autoimun dengan
terjadi peningkatan pelepasan hormone tiroid, yaitu thyroid-stimulating
immunoglobulin (TSI), suatu IgG yang sepertinya mirip reseptor TSH. Predisposisi
familial kuat pada sekitar 15% pasien Graves mempunyai keluarga dekat dengan
kelainan sama dan kira-kira 50% keluarga pasien dengan penyakit Graves

22

mempunyai autoantibodi tiroid yang berada di darah. Hipertiroidisme dapat terjadi


secara primer maupun sekunder.
Epidemiologi
Struma diffusa toksik lebih sering terjadi pada penderita yang telah berusia di atas 50
tahun. Laki-laki berisiko ;ebih tinggi untuk menghidap morbus Graves dibanding
wanita. Insidens puncak penyakit ini terjadi pada decade ketiga dan keempat
kehidupan. Penderita penyakit ini akan mempunyai tanda-tanda kardiovaskular yang
seringkali menutupi gejala-gejala dan tanda-tanda adrenergik akibat hipertiroidisme.
Patofisiologi struma diffusa toksik
Morbus Graves adalah suatu gangguan autoimun; pada gangguan tersebut terdapat
beragam antibodi dalam serum. Antibodi ini mencakup antibodi terhadap reseptor
TSH, perisoksom tiroid dan tiroglobulin. Dari ketiganya reseptor TSH adalah antigen
terpenting yang menyebabkan terbentuknya antibodi. Efek antibodi yang terbentuk
berbeda-beda tergantung pada epitop reseptor TSH mana yang menjadi sasarannya.
Sebagai contoh, salah satu antibodi yang disebut thyroid growth-stimulating
immunoglobulin (TSI), mengikat reseptor TSH untuk merangsang jalur adenilat
siklase/AMP siklik yang menyebabkan peningkatan pembebasan hormon tiroid.
Golongan antibodi lain yang juga ditujukan pada reseptor TSH dilaporkan
menyebabkan proliferasi epitel folikel tiroid (thyroid growth-stimulating
immunoglobulin atau TGI). Ada juga antibodi lain yang disebut TSH-binding
inhibitor immunoglobulin (TBII), yang menghambat pengikatan normal TSH ke
reseptornya pada sel epitel tiroid. Dalam prosesnya sebagian bentuk TBII bekerja
mirip dengan TSH sehingga terjadi stimulasi aktifitas sel epitel tiroid sementara
bentuk yang lain menghambat fungsi sel tiroid. Tidak jarang ditemukan secara
bersamaan immunoglobulin yang merangsang dan menghambat dalam serum pasien
yang sama. Temuan ini menjelaskan mengapa sebagian pasien dengan morbus Graves
secara spontan mengalami episode hipotiroidisme.
Sekresi antibodi oleh sel B dipicu oleh sel T helper CD4+ banyak di antaranya
terdapat di
dalam kelenjar tiroid. Sel T helper intratiroid juga tersentisisasi ke reseptor dan akan
mengeluarkan factor larut seperti interferon- dan faktor nekrosis tumor (TNF).
Faktor ini pada gilirannya akan memicu ekspresi molekul HLA kelas II dan molekul
konstimulatorik sel T pada sel epitel tiroid yang memungkinkan antigen tersaji ke sel
T lain.

23

Kemungkinan besar autoantibodi terhadap reseptor TSH berperan dalam timbulnya


oftalmopati infiltrate yang khas untuk morbus Graves. Mekanisme serupa
diperkirakan bekerja pada dermopati Graves dengan fibroblas pretibia yang
mengandung reseptor TSH mengeluarkan glikosaminoglikan sebagai respon terhadap
stimulasi autoantibodi dan sitokin.
Manifestasi klinik
Pada trias klasik hipertiroidisme akan ditemukan :
(i) Eksoftalmus (50%)
(ii) Tremor
(iii) Goiter
Gradasi Perez/Derajat pembesaran kelenjar :
Derajat 0-a : kelenjar tiroid tidak teraba atau bila teraba tidak lebih besar dari
ukuran normal
Derajat 0-b : kelenjar tiroid jelas teraba, tapi tidak terlihat bila kepala dalam
posisi normal
Derajat I : mudah dan jelas teraba, terlihat dengan kepala dalam posisi normal,
dan terlihat nodulus
Derajat II : jelas terlihat pembesaran
Derajat III : tampak jelas dari jauh
Derajat IV : sangat besar
Metabolisme energi
Metabolisme energi tubuh akan meningkat sehingga meningkatkan metabolisme
panas, proteolisis, lipolisis, dan penggunaan oksigen oleh tubuh. Metabolisme basal
hampir mendekati dua kalinya menyebabkan pasien tidak tahan terhadap hawa panas
lalu akan mudah berkeringat. Pada satu sisi, lipolisis akan menyebabkan penurunan
berat badan dan pada sisi yang lain menyebabkan hiperlipidasidemia dan peningkatan

24

enzim proteolitik sehingga menyebabkan proteolisis yang berlebihan dengan


peningkatan pembentukan dan ekskresi urea. Hal ini menyebabkan penurunan massa
otot dan menyebabkan otot melemah. Pelepasan hormon tiroid berlebihan juga dapat
menyebabkan perangsangan glikogenolisis dan glukoneogenesis sehingga kadar gula
darah juga naik, bahkan terkadang menjadi glukosuria. Sementara itu, kosentrasi
VLDL, LDL, dan kolestrol berkurang. Pengaruhnya pada metabolisme karbohidrat
memudahkan pembentukan diabetes mellitus (reversible). Bila diberikan glukosa (tes
toleransi glukosa), konsentrasi glukosa dalam plasma akan meningkat secara cepat
dan lebih nyata daripada orang sehat; peningkatan akan diikuti oleh penurunan yang
cepat.
Sistem saraf
Peningkatan eksitabilitas neuromuscular akan menimbulkan hiperrefleksia saraf tepi
oleh karena hiperaktifitas dari saraf dan pembuluh darah akibat aktifitas T3 dan T4.
Gangguan sirkulasi ceberal juga terjadi oleh karena hipervaskularisasi ke otak,
menyebabkan pasien lebih mudah terangsang. Nervous, gelisah depresi dan
mencemaskan hal-hal yang sepele. Kadang-kadang pasien menggerakkan tangannya
tanpa tujuan tertentu, timbul tremor halus pada tangan, dan insomnia.
Kardiovaskular
Penderita mengeluh berdebar-debar dan terasa berat pada bagian jantung akibat kerja
perangsangan jantung, sehingga curah jantung dan tekanan darah sistolik akan
meningkat. Bila akhirnya penyakit ini menghebat, bias timbul fibrilasi atrial dan
akhirnya gagal jantung kongestif. Tekanan nadi hampir selalu dijumpai meningkat
(pulsus celer) Pulsus celer biasanya terdapat pada peyakit 3A, 3B dan IN (anemia
gravis, arterioveneus shunt, aorta insufficiency, botali persisten, beri-beri, basedow
dan nervositas. Pembuluh darah di perifer akan mengalami dilatasi. Laju filtrasi
glomerulus, aliran plasma ginjal, serta traspor tubulus akan meningkat di ginjal,
sedangkan di hati pemecahan hormone steroid dan obat akan dipercepat.
Gastrointestinal
Perangsangan usus halus akan meningkatkan peristaltik usus sehingga terjadi diare.
Dengan demikian banyak kalsium yang dikeluarkan bersama feses. Lagi pula pada
hipertiroid terjadi mobilisasi kalsium tiroid keluar dari tulang akibat meningkatnya
metabolisme tulang dan ditambah dengan faktor diare akan menyebabkan tulangtulang menjadi osteoporosis. Kehilangan kalsium ini perlu diperhitungkan, karena
pasca tiriodektomi mungkin timbul tetani akibat terganggunya hormon-hormon
paratiroid.

25

Mata
Gejala mata terdapat pada tirotoksikosis primer, pada tirotoksikosis yang sekunder,
gejala mata tidak selalu ada dan kalaupun ada tidak seberapa jelas. Pada
hipertiroidisme imunogenik (morbus Graves) eksoftalmus dapat ditambahkan terjadi
akibat retensi cairan abnormal di belakang bola mata; penonjolan mata dengan
diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia. Penyebabnya
terletak pada reaksi imun terhadap antigen retrobulbar yang tampaknya sama dengan
reseptor TSH. Akibatnya, terjadi inflamasi retrobulbar dengan pembengkakan bola
mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan
ikat retrobulbar.
Untuk memudahkan pemantauan maupun diagnosis dibuat klasifikasi beberapa klas
dengan singkatan NO SPECS, di mana :
Klas 0 N o physical signs or symptoms
Klas 1 O nly signs, no symptom (hanya stare, lidlag, upper eyelid retraction
Klas 2 S oft tissue involvement (palpebra bengkak, kemosis dan lain-lain) 90%
Klas 3 P roptosis (> 3mm dari batas atas normal) 30%
Klas 4 E xtraocular muscle involvement (sering dengan diplopia) 60%
Klas 5 C orneal involvement 9%
Klas 6 S ight loss (karena saraf optikus terlibat) 34%
Kulit
Kulit penderita hipertiroid akan menjadi lebih halus karena perubahan metabolisme
dan hormonal tubuh dan juga basah akibat hipersekresi ke permukaan tubuh.

Komplikasi
Penyakit jantung hipertiroid
Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada jantung oleh
hormon tiroid dan menyebabkan kontratilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi

26

sampai dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50
tahun, akan lebih cenderung mendapat komplikasi payah jantung.

Oftalmopati Graves
Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air
mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup
pasien sehinggakan aktivitas rutin pasien terganggu.

Dermopati Graves
Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia bagian
bawah (miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikans.
Kulit sangat menebal dan tidak dapat dicubit.

2.8 Penyakit Inflamasi Tiroid


1. Acute Suppurative thyroiditis.
Jarang sekali terjadi, mempunyai gejala sakit leher sebagian dengan
onset yang tiba-tiba, diikuti dengan disfagia, demam, menggigil, dan biasanya
diikuti dengan ISPA yang diterapi dengan drainase, mikro organisme yang
sering ditemukan adalah streptococcus, staphylococcus, pneumococcus,
coliform.

2. Subacute Thyroiditis.
Merupakan noninfection disorder, ditandai dengan pembengkakan
tiroid, sakit pada kepala dan dada, demam, lemas, malaise, hilangnya BB,
pada beberapa pasien tidak ada nyeri. Harus dibedakan dengan graves disease.
Pada subakut tiroiditis LED dan serum gamma globulin meningkat.
Radioiodin uptake sangat rendah dan bisa tidak ada, dengan peningkatan
kadar hormon tiroid. Nyeri biasanya hilang sendiri, aspirin dan kortikosteroid
diberikan tergantung pada keluhan.

27

3. Hashimotos thyroiditis.
Merupakan jenis tiroiditis yang paling sering terjadi, biasanya ditandai
dengan pembesaran tiroid tidak atau dengan nyeri dan nyeri lepas.Pada
umunya lebih sering terjadi pada wanita dan terkadang menyebabkan disfagia.
Tiroiditis hashimoto dipercaya sebagai penyakit autoimun, pada
beberapa pasien sensitive terhadap jaringan tiroidnya sendiri dan antibody
antitiroidnya, titer serum antimikrosomal, antitiroglobulin antibody yang
tinggi sangat membantu dalam menentukan diagnosa.Diberikan hormon tiroid
dengan dosis yang rendah sebagai terapi, operasi diindikasikan pada keadaan
dimana terjadi penekanan organ Karena pembesaran yang terjadi, curiga
malignancy, dan untuk alasan kosmetik.Untuk pasien dengan choking
symptoms pembedahan pada ismus dapat memberikan rasa lega. Jika tiroid
membesar tidak simetris dan gagal untuk mengecil pada pemberian hormon
tiroid eksogen, atau mengandung nodul discrete , maka tiroidektomi dapat di
rekomendasika, needle biopsy dapat juga membantu dalam menegakan
diagnosa.

4. Kiedels thyroiditis.
Kondisi yang jarang sekali terjadi, tiroid mengeras seprti kayu dengan
fibrosis, dan inflamasi yang kronik di dalam dan disekitar kelenjar. Proses
inflamasi menginfiltrasi otot dan menyebabkan gejala kompresi pada trachea,
hipotiroidism biasanya timbul dan tindakan bedah diperlukan untuk
mengurangi obstruksi pada trachea atau esophagus.

5. Tumor jinak tiroid.


Tumor jinak tiroid adalah adenomas, involutionary nodules, cysts atau
localized tiroiditis. Hampir semua adenomas adalah type follicular. Adenomas
biasanya solitary dan encapsulated. Alasan utama dilakukannya pengangkatan
jika dicurigai malignancy, over aktifitas fungsional dari produksi hipertiroid
dan alasan kosmetik.

6. Tumor ganas tiroid.


a. Papillary adenokarsinoma.

28

Papillary adenokarsinoma terjadi 85% dari seluruh Ca tiroid,


tumor ini timbul pada awal masa remaja sebagai solitary nodul, kemudian
menyebar melalui kelenjar limfa dari kelenjar tiroid menuju ke
subscapular dan periscapular limfonodulus, 80% anak-anak dan 20%
orang dewasa didapat pembesaran limfonodulus.
Tumor dapat bermetatase secara mikroskopik ke paru dan
tulang, psammoma bodies tampak pada 60% kasus, mixed papillaryfollicular atau papillary, follicular karsinoma terkadang ditemukan. Tumor
ini tumbuh karena stimulasi dari TSH.

b. Follicular adenokarsinoma.
Follicular adenokarsinoma terjadi 10% dari seluruh Ca tiroid,
timbul lebih lebih lama dari papillary form, pada palpasi teraba masa yang
elastik, kenyal, dan lembut.terdapat dalam bentuk encapsulated yang
mengandung koloid. Secara mikroskopik follicular karsinoma susah
dibedakan dengan jaringan tiroid. Kapsul dan vaskularisasi invasi dapat
digunakan untuk membedakan follicular adenoma dengan follicular
karsinoma.Meskipun dapat menyabar melalui kelenjar limfa, tetapi
cenderung menyebar lebih hebat melalui darah dapat menyebar ke paru,
hati, dan tulang.Metastase ke tulang dapat timbul 10-20 tahun setelah lesi
primer terjadi. Tumor ini mempunyai prognosis yang buruk sama dengan
papillary form.

c. Medullary karsinoma.
Medullary karsinoma mempunyai angka kejadian 2-5% dari Ca
tiroid.Mengandung amiloid, solid, dan keras.Dapat mensekresi
kalsitonin.riwayat medullary karsinoma pada keluarga dengan
pheochromocytoma bilateral dan hiperparatiroid dikenal dengan Sipple
sindrom atau type II multiple endokrin adenomatosus. Pada sipple
sindrom, hiperplasi parafollicular cell dan medullary cancer yang kecil
daqpat di diagnosa dengan menemukan serum kalsitonin setelah
distimulasi dengan pentagastrin dan kalsium.

29

d. Undifferentiated Karsinoma.
Tumor yang dapat cepat tumbuh ini sering terjadi pada wanita
dengan usia muda dan angka kejadiannya 3% dari semua Ca tiroid. Lesi
ini terjadi dari papillary atau follicular neoplasm.Mempunyai sifat solid,
sepat membesar, keras, masa yang difus irregular melibatkan kelenjar dan
menginfasi trachea, otot, dan neurovaskular.dapat menyebabkan laringeal
atau esophageal obstruksi.
Pada pemeriksaan mikroskopik terdapat 3 jenis sel yang khas
yaitu; giant cell, spindle cell, dan small cell.Mitosis sering terjadi pada
metastase di paru-paru dan cervical lymphadenopathy, dapat timbul
kembali pasca operasi.Terapi eksternal radiasi dan kemoterapi bisa
dijadikan terapi palliatif pada beberapa pasien, radioiodin tidak effektif
untuk dijadikan terapi, prognosisnya buruk.

BAB III
KESIMPULAN
Definisi tirotoksikosis adalah satu keadaan dimana hormon tiroid beredar
berlebihan didalam sirkulasi, manakala hipertiroidisme pula adalah tirotoksikosis
yang disebabkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif.
Fungsi utama hormon tiroid adalah meningkatkan aktivitas metabolik seluler,
sebagai hormon pertumbuhan, dan mempengaruhi mekanisme tubuh yang spesifik
seperti sistem kardiovaskuler dan regulasi hormon lain. Diagnosis hipertiroidisme

30

mengacu pada hasil pemeriksaan TSH, FT4, FT3, indeks wayne dan indeks new
castle berdasarkan gejala klinis yang timbul.
Penyebab terjadinya hipertiroidisme (penyakitGrave) adalah kelainan pada
mekanisme regulator hormon tiroid akibat antibodi reseptorTSH yang meransang
aktivitas tiroid.
Penatalaksanaan hipertiroidisme meliputi tindakan bedah dan pemberian
bahan penghambat sintesis tiroid, seperti anti tiroid, penghambat ion iodida, dan
terapi radio iodine.Salah satu komplikasi buruk dari hipertiroid adalah krisistiroid
yang berakibat pada berbagai sistem tubuh yang akhirnya bisafatal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Margaret G, Rosman NP, Hadddow JE. Thyroid strom in an 11-years-old boy
managed by propanolol. Pediatrics 1874;53:920-922.
2. Roizen M, Becker CE. Thyroid strom. The Western Journal of Medicine
1971;115:5-9.
3. Djokomoeljanto, R.. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme.
Dalam : Sudoyo A.W. et al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.
Jakarta Pusat: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009. hlm 1993-2015.
31

4. Chew SC, Leslie D. Clinical endocrinology and diabetes. Churchill Livingstone


Elseiver 2006:8.
5. Zainurrashid Z, Abd Al Rahman HS. Hyperthyroidism in pregnancy. The family
physician 2005;13(3):2-4.
6. Sjamsuhidayat R, De jong W. Sistem endokrin. Jakarta EGC 2005:2:683-695.
7. Shahab

A.

Penyakit

Graves

(struma

diffusa

toksik)

diagnosis

dan

penatalaksanaannya. Bullletin PIKI4 : seri endokrinologi-metabolisme. 2002:918.


8. Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam edisi 13. Jakarta EGC
2000;5:2144-2151.
9. Ramirez JI, Petrone P, Kuncir EJ, Asensio JA. Thyroid strom induced by
strangulation. Southern Medical Association 2004;97:608-610.
10. Jiang Y, Karen AH, Bartelloni P. Thyroid strom presenting as multiple organ
dysfunction syndrome. Chest 2000;118:877-879.
11. Rusda H, Oenzil F, Alioes Y. Hubungan Kadar FT4 dengan Kejadian
Tirotoksikosis Berdasarkan Penilaian Indeks New Castle pada Wanita Dewasa di
Daerah Ekses Yodium. Jurnal Kesehatan Andalas 2013; 2(2): 85-9
12. Migneco A, Ojetti V, Testa A, De Lorenzo A, Silveri NG. Management of
Thyrotoxic

Crisis.

European

View

2005;

9:

69-74.

Available

at:

http://www.europeanreview.org/wp/wp-content/uploads/158.pdf accessedon 20
Jan 2015
13. Henneman G, Bartalena L. Chapter 12 Graves Disease: Complications.
Available

at

http://www.thyroidmanager.org/chapter/graves-disease-

complicationsaccessed on20 Jan 2015


14. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong : 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta,
Edisi Revisi, 926-935
15. MD.Lawrence W Way : Current Surgical Diagnosis & Treatment, Edisi 9, 267272

32

16. Corenbelum G, Adediji OS, Griffing GT. Diffuse Toxic Goiter available at
http://emedicine.medscape.com/article/120140-overviewaccessed on 30 Jan 2015

33

Anda mungkin juga menyukai