Anda di halaman 1dari 10

Strategi dan Manajemen Strategik

Mintzberg (1994) mendefinisikan strategi sebagai satu kesatuan dari lima unsur
berikut ini, (1) rencana (plan) artinya strategi merupakan suatu petunjuk, tuntunan atau
tindakan yang akan dilakukan, sesuatu yang memberi arah bagi tindakan-tindakan di masa
depan; (2) pola (pattern) artinya strategi merupakan suatu perilaku yang konsisten antar
waktu; (3) posisi (position) maksudnya strategi digunakan dalam penentuan posisi organisasi
dalam konteks persaingan industri; (4) perspektif (perspective) maksudnya strategi
menunjukkan bagaimana sebuah organisasi menjalankan kegiatannya; dan (5) permainan
(play) artinya strategi merupakan kumpulan aksi untuk menjinakkan pesaing dalam industri.
Selanjutnya, Hamel dan Prahalad (1998) menyatakan bahwa strategi merupakan suatu
perencanaan yang disusun berdasarkan manfaat yang diinginkan oleh pelanggan dimasa
depan. Strategi disusun berdasarkan hasil analisa terhadap masa depan, bukan
berdasarkan hal-hal yang terjadi saat ini atau masa lalu.
Sementara itu, manajemen strategik didefinisiskan oleh Wheleen dan Hunger (2004)
sebagai sekumpulan keputusan manajerial serta tindakan yang menentukan kinerja jangka
panjang suatu perusahaan. Menurut Umar (2001), manajemen strategik berbeda dengan
perencanaan strategik, yang lebih berfokus pada bagaimana manajemen menentukan visi,
misi, falsafah dan strategi organisasi untuk mencapai tujuan dalam jangka panjang. Dengan
demikian, perencanaan strategik merupakan bagian dari manajemen strategik. Gregory and
Miller (1997) menekankan lima ciri utama manajemen strategik berikut ini.
1.

Manajemen strategik mengintegrasikan berbagai macam fungsi dalam organisasi.

2.

Manajemen strategik berkiblat terhadap tujuan organisasi secara menyeluruh.

3.

Manajemen strategik mempertimbangkan kepentingan seluruh stakehorlders.

4.

Manajemen strategik berkaitan dengan horison waktu yang beragam.

5.

Manajemen strategik berurusan dengan efisiensi dan efektivitas.


Thompson

et

al. (2004)

mengungkapkan

bahwa

proses penyusunan

dan

implementasi manajemen strategik terdiri atas lima aktivitas manajerial yang saling terkait
sebagaimana dijelaskan dibawah ini.
1.

Menetapkan visi yang merupakan arah tujuan bagi organisasi.

2.

Menentukan tujuan yang ingin dicapai, baik yang bersifat strategik maupun
operasional.

3.

Menyusun strategi yang sesuai serta hasil yang diharapkan.

4.

Melaksanakan strategi yang telah ditetapkan secara fokus, efektif dan efisien.

5.

Melakukan evaluasi dan kontrol, serta tindakan perbaikan yang diperlukan bagi
penyempurnaan pelaksanaan strategi.
Dalam aplikasinya di sebuah organisasi, manajemen strategik memiliki beberapa

hierarki atau tingkatan, tergantung dari struktural dan fungsional yang terdapat di organisasi
tersebut. Wheleen dan Hunger (2004) membagi strategi menjadi tiga tingkatan, yaitu strategi
tingkat perusahaan (corporate strategy), strategi tingkat unit bisnis (business strategy), dan
strategi tingkat fungsional (functional strategy). Dalam sebuah organisasi, corporate strategy
menjadi tanggung jawab CEO dan para direktur, dalam hal penentuan perkembangan arah
keseluruhan organisasi yang meliputi visi dan misi organisasi, pilihan bisnis yang dikelola,
alokasi sumberdaya antar unit usaha hingga formulasi dan implementasi strategi di semua
unit usaha.
Sementara itu, business strategy lebih menekankan pada usaha peningkatan daya
saing organisasi dalam suatu industri, yang menjadi tanggung jawab para kepala divisi unit
usaha, untuk menjabarkan dan mengimplementasikan strategi perusahaan. Disamping itu,
kepala divisi bertanggung jawab untuk menyusun strategi yang sesuai dengan kondisi
lingkungan unit usahanya, khususnya dalam hal alokasi sumberdaya organisasi. Dilain
pihak, functional strategy bertujuan untuk menciptakan kerangka kerja untuk manajemen
fungsional, seperti produksi, pemasaran, keuangan, sumberdaya manusia, penelitian dan
pengembangan guna mencapai tujuan organisasi serta memaksimumkan produktivitasnya.
Fokus utama dari functional strategy adalah mengembangkan kompetensi inti yang dapat
memberikan organisasi keuntungan yang kompetitif. Functional strategy menjadi tanggung
jawab para kepala fungsional, untuk menyusun dan mengelola departemennya dalam
rangka pencapaian tujuan organisasi.
Arsitektur strategi (architecture strategy) merupakan salah satu bentuk output dari
manajemen strategik yang akan diimplementasikan pada suatu organisasi. Hamel dan

Prahalad (1994) mendefinisikan arsitektur strategi sebagai cetak biru tingkat tinggi dalam
kaitannya dengan aktivitas baru, penguasaan kompetensibaru atau pengembangan
kompetensi yang sudah ada, serta penataan ulang interaksi organisasi dengan
pelanggannya di masa depan. Hal yang menjadi fokus dalam arsitektur strategi adalah
perencanaan yang harus dikerjakan sekarang untuk menghadapi peluang dan tantangan di
masa depan, dengan mempertimbangkan segala kemungkinan yang ada termasuk
perubahan struktural dalam sebuah industri. Dengan demikian, arsitektur strategi berfungsi
sebagai penghubung bagi organisasi antara kondisi saat ini dengan masa depan, dan bukan
berupa perincian rencana kerja. Mengingat penyusunan arsitektur strategi melibatkan
seluruh unit dan memerlukan alokasi sumberdaya organisasi yang cukup besar, maka harus
memperoleh dukungan dan komitmen dari manajemen agar berlangsung optimal.

Visi dan Misi


Setiap organisasi harus dibangun dengan visi dan misi yang jelas. Visi dan misi
merupakan sesuatu yang sangat penting karena menjadi acuan organisasi dalam upaya
alokasi sumberdaya yang dimiliki untuk menjalankan kegiatan operasionalnya. Dengan visi
dan misi yang jelas, maka segala tujuan dan sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi
akan menjadi jelas pula. Dengan demikian, rumusan visi dan misi sebuah organisasi harus
bersifat strategik agar mampu memberikan arah dalam segala kegiatan organisasi termasuk
dalam hal inovasi dalam rangka membangun keunggulan kompetitif.
Umar (2001) menyatakan bahwa visi merupakan cita-cita masa depan yang ada
dalam benak pendiri sebuah organisasi dan ingin diwujudkan bersama-sama seluruh individu
yang terdapat dalam organisasi tersebut. Dengan demikian, visi lebih merupakan arah tujuan
organisasi, yang menggambarkan impian organisasi yang ingin dicapai pada jangka waktu
tertentu. Visi sebuah organisasi harus memiliki konsistensi dan bersifat strategis, karena
merupakan arah dari segala aktivitas organisasi termasuk aktivitas inovasi yang harus
dilaksanakan agar organisasi tetap memiliki keunggulan bersaing. Selanjutnya, visi
dijabarkan ke dalam pernyataan misi yang dilakukan perusahaan dalam rangka mewujudkan
visi tersebut.

Organisasi harus dibangun dengan visi yang jelas, karena visi merupakan acuan bagi
organisasi yang bersangkutan dalam hal alokasi sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai
tujuan. Adapun beberapa kriteria visi yang baik menurut Nanus (2001), yaitu berorientasi
masa depan, bersifat utopia (memberi impian/khayalan), sesuai dengan budaya dan nilai
organisasi, mencerminkan cita-cita tinggi, menjernihkan maksud dan arah organisasi,
menginspirasikan antusiasme, merefleksikan keunikan organisasi, serta bersifat ambisius.
Sementara itu, Jones dan Kahaner (1999) mengemukakan enam kriteria lainnya mengenai
visi yang baik, yaitu (1) menjaga agar pernyataan tetap sederhana, (2) memungkinkan
masukan dari seluruh individu yang terdapat dalam organisasi, (3) memungkinkan pihakpihak di luar organisasi untuk memberikan perspektif yang baru dalam penulisan visi, (4) visi
harus mencerminkan semangat dan kepribadian organisasi, (5) visi dinyatakan dalam bentuk
sekreatif mungkin, dan (6) pernyataan visi harus dapat digunakan sebagai pembimbing atau
pemandu aktivitas organisasi.
Pernyataan misi memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut.
1.

Pernyataan sikap, yaitu pernyataan misi suatu organisasi harus menguraikan


posisinya terhadap stakeholders, sehingga mampu memberikan batasan yang jelas
mengenai interaksinya.

2.

Orientasi pelanggan, artinya misi harus mampu mengantisipasi apa yang menjadi
kebutuhan pelanggan.

3.

Pernyataan misi harus mampu mencerminkan tanggung jawab perusahaan


terhadap isu-isu sosial.
Disamping itu, menurut Thompson et al. (2004) pernyataan misi yang bersifat

strategik harus melingkupi beberapa komponen yaitu pelanggan yang dilayani, produk atau
jasa yang ditawarkan, aspek pasar dan teknologi yang digunakan, pertumbuhan
perusahaan, filosofi yang dianut manajemen, kepedulian terhadap karyawan, dan citra
organisasi di mata masyarakat.

Analisis Five Forces of Porter


Dalam analisis persaingan industri Lima Kekuatan Porter (Five Forces of Porter)
digunakan sebagai dasar untuk mengukur pengaruh lingkungan industri terhadap organisasi
(Porter, 1994). Adapun kelima kekuatan yang mempengaruhi tingkat persaingan dalam
industri tersebut antara lain ancaman masuknya pendatang baru, kekuatan atau daya tawar
pembeli, kekuatan atau daya tawar pemasok, ancaman produk substitusi, dan persaingan
dalam industri. Untuk memudahkan pemahaman lima kekuatan yang mempengaruhi tingkat
persaingan dalam industri dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.

Ancaman Pendatang Baru


Potensial

Daya Tawar
Pembeli

Persaingan antar organisasi


yang ada dalam industri

Daya Tawar
Pemasok

Ancaman Produk
substitusi

Gambar 2. Lima Kekuatan Porter (Porter, 1994)

Menurut Faulker dan Bowman (1997), analisis Lima Kekuatan Porter tersebut
memberikan beberapa manfaat, antara lain memberikan struktur pemikiran manajemen
mengenai lingkungan kompetitif dalam industri, memberikan patok duga (benchmarking)
terhadap kekuatan kunci organisasi, serta membantu memfokuskan pemikiran manajemen
pada pengembangan keunggulan kompetitif organisasi dalam rangka meningkatkan daya
saing organisasi tersebut di lingkungan industri.
Analisis SWOT dan Rumusan Strategi
Berpikir secara strategik mengenai industri, baik secara makro maupun mikro, akan
memudahkan manajemen organisasi tersebut dalam menyusun rumusan strategi yang
mampu membangun keunggulan kompetitif dan kinerja yang prima. Kondisi industri dapat

berubah karena terdapat beberapa faktor-faktor pendorong (driving forces) dari perubahan
itu sendiri, antara lain pesaing dan pelanggan dalam industri tersebut. Yang dimaksud
dengan driving forces adalah faktor yang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
perubahan di dalam sebuah industri, baik dalam aspek struktur, perilaku maupun kinerja
industri. Tanpa pemahaman yang baik terhadap driving forces baik di lingkungan internal
maupun eksternal, maka manajemen akan membuat suatu rumusan strategi yang cacat
serta tidak mampu menyesuaikan dengan tuntutan dan turbulensi pasar saat ini maupun
yang akan datang (Thompson et al., 2004).
Dari analisis lingkungan internal maupun eksternal, akan diperoleh driving forces
yang merupakan key success factor atau yang lebih dikenal dengan istilah faktor kunci
keberhasilan. Thompson et al. (2004) mendefinisikan faktor strategis adalah faktor kompetitif
yang sangat mempengaruhi kemampuan organisasi untuk memperbaiki posisi dan
membedakannya dengan para pesaing dalam konteks persaingan industri masa depan.
Selanjutnya, pihak manajemen organisasi dapat membuat rumusan strategi berdasarkan
faktor-faktor strategi tersebut melalui suatu alat analisis, salah satunya adalah analisis
SWOT. Menurut Thompson et al. (2004), analisis SWOT merupakan sebuah alat analisis
dalam manajemen strategik yang relatif sederhana, tetapi cukup memiliki kelebihan terutama
dalam mengukur faktor kekuatan dan kelemahan organisasi maupun peluang dan ancaman
lingkungan eksternal. Disamping itu, analisis SWOT juga dianggap cukup efektif untuk
memilih alternatif strategi menuju perbaikan kinerja organisasi di masa depan.
Selama dekade terakhir ini, analisis SWOT merupakan model yang paling populer di
kalangan lembaga konsultansi dunia dalam proses identifikasi berbagai faktor situasi secara
sistematis untuk merumuskan strategi organisasi. Analisis SWOT didasarkan pada logika
yang memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats) yang
dihadapi organisasi. Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan
pengembangan visi, misi, tujuan, strategi dan kebijakan organisasi. Dengan demikian,
sangat diperlukan kajian terhadap faktor-faktor strategis organisasi, baik kekuatan,
kelemahan, peluang maupun ancaman dalam situasi dan kondisi saat ini. Analisis SWOT

dalam praktiknya dirangkum dalam sebuah matriks yang dinamakan matriks SWOT
(Thompson et al., 2004).
Matriks SWOT (Strengths-Weakness-Opportunities-Threats) adalah salah satu alat
analisis pencocokan strategi (strategic match) antara kekuatan dan kelemahan internal
organisasi dengan peluang dan ancaman yang diciptakan oleh faktor-faktor eksternal
organisasi, yang bertujuan untuk menghasilkan alternatif strategi yang layak dan terbaik
(David, 2001). Matriks SWOT terdiri atas sembilan sel, merupakan alat pencocokan strategi
yang penting untuk membantu para manajer mengembangkan empat tipe strategi, yaitu
strategi SO, strategi WO, strategi ST, dan strategi WT (Gambar 3). Strategi SO (strategi
kekuatan-peluang) menggunakan kekuatan internal organisasi untuk memanfaatkan peluang
eksternal. Strategi WO (strategi kelemahan-peluang) bertujuan untuk memperbaiki
kelemahan internal organisasi dengan memanfaatkan peluang eskternal. Strategi ST
(strategi kekuatan-ancaman) menggunakan kekuatan internal organisasi untuk menghindari
atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Dilain pihak, strategi WT (strategi kelemahanancaman) merupakan strategi defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal
organisasi dan menghindari ancaman dari lingkungan eksternal.
KEKUATAN S
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
PELUANG O
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

STRATEGI SO
Menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang

Mengatasi kelemahan dengan


memanfaatkan peluang

STRATEGI ST

STRATEGI WT

Menggunakan kekuatan untuk


menghindari ancaman

Meminimalkan kelemahan dan


menghindari ancaman

Daftar peluang

ANCAMAN T
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Daftaf kekuatan

KELEMAHAN W
1.
2.
3.
4.
5. Daftar kelemahan
6.
7.
8.
STRATEGI WO

Daftar ancaman

Gambar 3. Contoh Matriks SWOT

Menyusun Strategi Perusahaan (EFAS dan IFAS)


EFAS dan IFAS digunakan dalam menyusun strategi bagi perusahaan. EFAS adalah
External Factors Analysis Summary, yaitu kesimpulan analisis dari berbagai faktor eksternal
yang mempengaruhi keberlangsungan perusahaan. IFAS adalah Internal Factors Analysis
Summary, yaitu kesimpulan analisis dari berbagai faktor internal yang mempengaruhi
keberlangsungan perusahaan.

1. EFAS (External Factors Analysis Summary)


Terdapat berbagai cara untuk mengidentifikasi EFAS. Pada penelitian ini digunakan
sebuah

perangkat

analisis

EFAS

yang

lazim

digunakan

perusahaan

bernama

PESTEL/PESTLE. PESTEL merupakan perangkat analisis dengan ruang lingkup Political,


Economic, Social, Technological, Enviromental, dan Legal. Berbagai kebijakan, baik dari
pemerintah, asosiasi industri, market leader, masyarakat, atau pihak lain yang terkait dengan
keberjalanan perusahaan diuraikan dan diformulasikan ke dalam hasil analisis PESTEL.
Gambar di bawah merupakan contoh penerapan dari analisis PESTEL yang ditampilkan
dalam mind map.

Sumber : www.thinkbuzan.com
Hasil keluaran dari analisis EFAS dapat digunakan sebagai faktor eksternal yang
mempengaruhi bisnis. Dalam analisis SWOT, EFAS yang berdampak positif terhadap bisnis
dapat digolongkan sebagai opportunities dan EFAS yang berdampak negatif dapat
digolongkan sebagai threats.
2. IFAS (Internal Factors Analysis Summary)

Identifikasi IFAS dilakukan dengan melihat kondisi internal perusahaan. Identifikasi


IFAS dapat dilakukan dengan melakukan analisis terhadap organisasi dengan perangkat
bernama Organizational Capability Profile (OCP). Terdapat lima variabel yang dianalisis pada
OCP yaitu:

Financial Capability Profile


Marketing Capability Profile
Operations Capability Factors
Personnel Capability Factors
General Management Capability Penggunaan EFAS dan IFAS

Perumusan EFAS dan IFAS berperan penting dalam penentuan komponenkomponen yang menyusun analisis SWOT. EFAS akan menyusun komponen opportunities
dan threats, kemudian IFAS akan menyusun komponen sthrengts dan weaknesses. Analisis
SWOT yang telah lengkap akan membantu perumusan strategi yang tepat bagi perusahaan.
Alasan digunakannya perumusan EFAS dan IFAS adalah adanya miskonsepsi
terhadap penerapan analisis SWOT di organisasi. Banyak yang menganggap bahwa analisis
SWOT merupakan analisis untuk memetakan kemampuan organisasi berdasarkan
kelebihan, kekurangan, peluang, dan ancaman yang dihadapi organisasi. Pengertian ini tidak
sepenuhnya salah. Analisis SWOT merupakan analisis yang diterapkan pertama kali oleh
Albert Humphrey. Analisis ini dikembangkan agar organisasi dapat mengembangkan langkah
yang tepat untuk menuju tujuan (Wikipedia).
Analisis SWOT yang dangkal dan tidak tepat akan menjerumuskan organisasi ke
dalam penerapan langkah yang dangkal dan tidak tepat pula. Jika berhasil pun berarti
terdapat kondisi eksternal atau internal yang secara acak mendorong organisasi kepada
keberhasilan. Kejadian tersebut kecil kemungkinan terjadi berulang kali. Oleh karena itu
dibutuhkan analisis SWOT yang tepat dan akurat. Perangkat analisis EFAS dan IFAS dapat
mendorong organisasi untuk menganalisis faktor eksternal dan internal organisasi dengan
lebih dalam dan akurat.
Selain itu, terdapat beberapa keraguan yang muncul disebabkan pemahaman yang
dangkal terhadap analisis SWOT. Terdapat dua model pemahaman terhadap faktor
opportunities dan threats yang kebanyakan berkembang di organisasi yaitu:
1. Faktor tersebut merupakan faktor yang tidak diupayakan organisasi.
2. Faktor tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi organisasi di masa depan.

Daftar Pustaka
Mintzberg, H., B. Ahlstrand, dan J. Lampel.1998. Strategy Safari : A Guided Tour Through
the Wilds of Strategic Management. The Free Press. New York.
Hamel, G. dan C.K. Prahalad. 1994. Competing For The Future. Harvard Business School
Press Boston. Massachusetts.
Wheleen, T.L. dan J.D. Hunger. 2004. Strategic Manegement and Business Policy. 9th Ed.
Upper Saddle River. Prentice Hall International. New Jersey.
Umar, H. 2001. Strategic Management in Action. Terjemahan. PT. Gamedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Gregory G.Des and Miller Alex .1997. Strategic Management. International Edition. New York
: McGraw-Hill.
Thompson, A.A., J.E. Gamble, dan A.J. Strickland. 2004. Strategy : Core Concepts,
Analytical Tools, and Readings. McGraw Hill. New York.
Nanus, B. 2001. Kepemimpinan Visioner. PT. Prenhallindo. Jakarta.
Porter, M.E. 1994. Keunggulan Bersaing : Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja
Unggul. Diterjemahkan dari Competitive Strategy : Techniques For Analyzing
Industry and Competitors. Diterjemahkan oleh A. Maulana. Erlangga. Jakarta.
Faulker, D. dan C. Bowman. 1997. The Essence of Competitive Strategy. Terjemahan.
Penerbit Andi. Yogyakarta.
David, F.R. 2001. Strategic Management. 8th Ed. Upper Saddle River. Prentice Hall
International. New Jersey.
Richard G. Lipsey, Peter O. Steiner, Douglas D. Purvis, Jaka Wasana, Kirbrandoko, 2002.
Pengantar Mikroekonomi. Jakarta : Edisi Kedelapan Jilid 3 Penerbit Erlangga.
Hamel, G. dan C.K. Prahalad. 1994. Competing For The Future. Harvard Business School
Press Boston. Massachusetts.

Anda mungkin juga menyukai