Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol
melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskolo-aponeurotik dinding perut. Hernia
terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia. Semua jenis hernia terjadi melalui celah lemah
atau kelemahan yang potensial pada dinding abdomen yang dicetuskan oleh peningkatan
tekanan intraabdomen yang berulang atau berkelanjutan.
Hernia merupakan salah satu kasus di bagian bedah yang terbanyak setelah
appendicitis yang sering menimbulkan masalah kesehatan dan pada umumnya memerlukan
tindakan operasi. Dari hasil penelitian pada populasi hernia ditemukan sekitar 10% yang
menimbulkan masalah kesehatan dan pada umumnya pada pria
Angka kejadian hernia inguinalis 10 kali lebih banyak daripada hernia femoralis dan
keduanya mempunyai persentase sekitar 75-80 % dari seluruh jenis hernia, hernia umbilikalis
3 %, dan hernia lainnya sekitar 3 % Secara umum, kejadian hernia inguinalis lebih banyak
diderita oleh laki-laki daripada perempuan. Angka perbandingan kejadian hernia inguinalis
13,9 % pada laki-laki dan 2,1 % pada perempuan.
Sebagian besar tipe hernia inguinalis adalah hernia inguinalis lateralis, hernia dapat
terjadi pada waktu lahir dan dapat terlihat pada usia berapa pun. Insidensi pada bayi populasi
umum 1% dan pada bayi-bayi prematur dapat mendekati 5 %, hernia inguinal dilaporkan
kurang lebih 30% kasus terjadi pada bayi laki-laki dengan berat badan 1000 gr atau kurang.
Hernia dapat terjadi akibat kelainan kongenital maupun didapat (aquisita). Pada
anak-anak atau bayi, lebih sering disebabkan oleh kurang sempurnanya procesus vaginalis
untuk menutup seiring dengan turunnya testis atau buah zakar. Pada orang dewasa adanya
faktor pencetus terjadinya hernia antara lain kegemukan, beban berat, batuk kronik, asites,
riwayat keluarga.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada hernia adalah tindakan konservatif dan
operatif. Tindakan konservatif dilakukan bertujuan untuk mereposisi dan pemakaian
penyanggah atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Tindakan
yang paling memungkinkan untuk terapi hernia inguinalis adalah tindakan pembedahan atau
operatif yang dilakukan secera elektif setelah diagnosis di tentukan. Tindakan operatif yang
dilakukan berupa herniotomy dan hernioplasty.
1

BAB II
LAPORAN KASUS

KETERANGAN UMUM
Nama

: Tn. S

Umur

: 61 tahun

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Petani

Agama

: Islam

Status Perkawinan

: Menikah

Alamat

: Air Solok

No. RM

: 20 73 68

A. ANAMNESIS
Seorang pasien laki-laki umur 61 tahun masuk ke bangsal bedah RSUD Arga Makmur
kiriman dari poliklinik bedah pada tanggal 14 Agustus 2015 pukul 12.20 WIB.
Keluhan Utama :
Teraba benjolan di lipat paha sebelah kanan
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Terdapat benjolan pada lipat paha sebelah kanan sejak 6 bulan yang lalu. Awalnya
benjolan tersebut dirasakan kecil dan tidak nyeri. Benjolan tersebut timbul terutama
bila pasien sedang beraktifitas, serta dapat hilang jika pasien beristirahat ataupun
berbaring. Kemudian sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien
mengeluhkan rasa nyeri pada benjolan tersebut.
- Mual dan muntah tidak ada.
- Demam tidak ada.
- Buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Tidak ada menderita penyakit diabetes melitus, jantung, hati, asma dan hipertensi.
- Riwayat trauma pada abdomen maupun genitalia tidak ada.
2

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan seperti ini.
Riwayat Sosial, Ekonomi dan Kebiasaan :
- Pasien adalah seorang petani dengan 1 orang istri dan 5 orang anak. Penghasilan
dirasakan pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
- Pasien memiliki kebiasaan mencangkul dan mengangkat benda-benda berat hampir
setiap harinya, seperti hasil pertanian.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
Keadaan Umum : sedang
Kesadaran
: compos mentis cooperative
Status Gizi
: Berat Badan : 76 kg
Tinggi Badan : 169 cm
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi
: 80 x/menit, reguler
Nafas
: 24 x/menit
Suhu
: 36,7 oC
Kulit
Mata
THT
Leher
Thoraks
Pulmo

Cor

: sianosis tidak ada


: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
: tidak ditemukan kelainan
: JVP (5-2) cmH2O, kelenjer getah bening dan tiroid tidak membesar
:
: Inspeksi
: simetris kiri dan kanan
Palpasi
: fremitus normal, kiri sama dengan kanan
Perkusi
: sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)
: Inspeksi
: iktus kordis tidak tampak
Palpasi

: iktus kordis teraba di linea intercostalis V

Perkusi

: batas jantung kanan : linea sternum dekstra


batas jantung kiri : linea midclavicula sinistra linea
intercostalis V
batas jantung atas : linea intercostalis II
Auskultasi : irama reguler, bising tidak ada
Abdomen
: Inspeksi
: tampak tidak membuncit
Palpasi
: hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada
Perkusi
: timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung
: CVA : nyeri tekan tidak ada, nyeri ketok tidak ada
Anggota gerak: akral hangat, perfusi baik, edema tungkai tidak ada
Status Lokalisata (o/t Regio Inguinal Dextra)
3

Inspeksi

: Tampak benjolan

Palpasi

: Teraba benjolan berukuran 3 cm x 2 cm x 1 cm, isi solid, dapat dimasukkan,


nyeri (+)
a. Zeimans Test

: terdapat dorongan pada jari ke3

b. Fingers Test

: Hernia teraba pada bagian samping jari

c. Thumb Test

: Hernia keluar sewaktu mengedan

Pemeriksaan Laboratorium (14/08/2015)


Hemoglobin

: 13,7 gr/dl

Leukosit

: 7.400/mm3

Eritrosit

: 4,3 juta/mm3

Hematokrit

: 39%

Trombosit

: 281.000/mm3

Clotting Time : 7 menit


Bleeding Time: 2 menit
Diff.count

: 0/0/0/57/32/11 %

GDS

: 101 mg/dl

Ureum

: 32 mg/dl

Kreatinin

: 1,0 mg/dl

SGOT

: 26 mg/dl

SGPT

: 34 mg/dl

Pemeriksaan Penunjang : Diagnosis


Hernia Inguinalis Medialis (D) Reponibilis
Tata laksana :
-

Rencanakan herniorepair tanggal 15 Agustus 2015

Surat izin operasi

Pemeriksaan Laboratorium

Rontgen Thoraks & EKG

Konsultasi Anestesi

Mulai puasa pukul 3 pagi


4

IVFD Asering 30 gtt/menit

Injeksi Cefotaxime 1 gr sebelum operasi

Laporan Operasi (15 Agustus 2015)


Telah dilakukan tindakan herniorepair dengan mesh atas hernia inguinalis medialis dextra
reponibilis dengan lama operasi 1,5 jam.
Diagnosis prabedah

: Hernia inguinalis medialis dextra reponibilis

Diagnosis pascabedah : Hernia inguinalis lateralis dextra reponibilis


Langkah-langkah operasi
1. Pasien tidur dalam posisi terlentang (supine) dalam Regional Anesthesi
2. Toilet media operasi
3. Tutup dengan doek steril
4. Insisi 2 cm dari spina iliaca anterior superior (SIAS) dextra ke tuberculum pubicum 10
cm
5. Perdalam sampai dengan fascia buka
6. Tegel funiculus spermaticus
7. Buka kantong hernia duplikasi
8. Herniotomy
9. Pasang mesh fiksasi dengan silk 2.0
10. Kontrol perdarahan
11. Jahit lapis demi lapis
12. Operasi selesai
I. FOLLOW UP
Minggu, 16/08/2015
Subjektif :

Nyeri perut (+)


Flatus (+)
Demam (-)
BAB (-)

Objektif :

Keadaan umum

: sedang

Kesadaran

: cmc

Tekanan darah

: 120/90 mmHg
5

Nadi

: 80x/menit

Pernafasan

: 26x/menit

Suhu

: 37oC

Thoraks : cor : irama reguler, bising (-)


pulmo : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Abdomen : I : tidak membuncit, luka bekas operasi tidak bernanah


Pa : hepar dan lien tidak teraba
Pe : timpani
Au : bising usus (+) normal

Diagnosis :
Post Herniorepair (hari I)
Penatalaksanaan :
- Diet Bebas
- IVFD RL : Aminofluid 20 gtt/menit
- Injeksi Cefotaxime 1 gr/12 jam
- Injeksi Ketorolac 30 mg/12 jam
- Bladder training 2x
- Aff catheter

Senin, 17/08/2015
Subjektif :

Nyeri perut berkurang


Demam (-)
Flatus (+)
BAB (+)

Objektif :

Keadaan umum

: sedang

Kesadaran

: cmc

Tekanan darah

: 130/80 mmHg

Nadi

: 80x/menit
6

Pernafasan

: 20x/menit

Suhu

: 36,5oC

Thoraks : cor : irama reguler, bising (-)


pulmo : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Abdomen : Inspeksi : tidak membuncit, luka bekas operasi tidak bernanah


Palpasi
: hepar dan lien tidak teraba,
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal

Diagnosis :
Post Herniorepair (hari II)
Penatalaksanaan :
- Medikasi
- Boleh pulang, kontrol ke poliklinik bedah hari Rabu tanggal 19 Agustus 2015
- Cefadroxil kapsul 2 x 500mg
- Asam Mefenamat kaplet 3 x 500mg

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1

Definisi
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian

lemah dari dinding rongga bersangkutan. Hernia terdiri atas tiga bagian, yaitu kantong hernia,
isi kantong dan pelapis hernia. Kantong hernia merupakan divertikulum dari peritoneum,
terdiri dari mulut, leher, badan dan fundus. Isi hernia dapat terdiri atas setiap struktur yang
ditemukan, dan dapat merupakan sepotong kecil omentum sampai organ padat yang besar.
Pelapis hernia dibentuk dari lapisan-lapisan dinding abdomen yang dilewati oleh kantong
hernia.

Gambar bagian hernia


Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau kongenital dan hernia
dapatan atau akuisita. Hernia diberi nama menurut letaknya, contohnya hernia diafragma,
inguinal, umbilikal, femoral.

Gambar Jenis hernia berdasarkan letaknya

Menurut sifatnya, hernia dapat disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar
masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong
masuk perut, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. Bila kantong tidak dapat
direposisi kembali ke dalam rongga perut disebut hernia ireponibel. Ini biasanya disebabkan
oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia. Hernia ini disebut hernia akreta.
Hernia disebut hernia inkarserata atau hernia strangulata bila isinya terjepit oleh
cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga
perut. Akibatnya, terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi.
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau kelemahan dinding
(didapat). Hernia inguinalis lateralis merupakan suatu benjolan yang melewati anulus
internus dan kanalis inguinalis yang terletak di lateral pembuluh darah arteri dan vena
epigastrika inferior dan hernia dapat sampai ke skrotum yang disebut dengan hernia skrotalis.
Benjolan ini dapat keluar masuk tergantung dari tekanan di dalam abdomen. Hernia
inguinalis medialis merupakan suatu benjolan yang muncul pada trigonum Hesselbach akibat
kelemahan fascia transversalis yang terletak di medial dari pembuluh darah arteri dan vena
epigastrika inferior.

Gambar Trigonum Hasselbach

3.2

Anatomi

Dinding Abdomen
Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di bagian

belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga, dan di bagian
bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari luar ke
dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis; lemak subkutan dan fasia superfisial;
kemudian ketiga otot dinding perut, m.oblikus abdominis eksternus, m.oblikus abdominis
internus, dan m.transversus abdominis; dan akhirnya lapis preperitoneum dan peritoneum,
yaitu fasia transversalis, lemak preperitoneal, dan peritoneum.

Gambar dinding abdomen


3.2.2

Regio Inguinal

1. Kanalis Inguinalis
Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh anulus inguinalis internus yang
merupakan bagian terbuka dari fasia transversalis dan aponeurosis m.tranversus abdominis.
Di medial bawah, di atas tuberkulum pubikum, kanal ini dibatasi oleh anulus inguinalis
eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis m.oblikus eksternus, dan di dasarnya terdapat

10

ligamentum inguinale. Kanal berisi tali sperma pada lelaki, dan ligamentum rotundum pada
perempuan.

Gambar anulus inguinalis internum dan eksternum


2. Kanalis femoralis
Kanalis femoralis terletak medial dari v.femoralis di dalam lakuna vasorum, dorsal
dari ligamentum inguinalis, tempat vena safena magna bermuara di dalam v.femoralis.
Foramen ini sempit dan dibatasi oleh tepi yang keras dan tajam. Batas kranioventral dibentuk
oleh ligamentum iliopektineal (ligamentum cooper), sebelah lateral oleh sarung vena
femoralis, dan sebelah medial oleh ligamentum lakunare Gimbernati. Hernia femoralis keluar
melalui lakuna wasorum kaudal dari ligamentum inguinale. Keadaan anatomi ini sering
mengakibatkan inkarserasi hernia femoralis.

11

Gambar regio inguinal


3.3

Epidemiologi
Tujuh puluh lima persen dari seluruh hernia pada dinding abdomen terjadi pada

inguinal. Hernia inguinalis lateralis sering dijumpai pada pria. Angka kejadian pada pria
adalah 20 kali lebih sering dibanding wanita. Terjadinya hernia pada orang dewasa,
disebabkan oleh penyebab sekunder atau didapat yang adekuat. Hernia inguinalis lateralis
dapat terjadi pada semua umur, namun tersering pada usia antara 45 sampai 75 tahun.
Insidens hernia inguinalis pada bayi dan anak antara 1 dan 2%. Kemungkinan terjadi
hernia pada sisi kanan 60%, sisi kiri 20-25% dan bilateral 15%. Insidens hernia meningkat
dengan bertambahnya umur, mungkin karena meningkatnya penyakit yang meningkatkan
tekanan intraabdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang.
Hernia inguinalis medialis terjadi sekitar 15% dari semua hernia inguinalis. Kantong
hernia inguinalis direk menonjol langsung ke anterior melalui dinding posterior kanalis inguinais
medial terhadap arteria, dan vena epigastrika inferior, karena adanya tendo conjunctivus (tendo
gabungan insersio musculus obliquus internus abdominis dan musculus transversus abdominis)
yang kuat, hernia ini biasanya hanya merupakan penonjolan biasa, oleh karena itu leher kantong
hernia lebar.

12

3.4

Etiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang

didapat. Faktor yang dipandang berperan terhadap terjadinya hernia inguinalis adalah
terbukanya prosesus vaginalis, peningkatan tekanan intra abdominal, dan kelemahan otot
dinding perut karena usia. Penyebab hernia inguinalis lateralis pada orang dewasa dan orang
tua sering dikatakan sekunder oleh karena peningkatan tekanan di dalam abdomen. Hal ini
bisa terjadi karena batuk kronis, asites, peningkatan cairan peritoneum oleh karena atresia
bilier, pembesaran prostat, tumor abdomen dan obstipasi. Selain itu penyebab lain yang
diduga menyebabkan hernia inguinalis latelaris adalah obesitas, merokok, kehamilan,
manuver valsava, adanya riwayat keluarga yang menderita hernia.
Pada orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia
inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur m.oblikus internus
abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontrraksi, dan adanya fasia
transversa yang kuat yang menutupi trigonum Hesselbach yang umumnya hampir tidak
berotot. Gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia.
3.5

Patofisiologi
Hernia inguinalis direk, disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol langsung ke

depan melalui segitiga Hesselbach (yaitu daerah yang dibatasi oleh ligamentum inguinal di
bagian inferior, pembuluh epigastrika inferior dibagian lateral & tepi otot rektus dibagian
medial). Dasar segitiga Hesselbach dibentuk oleh fascia tranversal yang diperkuat oleh serat
aponeurosis m.tranversus abdominis yang terkadang tidak sempurna sehingga daerah ini
potensial menjadi lemah.
Hernia inguinalis indirek, disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena keluar dari
rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh
epigastrika inferior, kemudian masuk ke dalam kanalis inguinalis. Jika cukup panjang, maka
akan menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Jika berlanjut sampai ke skrotum,
maka disebut hernia skrotalis.

13

3.6 Manifestasi Klinis


Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Hernia
inguinalis lateralis lebih sering memunculkan gejala daripada hernia inguinalis medialis. Pada
hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada
waktu berdiri, batuk, bersin, mengedan atau berkerja berat, dan menghilang setelah berbaring.
Pasien dapat mengeluhkan adanya pembesaran ukuran hernia. Keluhan nyeri jarang dijumpai;
kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri viseral
karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong
hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi karena
ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.
3.7

Diagnosis
Pemeriksaan fisik merupakan cara terbaik dalam menentukan ada atau tidaknya hernia

inguinalis. Pada inspeksi diperhatikan keadaan asimetri pada kedua sisi lipat paha, skrotum,
atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien diminta mengedan atau batuk sehingga
adanya benjolan atau keadaan asimetri dapat dilihat. Palpasi dilakukan dalam keadaan ada
benjolan hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat
direposisi.
3.7.1

Pemeriksaan Khusus Hernia


a. Ziemans test

14

Penderita dalam posisi tidur telentang atau pada posisi berdiri. Apabila kantong
hernia terisi, dimasukkan dulu ke dalam kavum abdomen. Untuk memeriksa bagian
kanan digunakan tangan kanan dan sebaliknya. Test ini dapat dilakukan pada
penderita laki-laki ataupun perempuan.
Dengan jari kedua tangan pemeriksa diletakkan di atas anulus inguinalis internus
( 1,5 cm di atas pertengahan SIAS dan tuberkulum pubikum), jari ketiga
diletakkan pada anulus inguinalis eksternus dan jari keempat pada fossa ovalis.
Penderita disuruh mengedan atau batuk maka timbul dorongan pada salah satu jari
tersebut. Apabila dorongan pada jari kedua berarti hernia inguinalis lateralis, bila
pada jari ketiga berarti hernia inguinalis medialis dan bila pada jari keempat berarti
hernia femoralis.

Gambar Ziemans Test


b. Finger test
Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada pria. Tujuan utamanya adalah untuk
membedakan hernia inguinalis lateralis atau medialis, disamping dapat menentukan
diameter dan ketebalan cincin hernia. Cara pemeriksaan adalah dengan
menggunakan jari telunjuk atau kelingking skrotum diinvaginasikan menyelusuri
anulus eksternus sampai dapat mencapai kanalis inguinalis kemudian penderita
diminta mengedan atau batuk. Jika hernia teraba atau menyentuh ujung jari berarti
ini adalah hernia lateralis, dan bila hernia menyentuh bagian samping jari berarti
merupakan hernia medialis.

15

Gambar Finger Test


c. Thumb test
Penderita dalam posisi tidur telentang atau pada posisi berdiri. Setelah benjolan
dimasukkan ke dalam rongga perut, ibu jari ditekankan pada anulkus internus.
Penderita disuruh mengedan atau batuk. Bila benjolan keluar sewaktu mengejan
berarti henis inguinalis medialis dan bila tidak keluar berarti hernia inguinalis
lateralis.

Gambar Thumb Test


3.8 Diagnosis Banding
a. Hidrokel Testis
b. Limfadenopati
c. Tumor Testis
d. Varikokel
16

e. Abses Inguinal
3.9

Penatalaksanaan
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian

penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Reposisi
tidak dilakukan pada hernia strangulata kecuali pada anak-anak. Reposisi dilakukan secara
bimanual dimana tangan kiri memegang isi hernia dengan membentuk corong sedangkan
tangan kanan mendorong isi hernia ke arah cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan
yang tetap sampai terjadi reposisi.
Tindakan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang
rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia
terdiri atas herniotomi dan hernioplasty.
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong
dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi. Kantong hernia
dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
Pada hernioplasty dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya residif, yang dapat dilakukan dengan menggunakan metode Bassini atau dengan
metode Mc Vay. Metode Bassini adalah dengan memperkecil anulus inguinalis internus
dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan
pertemuan m.transversus internus abdominis dan m.oblikus internus abdominis. Tindakan ini
dikenal dengan nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale Poupart. Metode Mc Vay
dilakukan dengan menjahitkan fasia transversa, m.transversus abdominis, m.oblikus internus
abdominis ke ligamentum Cooper.
Metode Bassini merupakan teknik herniorafi yang pertama dipublikasi tahun 1887.
Setelah diseksi kanalis inguinalis, dilakukan rekonstruksi dasar lipat paha dengan cara
mengaproksimasi muskulus obliqus internus, muskulus transversus abdominis, dan fasia
transversalis dengan traktus iliopubik dan ligamentum inguinale. Teknik ini dapat diterapkan
baik pada hernia direk maupun indirek.
Kelemahan teknik Bassini dan teknik lain yang berupa variasi teknik herniotomi
Bassini adalah terdapat regangan berlebihan dari otot-otot yang dijahit. Untuk mengatasi
masalah ini, pada tahun delapan puluhan dipopulerkan pendekatan operasi bebas regangan.
Pada teknik itu digunakan prostesis mesh untuk memperkuat fasia transversalis yang
membentuk dasar kanalis inguinalis tanpa menjahitkan otot-otot ke inguinal.
3.10

Komplikasi
17

Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi hernia
dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia reponibel; ini dapat terjadi kalau isi hernia
terlalu besar, misalnya terdiri atas omentum, organ ekstraperitoneal atau merupakan hernia
akreta. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia
strangulata yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana. Bila cincin hernia
sempit, kurang elastis, atau lebih kaku seperti pada hernia femoralis dan hernia obturatoria,
lebih sering terjadi jepitan parsial.
Komplikasi operasi hernia dapat berupa cedera vena femoralis, nervus ilioinguinalis,
nervus iliofemoralis, duktus deferens, atau buli-buli. Nervus ilioinguinalis harus
dipertahankan sejak dipisahkan karena jika tidak, maka dapat timbul nyeri pada jaringan
parut setelah jahitan dibuka. Komplikasi dini pasca operasi dapat pula terjadi, seperti
hematoma, infeksi luka, bendungan vena.
3.11

Prognosis
Prognosis tergantung pada keadaan umum penderita serta ketepatan penanganan.

Tetapi pada umumnya baik karena kekambuhan setelah operasi jarang terjadi, kecuali pada
hernia berulang atau hernia yang besar yang memerlukan penggunaan materi prostesis. Pada
hernia yang penting adalah mencegah faktor predisposisi.

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Telah dilaporkan suatu kasus seorang pasien laki-laki berumur 61 tahun dengan
diagnosis kerja: Hernia inguinalis Medialis dextra reponibilis. Diagnosis ditegakkan
18

berdasarkan anamnesis, dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan benjolan pada
lipat paha sebelah kanan sejak 6 bulan yang lalu. Awalnya benjolan tersebut dirasakan kecil
dan tidak nyeri. Benjolan tersebut timbul terutama bila pasien sedang beraktifitas, serta dapat
hilang jika pasien beristirahat ataupun berbaring. Kemudian sejak 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit pasien mengeluhkan rasa nyeri pada benjolan tersebut.
.Pasien tidak mengeluh mual, muntah, dan sulit buang air besar ataupun buang air
kecil. Pasien diketahui memiliki kebiasaan mencangkul dan mengangkat benda-benda berat
hampir setiap harinya, seperti hasil pertanian.
Pada pemeriksaan fisik pada inguinal dextra ditemukan, pada palpasi ditemukan
teraba benjolan berukuran 3 cm x 2 cm x 1 cm, isi solid, dapat dimasukkan, nyeri (+).
Berdasarkan temuan-temuan di atas, maka sudah dapat ditegakkan adanya suatu
Hernia inguinalis medialis dextra reponibilis. Pada pasien ini dilakukan operasi Herniorepair.
Dilakukan persiapan operasi, konsul bagian Anestesi, serta edukasi kepada pasien dan
keluarga pasien. Teknik yang dilakukan pada pasien ini adalah teknik free tension
herniorepair Lichtenstein. Pada teknik ini dilakukan perbaikan segitiga Hesselbach yang
rusak. Dilakukan Herniotomy (tindakan memasukkan hernia, lalu memisahkan kantong
hernia dengan sekitarnya, digunting lalu diikat) dan Hernioplastik (menyempitkan tempat
keluar hernia). Pada pasien ini dilakukan Hernioplastik dengan pemasangan Mesh Prolene
untuk mengatasi insufisiensi dinding yang terjadi.
Terapi farmakologi yang diberikan pada pasien ini antara lain IVFD RL : Aminofluid
20 tetes per menit, injeksi Cefotaxime 1 gram per 12 jam intravena, injeksi Ketorolac 1
ampul per 12 jam intravena. Setelah operasi, pasien dirawat di bagian bedah untuk
pemantauan dan pengobatan lebih lanjut. Pasien boleh pulang 2 hari setelah operasi dan
mendapat obat oral yaitu cefadroxil kapsul 2 x 500 mg dan asam mefenamat kaplet 3 x 500
mg. Pasien direncanakan untuk kontrol ke poliklinik bedah pada tanggal 19 Agustus 2015.

DAFTAR PUSTAKA
1. Karnadihardja W, editors. Dinding perut, hernia, retroperitoneum dan omentum. In:
Sjamsuhidayat R, de Jong W, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC Jakarta. 2003: p.
520-32
2. Stead LH, et all. First aid for the surgery clerkship, International edition, The Mc
Graw-Hill Companies, Inc Singapore. 2003: p. 307-17.
19

3. Fitzgibbons RJ, Ahluwalia HS. Inguinal hernias. In: Brunicardi FC. Schwartzs
Manual of Surgery. The Mc-Graw-Hill Companies,inc USA. 2006: p. 920-42
4. Wantz GE. Abdominal wall hernias. In: Schwartz SI, Shires Gt, Spencer FC, et al.
Principles of Surgery, McGraw-Hill, inc New York. 1999: p. 1585-611
5. Kingsnorth AN, Giorgobiani G, Bennett DH. Hernias, umbilicus and abdominal wall.
In: Mann Russel RCG, Williams NS. Bailey & Loves Short Practice of Surgery. 25th
ed. Hodder Arnold London, 2008: p. 968-90
6. Schwartz, et al. Hernia dinding abdomnen. In: Intisari Prinsip-prinsip ilmu bedah. Ed
6. EGC Jakarta. 2000: p. 509-18
7. Swartz MH. Buku Ajar Diagnostik Fisik. EGC Jakarta. 1995: p. 276-8
8. Sabiston. Hernia. In: Buku Ajar Bedah Bagian 2. EGC Jakarta. 1994: 228-45
9. Eubanks WS. Hernia. In: Sabiston Textbook of Surgery. 16th Ed. Elsevier Saunders
Philadelphia. 2004: p. 783-800

20

Anda mungkin juga menyukai