Anda di halaman 1dari 8

Rinitis tergolong infeksi saluran napas yang dapat muncul akut atau kronik.

Rinitis
akut biasanya disebabkan oleh virus yaitu pada selesma atau menyertai campak, tetapi dapat
juga menyertai infeksi bakteri seperti pertusi. Rinitis disebut kronik bila radang berlangsung
lebih dari 1 bulan. Rinitis alergi, rhinitis vasomotor, dan rhinitis medikamentosa digolongkan
dalam rhinitis kronik. Rinitis kronik dapat berlanjut menjadi sinusitis. Salah satu bentuk
rhinitis kronis adalah rhinitis atropi yang diduga disebabkan oleh kuman Kliebsiella ozaena
atau akibat sinusits kronis, defisiensi vitamin A.1
Rinitis Alergika secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung, terjadi
setelah paparan alergen melalui peradangan mukosa hidung yang diperantarai IgE.4
Ada 2 jenis rhinitis alergika:5
1. Rhinitis alergika perennial
2. Rhinitis alergika seasonal
Rhinitis Alergika Perennial

Alergi terjadi sepanjang tahun

Alergen yang memicu terutama debu, bulu binatang, tungau, bau bahan-bahan
kimia. Alergen ini ditemui sepanjang tahun
Rhinitis Alergika Seasonal

Alergi terjadi pada musim-musim tertentu

Alergen berupa serbuk sari bunga, kayu, rumput dll


Berdasarkan frekuensi serangan, WHO Initiative Allergic Rhinitis and Its
Impact on Asthma 2000 membagi rinitis alergi menjadi 2 jenis : Yaitu intermiten,
bila gejala <4 hari tiap minggu atau <4 minggu, dan persisten , bila gejala >4 hari tiap
minggu atau >4 minggu. Sementara itu, klasifikasi menurut berat ringannya penyakit,
dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu gejala ringan bila gejala rinitis tidak mengganggu aktivitas
sehari-hari dan gejala sedang sampai berat, bila sudah terdapat 1 atau lebih gangguan seperti
gangguan tidur, belajar, dan bekerja.6
Gambar. Seorang penderita rhinitis alergika.6
1.2 ETIOLOGI
Gejala rinitis alergika dapat dicetuskan oleh beberapa faktor:4

1. Alergen
Alergen hirupan merupakan alergen terbanyak penyebab serangan gejala rinitis alergika.
Tungau debu rumah, bulu hewan, dan tepung sari merupakan alergen hirupan utama
penyebab rinitis alergika dengan bertambahnya usia
sedang pada bayi dan balita, makanan masih merupakan penyebab yang
penting.
2. Polutan
Fakta epidemiologi menunjukkan bahwa polutan memperberat rinitis. Polusi dalam
ruangan terutama gas dan asap rokok, sedangkan polutan di luar termasuk gas buang disel,
karbon oksida, nitrogen, dan sulfur dioksida. Mekanisme terjadinya rinitis oleh polutan akhirakhir ini telah diketahui lebih jelas.
3. Aspirin
Aspirin dan obat anti inflamasi non steroid dapat mencetuskan rinitis
alergika pada penderita tertentu.
1.3 PATOFISIOLOGI
Secara klasik rinitis alergika dianggap sebagai inflamasi nasal yang terjadi dengan
perantaraan IgE. Pada pemeriksaan patologi, ditemukan infiltrat inflamasi yang terdiri atas
berbagai macam sel. Pada rinitis alergika selain granulosit, perubahan kualitatif monosit
merupakan hal penting dan ternyata IgE rupanya tidak saja diproduksi lokal pada mukosa
hidung. Tetapi terjadi respons selular yang meliputi: kemotaksis, pergerakan selektif dan
migrasi sel-sel transendotel. Pelepasan sitokin dan kemokin antara lain IL-8, IL-13, eotaxin
dan RANTES berpengaruh pada penarikan sel-sel radang yang selanjutnya menyebabkan
inflamasi alergi.4
Aktivasi dan deferensiasi bermacam-macam tipe sel termasuk: eosinofil,
sel CD4+T, sel mast, dan sel epitel. Alergen menginduksi Sel Th-2, selanjutnya

terjadi peningkatan ekspresi sitokin termasuk di dalamnya adalah IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL10 yang merangsang IgE, dan sel Mast. Selanjutnya sel Mast menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6,
dan tryptase pada epitel. Mediator dan sitokin akan mengadakan upregulasi ICAM-1.
Khemoattractant IL-5 dan RANTES menyebabkan infiltrasi eosinofil, basofil, sel Th-2, dan
sel Mast. Perpanjangan masa hidup sel terutama dipengaruhi oleh IL-5.4
Pelepasan mediator oleh sel-sel yang diaktifkan, di antaranya histamin dan cystenilleukotrien yang merupakan mediator utama dalam rinitis alergika menyebabkan gejala
rinorea, gatal, dan buntu. Penyusupan eosinofil menyebabkan kerusakan mukosa sehingga
memungkinkan terjadinya iritasi langsung polutan dan alergen pada syaraf parasimpatik,
bersama mediator
Eosinophil Derivative Neurotoxin (EDN) dan histamin menyebabkan gejala
bersin.4
Terdapat hubungan antara sistem imun dan sumsum tulang. Fakta ini membuktikan
bahwa epitel mukosa hidung memproduksi Stem Cell Factor (SCF) dan berperan dalam
atraksi, proliferasi, dan aktivasi sel Mast dalam inflamasi alergi pada mukosa hidung.
Hipereaktivitas nasal merupakan akibat dari respons imun di atas, merupakan tanda penting
rinitis alergika.4
1.4 GEJALA KLINIS
Gambaran klinis pada rhinitis meliputi:1
Ingus kental umumnya menunjukkan telah ada infeksi sekunder oleh
bakteri
Rinitis alergi maupun rhinitis vasomotor mudah dibedakan dari rhinitis
infeksi karena ingus yang putih dan encer yang hanya keluar saat serangan
saja.
Pada rhinitis atropi ingus kental diserta krusta berwarna hijau. Pada
pemeriksaan hidung tampak rongga hidung yang lapang karena konka
mengalami atropi.
Manifestasi utama adalah rinorea, gatal hidung, bersin-bersin dan sumbatan hidung.
Gejala rinitis sangat mempengaruhi kualitas hidup penderita. Tanda-tanda fisik yang sering

ditemui juga meliputi perkembangan wajah yang abnormal, maloklusi gigi, allergic gape
(mulut selalu terbuka agar bisa bernafas),
allergic shiners (kulit berwarna kehitaman dibawah kelopak mata bawah), lipatan
tranversal pada hidung (transverse nasal crease), edema konjungtiva, mata gatal dan
kemerahan. Pemeriksaan rongga hidung dengan spekulum sering didapatkan sekret hidung
jernih, membrane mukosa edema, basah dan kebiru-biruan. Pada anak kualitas hidup yang
dipengaruhi antara lain kesulitan belajar dan masalah sekolah, kesulitan integrasi dengan
teman sebaya, kecemasan, dan disfungsi keluarga. Kualitas hidup ini akan diperburuk dengan
adanya ko- morbiditas. Pengobatan rinitis juga mempengaruhi kualitas hidup baik positif
maupun negatif. Sedatif antihistamin memperburuk kualitas hidup, sedangkan non sedatif
antihistamin berpengaruh positif terhadap kualitas hidup. Pembagian lain yang lebih banyak
diterima adalah dengan menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup, menjadi
intermiten ringan-sedang-berat, dan persisten ringan- sedang-berat.4

1.5 DIAGNOSIS
Cara pemeriksaan atau diagnosis rhinitis alergika:4
Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit, tanda fisik dan uji
laboratorium. Keluhan pilek berulang atau menetap pada penderita dengan riwayat keluarga
atopi atau bila ada keluhan tersebut tanpa adanya infeksi saluran nafas atas merupakan kunci
penting dalam membuat diagnosis rinitis alergika. Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama

dan gejala minor. Uji laboratorium yang penting adalah pemeriksaan in vivo dengan uji kulit
goresan, IgE total, IgE spesifik, dan pemeriksaan eosinofil pada hapusan mukosa hidung. Uji
Provokasi nasal masih terbatas pada bidang penelitian.4
Gambar. Allergic crease dan allergic shiner sebagai gejala dan tanda dalam
mendiagnosis rhinitis alergika.6
Menegakkan diagnosis rinitis alergi dapat dipersulit oleh perilaku buruk
seperti seringmengucek- ucek mata dan hidung, timbullah tanda-tanda khas:
allergic shiner (bayangan gelap di bawah kelopak mata karena sumbatan
pembuluh darah vena), allergic salute (akibat sering menggosok hidung dengan
punggung tangan ke arah atas), dan allergic crease (garis melintang di dorsum
nasi 1/3 bawah). Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau
lipid disertai adanya sekret encer bening dan banyak. Perlu dicari keadaan yang dapat
menjadi faktor predisposisi misalnya polip hidung dan kelainan septum. Sebagai pelengkap,
dapat ditambah pemeriksaan sitologi hidung. Peningkatan eosinofil (5 sel / lapang pandang)
menunjukkan kemungkinan alergi. Untuk mencari penyebab dapat dilakukan uji kulit dengan
cara uji cukit (prick
test), uji gores (scratch test), uji intrakutan atau intradermal tunggal atau berseri
(skin end point titration). Bila alergen diduga berasal dari makanan, dapat dilakukan diet
eliminasi dan provokasi atau intracutaneous provocative food test (IPFT).6
1.6 DIAGNOSA BANDING
Rinitis alergika harus dibedakan dengan:4,7
1.
Rinitis vasomotor
2.
Rhinitis bacterial
3.
Rinitis virus
4.
Influenza (Flu)
Tabel. Diagnosis banding rhinitis alergika dan rhinitis vasomotor

Perbedaan rhinitis alergika dan influenza:7


1.Rinitis Alergi ( RA )
: Sesudah kontak dengan hal2
pencetus alergi
langsung timbul gejala.
Influenza ( I )
: Sesudah masuknya virus influenza selama 1 3
hari baru gejala timbul.
2.RA
: Memiliki gejala hidung
yang berlendir encer tanpa disertai
demam.
I
: Lendir dari encer / cair, mengental kekuningan dan disertai
dengan demam.
3.RA
: Serangan yang terjadi dapat
dalam kurun waktu selama masih ada
kontak dengan penyebab dan belum diobati.
I
: Serangan 5 6 hari tergantung daya tahan tubuh dan efektifitas
pengobatan.
1.7 PROGNOSIS
Penyulit:4
1. Sinusitis kronis (tersering)
2. Poliposis nasal
3. Sinusitis dengan trias asma (asma, sinusitis dengan poliposis nasal dan
sensitive terhadap aspirin)
4. Asma
5. Obstruksi tuba Eustachian dan efusi telingah bagian tengah
6. Hipertropi tonsil dan adenoid
7. Gangguan kognitif
1.8 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan rhinitis alergika meliputi:1


Rinitis akut yang menyertai influenza dapat diobati dengan dekongestan
sistemik seperti influenza
Kebiasaan menggunakan kongestan tetes hidung pada rhinitis kronis
sering menyebabkan terjadinya rhinitis medikamentosa yang secara klinis
menyerupai rhinitis vasomotor.
Pada rhinitis atropi hidung dicuci dengan air garam. Dekongestan akan
memperburuk keadaan.
Pengobatan rhinitis alergi atau rhinitis vasomotor dapat ditambah dengan
CTM 1-2mg/kali
Pemilihan Obat-Obatan
Pemilihan obat-obatan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal
antara lain:4
1. Obat-obat yang tidak memiliki efek jangka panjang.
2. Tidak menimbulkan takifilaksis.
3. Beberapa studi menemukan efektifitas kortikosteroid intranasal. Meskipun
demikian pilihan terapi harus dipertimbangkan dengan kriteria yang lain.
4. Kortikosteroid intramuskuler dan intranasal tidak dianjurkan sehubungan
dengan adanya efek samping sistemik.
Jenis obat yang sering digunakan (untuk Anak):
1. Kromolin, obat semprot mengandung kromolin 5,2 mg/dosis diberikan 3-4
kali/hari
2. Setirizin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-5 tahun: 2.5 mg/dosis,1
kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis,1 kali/hari.
3. Loratadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2 5 tahun: 2.5

mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 10 mg/dosis, 1 kali/hari.


4. Feksofenadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah : 6-11 tahun: 30 mg/hari, 2 kali/hari; >
12 tahun : 60 mg/hari, 2 kali/hari atau 180mg/hari, 4 kali/hari.
5. Azelastine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 5-11 tahun : 1 semprotan
2 kali/hari; > 12 tahun : 2 semprotan, 2 kali/hari.
6. Pseudoephedrine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-6 tahun : 15 mg/hari, 4 kali/hari;
6-12 tahun : 30mg/hari, 4 kali/hari; > 12 tahun : 60 mg/hari 4 kali/hari. Ipratropium bromide
0.03% 2 semprotan, 2-3 kali/hari.

7. Kortikosteroid intranasal
Digunakan pada pasien yang memiliki gejala yang lebih persisten dan lebih
parah. Efektif untuk semua gejala dengan inflamasi eosinofilik.

Fluticasone intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia > 4


tahun : 1-2 semprotan/dosis, 1 kali/hari.

Mometasone intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia 3-11 tahun : 1
semprotan/dosis, 1 kali/hari; usia > 11 tahun : 2 semprotan/dosis, 1 kali/hari.

Budesonide intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia > 6 tahun : 1-2
semprotan/dosis, 1 kali/hari. Budesonide mempunyai bioavaibilitas yang rendah dan
keamanannya lebih baik.
8. Leukotrien antagonis

Zafirlukast yang diberikan pada anak sebesar 20 mg/dosis 2 kali/24jam

Anda mungkin juga menyukai