Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari atau menyelidiki pernyataan-pernyataan yang
berkaitan dengan jiwa seseorang. Ilmu jiwa anak dan ilmu jiwa masa muda, kedua-duanya
disebut sebagai ilmu jiwa genetis atau ilmu jiwa perkembangan, kedua-duanya merupakan
bagian dari psikologi. Ilmu jiwa perkembangan bertugas untuk menyelidiki kehidupan kejiwaan
anak dan berusaha menemukan hal ihwal yang beraturan, serta aspek-aspek yang khusus dalam
diri anak atau seseorang yang tengah berkembang.
Lalu adakah kita mempelajari perkembangan anak sejak masa lahir sampai dengan masa
remaja? Jawabannnya ialah sebagai berikut: untuk mendapatkan pengertian dan wawasan
mengenai diri manusia, seyogyanya kita mulai dari pemahaman tentang awal permulaan
eksistensinya. Untuk itu sangat diperlukan pemahan mengenai dunia anak-anak. Ilmu jiwa anak
juga penting bagi pemahaman diri sendiri, dan pemahaman terhadap orang lain di luar diri kita.
Sebab impresi dari masa kanak-kanak itu sangat berpengaruh pada pembentukan sikap hidup
(attitude) dan pandangan hidup kita baik yang diproyeksikan pada saat sekarang, maupun pada
masa yang akan datang.
Lalu bagaimana cara untuk kita bisa mempelajari ilmu perkembangan tersebut?
Jawabannya ialah kita bisa mempelajari dan menyelidikinya dengan berbagai metode yang ada.
Metode-metode itulah yang akan coba dibahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Pendekatan-pendekatan apa yang bisa dipelajari untuk kemudian diterapkan ketika melakukan
penelitian terhadap ilmu jiwa perkembangan?
2. Apa yang harApa saja metode-metode yang digunakan dalam menyelidiki jiwa perkembangan?
3. Apa saja faedah atau manfaat mepelajari ilmu jiwa perkembangan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pendekatan-pendekatan ilmu psikologi yang bisa dipelajari untuk kemudian
diterapkan ketika melakukan penelitian terhadap ilmu jiwa perkembangan
2. Untuk mengetahui metode-metode yang digunakan dalam menyelidiki jiwa perkembangan
3. Untuk mengetahui faedah atau manfaat mepelajari ilmu jiwa perkembangan

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendekatan Psikologi Perkembangan


Untuk mengetahui suatu perkembangan atau pertumbuhan, harus dilakukan pendekatanpendekatan dan metode-metode tertentu, dimaksudkan untuk memberikan pengertian tentang
bagaimana para psikolog perkembangan melakukan tugas mereka dalam mendapatkan lebih
banyak pengertian akan gejala perkembangan serta bagaimana cara mengatasi hambatan dalam
proses perkembangan.
Ada beberapa pendekatan dalam psikologi perkembangan yang bersifat pendekatan
umum,[1] yaitu:
1) Pendekatan Cross-sectional
Pendekatan Cross-sectional adalah suatu pendekatan yang dipergunakan untuk
melakukan penelitian terhadap beberapa kelompok anak dalam jangka waktu yang relative
singkat. Dalam pendekatan ini penelitian dilakukan terhadap orang-orang atu kelompok orang
dari tingkat umur yang berbeda-beda. Suatu studi kros-sektional yang umum dapat mencakup

sekelompok anak berusia 5 tahun, 8 tahun, dan 11 tahun; kelompok lain dapat mencakup
kelompok anak remaja dan orang dewasa, berusia 15 tahun, 25 tahun dan 45 tahun. Kelompokkelompok yang berbeda tersebut dapat dibandingkan dalam halkeberagaman variable terikat,
sepeti IQ, memori, relasi teman sebaya, kedekatan dengan orang tua, perubahan hormone, dan
lain-lain. Semua ini dapat dilakukan dalam waktu yang relative singkat. Dengan mengambil
kelompok orang dari tingkat umur yang berbeda ini akhirnyaakan dapat ditemukan gambaran
mengenai proses perkembangan satu atau beberapa aspek kepribadian seseorang. Melalui
pendekatan kros-sektionalini dapat diperoleh pengertian yang lebih baik akan factor yang khas
atau yang kurang khas bagi kelompok-kelompok yang diperbandingkan.
Keuntungan utama dalam pendekatan kros-sektional ini adalah bahwa para peneliti tidak
membutuhkan waktu yang terlalu lama untuk menunggu individu bertumbuh. Adapun kelemahan
pendekan ini adalah bahwa pendekatan ini tidak member informasi tentang bagaimana individu
berubah atau tentang stabilitas karakteristiknya. Naik turunya perkembangan dapat menjadi tidak
jelas.
2) Pendekatan Longitudinal
Pendekatan longitudinal adalah pendekatan dalam penelitian yang dilakukan dengan cara
menyelidiki anak dalam jangka waktu yang lama, misalnya mengikuti perkembangan sesorang
dalam jangka waktu tertentu, seperti selama masa kanak-kanak atau selama masa remaja.
Dengan pendekatan ini diteliti beberapa aspek tingkah laku pada satu atau dua orang yang sama
dalam waktu beberapa tahun. Dengan begitu akan diperoleh gambaran aspek perkembangan
secara menyeluruh.
Pendekatan ini pun mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan pendekatan ini adalah :
Sampel lebih sedikit, sehingga memungkinkan untuk melakukan analisa terhadap pertumbuhan
dan perkembangan setiap individu.
Memungkinkan mengetahui gangguan-gangguan dalam perkembangan, baik secara pribadi
maupu dalam kelompok.
Memungkinkan melakukan analisa terhadap hubungan antara proses pertumbuhan, baik aspek
kematangan maupun pengalaman, karena data yang diperoleh berasal dari anak yang sama.
Memberikan kesempatan untuk menganalisa efek lingkungan terhadap perubahan tingkah laku
dan kepribadian.
Kelemahan dari pendekatan ini adalah :
Membutuhkan waktu yang yang lama dan biaya yang besar
Memerlukan banyak peneliti yang kemungkinan memiliki pengalaman yang berbeda-beda.
Kemungkinan terjadinya gangguan dalam selang waktu penelitian yang sedang dilakukan,
misalnya bila orang pindah tempat atau meninggal.
3) Pendekatan Sekuensial

Untuk mempelajari perkembangan rentang hidup, sejumlah pakar psikologi


perkembangan juga menggunakan kombinasi dari pendekatan kros-sektional dan pendekatan
longitudinal. Kombinasi pendekatan kros-sektional dan pendekatan longitudinal inilah yang
dinamakan pendekatan sekuensial. Dalam banyak hal, pendekatan ini mulai dengan studi krossektional yang mencakup individu dari usia yang berbeda. Berbulan-bulan atau bertahun-tahun
setelah pengukuran awal, individu yang sama diuji lagi (ini merupakan aspek longitudinal dari
rancangan) Pada waktu selanjutnya,, sekelompok subjek baru diukur pada masing-masing tingkat
usia. Kelompok baru pada masing-masing tingkat ditambahkan pada waktu berikutnya untuk
mengontrol perubahan yang (gugur) dari studi, atau pengujian ulang mungkin telah
meningkatkan kinerja mereka.
Meskipun pendekatan ini kompleks, mahal, dan lama, namun benar-benar memberikan
informasi yang tidak mungkin diperoleh dari pendekatan kros-sektional dan pendekatan
longitudinal. Pendekatan sekuensial sangat berguna, terutama dalam menguji pengaruh kohor
(generasi) pada perkembangan rentang hidup.
4) Pendekatan Cross-cultural
Pendekatan cross-cultural adalah suatu pendekatan dalam penelitian yang
mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan atau kebudayaan yang berpengaruh terhadap
perkembangan anak. Pendekatan ini banyak digunakan untuk mengetahui perbedan-perbedaan
atau persamaan-persamaan perkembangan anak pada latar belakang kebudayaan yang berbedabeda. Hal ini adalah karena dengan pendekatan ini akan diperoleh pengertian yang lebih
mendalam tentang proses perkembangan seseorang. Melalui pendekatan ini bisa dijelaskan
hipotesa-hipotesa yang ada melalui faktor-faktor yang diperoleh, misalnya tentang besar kecilnya
pengaruh dari faktor sosial, ekonomi, pola pengasuhan dan gaya hidup terhadap cirri-ciri
kepribadian dan perkembangan-perkembangan kogniotif.
Pendekatan ini dilakukan terhadap kelompok-kelompok yang berbeda latar belakang
kebudayaanya, baik melalui percobaan, maupun tes pengumpulan data melalui observasi,
wawancara dan pengumpulan data lainya untuk diolah dan dianalisa persamaan dan
perbedaanya. Dengan pendekatan ini suatu hipotesa mengenai tes, misalnya yang bebas-budaya
(cultural-free) atau norma-norma yang dianggap universal (misalnya kemampuan berbicara)
dapat dibuktikan kebenaranya. Demikian pula mengenai urutan-urutan dalam perkembangan
pentahapan dalam perkembangan, apakah merupakan norma yang universal atau berlaku pada
suatu kelompok keturunan tertentu, dapat diselidiki dengan pendekatan lintas budaya ini.
Dengan demikian pendekatan lintas-budaya (cross-cultural) mengenai urutan-urutan
dalam perkembangan, pentahapan dalam perkembangan, apakah merupakan norma yang
universal atau berlaku pada suatu kelompok keturunan tertentu, dapat diselidiki dengan latar
belakang kebudayaan yang sangat berbeda.
B. Metode-metode Mempelajari Ilmu Jiwa Perkembangan

Suatu metode penyelidikan dalam suatu ilmu adalah suatu keharusan mutlak. Demikian
halnya dalam menyelidiki psikologi juga dipergunakan metode-metode sebagai berikut:
1. Metode yang bersifat filosofis, terdiri dari :
Metode intuitif adalah metode yang di peroleh dengan bergaul secara langsung dengan objek
yang akan diteliti, baik secara disengaja atau tidak disengaja.
Metode kontemplatif adalah metode yang dilakukan dengan jalan merenungkan objek yang akan
di ketahui dengan mempergunakan kemampuan berpikir kita.
Metode agamis / religius yaitu metode yang diperoleh dengan jalan / cara mempergunakan
materi-materi agama sebagai alat utama untuk meneliti pribadi manusia. Nilai-nilai yang
terkandung dalam agama merupakan kebenaran absolut dan pasti benar.
2. Metode yang bersifat empiris, terdiri atas :
a. Metode Pendekatan Observasi
Ada beberapa cara pendekatan guna mengadakan studi terhadap kehidupan anakanak.yang pertama dengan melakukan observasi secara teratur dan sistematis, dan mengukur
berat dan tinggi badannya, kemampuan-kemampuan jasmaniah dan tingkah laku tertentu; antara
lain kemampuan menggunakan jari jemari, kemahiran berjalan, kemajuan bahasa, prestasi
sekolah, test belajar dan lain-lain.
Kedua pendekatan secara subyektif, yaitu tidak meneliti setiap potensi yang ada dan yang
bisa dilihat atau bisa diukur, akan tetapi berusaha mencatat dan mempermasalahkan antara lain,
keinginan dan perasaan nya yang paling dala, dan laian-lain. Sebagai contoh kami kemukakan
peristiwa sebagai berikut: dinilai secara obyektif, anak yang berumur 4 tahun itu mempunyai
tinggi badan 95 cm dengan berat badan kira-kira 11-12 kg. Pertumbuhan jasmaniah anak bisa
diketahui dengan mengukur berat badan, ukuran-ukuran lingkar kepala, lingkar pinggang atau
pinggul, dan lingkar dada si anak. Secara obyektif si anak tersebut bisa dikatakan ia lebih besar
atau lebih kecil daripada rata-rata anak umur 4 tahun.
Akan tetapi pendekatan subyektif berusaha menjelaskan perasaan dan fikiran si anak
menurut criteria anak sendiri. Umpamanya, anak merasa sebagai anak besar, anak yang
dilupakan, merasa sangat sengsara dalam hati, merasa jadi anak raja yang manja dan bisa berbuat
semau gue, merasa seperti anka tiri dan lain-lain.
Ringkasnya pendekatan anak subyektif itu mengharuskan kita untuk menilai anak dengan
criteria anak itu sendiri. Jadi menilai dengan memahaminya sesuai dengan perasaan dan fikiran
anak sesuai dengan daya persepsi dan motivasi-motivasinya. Aspek subyektif dari anak itu
mencakup Akunya, mengait pada kepunyaan, pengalaman, dan dunianya pada saat usi yang
masih muda yang terus berlanjut hingga akhir hayatnya.
Untuk memahami hakekat anak, kecuali pemahaman tentang dimensi-dimensi yang
obyektif (menyajikan informasi kuantitatif yang bisa diukur secara cermat), juga diperlukan
pemahamn dimensi-dimensi subyektif dari anak (yang memberikan data kuantitatif). Pendekatan
secara obyektif yang memberikan data obyektif itu sifatnya impresional.sedang pendekatan

secara subyektif, yang memberikan informasi subyektif seerta kualitatif yang sukar diukur
dengan cermat, sifatnya personal atau pribadi. Oleh karena itu, kedua sifat ini hendaknya
dikombinasikan, agar kita bisa mendapatkan wawasan yang lebih tepat-cermat mengenai pribadi
anak. Jelasnya, data impresional yang obyektif hendaknya selalu didukung oleh data personal
yang mereflesikan segenap pengalaman pribadi sang anak.
Memang perlu bagi pendidik dan orang tua untuk bisa mengamati tingkah laku anak
secara obyektif, dan mengukurnya dengan tepat. Akan tetapi yang lebih penting lagi ialah
kemampuan memahami dan mengimterpesikan kehidupan psikis anak, dilihat dari pribadi dan
kepentingan anak sendiri. Sehingga dengan begitu tidak akan terjadi salah faham, dan tidak
timbul masalah dengan anak. Sebab kesalahan paling banyak dan merupakan kesulitan paling
besar yang harus dihadapi orang dewasa pada umunya dalam usaha pendidikan ialah: melihat
semua segala yang tampak pada anak menurut pandangan dan pendirian orang dewasa sendiri.
Sehingga terjadi salah paham,salah interprestasi, salah mengerti, dan salah langkah pada orang
dewasa. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, seyogyanya kita tidak hanya berlaku sebagai
seorang pengamat saja, akan tetapi juga berlaku sebagai partisipan yang bisa
mengidentifikasikan diri dengan pribadi anak. Seorang pengamat akan melakukan observasi
secara tepat dan menghitung denagn teliti semua aktivitas karakteristik dari anak dengan cara
yang impresional. Sebaliknya, seorang partisipan tidak hanya mengamati anak saja, akan tetapi
juga berusaha ikut merasakan dan terlibat dalam kehidupan perasaan serta kegiatan anak,
mencoba memahami arti personal dari setiap gerak dan tingkah laku anak.
Sebagai pengamat kita bisa mengukur IQ (Intellegientie Quotient) sekelompok anak-anak
secara obyektif dan impersonal dan mencatatnya dengan cermat dalam buku laporan pribadi.
Namun sebagai partisipan hendaknya kita juga mwminati suka duka anak-anak tersebut,
sehubungan dengan sukses dengan kegagalan usahanya, dikaitkan pula dengan tarap intelegensi
masing-masing.
Maka selagi kita mampu mengapresiasi gelak tawa atau duka seorang anak (dengan jalan
mengobservasi anak), seyogyanya sekaligus kita juga mampu mendengarkan gelak ria kita
sendiri atau memahami tetesan air mata hati kita sendiri. Untuk memahami kecemasan anak,
hendaknya kita bisa mengahyati arti dari kecemasan hati kita sendiri yang tengah diburu oleh
ketakuta-ketakutan yang irrasional. Dengan jalan mawas diri dan ikut menhayati dari suatu
pengalaman kita bisa berfungsi sebagai seorang pengamat yang obyektif, sekaligus jugfa menjadi
partisipan yang peka dan memiliki wawasan yang mendalam mengenai subyek yang kita amati.
Untuk bisa lebih memahami orang lain, harus bisa mengembangkan kemampuan
memahami diri sendiri, yaitu memahami perasaan sendiri dalam kaitan penghayatan terhadap
kehidupan emosional orang lain yang tengah berkomunikasi dengan kita. Pengertian tentang diri
sendiri akan menentukan sikapkita terhadap orang lain untuk selanjutnya mengambil pelajaran
dari dari semua pengalaman. Selanjutnya, pengertian tentang diri dan orang lain akan
memberikas saham yang berguna untuk lebih memahami diri sendiri, da memperbaiki segala

kekeliruan dan kekurangan. Maka proses pemahaman diri orang lain dan proses pemahaman
pribadi diri sendiri itu saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Jelaslah bahwa pengertian tentang diri sendiri dan pemahan tentang hakekat anak itu
sangat esensial dalam studi ilmu jiwa anak. Hal ini bisa dibantu dengan mengenang kembali
masa dunia kanak-kanak yang masih ada dan melekat pada diri kita sendiri sampai saat
sekarang. Selanjutnya, pibadi yang sehat lahir bathinnya dan dewasa secara emosional itu pasti
mampu mengintegrasikan secara harmonis pengalamn masa lampau dengan penghayatan masa
sekarang tanpa banyak konflik, dan tanpa penyesalan diri. Sehingga orang bisa menerima
keadaan dirinya secara wajar. Dengan kewajaran ini, ia akan sanggup memahami keadaan serta
hakekat anaknya sendiri dan anak didik, di dalam kewajiban kondisi situasinya.
Isltilahistilah dalam metode observasi :
Metode instrospeksi, yaitu metode pemeriksaan yang dilaksanakan dengan jalan meminta
kepada orang percobaan/anak dengan tujuan melahirkan segala peristiwa-peristiwa kejiwaannya
setelah ia selesai mengalami sesuatu.
Metode instrospeksi eksperimental, metode introspeksi yang dilaksanakan dengan mengadakan
eksperimen (percobaan secra sengaja dan dalam suasana yang dibuat). Penyusun metode ini ialah
Oswald Kulpe.[2]
Metode extrospeksi, ialah metode yang dilakukan dengan jalan mengamati dan mencatat sgala
tingkah laku dan gerak-gerik seseorang, setelah orang itu diberi suatu perangsang.
b. Metode-metode dan Pendekatan-pendekatan Lainnya
Di samping metode observasi secara obyektif dan subyektif tadi, kita juga bisa
menggunakan pendekatan dengan cara lain. Antara lain dengan :
a) Metode Eksperimen
Dengan memberikan tugas atau kegiatan percobaan pada anak. Namun hendaknya
difahami bahwa percobaan dengan anak-anak kecil ini sangat sulit. Sebabnya, karena mereka itu
sangat sugestibel, mudah dipengaruhi, bertingkah semau sendiri dan sering sulit diberikan
pengertian.
Eksperimen pada bayi dan anak-anak kecil boleh dikatakan cuma terbatas pada reaksi
indriawi saja. Anak-anak usia sekolah, misalnya, bisa dicoba kemampuannya dengan
menggunakan test-test yang sistematis. Hal ini banyak dilakukan oleh Alice Desceoudres dari
Institut J.J Rosseau di Genewa.
Dengan bantuan seri test-test dan eksperimen-eksperimen tersebut bisa diperoleh banyak
data informative tentang kemampuan anak-anak. Namun hendaknya difahami, bahwa
eksperimen-eksperimen dari test-test itu Cuma merupakan suplemen pelengkap untuk
mendapatkan informasi: dan tidak bisa menjadi alat pengganti bagi observasi intensif. Metode
eksperimen sendiri dibagi menjadi beberapa metode, yaitu :

Metode Perangsang, ialah metode yang dilakukan dengan jalan member rangsang kepada orang
percobaan. Kemudian kepadanya ditanyakan apakah ia sudah menyadari adanya perangsang itu
atau belum:
Metode Pernyataan, iala metode yang dilakukan dengan jalan member perangsang kepada orang
percobaan. Kemudian kepadanya diselidiki apakah tingkah laku yang terjadi pada orang
percobaan itu setelah menerima rangsang;
Metode Reaksi, ialah metode yang dilakukan dengan jalan member rangsang kepada orang
percobaan kemudian diamati reaksi apakah yang diberikan oleh orang percobaan itu sebgai reksi
terhadap perangsang tersebut;
Metode Testa, ialah metode yang dilakukan dengan jalan membersikan kepada orang percobaan
semacam ujian, atau perintah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan atau ia harus mengerjakan
tugas yang diberikan.
b) Metode Klinis
Metode klinis ialah metode yang dilakukan dengan mengadakan Tanya jawab atau
interview dengan orang percobaan. Metode ini mula-mula diadakan di klinik-klinik antara dokter
dengan pasiennya, jadi bersifat medis.
Dalam klinik-klinik spesial, dengan situasi kondisi khusus orang berusaha mengamati
kemampuan orang peecobaan, untuk tujuan medis. Disamping observasi sistematis, orang
berusaha juga menanyakan macam-macam hal pada anak-anak, dan mengklasifikasikan hasilnya
dalam kategori penggolongan-penggolongan tertentu. Sehingga data dapat diperoleh dengan
cukup mengenai kemampuan berfikir dan bahasa anak. [3]
c) Metode pengumpulan
Metode pengumpulan merupakan metode pendekatan yang tidak langsung (berkontrak).
Macam-macam metode pengumpulan :
Metode Angket, ialah metode yang dilaksanakan dengan menggunakan deretan pertanyaanpertanyaan yang harus dijawab oleh orang banyak. Jika yang menjawab itu orang yang
berkepentingan sendiri maka angket itu disebut angket langsung. Dan jika yang menjawab orang
lain, maka angket itu disebut angket tidak langsung. Metode ini banyak dilakukan di Amerika
Serikat. Peneliti mengirimkan banyak kertas angket yang berisikan daftar pertanyaan-pertanyaan,
yang dijawab oleh orang tua. Dengan metode ini juga banyak dikumpulkan buku-buku harian
anak-anak puber, yang banyak menuliskan perasaan fikiran-kemaunnya dalam catan-catatan
harian. Namun studi mengenai buku harian ini sangat sulit dilakukan., dan sukar ditafsirkan
karena anak-anak sering akli bersikap sangat subyektif dan sentimentil.
Metode Riwayat Hidup, ialah metode yang dilaksanakan dengan mempelajari peri hidup
seseorang. Baik waktu ia masih hidup ataupun sudah meninggal.
Metode Pengumpulan Bahan, ialah metode yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan hasil
hasil orang percobaan. Dengan maksud dari hasil-hasil karyanya itu si penyelidik dpat

mengetahui sesuatau yang berhubungan dengan kehidupan jiwanya. Metode ini biasanya
dijalankan dlam jiwa anak-anak. Misalnya di dalam hal menggambar.
d) Metode Pengamatan Terhadap Orang Lain
Kita telah mengetahui bahwa tidaklah patut bagi orang yang ingin meneliti ilmu jiwa,
hanya memusatkan perhatiannya pada pengamatan bathini saja, tapi harus pula meneliti keadaan
jiwa yang lain. Pengenalan kita terhadap jiwa orang lain itu sebagiannya tergantung kepada
pengalaman yang lalu dan sebagian lainnya tidak. Perlu kita ketahui dan perhitungkan seberapa
jauh persamaan antara kita dan mereka, apabila persamaan itu kurang maka perlu dilakukan
sedikit kebijaksanaan untuk membayangkan keadaan jiwa mereka melalui kelakuannya yang
tampak.
C. Faedah Mempelajari Ilmu Perkembangan Jiwa
Pada dasarnya mempelajari psikolog/ilmu jiwa adalah untuk menjadikan manusia supaya
baik hidupnya, bahagia dan sempurna. Jadi manfaat mempelajari ilmu jiwa diantaranya :
1) Sebagai manusia individu seperti halnya kita mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Yaitu tiap-tiap
pengetahuan itu mempunyai nilai-nilai:
a. Praktis, artinya pengetahuan itu memberi kepada kita segi yang dapat kita praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Formal, artinya dengan mempelajari ilmu itu. Kita sendiri dapat memetik buah pelajarannya
sehingga kita dapat memperbaaiki cara hidup yang kurang benar dan sebagainya sehingga kita
terbentuk.
c. Material, artinya dengan pengetahuan itu kita bertambah pengetahuan. Yang sebelumnya itu kita
belum dapat sesudah kita mempelajari ilmu itu kita dapat.
2) Sebagai manusia sosial, kita memerlukan juga pengetahuan ilmu jiwa itu. Sebab seseorang baru
menjadi manusia bila ia hidup dengan manusia-manusia yang lain.
Jadi manusia di dalam bergaul dengan manusia yang lain memrlukan suatu alat yang
khusus untuk hal tersebut. Alat itu adalah adanya saling mengerti dan saling menghindarkan
sesuatu yang oleh orang lain tidak begitu disenangi sehingga dengan demikian terciptalah suatu
suasana yang menyenangkan dan darinya timbul rasa senasib dan sepenanggungan.
Sesungguhnya dari sinilah orang itu dapat menarik rasa perikemanusiaan, sebab dengan
demikian maka orang itu menyadari dirinya sendiri dan tahu bahwa ia tidak dapat bertindak
sewenang-wenang.
Yang perlu diketahui dalam pergaulan ialah bahwa tiap-tiap orang itu tidak sama sifat
bakatnya, sifat kegemarannya, sifat jenis kelaminnya, lingkungannya, irama perkembangannya
dan sebagainya. Dan ini semualah yang menjadi syarat mutlak terciptanya saling mengerti antara
manusia.
3) Untuk memberikan pelatihan kita kepada orang lain untuk selalu peka terhadap perasaan orang
lain

4) Dapat memperkaya gaya kepemimpinan. Tentunya dengan banyak teori yang ada dapat kita
terapkan sebagai salah satu cara memimpin yang sesuai dengan situasi yang ada
5) Pentinganya Ilmu Jiwa Bagi Seorang Guru
Dahulu orang berpendapat bahwa untuk menjadi guru yang baik, cukup dengan
menguasai materi-materi pelajaran yang akan disajikannya. Jika orang ingiun belajar berhitung,
sudah cukup baginya menguasai pokok-pokok ilmu berhitung. Padahal tugas mengajar itu
menyangkut dua kata J. Adams, ia menghendaki obyek apabila kita katakana misalnya: saya
ajar Muhammad berhitung, maka mengajar obyeknya dua, yaitu Muhammad dan
Berhitung. [4]
Disini tampak bahwa keberhasilan guru mengajar Muhammad berhitung, terhitung dari
pengetahuannya tentang berhitung dan tentang Muhammad. Di sampiung itu Ia harus
memperhatikan metoded menyampaikan berhitung itu kepada Muhammad, artinya bahwa setiap
guru harus menguasai tiga hal, yaitu :
1. Materi yang akan diajarkannya
2. Jiwa dan kecerdasan murid
3. Metode penyampaian materi itu kepada murid.
Adapun masalah yang pertama, yaitu yang menyangkut materi khusu yang akan
disampaikan, biasanya telah dipelajari oleh guru sebelum ia disiapkan secara teknis untuk
menjadi guru, sedangkan yang kedua yaitu menyangkut penelitian terhadap jiwa murid. Disini
tampak betapa pentingnya ilmu jiwa bagi guru. Selanjutnya yang ketiga masuk dalam seni
mendidik dan metode mengajarkan suatu ilmu kepada orang maka saya harus mengetahui jiwa,
kecerdasan, kemampuan dan bakat orang itu. Dan harus pula mengetahui cara yang ditempuh
otak untuk proses belajar.
Seorang guru yang ingin meperbaiki atau menumbuhkan kemampuan khusus pada murid,
ia harus mengetahui pikiran murid, mengerti susunan kecerdasannya, caranya menangkap
pengetahuan dan keterampilan. Dia juga mengetahui kemampuannya yang asli dan yang yang
dipelajari, dia perlu memahami apa yang menyebabkan lelah dan yang menimbulkan
kegembiraa, ada pula yang menambah kegiatan dan keberhasilannya, dan banyak lagi hal-hal
yang dapat memudahkan guru melaksanakn tugas dengan baik.
Ilmu jiwa dapat membekali guru dengan cirri-ciri pertumbuhan mental dalm semua
tingkat pertumbuhannya, mulai dari mental dalam semua tingkat pertumbuhannya, mulai dari
kanak-kanak sampai orang dewasa. Dia juga mengetahui keadaan sifat-sifat tersebut dalam
suasana lingkungan yang meliputi anak, sehingga terciptalah keadaan yang dapat
memperkembang potensi dan bakatnya dengan cara yang bermanfaat ia pun berguna bagi
masyarakat.
Barangkali diantara manfaat penting yang didapat oleh guru dari ilmu jiwa ialah
mengetahui perbedaan individual antara seorang anak dan lainnya. Guru-guru pada zaman
dahulu menganggap bahwa murid-muridnya itu sama kecerdasannya, lau mengahrapkan hasilnya

juga sama. Ini adalah kesalahan besar, ilmu jiwa telah menjelaskan kepada kita bahwa tidak
pernah ada sekelompok orang yang dapat dikatakan betul-betul sama, tiap ornag berbeda dengan
yang lainnya secara jelas dan nyata. Oleh karena itu seorang guru di zaman modern ini jangan
lupa ketika ia melaksanakan tugasnya bahwa ada perbedaan antar seseorang dengan orang yang
lainnya dalam hal kecerdasan dan kelakuan. Dengan perkataan lain dia harus ingat bahwa muridmuridnya itu berbeda kecerdasannya. Seorang guru harus pula mengetahui bahwa bakat mereka
terhadap bermacam-macam mata pelajaran berbeda.oleh karena itu, guru tidak boleh melupakan
perbedaan individual anak-anak dalam berbagai hal seperti watak, sifat, bakat dan sebagainya.
Ilmu jiwa tidak hanya menyikap perbedaan-perbedaan itu, akan tetapi sampai
menemukan akar-akar dan asal-usul nya. Ada diantara perbedaan itu yang disebabkan oleh
keturuna; sebagaimana orang mewarisi dari orang tuanya perbedaan tubuh seperti batang hidung,
tinggi badan, dan juga orang mewarisi perbedaan yang terdapat pada derajat kecerdasan, watak
dan tabiat.[5] Sebagian dari perbedaan itu terjadi karena perbedaan jenis kelamin, dimana sifat
mental anak perempuan berbeda daripada laki-laki. Ada pula perbedaan yang terjadi karena
perbedaan umur demikian seterusnya. Dengan demikian guru bisa mengetahui batas yang dapat
dicapainya dalam mengubah sifat seseorang. Dan dia juga mengetahui tingkat pelajaran yang
dicapainya.
Ilmu jiwa dapat memecahkan persoalan anak-anak yang tidak wajar yaitu anak-anak yang
berbeda dari anak biasa pada umumya. Ilmu jiwa telah mendorong kita untuk meneliti kelakuan
seseorang, baik itu menjadi sebagai seorang atau kelakuannya sebagai masyarakat.kepentingan
kedua pertimbangan itu menjadi jelas bagi guru, yang bertujua untuk mendidik orang secara
pribadi dan untuk memantapkan kepribadiannya agar ia menjadi lebih baik.
Dari uraian diatas dapat kita ketahui bahwa ilmu jiwa merupakan pembimbing yang
terbesar bagi guru dalam tugasnya, ilmu jiwa juga membantu guru dalam usaha mengatasi
kesukaran pengajaran dan lain-lain. Di samping itu, ilmu jiwa juga membantu orang-orang yang
bertugas dalam pengarahan kebijaksanaan umum pendidikan dan dalam mengatur jrnjang
pendidikan, serta menentukan umur mulai pendidikan juga banyak masalah dan persoalan lain
yang bisa diatasi dengan ilmu jiwa ini.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Manfaat-manfaat yang bisa didapat setelah mempelaji ilmu jiwa perkembangan, diantaranya:

a.
b.
c.
d.
e.
2.

3.

Sebagai manusia individu seperti halnya kita mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Yaitu tiap-tiap
pengetahuan itu mempunyai nilai-nilai praktis, formal dan material.
Sebagai manusia sosial, kita memerlukan juga pengetahuan ilmu jiwa itu. Sebab seseorang baru
menjadi manusia bila ia hidup dengan manusia-manusia yang lain.
Untuk memberikan pelatihan kita kepada orang lain untuk selalu peka terhadap perasaan orang
lain
Dapat memperkaya gaya kepemimpinan. Tentunya dengan banyak teori yang ada dapat kita
terapkan sebagai salah satu cara memimpin yang sesuai dengan situasi yang ada
Sebagai sarana pembelajaran bagi seorang guru.
Pendekatan Psikologi Perkembangan: Pendekatan Cross-sectional (suatu pendekatan yang
dipergunakan untuk melakukan penelitian terhadap beberapa kelompok anak dalam jangka
waktu yang relative singkat), Pendekatan Longitudinal (pendekatan dalam penelitian yang
dilakukandengan cara menyelidiki anak dalam jangka waktu yang lama, misalnyamengikuti
perkembangan sesorang dalam jangka waktu tertentu), Pendekatan Sekuensial Kombinasi
pendekatan kros-sektional dan pendekatan longitudinal dinamakan Pendekatan Sekuensial, dan
Pendekatan Cross-culturalPendekatan cross-cultural adalah suatu pendekatan dalam penelitian
yangmempertimbangkan faktor-faktor lingkungan atau kebudayaan yangberpengaruh terhadap
perkembangan anak.
Metode-metode mempelajari ilmu jiwa perkembangan (psikologi) terbagi menajdi dua macam
yaitu metode yang bersifat Fillosofis dan ada yang bersifat Empiris.

B. KRITIK DAN SARAN


Sebagai makhluk social manusia dipaksa untuk saling mengetahui, saling berinteraksi,
dan saling memahami serta peduli satu sama lain. Manusia harus mampu memahami perasaan
hati orang lain agar kedamaian tetap terjaga. Untuk menjadi manusia yang sosialis diperlukan
pengetahuan yang sangat luas, salah satu pengetahuan yang harus dikuasai adalah ilmu psikologi
yang telah dibahas dalam makalah ini.
Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari dalam makalah ini hanya berisi sedikit
sekali ulasan materi, tentunya sedikit saran pula kepada para pembaca untuk memperoleh
pengetahuan yang lebih lengkap dengan pemaparan yang lebih mendalam teruslah gali dan
pelajari buku/sumber-sumber lain yang lebih relevan.
Akhir kata, tetap semangat untuk hal-hal positif. Terus berkarya untuk Agama dan
Bangsa .

DAFTAR PUSTAKA

Sujanto, Agus. Psikologi Umum. Jakarta: Bumi aksara. 2006


El-Quussy, Abdul Aziz. Ilmu Jiwa, Prinsip-prinsip dan Implemetasinya dalam Islam. Jakarta: Bulan
Bintang. 1976
Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosdakarya. 2010
Kartono, Kartini. Psikologi Anak. Bandung: Mandar Maju. 2007

[1] Baca Desmita (Psikologi Perkembangan) dan buku karya Prof. Dr. F.J Monks dkk (Psikologi
Perkembangan).
[2] Oswald Kulpe ialah murid Wilhelm Wundt, yang mendirikan mazab Wurzburg. Jerman.
[3] Kartono Kartini, Psikologi Anak, hlm. 14
[4] J. Adams : Psychology in Education, The Encyclopedia And Dictionary Of Education
[5] Ini tidak berarti orang mewarisi sifat-sifat mental; orang tidak meawarisi sifat pemalu,

berani,
tekun atau pecandu minuman keras seperti dikatakan oleh pearson (baca buku
pokok-pokok kesehatan jiwa oleh pengarang)

Anda mungkin juga menyukai