Anda di halaman 1dari 2

Bagian Modul 3.

IMUNOLOFI INFEKSI 2
(Imunoparasitologi Infeksi Parasit Usus)
Penyusun Materi Kuliah: Kisdjamiatun
Waktu: 1 x 1 jam tatapmuka
Tujuan Umum:
mahasiwa mampu menerangkan respon imun pejamu terhadap
infeksi cacing parasit usus yang penting untuk pengendalian infeksi
cacing.
Tujuan Khusus:
1. Mahsiswa mampu menerangkan respon imun non-spesifik usus terhadap
infeksi cacing di usus.
2. Mahsiswa mampu menerangkan respon imun non-spesifik yang terlibat pada
pembentukan respon imun spesifik usus yang terbentuk saat infeksi cacing di
usus.
3. Mahsiswa mampu menerangkan respon imun spesifik usus yang
meningkatkan efektor humoral yang berperan mengendalikan infeksi cacing
usus
4. Mahsiswa mampu menerangkan respon imun spesifik usus yang
meningkatkan efektor seluler yang berperan mengendalikan infeksi cacing
usus
5. Mahasiswa mampu menerangkan mekanisme yang dilakukan efektor humoral
dalam pengendalian infeksi cacing usus.
6. Mahasiswa mampu menerangkan mekanisme yang dilakukan efektor seluler
dalam pengendalian infeksi cacing usus.
7. Mahasiswa mampu menerangkan mekanisme pengendalian respon imun
patologis usus selama infeksi cacing usus.

Kasus
Ibu menyerahkan tinja anaknya yang sehat pada dokter pengabdian
masyarakat dari Fakultas Kedokteran yang memberikan layanan
pemeriksaan tinja gratis. Pemeriksaan laboratorium tinja ditemukan
telur cacing. Bagaimana respon imun tubuh pejamu mampu
mengendalikan infeksi cacing usus.

Bagian Modul 3.1

Cacing usus adalah parasit yang ukurannya besar, sehingga pejamu mengembang
kan respon imun yang kompleks selama infeksi cacing.
Respon imun non-spesifik usus terhadap infeksi cacing di usus
Berbagai respon imun nonspesifik terhadap infeksi cacing di usus melibatkan sel
epitel lumen usus, sel M, sel dendritik, sel goblet dan mukus. Sel epitel (di lumen
usus) dan sel dendritik (lamina propria) mempunyai reseptor terhadap partikel
pathogen. Reseptor tersebut dikenal sebagai pattern recognition receptors (PRRs)
dan partikel patogen yang dikenal reseptor tersebut adalah pathogen associated
molecules patterns (PAMPs). PRRs akan mengenal substansi nonself (partikel
asing).PRRs sel epitel terletak di dalam sitoplasma dan di basolateral. Hal ini
membatasi respon imun nonspesifik terhadap partikel yang tidak berbahaya.
Respon imun non-spesifik yang terlibat pada pembentukan respon imun
spesifik usus yang terbentuk saat infeksi cacing di usus
Sel dendritik juga mempunyai PRRs, disamping itu sel dendritik mampu mengolah
antigen dan menyajikan bagian antigen (yang dikenal sebagai epitop) bersama
molekul MHC kelas II dipermukaann sel. Sel dendritik dalam lamina propria usus
akan menuju Payer patch dan kelenjar limfe mesenterium. Sel dendritik mempunyai
peran sel penyaji antigen, dan merupakan sel respon imun nonspesifik yang
menentukan pengaktifan respon imun spesifik. Kompleks epitop dan molekul MHC
kelas II akan dikenal oleh limfosit T helper yang nave (sel Th0). Sel Th0 menjadi
aktif akan berkembang menjadi sel Th2 dan menuju lamina propria usus. Sel Th0
akan menjadi sel Th2 setelah mengalami fase pengenalan tersebut.
Respon imun spesifik usus yang meningkatkan efektor humoral dan
seluler yang berperan mengendalikan infeksi cacing usus
Sel Th2 selanjutnya memicu perkembangan sel B menjadi sel plasma yang
mengeluarkan IgA. Sebagaian sel Th0 berkembang menajdi sel Th17 yang
mengaktifkan netrofil dan sel goblet. Jumlah mucus akan meningkat karena sel
goblet ditingkatkan aktivitasnya oleh sel Th17.
Sel Th2 memicu peningkatan respon imun nonspecifik seluler yaitu eosinofil dan
mastosit, disamping itu sel Th2 meningkatkan kadar IgE. Kadar histamine
meningkat akibat degranulasi mastosit yang terjadi karena adanya ikatan IgE
dipermukaan mastosit dengan antigen cacing. Mediator mastosit memicu reaksi
inflamasi yang berlanjut dengan peningkatan motilitas usus. Mediator mastosit juga
memicu peningkatan aktivitas eosinofil. Eosinophil derived neurotoxin yang
dikeluarkan akan melumpuhkan cacing. Inflamasi yang dipicu mediator dari
mastosit akan dinetralsir oleh kerja mediator dari eosinofil, sehingga inflamasi yang
terjadi dapat dikendalikan.

Anda mungkin juga menyukai