Anda di halaman 1dari 13

ANASTESI LOKAL

Definisi , indikasi dan kontra indikasi dari anastesi lokal dan

eksodonsia

Definisi Anastesi local


Anestesi Lokal adalah obat yang mampu menghambat konduksi saraf terutama
nyeri) secara reversibel pada bagian tubuh yang spesifik. Anestesi (pembiusan; berasal
dari bahasa Yunanian-"tidak, tanpa" dan aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk
merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada
tahun 1846.
Indikasi
1.

Jika nyawa penderita dalam bahaya karena kehilangan kesadarannya,

sebagai contoh sumbatan pernafasan atau infeksi paru.


2.

Kedaruratan karena tidak ada waktu untuk mengurangi bahaya anestesi

umum. Hal ini dapat terjadi pada kasus seperti partus obstetik operatif, diabetes, penyakit
sel bulan sabit, usia yang sangat lanjut, dan pembedahan yang lama.
3.

Menghindari bahaya pemberian obat anestesi umum, seperti pada anestesi

halotan berulang, miotonia, gagal ginjal atau hepar dan porfiria intermiten akut.
4.

Prosedur yang membutuhkan kerjasama dengan penderita, seperti pada

perbaikan tendo, pembedahan mata, serta pemeriksaan gerakan faring.


5.

Lesi superfisial minor dan permukaan tubuh, seperti ekstraksi gigi tanpa

penyulit, lesi kulit, laserasi minor, dan revisi jaringan parut.


6.

Pemberian analgesi pascabedah, contohnya sirkumsisi, torakotomi,

herniorafi, tempat donor cangkok kulit, serta pembedahan abdomen.


7.

Untuk menimbulkan hambatan simpatik, seperti pada free flap atau

pembedahan reimplantasi, atau iskemia ekstremita.

2.1.1.2 Kontra Indikasi


1.

Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anestesi lokal yang telah

diketahui. Kejadian ini mungkin disebabkan oleh kelebihan dosis atau suntikan

intravaskular.
2.

Kurangnya tenaga terampil yang mampu mengatasi atau

mendukung teknik tertentu.


3.

Kurangnya prasarana resusitasi.

4.

Tidak tersedianya alat injeksi yang steril.

5.

Infeksi lokal atau iskemik pada tempat suntikan.

6.

Pembedahan luas yang membutuhkan dosis toksis anestesi

7.

Distorsi anotomik atau pembentukan sikatriks.

8.

Risiko hematoma pada tempat-tempat tertentu.

9.

Pasien yang sedang menjalani terapi sistemik dengan

lokal.

antikoagulan.
10. Jika dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu bagi
anestesi lokal untuk bekerja dengan sempurna.
11. Kurangnya kerja sama atau tidak adanya persetujuan dari

pihak

penderita.

Bahan dan Alat Anastesi Lokal


Bahan Anastesi Lokal
Anestetika lokal terdiri dari 3 bagian, gugus amin hidrofilik yang dihubungkan
dengan gugus aromatik hidrofobik oleh gugus antara. Gugus antara dan gugus aromatik
dihubungkan oleh ikatan amida atau ikatan ester.
Berdasarkan ikatan ini, anestetika lokal digolongkan menjadi :
- senyawa ester (prokain, tetrakain, benzokain, kokain)
- senyawa amida (lidokain, dibukain, mepivakain, prilokain)
Secara umum anestetik local mempunyai rumus dasar yang terdiri dari 3 bagian:
gugus amin hidrofil yang berhubungan dengan gugus residu aromatic lipofil melalui
suatu gugus antara. Gugus amin selalu berupa amin tersier atau amin sekunder. Gugus
antara dan gugus aromatic dihubungkan dengan ikatan amid atau ikatan ester. Maka
secara kimia anestetik local digolongkan atas senyawa ester dan senyawa amid.
Yang tergolong kedalam golongan amida (-NHCO-): Lidokain (xylocaine,
lignocaine), mepivakain (carbocaine), prilokain (citanest), bupivacain (marcaine),

etidokain (duranest), dibukain (neupercaine), ropivakain (naropin), levobupivacaine


(chirocaine).
Obat baru pada dasarnya adalah obat lama dengan mengganti, mengurangi atau
menambah bagian kepala, badan, dan ekor. Di Indonesia yang paling banyak digunakan
ialah lidokain dan bupivakain.
Perbedaan yang utama dari kedua klasifikasi obat anastesi antara amida dan ester
adalah dimana kedua obat tersebut dibawa untuk mengalami pemecahan metabolisme.
Metabolisme (atau biotransformasi) dari anastesi lokal sangat penting, karena hampir
semua toksisitas obat tergantung dari keseimbangan antara kadar absorpsi ke dalam
pembuluh darah di tempat injeksi and kadar penghilangan obat dari darah dari proses
pemasukan ke dalam jaringan dan metabolisme.

Ester

Anastesi lokal dihidrolisis di dalam plasma oleh enzim pseudocholinesterase.


Kadar hidrolisis akan berdampak pada potensi toksisitas dari anastesi obat.
Chloropocaine, adalah obat yang paling cepat dihidrolisis, sedangkan, tetracaine 16 kali
lebih lama dibanding chloropocaine, yang menyebabkan sifatnya paling bersifay toksik.
Procaine dihidrolisis ke asam para-aminobenzoat (PABA), yang akan diekresi lewat urin
tanpa mengalami perubahan, dan ke diethylamino alcohol, yang dirubah terlebih dahulu
untuk diekresi. Reaksi alergi bisa terjadi akibat respon dari obat anastesi golongan ester
yang biasanya tidak berhubungan dengan PABA, yang sebagain besar produk dari
metabolisme anastesi lokal golongan ester.
Kira-kira satu dari 2800 orang memiliki atipikal bentuk enzim
pseudocholineterase, yang menyebabkan terjadinya ketidakmampuan dihidrolisa ester
dan obat kimia yang berhubungan. Dan mengakibatkan terjadinya perpanjangan dari level
obat dalam darah yang akan meningkatkan tingkat toksisitas obat. Atipikal
pseudocholinetase merupakan sifat herediter. Riwayat keluarga yang lain penghambat
selama general anastesi harus menjadi perhatian evaluasi baik oleh dokter maupun dokter
gigi. Pasien yang telah diketahui maaupun sebagai suspect dari riwayat keluarga di pasien
atau keluarga biologis dari atipikal pseudocholinetase berasal merupakan suatu
kontraindikasi yang relatif untuk digunakan anastesi lokal golongan ester.

Amida

Metabolisme dari golongan amida lebih kompleks dibandingkan dengan golongan


ester. Daerah utama untuk biotranformasi amida adalah di hati. Hampir seluruh proses
metabolik terjadi di hati untuk obat lidocaine, mepivacaine, articaine, etidocaine.
Prilokaine dimetabolisme di hati, dan beberapa kemungkinan di paru.
Derajat biotranformasi dari lidocaine, mepivacaine, articaine, atidocaine, dan
bupivacaine hampir semuanya sama. Prilocaine lebih cepat dibiotranformasi dari semua
golongan amida. Kira-kira 70 % dosis dari injeksi lidocaine dibiotransformasikan di
pasien dengan fungsi hati yang normal. Pasien dengan aliran darah yang lebih lambat dari
normal (hipotensi, kerusakan hati kongestif) atau penurunan fungsi hari (sirosis) tidak
bisa me-biotransformasikan amida secara normal. Biotranformasi yang lebih lambat dari
normal dapat menyebabkan peningkatan level obat dalam darah dan berpotensi terjadinya
peningkatan toksisitas.
Produk biotranformasi dari seluruh anastesi lokal berkemampuan untuk
mempengaruhi aktivitas klinis jika dibiarkan terakumulasi di dalam darah. Hal ini terlihat
di ginjal atau kerusakan jantung dan selama perpanjangan periode pelaksanaan obat.
Contoh klinis adalah produksi methemoglobinemia ini pasien yang menerima prilocaine
dan articaine dalam dosis besar. Prilocaine, secara langsung tidak dapat menyebabkan
methemoglobin. Tetapi hasil produk utama dari prilocaine, yaitu orthotoluidine, bisa
menginduksi terjadinya pembentukan methemoglobin, yang bertanggung jawab
terjadinya methemoglobnimenemia. Jika kadar methemoglobin di dalam darah naik,
tanda klinis dan simptom akan menjadi nampak.

TABEL
Amida

Topikal Infiltrasi

Blok

ARIV

Epidural

saraf
Lidokain
Etidokain
Prilokain
Mepivakain
Bupivakain
Ropivakain
Levobupivakain

+
-

+
+
+
+
+
+
+

+
+
+
+
+
+
+

+
+
-

+
+
+
+
+
+
+

Spinal
Intratekal
+
+
+
+

DIBUKAIN
Devirat kuinon ini, merupakan anestetik local yang paling kuat, paling toksik dan
mempunyai masa kerja panjang. Dibandingkan dengan prokain, dibukain kira0kira 15
kali lebih kuat dan toksik dengan masa kerja 3 kali lebih panjang. Dibukain HCl
digunakan untuk anesthesia suntikan pada kadar 0,05-0,1%; untuk anesthesia topical
telinga 0,5-2%; dan untuk kulit berupa salep 0.5-1%. Dosis total dibukain pada anesthesia
spinal ialah 7,5-10mg

LIDOKAIN
FARMAKODINAMIK
Lidokain (Xilokain) adalah anestetik local yang kuat yang digunakan secara luas
dengan pemberian topical dan suntikan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih
lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Lidokain merupakan
aminoetilamid. Pada larutan 0,5% toksisitasnya sama, tetapi pada larutan 2% lebih toksik
daripada prokain. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anesthesia infiltrasi, sedangkan
larutan 1,0-2% untuk anesthesia blok dan topical. Anesthesia ini efektif bila digunakan
tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorbs dan toksisitasnya bertambah dan masa
kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif
terhadap prokain dan juga epinefrin. Lidokain dapat menimbulkan kantuk sediaan berupa
larutan 0,5%-5% dengan atau tanpa epinefrin. (1:50.000 sampai 1: 200.000).

MEPIVAKAIN HCl.
Devirat amida dari xylidide ini cukup populer sejak diperkenalkan untuk tujuan
klinis pada akhir 1950-an.Anestetik lokal golongan amida ini sifat farmakologiknya mirip
lidokain. Mepivekain digunakan untuk anesthesia infiltrasi, blockade saraf regional dan
anesthesia spinal. sediaan untuk suntikan merupakan larutan 1,0; 1,5 dan 2%.
Kecepatan timbulnya efek, durasi aksi, potensi, dan toksisitasnya mirip dengan
lidokain. Mepivakain tidak mempunyai sifat alergenik terhadap agen anestesi lokal tipe
ester. Agen ini dipasarkan sebagai garam hidroklorida dan dapat digunakan untuk
anestesi infiltrasi atau regional namun kurang efektif bila digunakan untuk anestesi
topikal. Mepivakain dapat menimbulkan vasokonstriksi lebih ringan daripada lignokain

tetapi biasanya mepivacain digunakan dalam bentuk larutan dengan penambahan


adrenalin 1: 80.000. maksimal 5 mg/kg berat tubuh. Satu buah cartridge biasanya sudah
cukup untuk anestesi infiltrasi atau regional.

PRILOKAIN HCl.
Walaupun merupakan devirat toluidin, agen anestesi lokal tipe amida ini pada
dasarnya mempunyai formula kimiawi dan farmakologi yang mirip dengan lignokain dan
mepivakain. Anestetik lokal golongan amida ini efek farmakologiknya mirip lidokain,
tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih lama daripada lidokain. Prilokain juga
menimbulkan kantuk seperti lidokain. Sifat toksik yang unik ialah prilokain dapat
menimbulkan methemoglobinemia; hal ini disebabkan oleh kedua metabolit prilokain
yaitu orto-toluidin dan nitroso- toluidin. Walaupun methemoglobinemia ini mudah diatasi
dengan pemberian biru-metilen intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB larutan 1 % dalam
waktu 5 menit; namun efek terapeutiknya hanya berlangsung sebentar, sebab biru metilen
sudah mengalami bersihan, sebelum semua methemoglobin sempat diubah menjadi Hb.
Anestetik ini digunakan untuk berbagai macam anestesia disuntikan dengan
sediaan berkadar 1,0; 2,0 dan 3,0%. Prilokain umumnya dipasarkan dalam bentuk garam
hidroklorida dengan nama dagang Citanest dan dapat digunakan untuk mendapat anestesi
infiltrasi dan regional. Namun prilokain biasanya tidak dapat digunakan untuk mendapat
efek anestesi topikal.Prilokain biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada
lignokain namun anastesi yang ditimbulkannya tidaklah terlalu dalam. Prilokain juga
kurang mempunyai efek vasodilator bila dibanding dengan lignokain dan biasanya
termetabolisme dengan lebih cepat. Obat ini kurang toksik dibandingkan dengan
lignokain tetapi dosis total yang dipergunakan sebaiknya tidak lebih dari 400 mg.Salah
satu produk pemecahan prilokain adalah ortotoluidin yang dapat menimbulkan
metahaemoglobin. Metahaemoglobin yang cukup besar hanya dapat terjadi bila dosis
obat yang dipergunakan lebih dari 400 mg. metahaemoglobin 1 % terjadi pada
penggunaan dosis 400 mg, dan biasanya diperlukan tingkatan metahaemoglobin lebih
dari 20 % agar terjadi simtom seperti sianosis bibir dan membrane mukosa atau kadangkadang depresi respirasi.

BUPIVAKAIN (MARCAIN).
Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin dan butyl
piperidin. Merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan
efek blockade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain
lebih popular digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa
pascapembedahan. Suatu penelitian menunjukan bahwa bupivakain dapat mengurangi
dosis penggunaan morfin dalam mengontrol nyeri pada pascapembedahan Caesar. Pada
dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik daripada lidokain. Lidokain
dan bupivakain, keduanya menghambat saluran Na+ jantung (cardiac
Na+ channels) selama sistolik.
Namun bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain selama
diastolic, sehingga ada fraksi yang cukup besar tetap terhambat pada akhir diastolik.
Manifestasi klinik berupa aritma ventrikuler yang berat dan depresi miokard. Keadaan ini
dapat terjadi pada pemberian bupivakain dosis besar. Toksisitas jantung yang disebabkan
oleh bupivakain sulit diatasi dan bertambah berat dengan adanya asidosis, hiperkarbia,
dan hipoksemia.Ropivakain juga merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja
panjang, ddengan toksisitas terhadap jantung lebih rendah daripada bupivakain pada dosis
efektif yang sebanding, namun sedikit kurang kuat dalam menimbulkan anestesia
dibandingkan bupivakain.Larutan bupivakain hidroklorida tersedia dalam konsentrasi
0,25% untuk anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan paravertebral. Tanpa epinefrin,
dosis maksimum untuk anestesia infiltrasi adalah sekitar 2 mg/KgBB.

NAROPIN (ROPIVAKAIN HCl) INJEKSI


Sifat-sifat naropin injeksi Naropin injeksi mengandung ropivakain HCl, yaitu obat
anestetik lokal golongan amida. Naropin injeksi adalah larutan isotonik yang steril,
mengandung bahan campuran obat (etantiomer) yang murni yaitu Natrium Klorida
(NaCl) agar menjadi larutan isotonik dan aqua untuk injeksi. Natrium Hidroksida
(NaOH) dan/ atau asam Hidroklorida (HCl) dapat ditambahkan untuk meyesuaikan
pHnya (keasamannya). Naropi injeksi diberikan secara parentral.Nama kimia ropivakain
HCl adalah molekul S-(-)-1-propil-2,6-pipekoloksilida hidroklorida monohidrat. Zat bat
berupa bubuk kristal berwarn putih dengan rumus molekul C17H26N2O-R-HCl-H2O dan

berat molekulnya 328,89. Struktur molekulnya adalah sebagai berikut:Pda suhu 250C,
kelarutan ropivakain HCl dalam air adalah 53,8 mmg/mL dengan rasio distribusi antara
n-oktanol dan fosfat bufer pada pH 7,4 adalah 14:1 dan pKanya 8,07 dalam larutan KCl 1
M. pKa ropivakain hampir sama denganbupivkain (8,1) dan mendekati pKa mepivakain
(7,7) . akan tetapi kelarutan ropivakain dalam lemak (lipid) berada diantar kelarutan
bupivakain dan mepivakain.Naropin injeksi tidak mengandung bahan pengawet dan
tersedia dalam bentuk sediaan dosis tunggal dengan konsentrasi masing-masing 2,0
mg/mL (o,2%), 5,0 mg/mL (0,5%), 7,5 mg/mL (0,75%), dan 10 mg/mL (1,0%). Gravitas
(berat) larutan Naropin injeksi berkisar antara 1,002 sampai 1,005 pada suhu 24oC.

Duranest ( Etidokain)
Indikasi
Duranest ( etidocaine HCl) indikasi pemberian suntikan untuk anasesi infiltrasi,
perpheral nerve blok (pada Brachial Plexus, intercostals, retrobulbar, ulnar dan inferior
alveolar) dan pusat neural blok ( Lumbat atau Caudal epidural blok).
Dosis
Dengan semua anastesi lokal, dosis dari Duranest ( Etidocaine HCl) pemberian
suntikan dengan memkai daerah depend upon untuk pemberian anastetiknya, Pembuluh
darahnya halus, nomor dari bagian neuronal menjadi terhalang, tipe dari anastetik adalah
regional, dan kondisi badan dai seorang pasien. Dosis maksimum dengan memakai 1
suntikan ditentukan pada dasar dari status pasien, dengan menjalankan tipe anastetik
regional meskipun 1suntikan 450 mg yang dipakai untuk anastetik regional tanpa
menimbulkan efek. Pada waktu sekarang salah bila menerima bentuk dosis maksimum
dari 1 suntikan tidak melampaui 400 mg ( approximately 8,0 mg/kg atau 3,6 mg/lb
dibawah 50 kg berat badan seseorang) dengan epenefrin 1:200,000 dan 1:300,000
( approximately 6 mg/kg atau 2.7 mg/lb dibawah 50 kg berat badan seseorang) tanpa
epinefrin.

Caudal dan Lumbar Epidural Blok

Tindakan pencegahan bertentangan, kadang-kadang pengalaman kurang baik


sehingga tidak sengaja mengikuti penembusan pada daerah Subarachnoid. Dosis
percobaan 2-5 ml memberi bentuk obat sampai 5 menit pertama, total volume suntikan
pada Lumbar atau Caudal Epidural blok, bentuk dosis percobaan diberikan berulangulang jika pasien bergerak seperti biasa bahwa catheter boleh dipindahkan. Epinefrin jika
berisi dosis percobaan (10-15 mg) boleh membantun pada penembusan suntikan intra
vaskular. Jika suntikan mengenai Blood Vessel, berjalanya epinefrin untuk menghasilkan
Respon Epinefrin dalam 45 menit terdiri dari bertambahnya tekanan darah sistolik heart
rate. Circumolar pallor, palpitis pada seorang pasien.
Dipakai pada Kedokteran Gigi
Ketika pemberian anastetik lokal pada bidang kedokteran gigi, dosis Duranest
(Etidocaine Hcl) pemberiannya pada saat pasien masih sadar pemberian anastetiknya
pada bagian oral cavity, vaskularisasinya pada oral tissue, volume efektif pada anastesi
lokal harus benar-benar tepat. Pada oral cavity pemberian anastesi lokal dan teknik serta
prosedurnya harus spesifik. Bentuk keperluan dosis determinan pada individu dasar, pada
maxilla, inferior alveolar, nervus blok dosisnya 1,0-50 mL dan pemberian Duranest 1.5%
sedangkan dengan epinefrin 1:200,000 biasanya sangat efektif.
Sistem Cardiovaskular
Manisfestasi kardiovakular biasanya menekan pada karakteristik oleh bradi kardi,
pembuluh darah kolaps, dan berbagai macam penyakit cardiac, reaksi alergi merupakan
karakteristik dari lesi cutaneus, urticaria, edema atau reaksi anapilaktik. Reaksi aleri bleh
terjadi dari akibat sensitive dari anastesi lokal, untuk methylparaben pada obat dengan
berbagai macam dosis obat, mengetahui sensifitas pada kulit jika disentuh dan biasanya
double harganya.

Alat Anastesi Lokal


1. Syringe
Syringe terdiri dari kotak logam dan plunger yang disatukan melalui mekanisme
hige spring. Jarum berujung ganda dapat dipasang syringe melalui hub sekrup pada ujung
kotak/ wadah lainnya

Banyak macam dari dental syringes yang dapat digunakan, yang paling sering
adalah breech-loading, metallic, cartridge-type, aspirating syringe.
Syringe terdiri dari thumb ring, finger grip, barrel containing the piston with a
harpoon, dan needle adaptor
1. Cartridge
Cartridge biasanya terbuat dari kaca bebas alkali dan pirogen untuk menghindari
pecah atau kontaminasi dari larutan. Catridge mempunyai variasi design yang cukup
banyak, terytama hubungannya dengan penutup yang dapat ditembus jarum hipodermik
saat syringe dipasang.
Kompresi plunger karet sering menimbulkan aspirasi ringan ketika tekanan
dilepaskan, sehingga larutan dalam cartridge terkontaminasi. Karena itu larutan sisa
jangan pernah digunakan untuk pasien yang lain karena bisa terjadi penularan infeksi,
larutan anastesi yang kelebihan tersebut harus dibuang.
2. Jarum
Jarum hipodermik yang di kedokteran gigi dibagi menjadi pendek dan panjang.
Jarum suntik yang pendek biasanya digunakan untuk anastesi infiltrasi , biasanya
panjangnya 2 atau 2,5 cm. Sedang jarum yang digunakan untuk teknik blok biasanya
panjangnya 3,5 cm.
Jarum yang digunakan harus dapat melakukan penetrasi sebelum seluruh jarum
dimasukkan kedalam jaringan. Tindakan pengamanan ini akan membuat jarum tidak
masuk seluruhnya ke jaringan. Sehingga bila terjadi fraktur pada hub, potongan jarum
dapat ditarik keluar dengan tang atau sonde.
Beberapa ahli beranggapan bahwa penggunaan jarum yang kecil daripada yang
besar akan merusak pembuluh darah. Otot dan ligamen sehingga terbentuk haematoma
dan/atau trismus.

Teknik anastesi
a. Anastesi Topikal
Beberapa klinis menyarankan penggunaan anastesi topikal sebelum injeksi. Sulit
untuk menentukan seberapa efektifnya cara ini namun memiliki nilai psikologis, karena

dapat memperkecil rasa sakit saat pemberian anastesi lokal, tetapi anastesi topikal tidak
dapat menggantikan teknik injeksi. Anastesi topikal efektif pada permukaan jaringan
(kedalaman 2-3 mm).
Cara melakukan anastesi topikal adalah :
1. Membran mukosa dikeringkan untuk mencegah larutnya bahan

anastesi

topikal.
2. Bahan anastesi topikal dioleskan melebihi area yang akan disuntik 15 detik
(tergantung petunjuk pabrik) kurang dari waktu tersebut, obat tidak efektif.
3. Pasien bayi dapat menggunakan syring tanpa jarum untuk
mengoleskan
topikal aplikasi.
4. Anastesi topikal harus dipertahankan pada membran mukosa
menit, agar obat bekerja efektif. Salah satu kesalahan
anastesi topikal adalah kegagalan
cukup bagi bahan

yang dibuat pada pemakaian

operator untuk memberikan waktu yang

anastesi topikal untuk menghasilkan efek yang

maksimum.
b. Infiltrasi Anastesi
Tahap melaksanakan infiltrasi anastesi :
1. Keringkan mukosa dan aplikasikan bahan topikal anastesi
selama 2 menit
2. Bersihkan kelebihan bahan topikal anastesi
3. Tarik mukosa

minimal 2

4. Untuk mengalihkan perhatian anak, drg dapat menekan bibir dengan tekanan
ringan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk sehingga mukosa yang akan
disuntik terlihat.
5. Masukkan jarum, jika menyentuh tulang tarik jarum keluar

sedikit

6. Aspirasi
7. Suntikan bahan anastetikum 0,5 1,0 cc secara perlahan (15-30

detik)

c. Infiltrasi bukal maksila / mandibula


Menggunakan tahap 1- 6 seperti diatas, anastetikum dideponir pada sulkus bukal
2 cc untuk pencabutan molar satu sulung. Sambil jarum ditarik deponir kembali
anastestikum 0,2 cc untuk memperoleh patirasa maksimum. Bukal infiltrasi 0,5 1,0 cc
cukup untuk menganastesi jaringan lunak sekitar gigi yang akan dicabut.
d. Palatal anastesi
Injeksi langsung ke palatal pada sebagian anak dapat menimbulkan rasa sakit dan
tidak nyaman, untuk meminimaliskannya gunakan topikal anastesi yang diaplikasikan
menggunakan cotton bud dan tekanan ringan pada lokasi yang akan disuntik sambil
memasukkan jarum suntik (Gambar 8). Namun cara ini tidak selalu berhasil. Cara lain
adalah menggunakan jarum suntik pendek, ukuran 30 gauge (12 mm). Jarum dimasukkan
melalui papila interdental dengan sudut 90 ke permukaan. Jarum didorong ke palatal ke
arah bukal papila sambil mendeponir anastetikum (Gambar 9), dilakukan pada sisi mesial
dan distal dari gigi yang akan dicabut.
Palatal gingiva margin akan terlihat memucat setelah penyuntikan tersebut (Gambar
10). Bila terdapat celah antara gigi, cara ini lebih mudah dilakukan (Gambar 11).

e. Teknik Supraperiosteal (lokal infiltrasi)


Teknik supraperiosteal digunakan untuk anastesi gigi depan sulung. Injeksi pada
anak dibuat lebih dekat ke gingiva margin dibandingkan pasien dewasa dan anastetikum
dideponir dekat ke tulang alveolar menuju apeks gigi.
f.

Anastesi Blok (Mandibular Anastesi)


Pencabutan molar tetap pada anak sama seperti orang dewasa nervus alveolaris

inferior harus diblok. Foramen mandibula pada anak terletak setingkat di bawah dataran
oklusal gigi sulung (Gambar 17), oleh karena itu injeksi dibuat lebih rendah dan lebih
posterior daripada pasien dewasa.
Teknik : Ibu jari berada diatas permukaan oklusal gigi molar, dengan ujung ibu
jari berada pada tepi obligua interna (Gambar 18). Syringe diletakkan pada dataran gigi
molar sulung pada sisi berlawanan dari gigi yang akan dianastesi. Ukuran rahang yang
lebih kecil mengurangi kedalaman jarum berpenetrasi pada anastesi blok (mandibular
anastesi).
Kedalaman insersi (masuknya jarum) bervariasi ( 15 mm sesuai ukuran
mandibula) perubahan proporsi yang tergantung usia pasien (Gambar 19).
Anastetikum dideponir sedikit ketika jarum telah masuk ke jaringan, jarum dimasukkan
menuju foramen mandibula dan anastetikum dideponir. Anastetikum untuk nervus
alveolaris inferior 1 ml dan untuk nervus bukal, sejumlah anastetikum dideponir
sepanjang lipatan bukal . Sejumlah ( cc) anastetikum dideponir saat penarikan jarum
setelah melakukan blok anastesi nervus alveolaris inferior, maka nervus lingualis akan
teranastesi.

Anda mungkin juga menyukai