Anda di halaman 1dari 2

Selagi kita menunggu bukti yang lebih dari keterlibatan genetik pada kesalahan

refraksi ternyata ada bukti lain mengenai faktor risiko lain yaitu lingkungan.
Meningkatnya prevalensi miopia dan miopia yang tinggi terjadi sangat cepat di
Taiwan, Singapura, Hong Kong, Scandinavia, dan di US dapat dikatakan dipengaruhi
oleh lingkungan. Sulit untuk membandingkan prevalensi dari peneitian jika protocol
untuk sampel, refraksi dan penggunaan siklopegia tidak terstandarisasi. Dimulai
pada penelitian tahun 2000 disana terdapat populasi penelitian di Chile, Cina,
Nepal, India pedesaan, India perkotaan, Afrika Selatan, dan Australia menggunakan
protokol umum dan dapat dibandingkan. Protokol umum ini lebih jauh dilakukan
pada penelitian miopia di Sidney dimana terdapat sampel cluster random yang
bertingkat yaitu grup dengan anak umur 6 tahun dan umur 12 tahun, dengan
interval pemeriksaan ulang selama 3 tahun. Data pada struktur mata dan
perubahan dari waktu ke waktu dalam penelitian ini meliputi penggunaan
cyclopentolate dengan auto refrakter, non-kontak biometri termasuk tomograf
koherensi optic, dan juga mengumpulkan data dari orang tua dari populasi
penelitian yang bertujuan untuk menilai interaksi antara faktor genetik dan faktor
lingkungan.
Urbanisasi dan tingkat pendidikan akhir juga memiliki kontribusi terhadap
peningkatan miopia tetapi hanya menjelaskan sebagian kecil dari seluruh varian.
Kerja dengan jarak yang dekat telah diidentifkasi sebagai faktor risiki tetapi dengan
hubungan yang lemah dan sulit diukur.
Penelitian longitudinal Orinda menemukan perbedaan mendahului timbulnya
myopia. Penurunan kemungkinan perkembangkan miopia dengan kelas delapan jika
seorang anak memiliki dua orang tua rabun dari 0,60 dan jika waktu diluar ruangan
di kelas tiga rendah (0-5 jam per minggu) dengan 0,20 jika waktu diluar ruangan
tinggi (>14 jam per minggu). Statistik menunjukan faktor risiko yang meliputi usia,
etnis, sekolah, tingkat IQ, jumlah buku yang dibaca per minggu, tinggi miopia pada
orangtua dan waktu yang dihabiskan di luar rumah secara signifkan
mempengaruhi.
Untuk membantu mengukur peran dari lingkungan dan faktor gen sangat penting
untuk memeriksa prevalensi etnis yang sama dalam suatu populasi yang bermigrasi
ke lingkungan yang berbeda. Hal ini dilakukan dalam membandingkan faktor
prevalensi dan risiko pada anak-anak usia 6 dan 7 tahun dari etnis tionghoa di
Sydney dan Singapura. Prevalensi miopia pada anak tionghoa adalah 3,3% di
Sydney dan 29,1% di Singapura karena anak-anak di Sydney lebih sering membaca
buku dan memiliki total waktu dengan kegiatan jarak dekat. Faktor paling signifkan
antara kedia tempat tersebut adalah banyaknya kegiatan diluar ruangan di Sydney.
Etnik India menunjukkan prevalensi miopia yang sangat rendah di India, meskipun
prevalensi miopia pada etnis India di Singapura tinggi. Park dan Congdon
berpendapat bahwa banyak dari studi prevalensi dalam literatur memiliki
kekurangan yang signifkan terutama karena kurangnya data longitudinal. Morgan

dan Rose merasa ada bukti lingkungan yang cukup bahwa dalam lingkungan
dengan sistem pendidikan intensif di lingkungan perkotaan, hampir semua orang
bisa menjadi rabun.

Anda mungkin juga menyukai