Kasus 1 Nefropati Diabetik
Kasus 1 Nefropati Diabetik
KELOMPOK I
Akbar Sidiq
030.08.014
Tasya Rahmani
030.09.251
Teresa Shinta P
030.09.252
Muhamad Andanu
030.10.185
Muhamad Arfan
030.10.186
Muhamad Lutfi
030.10.187
Muhammad Agrifian
030.10.188
Muhammad Fachri
030.10.190
Muhammad Reza
030.10.194
Muhammad Ridhwan
030.10.195
Muhammad Syahrizal
030.10.196
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya
komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, syaraf,
komplikasi vascular dll.
Komplikasi-komplikasi metabolic diabetes mllietus dapat dibagi menjadi dua kategori :
(1) komplikasi metabolik akut, dan (2) komplikasi-komplikasi vaskuler jangka panjang.
Komplikasi metabolic diabetes merupakan akibat perubahan yang relatife akut dari kadar
glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius adalah ketoasidosis. Komplikasi
vaskuler jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh-pembuluh kecil (mikroangiopati)
dan pembuluh-pembuluh sedang dan besar (makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi
spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus
ginjal (nefropati diabetic) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetic), otot-otot dan kulit. Di
pandang dari sudut histokimia, penebalan ini disertai peningkatan penimbunan glikoprotein.
Selain itu, karena senyawa kimia dari membran dasar dapat berasal dari glukosa, maka
hiperglikemia dapat menyebabkan bertambahnya kecepatan pembentukan sel-sel membrane
dasar. Penggunaan glukosa dari sel-sel ini tidak membutuhkan insulin.
Pada umumnya, nefropati diabetic didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien
diabetes miletus yang ditandai dengan albuminuria menetap ( 300 mg/24 jam atau 200
ig/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurung waktu 3 sampai 6 bulan.
Prevalensi nefropati diabetik di Amerika dan Eropa pada diabetes melitus tipe 1 dan 2
sebanding, tetapi insidens pada tipe 2 sering lebih besar dari tipe 1 karena jumlah pasien diabetes
melitus tipe 2 lebih banyak daripada tipe 1. Nefropati diabetik merupakan salah satu penyebab
kematian tertinggi diantara semua komplikasi diabetes melitus dan penyebab paling tersering
adalah karena komplikasi kardiovasular.
Secara epidemologis, ditemukan perbedaan terhadap kerentanan untuk timbulnya nefropati
diabetic, yang antara lain dipengaruhi oleh etnis, jenis kelamin, serta umur saat diabetes timbul.
LAPORAN KASUS
PEMBAHASAN
Anamnesis
Nama
Ny. Anis
Jenis Kelamin
Perempuan
Usia
64 tahun
Alamat
Suku
Agama
Status pernikahan
Pekerjaan
Keluhan utama
-
Keluhan tambahan
-
hidroclorotiazid.
DM tak terkontrol sejak 20 tahun yang lalu. dalam riwayat pengobatan DM, diketahui
bahwa Ny. Anis meminum glibenlamid dan metformin namun tidak teratur dan juga
menambahkan bahwa ia merasa sering berkeringat, tidak bertenaga dan berdebar-debar
jika memnum obat tersebut secara rutin.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran Pada pasien ini tidak ada gangguan kesadaran. Hal ini merupakan keadaan
yang normal
Tanda vital:
-
Suhu
Tekanan darah
Denyut nadi
Pernafasan
: 36,8
: 150/85
: 72/menit
:-
- Pemeriksaan extrimitas:
Ditemukan kedua tungkai bengkak minimal. Kelompok kami menyimpulkan mekanismenya
disebabkan penurunan faal ginjal yaitu laju filtrasi glomerulus (LFG) tidak diketahui sebabnya,
mungkin akibat kelainan histopatologis (pembengkakan sel-sel endotel, proliferasi sel
mesangium, oklusi kapiler-kaliper) glomeruli. Penurunan faal ginjal LFG ini menyebabkan
penurunan ekskresi natrium Na+ (natriuresis), akhirnya terjadi retensi natrium Na+. Keadaan
retensi natrium Na+ ini diperberat oleh pemasukan garam natrium dari diet. Retensi natrium Na +
disertai air menyebabkan dilusi plasma, kenaikan volume plasma, ekspansi volume cairan
ekstraseluler, dan akhirnya terjadi edema.
- Pemeriksaan abdomen:
Abdomen tidak ditemukan nyeri tekan epigastrium. H Sedangkan shifting dullness adalah suara
pekak yang berpindah-pindah saat perkusi akibat adanya cairan bebas dalam rongga abdomen.
Cairan bebas itu disebut ascites. Ascites pada pasien ini kemungkinan disebabkan karena
hipoalbuminemia.
Anamnesis Tambahan
RPS :
- frekuensi buang air kecil dalam satu hari ?
- apakah disertai gangguan buang air besar ?
- oedem membesar setelah melakukan apa dan kapan ?
- saat kapan urine berbusa ?
- apakah ada abdominal pain ?
- apakah ada demam ?
RPD :
- apakah memiliki riwayat DM ?
- apakah pernah trauma saat beraktifitas ?
- apakah pernah infeksi tenggorokan ?
4
:
Normal
:
Normal
:
Normal
:
(-)
: 16g/dL Hipoalbuminemia
: 423mg/dL Hiperkolesterolnemia
: - Protein ++++ Proteinuria Masif
- Darah + Hematuri
Leukosit
Nitrit
Glukosa
:
:
:
EKG
: Normal
Chest X-Ray
USG
Analisis Masalah
No.
Masalah
Dasar masalah
Hipotesis penyebab
Edema anasarka
Adanya
pembengkakan
pada Hipoalbuminemia
Efusi pleura
Frothy urine
Proteinuria
Hipoalbuminemia
Diagnosis kerja
-
Sindroma nefrotik
Diagnosis banding
-
Penyakit jantung
Sindroma Malabsorbsi
Patofisiologi
idiopatik
Kerusakan glomerulus
fungsi filtrasi
Protein terfiltrasi
hipoalbuminemia
sintesis
protein di hati
fungsi imun
resiko infeksi
Pengeluaran anti trombin
tekanan onkotik
alpha 2-maroglobulin
& lipoprotein
tekanan hidrostatik
Cairan intrasel ke cairan interstisiel
resiko trombus
Pemecahan lemak
dan protein
hiperlipidemia
kolesterol darah
edema
volume intravaskuler
ADH
reabsorbsi
air
vol. Urin yang di eksresi
hipovolemi
sekresi renin
aldosteron
Vasokonstriksi
arteriola perifer
ascites
Merangsang reabsorbi Na
scotum
oligouri
a
palpebrae
Reabsorbsi air
vol. plasma
TD
Paru-paru
Efusi pleura
Penatalaksanaan
9
Medika mentosa :
-
ACEI : kaptopril
Edukasi
-
Kurangi olahraga
Tirah baring
Higiene diperbaiki
Komplikasi
1. Gagal ginjal akut, karena gangguan perfusi ginjal yang tidak diperbaiki.
2. Hipertensi akan berlanjut ke beberapa komplikasi antara lain:
a. Ensefalopati, yang dapat menimbulkan gejala kejang.
b. Hipertrofi ventrikel kiri, karena jantung yang harus memompa darah lebih kuat
3.
4.
5.
6.
Prognosis
Ad Vitam
: Ad Bonam
Ad Functionam
: Dubia Ad Bonam
10
Ad Sanationam
: Dubia Ad Bonam
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Defenisi
Sindroma nefrotik ialah penyakit dengan gejala edema , proteinuria , hipoalbuminemia
dan hiperkholesterolemia. Terbanyak terdapat antara 3-4 tahun dengan perbandingan pria ;
wanita =2:1.
11
Tanda-tanda tersebut dijumpai disetiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler
glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus.
Patofisiologi
Manifestasi primer sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma protein, terutama albumin,
kedalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak
mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus menerus hilang melalui ginjal.
Akhirnya terjadi hipoalbuminemia. Menurunnya tekanan onkotik menyebabkan edema
generalisata akibat cairan yang berpindah dari system vaskuler kedalam ruang cairan
ekstraseluler. Penurunan sirkulasi darah mengaktifkan system reninAngiotensin, menyebabkan
retensi natrium dan edema lebih lanjut. Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis
lipoprotein dihati dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia)
Sindrom nefrotik dapat terjadi disetiap penyakit renal intrinsic atau sistemik yang
mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anakanak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia. Penyebab
mencakup glomerulonefrotis kronik, diabetes mellitus disertai glomerulosklerosis intrakapiler,
amilodosis ginjal, penyakit lupus eritematosus sistemik dan trombosis vena renal.
ManifestasiKlinik
Manifestasi sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya lunak dan cekung bila
ditekan (piting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital), pada area ekstremitas
(sacrum, tumit dan tangan), dan pada abdomen (acites). Gejala lain seperti malaise, sakit kepala,
irritabilitas dan keletihan umumnya terjadi.
12
Resistem
terhadap
semua
pengobatan
Gejala;
Edema
pada
masa
neonatus.
Pengjangkokan ginjal dalam masa neonatus telah dicoba tapi tidak berhasil . prognosis
infaust dalam bulan- bulan pertama .
2. Sidroma Nefrotik Sekunder Yang disebabkan oleh ;
a.Malaria kuartana atau parasit lain
b.Penyakit kolagen seperti ; disseminated lupus erythhematosus;.anaphylactoid purpura.
c.Glomerunefritis akut atau glomerulonefritis kronik dan trombosis vena renalis.
d.Bahan kimia : Trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, senagatan lebah, poison
oak, air raksa.
e.Amiloidosis, sick sell disease, hiperprolonemia.
3. Syndrome Nefrotik Idiopatik
Gambaran klinik :
Edema merupakan klinik yang menonjol, kadang-kadang 40% dari berat badan. Pada
keadaan anasarka terdapat asites, hidrothoraks, edema scrotum. Penderita sangat rentang
terhadap infeksi skunder. Selama beberapa minggu terdapat haem aturia, asotemia dan hipertensi
ringan.
Pembagian sindroma nefrotik (patologi)
Sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) (85% dari kasus sindrom nefrotik pada
anak), glomerulus terlihat normal atau memperlihatkan peningkatan minimal pada sel mesangial
dan matrixnya. Penemuan pada mikroskop immunofluorescence biasanya negative, dan
mikroskop electron hanya memperlihatkan hilangnya epithelial cell foot processes (podosit) pada
glomerulus. Lebih dari 95% anak dengan SNKM berespon dengan terapi kortikosteroid.
Glomerulonephritis proliferative (Mesangial proliferation) (5% dari total kasus SN)
ditandai dengan adanya peningkatan sel mesangial yang difus dan matriks pada pemeriksaan
mikroskop biasa. Mikroskop immunofluoroscence dapat memperlihatkan jejak 1+ IgM
mesangial dan/atau IgA. Mikroskop electron memperlihatkan peningkatan dari sel mesangial dan
13
matriks diikuti dengan menghilangnya sel podosit. Sekitar 50% pasien dengan lesi histologis ini
berespon dengan terapi kortikosteroid.
Glomerulosklerosis
fokal
segmental
(focal
segmental
atau
meninggi
sehingga
terdapat
rasio
Albumin-globulin
yang
terbalik,
2.Makanan yang mengandung protein sebanyak 3-4 mg/kgBB/hari :minimun bila edema masih
berat. Bila edema berkurang diberi garam sedikit.
3.Mencegah infeksi. Diperiksa apakah anak tidak menderita TBC.
4.Diuretika.
5. International Cooperatife study of Kidney disease in Children mengajukan:
a.)Selama 28 hari prednison per os sebanyak 2 kg/kgBB/sehari dengan maksimun sehari 80 mg.
b.)Kemudian prednison per os selama 28 hari sebanyak 1,5 mg/kgBB / hari setiap 3hari dalam
1mingggu dengan dosis maksimun sehari : 60mg . Bila terdapat respons selama (b) maka
dilanjutkan dengan 4 minggu secara intermiten.
c.)Pengobatan prednison dihentikan. Bila terjadi relaps maka seperti pada terapi permulaan
diberi setiap hari prednison sampai urine bebas protein. Kemudian seperti terapi permulaan
selama 5 minggu tetapi secara interminten.
6.Antibiotika hanya diberikan jika ada infeksi.
7.Lain-lain : Fungsi acites, Fungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada
dekompensasi jantung diberikan digitalisasi.
KESIMPULAN
Pada kasus Tn. Lee ini dapat dikatakan bahwa Tn. Lee mengalami sindroma nefrotik
yang
ditandai
dengan
gejala-gejala
seperti
proteinuria
masif,
hipoalbuminemia,
furosemid oral, total bed-rest, asupan minuman yang dikurangi. Serta pengobatan yang
mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut seperti pemberian obat golongan ACEI, statin, dan
anti-koagulan juga edukasi seperti diet rendah kolesterol dan garam.
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien adalah tromboemboli, organomegali,
hipertensi. Prognosis pada pasien ini, ad vitam : bonam, ad fungtionam : dubia bonam, ad
sanationam : dubia ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Richard S. Snell. Anatomi Klinik Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I. Jakarta: Interna Publising; 2009
16
3. Silbernagl Stefan, Lang Florian. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta:
Kedokteran EGC; 2007.
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI
5. Purnomo. Dasar Dasar Urologi Edisi 2. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya; 2003
6. Keith L moore. Essential Clinical Anatomy. USA: 2010.
17