Anda di halaman 1dari 25

UNIVERSITAS TRISAKTI

FAKULTAS KEDOKTERAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG

REFERAT
INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
PEMBIMBING

dr. Ucu, Sp.An


DISUSUN OLEH
Jeffrie Irtan
NIM: 030.10.140
PERIODE 27 OKTOBER 2014 29 NOVEMBER 2013

LEMBAR PENGESAHAN
NAMA

: Jeffrie Irtan
1

NIM

: 030.10.140

UNIVERSITAS

: Trisakti

JUDUL REFERAT

: Intensive Care Unit (ICU)

BAGIAN

: Rumah Sakit Umum Daerah Karawang

PEMBIMBING

: dr. Ucu, Sp. An

November 2014
Pembimbing

Dr. Ucu, Sp. An

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada TUHAN yang Maha Esa karena atas berkat rahmatNya sehingga penulis dapat menyusun referat ini dengan baik dan benar serta tepat waktunya. Di
dalam referat ini, penulis akan membahas mengenai Intensive Care Unit (ICU).
Referat ini telah dibuat dengan pencarian melalui buku-buku rujukan dan juga
penulusuran situs medical serta telah mendapatkan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk
membantu dalam menyelesaikan tantangan dan hambatan selama proses mengerjakan referat ini.
Oleh kerana itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada referat ini.Oleh
karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang dapat
membangun nilai kerja penulis ini.Kritikan yang berunsur konstruktif dari pembaca sangat
penulis harapkan untuk penyempurnaan referat ini selanjutnya. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan apabila ada kata-kata yang kurang berkenan penulis
memohon maaf sebesar-besarnya.
Akhir kata semoga referat ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Karawang, November 2014

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
BAB II.PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI ICU
2.2 SEJARAH ICU
2.3 LEVEL ICU
2.4 FUNGSI ICU
2.5 TUJUAN ICU
2.6 ETIK DI ICU
2.7 PROSEDUR MASUK ICU
2.8 INDIKASI MASUK ICU
2.9 ALUR MASUK PASIEN DI ICU
2.10 KONTRA INDIKASI MASUK ICU
2.11 KRITERIA KELUAR DARI ICU
2.12 PELAKSANAAN TERHADAP PASIEN ICU
2.13 TUJUAN AKHIR PENGOBATAN ICU
2.14 REAKSI PASIEN DAN KELUARGA PASIEN ICU
2.15 PENGOLOLAAN PASIEN ICU
2.16 PENGKAJIAN ULANG KINERJA
2.17 SARANA DAN PRASARANA
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
Dari waktu ke waktu keberadaan institusi rumah sakit semakin dituntut untuk
memberikan pelayanan prima dalam bidang kesehatan kepada masyarakat. Kebutuhan ini
sejalan dengan dua hal penting, yaitu semakin ketatnya kompetisi sector rumah sakit dan
seiring dengan peningkatan kesadaran serta tuntutan pasien terhadap kualitas pelayanan
rumah sakit.1
Salah satu pelayanan yang sentral di rumah sakit adalah pelayanan Intensive Care Unit
(ICU). Saat ini pelayanan di ICU tidak terbatas hanya untuk menangani pasien pasca-bedah
saja tetapi juga meliputi berbagai jenis pasien dewasa, anak, yang mengalami lebih dari satu
disfungsi/gagal organ. Kelompok pasien ini dapat berasal dari Unit Gawat Darurat, Kamar
Operasi, Ruang Perawatan, ataupun kiriman dari Rumah Sakit lain. Ilmu yang diaplikasikan
dalam pelayanan ICU, pada dekade terakhir ini telah berkembang sedemikian rupa sehingga
telah menjadi cabang ilmu kedokteran tersendiri yaitu Intensive Care Medicine. Meskipun
pada umumnya ICU hanya terdiri dari beberapa tempat tidur, tetapi sumber daya tenaga
(dokter dan perawat terlatih) yang dibutuhkan sangat spesifik dan jumlahnya pada saat ini di
Indonesia sangat terbatas.1
Critical Care Medicine menjadi bagian yang penting dalam sistem kesehatan yang
modern. Intensive care mempunyai 2 fungsi utama, yaitu yang pertama untuk melakukan
perawatan pada pasien-pasien gawat darurat dengan potensi reversible life thretening organ
dysfunction, yang kedua adalah untuk mendukung organ vital pada pasien-pasien yang akan
menjalani operasi yang kompleks elektif atau prosedur intervensi dan risiko tinggi untuk
fungsi vital.1,2
Critical care medicine adalah multidisiplin ilmu. Ilmu-ilmu yang berkompetensi
termasuk bedah, interna, anestesi, neurologi, dan neurosurgery termasuk subspesialis.
Peranan perawat juga penting, perawat ICU harus diberikan pelatihan khusus. Di Amerika
Utara, profesi seperti terapis respirasi memberikan evolusi terhadap critical care. Profesional
ini mempunyai kemampuan manajemen ventilator, penggunaan obat-obatan inhalasi,
pengeluaran sekret respirasi. Spesialis lainnya termasuk farmasi, nutrisionis, pekerja sosial,
fisioterapis.1,2
5

Untuk dapat memberikan pelayanan prima dan manajemen yang efektif dan efisien, maka
ICU harus dikelola sesuai suatu standar yang bukan saja dapat digunakan secara nasional
tetapi juga dapat mengikuti perkembangan terakhir dari Intensive Care Medicine.
Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi
dan Reanimasi Indonesia (IDSAI) dan Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia
(PERDICI) memandang perlu untuk meninjau ulang standar pelayanan ICU yang telah
dibuat pada tahun 1992 yang kemudian dicetak ulang tahun 1995. Tinjau ulang standar ini
disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta konsep ICU di masa datang.1,2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi ICU
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang terpisah, dengan staf
khusus dan perlengkapan yang khusus, yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi
pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam jiwa atau
potensial mengancam jiwa dengan prognosis dubia. ICU menyediakan kemampuan dan sarana,
prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan
keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaankeadaan tersebut 1,2,3
ICU adalah ruang rawat di Rumah Sakit yang dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus
untuk merawat dan mengobati pasien yang terancam jiwa oleh kegagalan / disfungsi satu organ
atau ganda akibat penyakit, bencana atau komplikasi yang masih ada harapan hidupnya
(reversible). Dalam mengelola pasien ICU, diperlukan dokter ICU yang memahami teknologi
kedokteran, fisiologi, farmakologi dan kedokteran konvensional dengan kolaborasi erat bersama
perawat terdidik dan terlatih untuk critical care. Pasien yang semula dirawat karena masalah
bedah/trauma dapat berubah menjadi problem medik dan sebaliknya. Adalah unit perawatan
yang dikelola bertujuan untuk merawat pasien sakit berat dan kritis yang mengancam nyawa
dengan melibatkan tenaga terlatih serta didukung oleh kelengkapan peralatan khusus.1,2,3
Jadi ICU atau Intenssive Care

Unit adalah ruang rawat inap di Rumah Sakit yang

dilengkapai dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat pasien yang yang mengancam
nyawa seperti pasien dengan sakit berat dan kritis oleh karena kegagalan fungsi organ, bencana
atau komplikasi yang memiliki harapan hidup.1,2,3

Gambar 1 : Ruang ICU

2.2 Sejarah ICU


ICU mulai muncul dari ruang pulih sadar paska bedah pada tahun 1950. ICU modern
berkembang dengan mencakup penanganan respirasi dan jantung menunjang faal organ dan
penanganan jantung koroner mulai tahun 1960. Pada tahun 1970, perhatian terhadap ICU di
Indonesia semakin besar (ICU pertama kali adalah RSCM Jakarta), terutama dengan adanya
penelitian tentang proses patofisiologi, hasil pengobatan pasien kritis dan program pelatihan
ICU. Dalam beberapa tahun terakhir, ICU mulai menjadi spesialis tersendiri, baik untuk dokter
maupun perawatnya.2,3
2.3

Level ICU

1.

Level I / Primer

Pada Rumah Sakit di daerah yang kecil (di Rumah Sakit Daerah dengan tipe C dan D), ICU lebih
tepat disebut sebagai unit ketergantungan tinggi (High Dependency). Pelayanan ICU primer
8

mampu memberikan pengelolaan resusitatif segera untuk pasien sakit gawat, tunjangan kardiorespirasi jangka pendek, dan mempunyai peran penting dalam pemantauan dan pencegahan
penyulit pada pasien medik dan bedah yang berisiko. Dalam ICU dilakukan ventilasi mekanik
dan pemantauan kardiovaskuler sederhana selama beberapa jam. Di ICU level I ini dilakukan
observasi perawatan ketat dengan monitor EKG.2,3
Ciri ciri ICU level I :

Ruang tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang gawat darurat dan ruang

perawatan lainnya.
Memiliki kebijaksanaan / kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan..
Memiliki seorang dokter spesialis anestesiologi sebagai kepala.
Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan melakukan resusitasi jantung paru

( A,B,C,D,E,F ).
Konsulen yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan dipanggil setiap saat.
Memiliki jumlah perawat yang cukup dengan sebagian besar terlatih.
Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan lab. tertentu ( Hb, Ht, Elektrolit, Gula
darah dan Trombosit ) , Rontgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi.1

2.

Level II / Sekunder
ICU level II mampu melakukan ventilasi jangka lama, punya dokter residen yang selalu

siap di tempat dan mempunyai hubungan dengan fasilitas fisioterapi, patologi dan radiologi.
Bentuk fasilitas lengkap untuk menunjang kehidupan (misalnya dialisis), monitor invasif
(monitor tekanan intrakranial) dan pemeriksaan canggih (CT Scan) tidak perlu harus selalu ada.
Pelayanan ICU sekunder memberikan standar ICU umum yang tinggi, yang mendukung peran
rumah sakit yang lain yang telah digariskan, misalnya kedokteran umum, bedah, pengelolaan
trauma, bedah saraf, bedah vaskular dan lain-lainnya. ICU hendaknya mampu memberikan
tunjangan ventilasi mekanis lebih lama dan melakukan dukungan/bantuan hidup lain tetapi tidak
terlalu kompleks.2,3,4
Ciri ciri ICU level II :

Ruang tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruang
keperawatan lain

Memiliki kebijaksanaan, kriteria yang masuk, keluar serta rujukan.

Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila diperlukan

Memiliki seorang kepala ICU, seorang dokter konsultan Intensive Care atau bila tidak
tersedia, dokter spesialis anestesiologi yang bertanggungjawab secara keseluruhan dan
dokter jaga yang minimal mampu melakukan RJP (A, B, C, D, E, F).

Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat = 1 : 1


untuk pasien ventilator, renal replacement therapy dan 2 : 1 untuk kasus-kasus lainnya.

Memiliki perawat bersertifikat terlatih perawatan / terapi intensif atau minimal


berpengalaman kerja 3 tahun di ICU.

Mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanik beberapa lama dan dalam batas
tertentu melakukan pemantauan intensif dan usaha-usaha penunjang hidup.

Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan diagnostik, dan


fisioterapi selama 24 jam.

3.

Memiliki ruangan isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi,3,4

Level III / Tertier

ICU Level III biasanya pada Ruamh Sakit tipe A yang memiliki semua aspek yang dibutuhkan
ICU agar dapat memenuhi peran sebagai Rumah Sakit rujukan. Personil di ICU level III meliputi
intensivist dengan trainee,

perawat spesialis, profesional kesehatan lain, staf ilmiah dan

sekertariat yang baik. Pemeriksaan canggih tersedia dengan dukungan spesialis dari semua
disiplin ilmu. Pelayanan ICU tersier merupakan rujukan tertinggi untuk ICU, memberikan
pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan/bantuan hidup multi-sistem yang kompleks dalam
jangka waktu yang tak terbatas. ICU ini melakukan ventilasi mekanis, pelayanan
dukungan/bantuan renal ekstrakorporal dan pemantauan kardiovaskular invasif dalam jangka
waktu yang terbatas dan mempunyai dukungan pelayanan penunjang medik. Semua pasien yang
masuk ke dalam unit harus dirujuk untuk dikelola oleh spesialis intensive care.3,4,5
Ciri ciri ICU level III :

Memiliki ruang khusus, tersendiri di dalam rumah sakit


Memiliki kriteria penderita masuk, keluar serta rujukan.
Memiliki dokter spesialis yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila diperlukan.
Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi/konsultan Intensive Care atau dokter ahli
konsultan intensive care yang lain yang bertanggungjawab secara keseluruhan dan dokter
jaga yang minimal mampu melakukan RJP ( A, B, C, D, E, F ).

10

Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat = 1 : 1


untuk pasien dgn ventilator, renal replacement therapy dan 2 : 1 untuk kasus-kasus

lainnya.
Memiliki perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi intensif atau minimal

berpengalaman kerja 3 tahun di ICU


Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan / therapi intensif baik

invasif maupun non invasif.


Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan diagnostik, dan

fisioterapi selama 24 jam.


Memiliki paling sedikit seorang yang mampu dalam mendidik tenaga medik dan

paramedik agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien.


Memiliki prosedur untuk pelaporan resmi dan pengkajian.
Memiliki staf tambahan yang lain : misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam medis ,
tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian.3,4,5

2.4

Fungsi ICU

Dari segi fungsinya, ICU dapat dibagi menjadi :


1. ICU Medik
2. ICU trauma/bedah
3. ICU umum
4. ICU pediatrik
5. ICU neonatus
6. ICU respiratorik
Semua jenis ICU tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengelola pasien yang
sakit kritis sampai yang terancam jiwanya. ICU di Indonesia umumnya berbentuk ICU umum,
dengan pemisahan untuk CCU (Jantung),Unit dialisis dan neonatal ICU. Alasan utama untuk hal
ini adalah segi ekonomis dan operasional dengan menghindari duplikasi peralatan dan pelayanan
dibandingkan pemisahan antara ICU Medik dan Bedah4,5

2.5 Tujuan ICU


11

1
2

Menyelamatkan kehidupan
Mencegah terjadinya kondisi memburuk

dan komplikasi melalui observasi dan

monitaring evaluasi yang ketat disertai kemampuan menginterpretasikan setiap data


3
4
5

yang didapat dan melakukan tindak lanjut.


Meningkatkan kualitas pasien dan mempertahankan kehidupan.
Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat proses penyembuhan
pasien.4,5,6

2.6 Etik Di ICU


Etik dalam penanganan pasien riset, dan hubungan dengan kolega harus dilaksanakan
secara cermat. Etik di ICU perlu pertimbangan berbeda dengan etik di pelayanan kesehatan atau
bangsal lain. Terkadang muncul kontroversi etik dalam legalitas moral di ICU, misalnya tentang
euthanasia5,6
Berdasarkan falsafah dasar saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, tidak
merugikan pasien dan berorientasi untuk dapat secara optimal, memperbaiki kondisi kesehatan
pasien.7
Oleh karena itu ada hal yang perlu dipertimbangkan dalam segi etika pelayanan pasien di
ICU7:
a. Autonomy : hak dari pasien untuk menentukan apa yang terbaik bagi dirinya.
b. Benefiscence : kewajiban dokter untuk memberikan apa yang terbaik dan bermanfaat
bagi pasien
c. Non - maleficence : tidak melakukan hal hal yang membahayakan pasien
b. Justice : kewajiban untuk memberikan pelayanan yang sama bagi setiap pasien7
2.7 Prosedur Masuk ICU
Pasien yang masuk ICU dikirim oleh dokter di luar ICU setelah berkonsultasi dengan
doketr ICU. Konsultasi sifatnya tertulis, tetapi dapat juga didahului secara lisan (misalnya lewat
telepon), terutama dalam keadaan mendesak, tetapi harus segera diikuti dengan konsultasi
tertulis. Keadaan yang mengancam jiwa akan menjadi tanggung jawab dokter pengirim.
Transportasi ke ICU masih menjadi tanggungjawab dokter pengirim, kecuali transportasi pasien
masih perlu bantuan khusus dapat dibantu oleh pihak ICU. Selama pengobatan di ICU, maka
dimungkinkan untuk konsultasi dengan berbagai spesialis di luar dokter pengirim atau dokter
ICU bertindak sebagai koordinatornya. Terhadap pasien atau keluarga pasien wajib diberikan

12

penjelasan tentang perlunya masuk ICU dengan segala konsekuensinya dengan menandatangani
informed concern.5,6
2.8 Indikasi Masuk ICU
Pasien yang masuk ICU adalah pasien yang dalam keadaan terancam jiwanya sewaktu
waktu karena kegagalan atau disfungsi satu atau multple organ atau sistem dan masih ada
kemungkinan dapat disembuhkan kembali melalui perawatan, pemantauan dan pengobatan
intensif. Selain adanya indikasi medik tersebut, masih ada indikasi sosial yang memungkinkan
seorang pasien dengan kekritisan dapat dirawat di ICU. Beberapa contoh kondisi pasien yang
dapat dipakai sebagai indikasi masuk ke ICU antara lain :

Ancaman / kegagalan sistem pernafasan : gagal nafas, impending gagal nafas.


Ancaman / kegagalan sistem hemodinamik : shock
Ancaman / kegagalan sistem syaraf pusat : stroke, penurunan kesadaran.
Overdosis obat, reaksi obat dan intoksikasi : depresi nafas
Infeksi berat : sepsis

Dalam menentukan tindakan kepada pasien harus memperhatikan tingkat prioritas pasien
sehingga penanganan yang diberikan sesuai dan tepat.1 Prioritas pasien antara lain :
a

Prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi
intensif seperti dukungan/bantuan ventilasi, infus obat-obat vasoaktif kontinu, dan lainlainnya. Contoh pasien kelompok ini antara lain pascabedah kardiotoraksik, atau pasien
shock septic. Mungkin ada baiknya beberapa institusi membuat kriteria spesifik untuk
masuk ICU, seperti derajat hipoksemia, hipotensi di bawah tekanan darah tertentu. Pasien
prioritas 1 (satu) umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari macam terapi yang
diterimanya5.

Prioritas 2
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Jenis pasien ini
berisiko sehingga memerlukan terapi intensif segera, karenanya pemantaun intensif
menggunakan metode seperti pulmonary arterial catheter sangat menolong. Contoh
jenis pasien ini antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung, paru, atau
ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami pembedahan major. Pasien prioritas 2
13

umumnya tidak terbatas macam terapi yang diterimanya mengingat kondisi mediknya
senantiasa berubah5.
c

Prioritas 3
Pasien jenis ini sakit kritis, dan tidak stabil di mana status kesehatan sebelumnya,
penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, baik masing-masing atau
kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan kesembuhan dan atau mendapat
manfaat dari terapi di ICU. Contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan
metastase disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, atau sumbatan jalan napas,
atau pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit
akut berat. Pasien-pasien prioritas 3 (tiga) mungkin mendapat terapi intensif untuk
mengatasi penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi
atau resusitasi kardiopulmoner6.
Jenis pasien berikut umumnya tidak mempunyai kriteria yang sesuai untuk masuk
ICU, dan hanya dapat masuk dengan pertimbangan seperti pada keadaan luar biasa,
atas persetujuan kepala ICU. Pasien tersebut bila perlu harus dikeluarkan dari ICU agar
fasilitas yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1, 2, 3 (satu, dua,
tiga):
1

Pasien yang telah dipastikan mengalami brain death. Pasien-pasien seperti itu dapat
dimasukkan ke ICU bila mereka potensial donor organ, tetapi hanya untuk tujuan

menunjang fungsi-fungsi organ sementara menunggu donasi organ 1.


Pasien-pasien yang kompeten tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif dan
hanya demi perawatan yang nyaman saja. Ini tidak menyingkirkan pasien dengan
perintah DNR. Sesungguhnya, pasien-pasien ini mungkin mendapat manfaat dari
tunjangan canggih yang tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan

3
4

survivalnya1.
Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.
Pasien yang secara fisiologis stasbil yang secara statistik risikonya rendah untuk
memerlukan terapi ICU. Contoh pasien kelompok ini antara lain, pasien pascabedah
vaskuler yang stabil, pasien diabetic ketoacidosis tanpa komplikasi, keracunan obat
tetapi sadar, concussion, atau payah jantung kongestif ringan. Pasien-pasien semacam
ini lebih disukai dimasukkan ke suatu unit intermediet untuk terapi definitif dan atau
observasi6.
14

2.9 Alur Masuk Pasien Di ICU

Poliklinik /
RS lain

Rawat Inap

IBS
UGD
2.10 Kontraindikasi
Masuk ICU

ICU

Yang mutlak tidak boleh masuk ICU adalah pasien dengan penyakit yang sangat menular,
misalnya gas gangren. Pada prinsipnya pasien yang masuk ICU tidak boleh ada yang mempunyai
riwayat penyakit menular6.
2.11 Kriteria Keluar Dari ICU
Adapun indikasi keluar ICU antara lain sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil.


Terapi dan perawatan intensif tidak memberi hasil pada pasien.
Dan pada saat itu pasien tidak menggunakan ventilator.
Pasien mengalami mati batang otak.
Pasien mengalami stadium akhir (ARDS stadium akhir)
Pasien/keluarga menolak dirawat lebih lanjut di ICU (pulangpaksa)
Pasien/keluarga memerlukan terapi yang lebih gawat mau masuk ICU dan tempat

penuh1.
Pasien tidak perlu lagi berada di ICU apabila :
1. Meninggal dunia1.
2. Tidak ada kegawatan yang menganca jiwa sehingga dirawat di ruang biasa atau dapat
pulang1.
3. Atas permintaan keluarga atau pasien. Untuk kasus seperti ini keluarga atau pasien harus
menandatangani surat keluar ICU atas permintaan sendiri1.
Berdasarkan Prioritasnya, indikasi pasien keluar antara lain :

Prioritas I : Pasien prioritas 1 (satu) dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi
intensif telah tidak ada lagi, atau bila terapi telah gagal dan prognosis jangka pendek jelek
dengan kemungkinan kesembuhan atau manfaat dari terapi intensif kontinu kecil. Contoh
15

hal terakhir adalah pasien dengan tiga atau lebih gagal sistem organ yang tidak berespons

terhadap pengelolaan agresif1.


Prioritas II : Pasien prioritas 2 (dua) dikeluarkan bila kemungkinan untuk mendadak

memerlukan terapi intensif telah berkurang1.


Prioritas III : Pasien prioritas 3 (tiga) dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi
intensif telah tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan lebih dini bila
kemungkinan kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif kontinu kecil. Contoh dari
hal terakhir antara lain adalah pasien dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis,
penyakit jantung atau liver terminal, karsinoma yang telah menyebar luas dan lainlainnya yang telah tidak berespons terhadap terapi ICU untuk penyakit akutnya, yang
prognosis jangka pendeknya secara statistik rendah, dan yang tidak ada terapi yang
potensial untuk memperbaiki prognosisnya). Dengan mempertimbangkan perawatannya
tetap berlanjut dan sering merupakan perawatan khusus setara pasien ICU, pengaturan
untuk perawatan non-ICU yang sesuai harus dilakukan sebelum pengeluaran dari ICU 1.

2.12 Perlakuan Terhadap Pasien ICU


Pasien di ruang ICU berbeda dengan pasien di ruang rawat inap biasa, karena pasien ICU
mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap perawat dan dokter. Di ICU, pasien
kritis atau kehilangan kesadaran atau mengalami kelumpuhan sehingga segala sesuatu yang
terjadi dalam diri pasien hanya dapat diketahui melalui monitoring yang baik dan teratur.
Perubahan yang terjadi harus dianalisa secara cermat untuk mendapat tindakan yang cepat dan
tepat 6.
2.13 Tujuan Akhir Pengobatan ICU
Hasil yang paling baik dari pengobatan di ICU adalah keberhasilan dalam mengembalikan
pasien pada aktifitas kehidupan sehari-hari seperti keadaan sebelum pasien sakit, tanpa defek
atau cacat 6.
2.14 Reaksi Pasien Dan Keluarga Pasien ICU
Reaksi pasien di ICU antara lain kecemasan, ketidakberdayaan, disorientasi dan kesulitan
komunikasi. Untuk meminimalkan reaksi negatif dari pasien ICU dapat dilakukan beberapa hal,
antara lain6 :
16

1. Memberikan penjelasan setiap akan melakukan tindakan


2. Memberikan sedasi atau analgesi bila perlu
3. Keluarga dapat diijinkan bertemu pasien untuk memberikan dukungan moral
4. Diberikan alat bantu semaksimal mungkin.
Keluarga pasien juga dapat mengalami hal serupa dengan pasien, antara lain cemas sampai
dengan insomnia. Untuk meminimalkan reaksi negatif keluarga pasien dapat dilakukan beberapa
hal, antara lain :
1. Dapat dibuatkan selebaran / pamflet tentang ICU.
2. Penjelasan tentang kondisi terkini pasien.
3. Keluarga pasien dapat diikutkan pada konferensi klinik bersama semua staf dan
perawat6.
2.15 Pengelolaan Pasien ICU
Pendekatan Pasien ICU :
1

2
3

Anamnesis
Seringkali pasien sebelum masuk ICU sudah mendapat tindakan pengobatan sebelum
diagnosis definitif ditegakkan.
Serah Terima Pasien
Untuk mengetahui riwayat tindakan pengobatan sebelumnya dan sebagai bentuk aspek legal.
Pemeriksaan Fisik
Meliputi pemeriksaan fisik secara umum, penilaian neurologis, sistem pernafasan,
kardiovaskuler, gastro intestinal, ginjal dan cairan, anggota gerak, haematologi dan posisi
pasien. Walaupun keadaan stabil, pasien tetap harus dilakukan pemeriksaan fisik :
a ABC
b Jalan nafas dan kepala
c Sistem pernafasan
d Sistem sirkulasi
e Sistem gastrointestinal
f Anggota gerak
g Monitoring rutin
h Intubasi dan Pengelolaan Trakhea
i Cairan : Dehidrasi
j Perdarahan Gastrointestinal
Stress ulcer dapat merupakan kompensasi dari penyakit akut.
k Nutrisi
Utamakan pemberian nutrisi enteral :
Usia Lanjut
Cadangan fisiologis terbatas
Peningkatan penyakit penyerta
17

Riwayat pemakaian obat


Riwayat perokok, alkoholisme, obat-obatan.
Interaksi obat pada usia lanjut
Kajian hasil pemeriksaan Meliputi biokimia, hematologi, gas darah, monitoring TTV, foto

5
6

thorax, CT scan, efek pengobatan.


Identifikasi masalah dan strategi penanggulangannya
Informasi kepada keluarga 6

2.16 Pengkajian Ulang Kinerja


Setiap ICU hendaknya membuat peraturan dan prosedur masuk dan keluar, standar
perawatan pasien, dan kriteria outcome yang spesifik. Kelengkapan ini hendaknya dibuat oleh
tim multidisipliner yang diwakili oleh dokter, perawat dan administrator rumah sakit, dan
hendaknya dikaji ulang dan diperbaiki seperlunya berdasarkan keluaran pasien (outcome) dan
pengukuran kinerja yang lain. Kepatuhan terhadap ketentuan masuk dan keluar harus dipantau
oleh tim multidisipliner, dan bila ada penyimpangan-penyimpangan maka dilaporkan pada badan
perbaikan kualitas rumah sakit untuk ditindak lanjuti 6.
2.17 Sarana dan Prasarana
1. Lokasi
Dianjurkan satu komplek dengan kamar bedah dan kamar pulih, berdekatan atau
mempunyai akses yang mudah ke Unit Gawat Darurat, laboratorium dan radiologi7,8,9.
2. Desain
Pelayanan ICU yang memadai ditentukan berdasarkan desain yang baik dan pengaturan
ruang yang adekuat. Desain berdasarkan klasifikasi pelayanan di ICU yaitu7,8,9,

18

3. Peralatan
Peralatan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas sangat membantu kelancaran
pelayanan. Ketentuan umum mengenai peralatan :
a. Jumlah dan macam peralatan bervariasi tergantung tipe, ukuran dan fungsi ICU dan
harus sesuai dengan beban kerja ICU, disesuaikan dengan standar yang berlaku.
b. Terdapat prosedur pemeriksaan berkala untuk keamanan alat.
c. Peralatan dasar meliputi:
-

Ventilasi mekanik.
Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan nafas.
Alat hisap.
Peralatan akses vaskuler.
Peralatan monitor invasif dan non-invasif.
Defibrilator dan alat pacu jantung.
Alat pengatur suhu pasien.
19

- Peralatan drain thorax.


- Pompa infus dan pompa syringe.
- Peralatan portable untuk transportasi.
- Tempat tidur khusus.
- Lampu untuk tindakan.
- Continous Renal
- Replacement Therapy
d. Peralatan lain (seperti peralatan hemodialisa dan lain-lain) untuk prosedur diagnostik dan
atau terapi khusus hendaknya tersedia bila secara klinis ada indikasi dan untuk
mendukung fungsi ICU.
e. Protokol dan pelatihan kerja untuk staf medik dan para medik perlu tersedia untuk
penggunaan alat-alat termasuk langkah-langkah untuk mengatasi apabila terjadi
malfungsi7,8,9.
-

20

Peralatan Monitoring (termasuk peralatan portable yang digunakan


untuk transportasi pasien):
a. Tanda bahaya kegagalan pasokan gas
b. Tanda bahaya kegagalan pasokan oksigen

Alat yang secara otomatis teraktifasi untuk memonitor

penurunan tekanan pasokan oksigen, yang selalu terpasang di ventilasi


mekanik.
c. Pemantauan konsentrasi oksigen
Diperlukan untuk mengukur

konsentrasi

oksigen

yang

dikeluarkan oleh ventilasi mekanik atau sistem pernafasan.


d. Tanda bahaya kegagalan ventilasi mekanik atau diskonsentrasi sistem
pernafasan
Pada penggunaan ventilasi mekanik otomatis, harus ada alat
yang dapat segera mendeteksi kegagalan sistim pernafasan atau ventilasi
mekanik secara terus menerus.
e. Volume dan tekanan ventilasi mekanik
Volume yang keluar dari ventilasi mekanik harus terpantau.
Tekanan jalan nafas dan tekanan sirkuit pernafasan harus terpantau terus
menerus dan dapat mendeteksi tekanan yang berlebihan.
f. Suhu alat pelembab (humidifier)
Ada tanda bahaya bila terjadi peningkatan suhu udara inspirasi.
g. Elektrokardiograf
Terpasang pada setiap pasien dan dipantau terus menerus.
h. Pulse oxymeter
Harus tersedia untuk setiap pasien di ICU.
i. Emboli udara
Apabila pasien sedang menjalani hemodialisis, plasmaferesis,
atau alat perfusi, harus ada pemantauan untuk emboli udara.
j. Bila ada indikasi klinis harus tersedia peralatan untuk mengukur variabel
fisiologis lain seperti tekanan intra arterial dan tekanan arteri pulmonalis,
curah jantung, tekanan inspirasi dan aliran jalan nafas, tekanan
intrakranial, suhu, transmisi neuromuskular, kadar CO2 ekspirasi7,8,9.
-

BAB III
PENUTUP
-

A Kesimpulan
- ICU atau Intenssive Care Unit adalah ruang rawat inap di Rumah
Sakit yang dilengkapai dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat
pasien yang yang mengancam nyawa seperti pasien dengan sakit berat dan
kritis oleh karena kegagalan fungsi organ, bencana atau komplikasi yang
memiliki harapan hidup. ICU memiliki beberapa level yaitu, Level I / Primer
pada Rumah Sakit di daerah yang kecil (di Rumah Sakit Daerah dengan tipe C
dan D), Level II / Sekunder ICU level II mampu melakukan ventilasi jangka
lama, punya dokter residen yang selalu siap di tempat dan mempunyai
hubungan dengan fasilitas fisioterapi, patologi dan radiologi, Level III /
Tertier ICU Level III biasanya pada Ruamh Sakit tipe A yang memiliki semua
aspek yang dibutuhkan ICU agar dapat memenuhi peran sebagai Rumah Sakit
rujukan.
Tujuan dari ICU yaitu Menyelamatkan kehidupan dan mencegah
terjadinya kondisi memburuk

dan komplikasi melalui observasi dan

monitaring evaluasi yang ketat disertai kemampuan menginterpretasikan


setiap data yang didapat dan melakukan tindak lanjut. Pasien yang masuk ICU
adalah pasien yang dalam keadaan terancam jiwanya sewaktu waktu karena
kegagalan atau disfungsi satu atau multple organ atau sistem dan masih ada
kemungkinan dapat disembuhkan kembali melalui perawatan, pemantauan
dan pengobatan intensif.
-

DAFTAR PUSTAKA

K. Henriksen, J. B. Battles, M. A. Keyes, and M. L. Grady, Eds., Advances in


Patient Safety: New Directions and Alternative Approaches (Vol 4: Technology
and Medication Safety), Rockville, Md, USA , 2008

Kress JP, Pohlman AS, O'Connor MF, Hall JB: Daily interruption of sedative
infusions in critically ill patients undergoing mechanical ventilation. N Engl J

Med 2000, 342:1471-1477


McGuire BE, Basten CJ, Ryan CJ, Gallagher J: Intensive care unit syndrome: a
dangerous misnomer ,. Arch Intern Med 2000, 160:906-909.

Patton J, Funk M ,Survey of use of ST-segment monitoring in patients with

5
6

acute coronary Syndrome. Am J Crit Care. 2001;109(1):23-24.


http://www.dokumen.org/pdf/28179
Mustafa iqbal,dkk. Standar pelayanan ICU. Departemen kesehatan RI direktorat

jendral pelayanan medik. Jakarta. 2003


Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) Di Rumah Sakit.


8

Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 13 Desember 2010.


Departemen Kesehatan RI Sekertariat Jenderal Pusat Sarana, Prasarana Dan
Peralatan Kesehatan. Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Bangunan Instalasi

ICU. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2006


Dirjen Bina Upaya Kesehatan. Keputusan Direktur Jendral Bina Upaya
Kesehatan

Nomor

HK.02.04/I/1966/11

tentang

Petunjuk

Teknis

Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 26 Juli 2011.
-

Anda mungkin juga menyukai