Diajukan Oleh:
Hasmeinda Marindratama, S.Ked
J510145082
J510145047
J510145045
LEMBAR PENGESAHAN
CASE REPORT
PREEKLAMSIA BERAT PADA PRIMIGRAVIDA G1P0A0 HAMIL ATERM ( 38
MINGGU 4 HARI)
Diajukan Oleh:
Hasmeinda Marindratama, S.Ked
J510145082
J510145047
J510145045
(.................................)
(.................................)
BAB I
PENDAHULUAN
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menyebutkan Angka
Kematian Ibu (AKI) mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup, sementara Angka Kematian
Bayi (AKB) mencapai 34 per 1000 kelahiran hidup. Menurut data dari Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012, AKI sebanyak 374 kasus per 100.000 kelahiran
hidup. Data tersebut menunjukkan bahwa AKI dan AKB di Indonesia masih sangat tinggi.
Tingginya AKI dan AKB dapat disebabkan antara lain karena eklamsia dan
preeklamsia (37%), perdarahan (17%), infeksi (4%), dan sisanya lain-lain (42%). Penyebab
utama morbiditas dan mortalitas perinatal di beberapa negara maju adalah AKI yang
akibatkan oleh preeklamsia yaitu sebesar 10-30%. Preeklamsia juga menjadi penyebab
morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi yang tinggi di negara Indonesia. Menurut Dinas
Kesehatan Surakarta, berdasarkan persalinan dengan komplikasi tahun 2006, insidensi
preeklamsia sebesar 13,43% (Ryadi, 2008).
Preeklamsia adalah kelainan multisistem spesifik pada kehamilan yang ditandai oleh
timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu. Faktor risiko
preeklamsia meliputi kondisi-kondisi medis yang berpotensi menyebabkan penyakit
mikrovaskuler (misal, Diabetes Mellitus, hipertensi kronik, kelainan vaskuler dan jaringan
ikat), antifosfolipid antibody syndrome, dan nefropati. Faktor-faktor risiko lain dihubungkan
dengan kehamilan itu sendiri atau lebih spesifik terhadap ibu dan ayah janin (Mignini, 2006).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PREEKLAMSIA BERAT
I.
Definisi
Preeklampsia adalah sindrom yang terjadi pada kehamilan lebih dari 20
minggu yang ditandai dengan hipertensi, protein urin dan oedem tungkai (Angsar,
2010).
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yangditandai dengan peningkatan
tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al, 2010).
II.
pada
kehamilan
primigravida.
Lebih
banyak
dijumpai
pada
III.
preeklamsia
(Cunningham, 2010) :
1. Invasi trofoblastik Abnormal
Plasentasi yang kurang baik pada awalnya sehingga menyebabkan stress
oksidatif pada plasenta. Selanjutnya menyebabkan restriksi pertumbuhan janin dan
melepaskan faktor-faktor plasental ke sistemik. Faktor-faktor plasental ke sistemik
2. Faktor imunologis
Toleransi imun ibu terhadap antigen janin dan plasenta yang berasal dari
paternal yang hilang atau disregulasi proses toleransi merupakan teori yang dapat
menimbulkan sindrom preeklamsia. Beberapa contoh faktor imunogenetik yang
diwariskan yang dapat mengubah ekspresi genotipe dan fenotipe pada preeklamsia
yaitu imunisasi akibat kehamilan sebelumnya, haplotipe HLA-A, B,D, La,II;
haplotipe untuk reseptor sel NK yang diwariskan disebut killer immunoglobulinlike reseptorrs-KIR.
3. Aktivasi sel endotel
Disfungsi sel endotel disebabkan leukosit hiperaktivasi dalam sirkulasi ibu.
Secara singkat menyebabkan pengeluaran sitokin seperti faktor nekrosis tumor
(TNF-) dan interleukin (IL) yang berperan dalam timbulnya stress oksidatif
terkait preeklamsia.
4. Faktor nutrisi
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa pada populasi umum, diet tinggi
buah dan sayuran memiliki aktivitas antioksidan berkaitan dengan penurunan
tekanan darah. Insiden preeklamsia meningkat dua kali lipat pada perempuan yang
memiliki asupan asam askorbat kurang dari 85 mg perhari. Suplementasi kalsium
juga dapat menurunkan angka kematian perinatal.
5. Faktor genetik
Resiko insidensi preeklamsia sebesar 20 hingga 40 persen pada anak dari ibu
yang pernah preeklamsia.
IV.
Patofisiologi
terhadap
efek
vasopresor
berkurang,
sehingga
terjadi
lebih
sepertiga
pasien
dengan
preeklampsia
akan
terjadi
pembalikan
penentu hasil
Klasifikasi
Kriteria
minimum
untuk
mendiagnosis
preeklampsia
adalah
adanya
pandangan kabur
6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran atas abdomen (teregangnya kapsula
Glisson).
7. Edema paru-paru dan sianosis.
8. Trombosit < 100.000 / mm
9. Hemolisis mikroangiopathi ( peningkatan LDH )
10. Peningkatan SGOT / SGPT.
11. Pertumbuhan janin intrauterin terhambat.
VI.
Manifestasi klinis
Manifestasi neurologis sindrom preeklamsia ditemukan. Masing-masing
manifestasi menunjukkan keterlibatan berat suatu organ dan memerlukan perhatian
segera (Cunningham, 2010):
1. Nyeri kepala dan skotoma diduga timbul akibat hiperperfusi serebrovaskuler yang
memiliki predileksi pada lobus oksipitalis. Nyeri kepala dapat ringan dan berat dan
dapat intermitten atau konstan.
2. Kejang bersifat diagnostik untuk eklamsia.
3. Kebutaan jarang terjadi pada preeklamsia saja.
4. Edema otak menyeluruh dapat timbul pada sindrom preeklamsia dan biasanya
bermanifestasi sebagai perubahan status mental yang bervariasi dari kebingungan
hingga koma.
VII.
Pencegahan
Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk wanita hamil, akan tetapi
secara umum belum bermanfaat secara klinis (Cunningham, 2010) :
uterus.Tujuan
pengobatan
adalah
(Cunningham
et
al
2010,
jurnal
b. Antihipertensi: nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2 jam
belum turun, dapat diberikan 10 mg lagi.
c. Siapkan juga oksigen dengan nasal kanul 4-6 L /menit.Terminasi kehamilan
dapat dilakukan bila penderita belum inpartu, dilakukaninduksi persalinan
dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter foley atau prostaglandinE2. Sectio
cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau adakontraindikasi
2.
persalinan pervaginam.
Penanganan konservatif
Pada kehamilan <35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impendingeklampsia
dengan kondisi janin baik, dilakukan penanganan konservatif.Medikamentosa
diberikan sama dengan penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila tidak ada tandatanda preeklampsia berat, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah24 jam
tidak ada perbaikan maka keadaan ini harus dianggap sebagai kegagalan
pengobatan dan harus segera diterminasi. Jangan lupa diberikan oksigen dengan
nasalkanul 4-6 L/menit.
IX.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dan terberat yaitu kematian pada ibu dan janin.
Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsi.
Komplikasi yang biasa terjadi (Wiknjosastro, 2007):
1. Solutio plasenta, terjadi pada ibu yang menderita hipertensi
2. Hipofibrinogenemia, dianjurkan pemeriksaan fibrinogen secara berkala.
3. Nekrosis hati, akibat vasospasmus arteriol umum.
4. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, elevated liver enzymes dan low
platelet.
5. Kelainan ginjal, DIC
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. H
Umur
: 21 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Genengan, Jumantono
Pekerjaan
: Swasta
Status Perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Tanggal Masuk RS
: 2-5-2014
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Ponek RSUD Karanganyar pada tanggal
2 Mei 2014.
B. Keluhan Utama
Pusing
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien perempuan usia 21 tahun mengatakan sedang hamil 9 bulan datang ke
Ponek RSUD Karanganyar karena pusing.
8 bulan sebelum masuk rumah sakit (trimester pertama) Pasien tidak
mengalami gangguan kesehatan disaat awal kehamilan. Mual (+), muntah (-).
Setelah usia kehamilan 5 minggu pasien mengalami keluhan pusing dan berobat ke
bidan, dengan takanan darah 150/100 mmHg
4 bulan sebelum masuk rumah sakit ( trimester kedua) keadaan pasien baik,
kehamilan dalam kondisi normal dengan tekanan darah 140/100mmHg.
1 bulan sebelum masuk rumah sakit (trimester ketiga) Pasien mulai merasa
sering pusing, dan ketika kontrol ke bidan desa didapatkan tekanan darah 140/100
mmHg.
Hari masuk rumah sakit Pasien datang ke Ponek RSUD Karanganyar
dengan keluhan pusing dan perut terasa kenceng-kenceng.
bengkak pada kaki dan badan, rembes-rembes kawah dari jalan lahir (+), keluar
lendir darah (-). Nyeri kepala (+), nyeri ulu hati (-), mual (+), muntah (-), pandangan
kabur (-).
I. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Keluhan Serupa
Riwayat Hipertensi
Riwayat Diabetes Mellitus
Riwayat Penyakit Jantung
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: 31-8-2013
: 6-6-2014
Usia kehamilan
Pengawasan kehamilan
III.
RESUME ANAMNESIS
Seorang perempuan, usia 2 t1ahun, G1P0A0 hamil 38 minggu lebih 4 hari,
pasien datang ke Ponek RSUD Karanganyar dengan keluhan pusing dan perut terasa
kenceng-kenceng.
rembes kawah dari jalan lahir (+), keluar lendir darah (-). Nyeri kepala (+), nyeri ulu
hati (-), mual (+), muntah (-), pandangan kabur (-).
IV.
PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Presens :
1.
Tinggi badan: 158 cm, Beratbadan : 67 kg
2.
Vital sign :
Tekanan Darah
: 160/100mmHg
3.
4.
5.
Nadi
: 94 x/mnt
Respirasi
: 24 x/mnt
: 37 C
Keadaan umum
Kesadaran
Status gizi
: Cukup
: Compos Mentis (E4V5M6)
: Cukup
B. Status Generalis
1. Kepala
: Bentuk dan ukuran normal, simetris
2. Kulit
: Warna coklat sawo matang,pucat (-), ikterik (-), petekie (-),
venectasi (-), spider naevi (-), hiperpigmentasi (-),
hipopigmentasi (-), scar operasi (-).
3. Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya
(+/+), isokor, eye movement (+/+).
4. Hidung
: Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-/-), darah (-/-),
sekret (-/-).
5. Telinga
: Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).
6. Mulut
: Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah tremor (-),
stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-).
7. Leher
: Bentuk normal, kelenjar thyroid tidak membesar, kelenjar
limfe tidak membesar, nyeri tekan (-).
8. Dada
Jantung :
Inspeksi
: Ictus Cordis tampak
Palpasi
: Ictus Cordis kuat angkat
Perkusi
: Batas jantung kesan melebar
Auskultasi : HR 94 x/mnt, bunyi jantung I-II intensitas normal, ireguler,
bising (-)
Paru :
Inspeksi
: Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi
: Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi
: Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Ronki basah kasar (+/+)
9. Abdomen :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
10. Ekstremitas :
- Superior : Sianosis (-/-), clubbing finger (-/-), oedema (-/-)
- Inferior : Sianosis (-/-), clubbing finger (-/-), oedema (+/+).
11. Genital
: Lendir darah (-), air ketuban (+), oedem vulva (-/-)
V.
PEMERIKSAAN OBSTETRI
A. Pemeriksaan Luar
1. Inspeksi
Abdomen
:Tampak membuncit memanjang, stria gravidarum (+), linea
nigra (-),
2. Palpasi
Abdomen : TFU pertengahan processus xiphoideus-pusat (41 cm), terapa
bagian keras janin di kanan, IU, memanjang, preskep, kepala
belum masuk panggul, DJJ preskep (+) 142 x/menit reguler,
Pemeriksaan Leopold
I
Pemeriksaan
Hasil
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Eritrosit
MCV
MCH
12.600
12,1
27,5
253.000
3.530.0000
78,0
26,1
5000-11.000
12-18 gr%
37-43 vol %
150.000-400.000
4.000.000-5.000.000
82-92 mikron3
27-31 pikogram
8.
MCHC
33,4
32-37%
9.
GDS
83
70-150 mg/dl
10.
Ureum
17
10-50 mg/dl
11.
Creatinin
0,5
0,5-0,9 mg/dl
12.
SGOT
21
0-46 U/l
13.
SGPT
18
0-42 U/l
Pemeriksaan
Hasil
NilaiRujukan Normal
.
1.
2.
3.
4.
5.
7.
Warna
Kekeruhan
Berat jenis
pH
Leukosit
Protein
Kuning muda
Jernih
1010
6
2-3
++
1015 1025
5- 7,5
0-3 / LPB
Negatif
Kesan : proteinuria
VII.
DIAGNOSA AWAL
Pre eklampsia berat (PEB) pada primigravida G1P0A0 hamil aterm (38 minggu 4 hari)
VIII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa :
Rencana terminasii dengan tindakan SC atas indikasi PEB
IX.
Medikamentosa
- O22 liter per menit
- Infus RL 16 tpm
- MgSO410 cc : 10 cc= boka-boki
- Inj. Lasix 1 amp
- Nifedipin tab 10 mg 4x1
PROGNOSIS
a. Prognosis Ibu
Ad vitam
: Dubia ad malam
Ad sanam
: Dubia ad malam
Ad fungsionam
: Dubia ad malam
b. Prognosis Janin
Ad vitam
Ad sanam
Ad fungsionam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tgl
27/5/
2014
28/5
/201
4
Pasien
mengeluh
pusing, perut
kencengkenceng,
pandangan
kabur (-),
demam (-)
Pasien
mengeluh masih
pusing dan perut
terasa kencengkenceng
- PEB
- Anemia
- Gemelli
- O2 2 lpm
- Inf. RL 16 tpm
- MgSO4 10 cc : 10
cc (i.m)
- Nifedipin 4x1
- lasix amp/12 jam
O2 2 lpm
Inf. RL 16 tpm
Nifedipin 4x1
Lasix 1 amp/12
jam
- O2 2 lpm
- Kardiomiopati
- Inf. RL 16 tpm
Interna
Pasien
mengeluh masih
sesak tapi
berkurang
sedikit. Batuk
(+), badan
gemreges (+),
22/6/ muntah (+),
2015 kemaluan masih
bengkak (+).
Obsgyn
Pasien
mengeluh sesak
berkurang.
Masih batuk
kering. Mual
muntah
berkurang.
22/6/
- O2 3 lpm
- Inf. D 5% 20 tpm
- Inj. Furosemid 3g/8
jam
- Inj. Ranitidin 1
amp/12 jam
- Inj. Ondansetron 1
amp/ 12 jam
- ISDN tablet 5 mg
3x1
2015
Interna
Pasien
mengeluh masih
sesak tapi
berkurang
sedikit. Batuk
(+), badan
gemreges (+),
muntah (+),
23/6/ kemaluan masih
2015 bengkak (+).
CHF NYHA II
PEB
HT Emergency
Iskemia
anteroseptal
- Anemia
- Azotemia DD
AKI
BAB III
PEMBAHASAN
Permasalahan utama pada pasien ini adalah didapatkan tekanan darah yang tinggi.
Peningkatan tekanan darah pada ibu hamil diklasifikasikan menjadi 5 bagian yaitu :
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklampsia adalahhipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria.
3. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/ koma.
4. Hipertensi kronik dengan superimposed eklampsia adalah hipertensi kronik disertai
tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
5. Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) adalah hipertensi yang
timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3
bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa
proteinuria.
Pada hasil pemeriksaan diperoleh hasil tekanan darah pasien 160/110 mmHg, hasil
analisis urin rutin menunjukan adanya proteinuria +2, dan usia kehamilan pasien 32 minggu 6
hari. Berdasarkan hal ini maka dapat disimpulkan pasien termasuk dalam preeklampsia yang
merupakan penyulit kehamilan yang bersifat akut, hal ini dapat terjadi antre, intra, dan
postpartum.
Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat. Pada preeklampsia ringan didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg,
kenaikan sistolik 30 mmHg dan kenaikan diastolik 15 mmHg, serta proteinuria 300
mg/24 jam atau 1+ dipstik. Preeklampsia berat didapatkan tekanan darah 160/110 mmHg
dan proteinuria 5g/24 jam atau 3+ dipstik (Lana K. Wagener, M.D. 2004).
Sesuai dengan hasil pemeriksaan maka pasien ini dikategorikan menderita
preeklampsia berat yaitu tekanan darah 160/110 mmHg dan proteinuria +2.Secara teoritik
gejala yang timbul terlebih dahulu adalah hipertensi kemudian proteinuria. Hal ini dapat
terjadi karena hipertensi menyebabkan pembuluh darah mengalami vasokonstriksi dan
perfusi ke ginjal menjadi berkurang, kemudian hal ini menyebabkan gangguan fungsi ginjal.
Ginjal yang seharusnya dapat mengabsorbsi protein, tidak dapat mengabsorbsi dengan
sempurna sehingga protein dapat dikeluarkan bersama urin.
Faktor Risiko Pre-eklampsia (Agus abadi, 2004).
Faktor Resiko Preeklampsia
Faktor yang berhubungan
dengan kehamilan
dengan pasangan
Abnormalitas
kromosom
<20 tahun
lelaki
pernah
yang
menikahi
Mola hidatidosa
Hidrops fetalis
Riwayat Preeklampsia
Donor
inseminasi donor
kongenital
struktur
Preeklampsia
pada
terbatas
terhadap sperma
ISK
Pemaparan
atau Nullipara
oosit
Anomali
preeklampsia
pada keluarga
Kehamilan ganda
medis
:
Kronik,
Penyakit
DM,
HT
Obesitas,
Ginjal,
trombofilia
Stress
Antibody
antifosfolipid syndrom
Pada kasus ini faktor resiko terjadinya pre-eklampsia berat adalah kehamilan ganda
(gemelli).
Pasien ini adalah seorang primigravida dengan usia 19 tahun, ini menunjukan bahwa
pasien telah memenuhi salah satu faktor risiko yang paling sering terjadi pada preeklampsia
yaitu primigravida atau kehamilan pertama dengan usia muda. Selain itu, pasien juga
memiliki riwayat penyakit keluarga dengan hipertensi. Hal ini juga merupakan faktor risiko
terjadinya hipertensi pada pasien ini.
Prinsip terapi pada pasien ini (PEB) adalah mencegah terjadinya eklampsia. Pada
penanganan PEB dapat ditangani secara aktif atau konservatif.Aktif berarti: kehamilan
diakhiri atau diterminasi bersamaan dengan terapimedikamentosa. Konservatif berarti:
kehamilan dipertahankan bersamaan denganterapi medikmentosa. Sesuai dengan kondisi
pasien dan usia kehamilannya maka pada pasien ini dilakukan terapi medikamentosa terlebih
dahulu kemudian dilakukan terminasi atau penanganan secara aktif. Terminasi dapat diawali
dengan pemberian induksi oksitosin, dan ketika sampai pada kala II proses persalinan dapat
dibantu dengan menggunakan vakum. Apabila induksi tersebut gagal, maka segera dilakukan
tindakan operasi sectio caesarea (Lana K. Wagener, M.D. 2004).
Pada pasien ini perlu diberikan MgSO4 untuk mencegah terjadinya kejang eklamptik
yang merupakan komplikasi utama dari preeclampsia berat. Beberapa penelitian telah
mengungkapkan bahwa magnesium sulfat merupakan drug of choice untuk mengatasi kejang
eklamptik (dibandingkan diazepam dan fenitoin). Merupakan antikonvulsan yang efektif dan
membantu mencegah kejang kambuhan dan mempertahankan aliran darah ke uterus dan
aliran darah ke fetus. Magnesium sulfat berhasil mengontrol kejang eklamptik pada > 95%
kasus. Selain itu, ini memberi keuntungan fisiologis untuk fetus dengan meningkatkan aliran
darah uterus.
Mekanisme kerja dari magnesium sulfat adalah menekan pengeluaran asetilkolin
pada motor end plate. Magnesium sebagai kompetisi antagonis kalium juga memberikan efek
yang baik untuk otot skelet. Magnesium sulfat dikeluarkan secara eksklusif oleh ginjal dan
mempunyai efek antihipertensi (Lana K. Wagener, M.D. 2004).
Tujuan terapi magnesium adalah mengakhiri kejang yang sedang berlangsung dan
mencegah kejang berkelanjutan. Pasien harus dievaluasi bahwa reflek tendon dalam masih
ada, pernapasan sekurangnya 12 kali per menit dan urine output sedikitnya 100 ml dalam 4
jam.
Dosis : Inisial : 4-6 gram IV bolus dalam 15-20 menit, bila kejang timbul setelah
pemberian bolus, dapat ditambahkan 2 gram IV dalam 3-5 menit. Rumatan : 2-4 gram/jam IV
per drip. Bila kadar Magnesium > 10 mg/dl dalam waktu 4 jam setelah pemberian per bolus
maka dosis rumatan dapat diturunkan.
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap magnesium, adanya blok pada jantung,
penyakit addison, kerusakan otot jantung, hepatitis berat atau myasthenia gravis.
Peringatan : Selalu ada monitor adanya refleks yang hilang, depresi napas dan
penurunan urine output. Pemberian harus dihentikan bila terdapat hipermagnesia dan pasien
mungkin membutuhkan bantuan ventilasi. Depresi SSP dapat terjadi pada kadar serum 6-8
mg/dl, hilangnya reflek tendon pada kadar 8-10 mg/dl, depresi pernapasan pada kadar 12-17
mg/dl, koma pada kadar 13-17 mg/dl dan henti jantung pada kadar 19-20 mg/dl. Bila terdapat
tanda keracunan magnesium, dapat diberikan kalsium glukonas 1 gram IV secara perlahan.
Selain diberikan MGSO4, pasien juga diberikan Nifedipin karena tekanan darah
pasien sempat tinggi yaitu 180/110. Merupakan calcium channel blocker yang mempunyai
efek vasodilatasi arteriol kuat. Hanya tersedia dalam bentuk preparat oral. Dosis : 10 mg per
oral, dapat ditingkatkan sampai dosis maksimal 10 mg. Kontraindikasi : hipersensitif
terhadap nifedipin. Interaksi : Hati-hati pada penggunaan bersamaan dengan obat lain yang
berefek menurunkan tekanan darah, termasuk beta blocker dan opiat; H2 blocker (simetidin)
dapat meningkatkan toksisitas.
Peringatan : dapat menyebabkan edema ekstrimitas bawah, jarang namun dapat
terjadi hepatitis alergi.
Penderita preeklampsia yang terlambat penanganannya akan dapat berdampak pada
ibu dan janin yang dikandungnya. Pada ibu dapat terjadi perdarahan otak, dekompensasi
kordis dengan edema paru, dan gagal ginjal. Pada janin dapat terjadi kematian karena
hipoksia intrauterin dan kelahiran prematur. Oleh sebab itu, diperlukan penanganan yang
cepat dan adekuat dalam menangani preeklampsia.
Gangguan hipertensi (baik onset baru atau superimposed pada hipertensi kronis)
pada kehamilan dengan yang paling parah bentuk preeklamsia dan sindrom HELLP
mempengaruhi sampai 8% dari wanita hamil di seluruh dunia. Preeklamsia merupakan
penyebab utama untuk kelahiran prematur dengan risiko tinggi untuk ibu, janin , dan
morbiditas neonatal dan keterlibatan mortalitas. Keterlibatan jantung pada preeklampsia
sering hadir sebagian besar sebagai disfungsi diastolik dengan peningkatan pengisian tekanan
tetapi fungsi sistolik dan cardiac output normal. Gagal jantung sistolik telah dilaporkan pada
preeklampsia prematur yang sering dikaitkan dengan proteinuria, edema, dan kelainan
jantung, hematologi, dan fungsi otak. Preeklampsia dan kardiomiopatiberbagi beberapa
patomekanisme termasuk kerusakan endotel dan peningkatan kadar serum larut fms-like
tyrosine kinase-1 (sFlt1). Beberapa studi kohort pasien kardiomiopati menampilkan
prevalensi tinggi gangguan hipertensi dan preeklampsia selama kehamiln menunjukkan
bahwa preeklamsia mungkin merupakan predisposisi kardiomiopati(Hilfiker-Kleiner D,
Haghikia A, Nonhoff J, Bauersachs J., 2015).
DAFTAR PUSTAKA
2010
Penanganan
Preeklampsia
Berat.
Diunduh
dari:http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PenangananPreeklampsiaBerat.pdf/10_
PenangananPreeklampsiaBerat.html.
Carrol JD, Crawford MH, 2009, Restrictive Cardiomyopathies, dalam Crawford MH (ed.),
Current Diagnosis and Treatment in Cardiology, 172-178, London: Prentice Hall
International.
Cunningham, Leveno, Hauth B, dan Spong B. 2010. Obstetri Williams edisi 23 Volume 2.
EGC : Jakarta
Hilfiker-Kleiner D, Haghikia A, Nonhoff J, Bauersachs J. 2015. Peripartum cardiomyopathy:
current management and future perspectives.Eur Heart J. 2015 May 7;36(18):1090-7.
doi: 10.1093/eurheartj/ehv009. Epub 2015 Jan 29.
Jurnal penatalaksanaan Pre-eklampsi dan Eklampsi Bagian Obstetri danGinekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, RS. Dr CiptoMangunkusumo, Jakarta, April 1998
Lana K. Wagener, M.D. 2004. Diagnosis and Management of Preeklampsia. American
Family Physician. Volume 70, Number 12 Pp : 2317-24.http://www. Aafp.org
Mestroni L. Gilbert EM dkk, 2009, Dilated Cardiomyopathies, dalam Fuster V, ORourke
RA, Walsh RA dkk (ed.), Hursts The Heart 12th edition, 476-489, New York: McGrawHill.
Luciano E. Mignini, MD, Jose Villar, MD, Khalid S, Khan, MD. 2006. Mapping the Theories
of Preeclampsia : The Need for Systemetic reviews of Mechanism of Disease.
American Journal of Obstetrics and Gynecology. 194. Pp: 317-21
Ryadi, P. D. U. 2008. Eklamsia : Introduction, Holistic, and Comprehensive Management
Eclampsia. Surakarta: Fakultas Kedokteran UNS. Pp:5
Shah PM, 2009, Hypertrophic Cardiomyopathies, dalam Crawford MH (ed.), Current
Diagnosis and Treatment in Cardiology, 164-171, London: Prentice Hall International.
Wiknjosastro, H. 2007. Pre-eklampsia dan eklampsia. Ilmu Kandungan edisi ketiga.Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta