Anda di halaman 1dari 27

CASE REPORT

PREEKLAMSIA BERAT PADA PRIMIGRAVIDA G1P0A0 HAMIL ATERM ( 38


MINGGU 4 HARI)
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Program
Profesi Dokter
Stase Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
PEMBIMBING :
Dr. dr. Jaya Masa, Sp.OG (K) FM

Diajukan Oleh:
Hasmeinda Marindratama, S.Ked

J510145082

Aulia Lutfi Kusuma , S. Ked

J510145047

Nuansa Bunga Atmantika, S. Ked

J510145045

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU KEBIDANAN


DANPENYAKIT KANDUNGAN RSUD KARANGANYAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

LEMBAR PENGESAHAN

CASE REPORT
PREEKLAMSIA BERAT PADA PRIMIGRAVIDA G1P0A0 HAMIL ATERM ( 38
MINGGU 4 HARI)
Diajukan Oleh:
Hasmeinda Marindratama, S.Ked

J510145082

Aulia Lutfi Kusuma , S. Ked

J510145047

Nuansa Bunga Atmantika, S. Ked

J510145045

Tugas ini Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan


Program Profesi Dokter
Stase Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disahkan pada hari.


Pembimbing :
Dr. dr. Jaya Masa, Sp.OG (K) FM

(.................................)

Disahkan Ka Program Profesi


dr. Dona Dewi Nirlawati

(.................................)

BAB I
PENDAHULUAN
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menyebutkan Angka
Kematian Ibu (AKI) mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup, sementara Angka Kematian
Bayi (AKB) mencapai 34 per 1000 kelahiran hidup. Menurut data dari Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012, AKI sebanyak 374 kasus per 100.000 kelahiran
hidup. Data tersebut menunjukkan bahwa AKI dan AKB di Indonesia masih sangat tinggi.
Tingginya AKI dan AKB dapat disebabkan antara lain karena eklamsia dan
preeklamsia (37%), perdarahan (17%), infeksi (4%), dan sisanya lain-lain (42%). Penyebab
utama morbiditas dan mortalitas perinatal di beberapa negara maju adalah AKI yang
akibatkan oleh preeklamsia yaitu sebesar 10-30%. Preeklamsia juga menjadi penyebab
morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi yang tinggi di negara Indonesia. Menurut Dinas
Kesehatan Surakarta, berdasarkan persalinan dengan komplikasi tahun 2006, insidensi
preeklamsia sebesar 13,43% (Ryadi, 2008).
Preeklamsia adalah kelainan multisistem spesifik pada kehamilan yang ditandai oleh
timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu. Faktor risiko
preeklamsia meliputi kondisi-kondisi medis yang berpotensi menyebabkan penyakit
mikrovaskuler (misal, Diabetes Mellitus, hipertensi kronik, kelainan vaskuler dan jaringan
ikat), antifosfolipid antibody syndrome, dan nefropati. Faktor-faktor risiko lain dihubungkan
dengan kehamilan itu sendiri atau lebih spesifik terhadap ibu dan ayah janin (Mignini, 2006).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PREEKLAMSIA BERAT
I.
Definisi
Preeklampsia adalah sindrom yang terjadi pada kehamilan lebih dari 20
minggu yang ditandai dengan hipertensi, protein urin dan oedem tungkai (Angsar,
2010).
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yangditandai dengan peningkatan
tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al, 2010).
II.

Insiden dan Faktor Risiko


Insidensi preeklamsia dan eklampsia menurun dalam beberapa tahun terakhir
karena dapat dicegah melalui asuhan antenatal yang adekuat. Di negara maju terjadi
sekitar 1 dalam 2000 kelahiran. Pada negara berkembang insidens bervariasi antara 610 kasus per 10.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu bervariasi antara 0%-4%.
Kematian ibumeningkat karena komplikasi yang dapat mengenai berbagai sistem
tubuh. Penyebabkematian terbanyak ibu adalah perdarahan intraserebral dan oedem
paru. Kematian perinatal berkisar antara 10%-28%. Penyebab terbanyak kematian
perinatal disebabkan karena prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, dan
meningkatnyakarena solutio plasenta (Cunningham et al, 2010).
Dilaporkan angka kejadian rata-rata sebanyak 6% dari seluruh kehamilan
dan12%

pada

kehamilan

primigravida.

Lebih

banyak

dijumpai

pada

primigravidadaripada multigravida terutama primigravida usia muda. Faktor risiko

III.

preeklampsia adalah (Wiknjosastro, 2007) :


1. Nullipara
2. Kehamilan ganda
3. Obesitas
4. Riwayat keluarga preeklampsia atau eklampsia
5. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
6. Diabetes mellitus gestasional
7. Adanya trombofilia
8. Adanya hipertensi atau penyakit ginjal
Etiologi
Beberapa etiologi yang mungkin dapat menyebabkan

preeklamsia

(Cunningham, 2010) :
1. Invasi trofoblastik Abnormal
Plasentasi yang kurang baik pada awalnya sehingga menyebabkan stress
oksidatif pada plasenta. Selanjutnya menyebabkan restriksi pertumbuhan janin dan
melepaskan faktor-faktor plasental ke sistemik. Faktor-faktor plasental ke sistemik

menyebabkan respon inflamasi aktivasi endotel sistemik sehingga menyebabkan


preeklamsia.

2. Faktor imunologis
Toleransi imun ibu terhadap antigen janin dan plasenta yang berasal dari
paternal yang hilang atau disregulasi proses toleransi merupakan teori yang dapat
menimbulkan sindrom preeklamsia. Beberapa contoh faktor imunogenetik yang
diwariskan yang dapat mengubah ekspresi genotipe dan fenotipe pada preeklamsia
yaitu imunisasi akibat kehamilan sebelumnya, haplotipe HLA-A, B,D, La,II;
haplotipe untuk reseptor sel NK yang diwariskan disebut killer immunoglobulinlike reseptorrs-KIR.
3. Aktivasi sel endotel
Disfungsi sel endotel disebabkan leukosit hiperaktivasi dalam sirkulasi ibu.
Secara singkat menyebabkan pengeluaran sitokin seperti faktor nekrosis tumor
(TNF-) dan interleukin (IL) yang berperan dalam timbulnya stress oksidatif
terkait preeklamsia.
4. Faktor nutrisi
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa pada populasi umum, diet tinggi
buah dan sayuran memiliki aktivitas antioksidan berkaitan dengan penurunan
tekanan darah. Insiden preeklamsia meningkat dua kali lipat pada perempuan yang
memiliki asupan asam askorbat kurang dari 85 mg perhari. Suplementasi kalsium
juga dapat menurunkan angka kematian perinatal.
5. Faktor genetik
Resiko insidensi preeklamsia sebesar 20 hingga 40 persen pada anak dari ibu
yang pernah preeklamsia.
IV.

Patofisiologi

Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada preeklampsia terjadi


perubahandan gangguan vaskuler dan hemostatis. Sperof (1973) menyatakan bahwa
dasar terjadinya preeklampsia adalah iskemik uteroplasenta, sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkatdengan aliran perfusi
sirkulasi darah plasenta yang berkurang.
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi
penurunankadar 1 -25 (OH)2dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi
penurunanabsorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan
kalsium pada janin, terjadi perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi
paratiroid hormon(PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan
peningkatan absorpsikalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel.
Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh
darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan
prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler. Penurunan sintesis
prostaglandin dan peningkatan pemecahannya akan meningkatkan kepekaan vaskuler
terhadap Angiotensin II. Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel
yangresistensinya

terhadap

efek

vasopresor

berkurang,

sehingga

terjadi

vasospasme.Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah yang kemudian


menyebabkan tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah karena
gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksiadan kerusakan endotel
pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin yang merupakan
vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar selendotel, sehingga
unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit dan fibrinogentertimbun pada
lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke berbagai sistemorgan (Mochtar R,
2004).
Yang terjadi pada tubuh yaitu (Cunningham, 2010 ; Wiknjosastro, 2007) :
1. Perubahan Kardiovaskuler
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi perifer
yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol, mungkin akibatmeningkatnya
kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar vasokonstriktor seperti
angiotensin II dan adrenalin serta noradrenalin, dan ataumenurunnya respon
terhadap zat-zat vasokonstriktor tersebut akan meningkatnya produksi vasodilator
atau prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada trimester ketigaakan terjadi
peningkatan tekanan darah yang normal ke tekanan darah sebelum hamil.Kurang

lebih

sepertiga

pasien

dengan

preeklampsia

akan

terjadi

pembalikan

ritmediurnalnya, sehingga tekanan darahnya akan meningkat pada malam hari.


2. Regulasi Volume Darah
Pengendalian garam dan homeostasis juga meningkat pada preeklampsia.
Kemampuan untuk mengeluarkan natrium juga terganggu tapi pada derajat mana
halini terjadi adalah sangat bervariasi dan pada keadaan berat mungkin tidak
dijumpaiadanya oedem. Bahkan jika dijumpai oedem interstitial, volume plasma
adalah lebihrendah dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan terjadi
hemokonsentrasi.Terlebih lagi suatu penurunan atau suatu peningkatan ringan
volume plasma dapatmenjadi tanda awal hipertensi.
3. Volume Darah, Hematokrit, dan Viskositas Darah
Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia dibandingkanhamil
normal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan wanita yang melahirkan
BBLR.
4. Aliran Darah di Organ-organ
Aliran darah di otak pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen
berkurang 20%.Hal ini berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang
mungkinmerupakan suatu faktor penting dalam terjadinya kejang pada
preeklampsiamaupun perdarahan otak.
5. Aliran Darah Ginjal dan Fungsi Ginjal
Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang seringmenjadi
pertanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif ginjal ratarata berkurang 20% (dari 750 ml menjadi 600ml/menit) dan filtrasiglomerulus
berkurang rata-rata 30% (dari 170 menjadi 120ml/menit) sehinggaterjadi
penurunan filtrasi. Pada kasus berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada
sedikit kasus dapat terjadi nekrosis tubular dan kortikal. Plasentaternyata
membentuk renin dalam jumlah besar, yang fungsinya mungkinuntuk
dicadangkan untuk menaikan tekanan darah dan menjamin perfusi plasenta yang
adekuat. Pada kehamilan normal renin plasma, angiotensinogen,angiotensinogen
II dan aldosteron semuanya meningkat nyata diatas nilainormal wanita tidak
hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi akibatmeningkatnya kadar
progesteron dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal efek progesteron diimbangi
oleh renin, angiotensin dan aldosteron, namunkeseimbangan ini tidak terjadi pada
preeklampsi. Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya preeklampsia
adalah iskemi uteroplasenta, dimanaterjadi ketidak seimbangan antara massa
plasenta yang meningkat denganaliran perfusi sirkulasi darah plasentanya yang

berkurang. Apabila terjadihipoperfusi uterus, akan dihasilkan lebih banyak renin


uterus yangmengakibatkan vasokonstriksi dan meningkatnya kepekaan pembuluh
darah,disamping itu angiotensin menimbulkan vasodilatasi lokal pada uterus
akibatefek prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi dari hipoperfusi uterus.
Glomerulus filtration rate (GFR) dan arus plasma ginjal menurun pada
preeklampsi tapi karena hemodinamik pada kehamilan normal meningkat30%
sampai 50%, maka nilai pada preeklampsi masih diatas atau samadengan nilai
wanita tidak hamil. Klirens fraksi asam urat juga menurun,kadang-kadang
beberapa minggu sebelum ada perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat
merupakan gejala awal. Dijumpai pula peningkatan pengeluaran protein, biasanya
ringan sampai sedang, namun preeklampsiamerupakan penyebab terbesar
sindrom nefrotik pada kehamilan. Penurunan hemodinamik ginjal dan
peningkatan protein urin adalah bagian dari lesi morfologi khusus yang
melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler glomerulus, yang merupakan tanda
khas patologi ginjal pada preeklampsia.
6. Aliran Darah Uterus dan Choriodesidua
Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah perubahan patofisiologi
terpenting pada preeklampsi, dan mungkin merupakan faktor

penentu hasil

kehamilan. Namun yang disayangkan belum ada satupunmetode pengukuran arus


darah yang memuaskan baik di uterus maupundidesidua.
7. Aliran Darah Paru
Kematian ibu pada preeklampsi dan eklampsi biasanya oleh karena oedema paru
yang menimbulkan dekompensasi cordis.
8. Aliran Darah di Mata
Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah. Bilaterjadi hal-hal
tersebut, maka harus dicurigai terjadinya PEB. Gejala lain yangmengarah ke
eklampsia adalah skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal inidisebabkan oleh
adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatandikorteks serebri atau
dalam retina.
9. Keseimbangan Air dan Elektrolit
Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk sementara, asam
laktat dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi selesai,zat-zat organik
dioksidasi dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengankarbonik dengan
terbentuknya natrium bikarbonat. Dengan demikiancadangan alkali dapat pulih
kembali.
V.

Klasifikasi

Kriteria

minimum

untuk

mendiagnosis

preeklampsia

adalah

adanya

hipertensidan proteinuria. Kriteria lebih lengkap digambarkan olehWorking Group of


theNHBPEP ( 2000 ) seperti digambarkan dibawah ini (Angsar, 2012) :
Disebut preeklamsi ringan bila terdapat:
1. Tekanan darah 140 / 90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu.
2. Proteinuria kuantitatif (Esbach) 300 mg / 24 jam, ataudipstick +1.
3. Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema
pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.
Disebut preeklampsia berat bila terdapat:
1. Tekanan darah 160 / 110 mmHg dan tekanan diastolik 110 mmHg. Tekanan
darah tidak menurun walaupun ibu hamil sudah dirawat dirumah sakit dan
2.
3.
4.
5.

mengalami tirah baring.


Proteinuria kuantitatif (Esbach) 5 gr / 24 jam, atau dipstick + 3.
Oliguria : produksi urin kurang dari 500 cc/ 24jam
Kenaikan kadar kreatinin plasma
Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan

pandangan kabur
6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran atas abdomen (teregangnya kapsula
Glisson).
7. Edema paru-paru dan sianosis.
8. Trombosit < 100.000 / mm
9. Hemolisis mikroangiopathi ( peningkatan LDH )
10. Peningkatan SGOT / SGPT.
11. Pertumbuhan janin intrauterin terhambat.
VI.

Manifestasi klinis
Manifestasi neurologis sindrom preeklamsia ditemukan. Masing-masing
manifestasi menunjukkan keterlibatan berat suatu organ dan memerlukan perhatian
segera (Cunningham, 2010):
1. Nyeri kepala dan skotoma diduga timbul akibat hiperperfusi serebrovaskuler yang
memiliki predileksi pada lobus oksipitalis. Nyeri kepala dapat ringan dan berat dan
dapat intermitten atau konstan.
2. Kejang bersifat diagnostik untuk eklamsia.
3. Kebutaan jarang terjadi pada preeklamsia saja.
4. Edema otak menyeluruh dapat timbul pada sindrom preeklamsia dan biasanya
bermanifestasi sebagai perubahan status mental yang bervariasi dari kebingungan
hingga koma.

VII.

Pencegahan
Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk wanita hamil, akan tetapi
secara umum belum bermanfaat secara klinis (Cunningham, 2010) :

1. Manipulasi diet : diet rendah garam, suplementasi kalsium, suplementasi


minyak ikan.
2. Obat-obatan kardiovaskuler : obat antihipertensi dan diuretik
3. Antioksidan : asam askorbat (Vitamin C), tokoferol- (Vitamin E)
4. Obat antitrombotik : aspirin dosis rendah, aspirin/dipiridamol, aspirin +
heparin, aspirin + ketanserin.
VIII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan preeklampsi terdiri atas pengobatan medik dan penanganan
obstetrik. Penanganan obsterik ditujukan untuk melahirkan bayi padasaat yang optimal,
yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudahcukup matur untuk hidup
diluar

uterus.Tujuan

pengobatan

adalah

(Cunningham

et

al

2010,

jurnal

penatalaksanaan preeklampsia eklampsia, 1998, dan Kalbe, 2010) :


1. Mencegah terjadinya eklampsi.
2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.
3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.
4. Mencegah hipertensi yang menetap.
Penatalaksanaan PEB (Preeklampsia Berat)
Pada preeklapmsia ringan pengobatan bersifat simtomatis dan istirahat
yangcukup. Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari dapat dilakukan bila tidak bisa tidur.
Bilatekanan darah tidak turun dan ada tanda-tanda ke arah preeklamsi berat maka
dapatdiberikan obat antihipertensi serta dianjurkan untuk rawat inap. Untuk
preeklampsia yang berat, dapat ditangani secara aktif atau konservatif.Aktif berarti:
kehamilan diakhiri atau diterminasi bersamaan dengan terapimedikamentosa.
Konservatif berarti: kehamilan dipertahankan bersamaan denganterapi medikmentosa.
1. Penanganan aktif
Ditangani aktif bila terdapat satu atau lebih kriteria berikut: ada tandatandaimpending eklampsia, HELLP syndrome, tanda-tanda gawat janin, usia janin
35minggu atau lebih dan kegagalan penanganan konservatif. Yang dimaksud
denganimpending eklampsia adalah preeklampsia berat dengan satu atau lebih
gejala: nyerikepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan
kenaikantekanan darah progresif.Terapi medikamentosa
a. Diberikan anti kejang MgSO4 dalam infus 500 cc dextrose 5% tiap 6 jam.Cara
pemberian: dosis awal 2 gr iv dalam 10 menit, dilanjutkan dengandosis
pemeliharaan sebanyak 2 gram per jam drip infus. Syarat pemberianMgSO4:
frekuensi nafas > 16x/menit, tidak ada tanda-tanda gawat nafas,diuresis >100 ml
dalam 4 jam sebelumnya dan refleks patella positif.Siapkan juga antidotumnya,
yaitu: Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NACL 0,9% IV, dalam 3 menit).

b. Antihipertensi: nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2 jam
belum turun, dapat diberikan 10 mg lagi.
c. Siapkan juga oksigen dengan nasal kanul 4-6 L /menit.Terminasi kehamilan
dapat dilakukan bila penderita belum inpartu, dilakukaninduksi persalinan
dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter foley atau prostaglandinE2. Sectio
cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau adakontraindikasi
2.

persalinan pervaginam.
Penanganan konservatif
Pada kehamilan <35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impendingeklampsia
dengan kondisi janin baik, dilakukan penanganan konservatif.Medikamentosa
diberikan sama dengan penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila tidak ada tandatanda preeklampsia berat, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah24 jam
tidak ada perbaikan maka keadaan ini harus dianggap sebagai kegagalan
pengobatan dan harus segera diterminasi. Jangan lupa diberikan oksigen dengan
nasalkanul 4-6 L/menit.

IX.

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dan terberat yaitu kematian pada ibu dan janin.
Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsi.
Komplikasi yang biasa terjadi (Wiknjosastro, 2007):
1. Solutio plasenta, terjadi pada ibu yang menderita hipertensi
2. Hipofibrinogenemia, dianjurkan pemeriksaan fibrinogen secara berkala.
3. Nekrosis hati, akibat vasospasmus arteriol umum.
4. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, elevated liver enzymes dan low
platelet.
5. Kelainan ginjal, DIC

6. Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterin.


BAB III
STATUS PENDERITA
I.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. H

Umur

: 21 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Genengan, Jumantono

Pekerjaan

: Swasta

Status Perkawinan

: Menikah

Agama

: Islam

Tanggal Masuk RS

: 2-5-2014

Nomor Rekam Medis : 30.78.xx


II.

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Ponek RSUD Karanganyar pada tanggal
2 Mei 2014.
B. Keluhan Utama
Pusing
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien perempuan usia 21 tahun mengatakan sedang hamil 9 bulan datang ke
Ponek RSUD Karanganyar karena pusing.
8 bulan sebelum masuk rumah sakit (trimester pertama) Pasien tidak
mengalami gangguan kesehatan disaat awal kehamilan. Mual (+), muntah (-).
Setelah usia kehamilan 5 minggu pasien mengalami keluhan pusing dan berobat ke
bidan, dengan takanan darah 150/100 mmHg
4 bulan sebelum masuk rumah sakit ( trimester kedua) keadaan pasien baik,
kehamilan dalam kondisi normal dengan tekanan darah 140/100mmHg.
1 bulan sebelum masuk rumah sakit (trimester ketiga) Pasien mulai merasa
sering pusing, dan ketika kontrol ke bidan desa didapatkan tekanan darah 140/100
mmHg.
Hari masuk rumah sakit Pasien datang ke Ponek RSUD Karanganyar
dengan keluhan pusing dan perut terasa kenceng-kenceng.

Pasien juga merasa

bengkak pada kaki dan badan, rembes-rembes kawah dari jalan lahir (+), keluar

lendir darah (-). Nyeri kepala (+), nyeri ulu hati (-), mual (+), muntah (-), pandangan
kabur (-).
I. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Keluhan Serupa
Riwayat Hipertensi
Riwayat Diabetes Mellitus
Riwayat Penyakit Jantung

: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal

II. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Hipertensi
Riwayat Diabetes Mellitus
Riwayat Penyakit Jantung

: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal

III.Riwayat Antenatal Care (ANC)


Haripertama menstruasi terakhir

: 31-8-2013

Taksiran tanggal persalinan

: 6-6-2014

Usia kehamilan

: 38 minggu lebih 4 hari

Pengawasan kehamilan

a. Saat usia kehamilan 1 bulan : Pasien memeriksakan kehamilannya di bidan.


Berat badan naik 1 kg, tekanan darah 150/100 mmHg, kemudian diberi vitamin
penambah darah.
b. Saat usia kehamilan 5 bulan : Pasien memeriksakan kehamilannya di Dokter
Spesialis Kandungan dan dilakukan USG. Keadaan dan kondisi pasien baik,
kehamilan normal. Tekanan darah 140/100 mmHg.
c. Saat usia kehamilan 8 bulan : Pasien mengatakan merasa serimg pusing
kemudian periksa ke Bidan namun belum membaik. Tekanan darah tinggi saat
diperiksa di Bidan. Setelah itu pasien periksa ke Dokter Spesialis Kandungan.
Dilakukan pemeriksaan USG dan hasilnya janin dalam keadaan baik.
d. Saat usia kehamilan 8 bulan : Pasien periksa kehamilan di Poliklinik Kebidanan
dan Kandungan RSUD Karanganyar. Dilakukan pemeriksaan USG dan hasilnya
janin sehat dan jenis kelaminnya perempuan.
J. Anamnesis Sistem
- Sistem Cerebrospinal
- Sistem Cardiovascular
- Sistem Respirasi
- Sistem Gastrointestinal
- Sistem Urogenital
- Sistem Muskuloskeletal

: Nyeri kepala (+)


: Nyeri dada (-)
: Sesak nafas (-), batuk (-)
:Mual (+), muntah (-)
: Nyeri BAK (-)
: Kaki bengkak (+)

III.

RESUME ANAMNESIS
Seorang perempuan, usia 2 t1ahun, G1P0A0 hamil 38 minggu lebih 4 hari,
pasien datang ke Ponek RSUD Karanganyar dengan keluhan pusing dan perut terasa
kenceng-kenceng.

Pasien juga merasa bengkak pada kaki dan badan, rembes-

rembes kawah dari jalan lahir (+), keluar lendir darah (-). Nyeri kepala (+), nyeri ulu
hati (-), mual (+), muntah (-), pandangan kabur (-).

IV.

PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Presens :
1.
Tinggi badan: 158 cm, Beratbadan : 67 kg
2.
Vital sign :
Tekanan Darah
: 160/100mmHg

3.
4.
5.

Nadi

: 94 x/mnt

Respirasi

: 24 x/mnt

Suhu (per axillar)

: 37 C

Keadaan umum
Kesadaran
Status gizi

: Cukup
: Compos Mentis (E4V5M6)
: Cukup

B. Status Generalis
1. Kepala
: Bentuk dan ukuran normal, simetris
2. Kulit
: Warna coklat sawo matang,pucat (-), ikterik (-), petekie (-),
venectasi (-), spider naevi (-), hiperpigmentasi (-),
hipopigmentasi (-), scar operasi (-).
3. Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya
(+/+), isokor, eye movement (+/+).
4. Hidung
: Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-/-), darah (-/-),
sekret (-/-).
5. Telinga
: Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).
6. Mulut
: Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah tremor (-),
stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-).
7. Leher
: Bentuk normal, kelenjar thyroid tidak membesar, kelenjar
limfe tidak membesar, nyeri tekan (-).
8. Dada
Jantung :
Inspeksi
: Ictus Cordis tampak
Palpasi
: Ictus Cordis kuat angkat
Perkusi
: Batas jantung kesan melebar
Auskultasi : HR 94 x/mnt, bunyi jantung I-II intensitas normal, ireguler,
bising (-)
Paru :
Inspeksi
: Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi
: Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi
: Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Ronki basah kasar (+/+)

9. Abdomen :
Inspeksi

: Dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, stria


gravidarum (+)
: Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
: Tympani pada bawah processus xiphoideus, redup
pada daerah uterus
: Peristaltik (+) normal

Palpasi
Perkusi

Auskultasi
10. Ekstremitas :
- Superior : Sianosis (-/-), clubbing finger (-/-), oedema (-/-)
- Inferior : Sianosis (-/-), clubbing finger (-/-), oedema (+/+).
11. Genital
: Lendir darah (-), air ketuban (+), oedem vulva (-/-)
V.

PEMERIKSAAN OBSTETRI
A. Pemeriksaan Luar
1. Inspeksi
Abdomen
:Tampak membuncit memanjang, stria gravidarum (+), linea
nigra (-),
2. Palpasi
Abdomen : TFU pertengahan processus xiphoideus-pusat (41 cm), terapa
bagian keras janin di kanan, IU, memanjang, preskep, kepala
belum masuk panggul, DJJ preskep (+) 142 x/menit reguler,
Pemeriksaan Leopold
I

: TFU pertengahan processus xiphoideus-pusat.Pada fundus teraba


bagian yang lunak dan kurang bulat kesan bokong.
II
: Teraba bagian yang memanjang di kanan, kesan puka.
III
: Teraba bagian keras janin di perut bagian bawah, kesan preskep
IV
: Kepala janin belum masuk panggul.
3. Perkusi
Tympani pada bawah processus xipoideus, redup pada daerah uterus.
4. Auskultasi
DJJ preskep (+)142 x/menit regular.
B. Pemeriksaan Dalam
- Vagina Toucher
: portio tebal lunak, pembukaan 2cm, KK (+).
- Inspekulo
: Tidak dilakukan
VI.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM ( 27 Mei 2014)


No

Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan Normal

.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Eritrosit
MCV
MCH

12.600
12,1
27,5
253.000
3.530.0000
78,0
26,1

5000-11.000
12-18 gr%
37-43 vol %
150.000-400.000
4.000.000-5.000.000
82-92 mikron3
27-31 pikogram

8.

MCHC

33,4

32-37%

9.

GDS

83

70-150 mg/dl

10.

Ureum

17

10-50 mg/dl

11.

Creatinin

0,5

0,5-0,9 mg/dl

12.

SGOT

21

0-46 U/l

13.

SGPT

18

0-42 U/l

URINALISIS (27 Mei 2014)


No

Pemeriksaan

Hasil

NilaiRujukan Normal

.
1.
2.
3.
4.
5.
7.

Warna
Kekeruhan
Berat jenis
pH
Leukosit
Protein

Kuning muda
Jernih
1010
6
2-3
++

1015 1025
5- 7,5
0-3 / LPB
Negatif

Kesan : proteinuria
VII.

DIAGNOSA AWAL
Pre eklampsia berat (PEB) pada primigravida G1P0A0 hamil aterm (38 minggu 4 hari)

VIII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa :
Rencana terminasii dengan tindakan SC atas indikasi PEB

IX.

Medikamentosa
- O22 liter per menit
- Infus RL 16 tpm
- MgSO410 cc : 10 cc= boka-boki
- Inj. Lasix 1 amp
- Nifedipin tab 10 mg 4x1

PROGNOSIS
a. Prognosis Ibu
Ad vitam

: Dubia ad malam

Ad sanam

: Dubia ad malam

Ad fungsionam

: Dubia ad malam

b. Prognosis Janin
Ad vitam
Ad sanam
Ad fungsionam

: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam

FOLLOW UP

Tgl

27/5/
2014

28/5
/201
4

Pasien
mengeluh
pusing, perut
kencengkenceng,
pandangan
kabur (-),
demam (-)

Pasien
mengeluh masih
pusing dan perut
terasa kencengkenceng

Keadaan Umum : cukup


- PEB
Kesadaran : CM
TANDA VITAL :
TD : 160/100 mmHg
HR : 94 x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 37 C
K/L : CA (-/-), SI (-/-),
PKGB (-/-)
Thorax :
a. Pulmo : SDV (+/+), Rh
(+/+), Wz (-/-)
b. Cor : BJ I/II murni
reguler
Abdomen: TFU pertengahan
Px-Pst (41 cm). DJJ (+)
142x/m puka, His (+)
Ekstremitas superior et
inferior : oedema (+/+).

Keadaan Umum : Tampak - PEB


sesak
Kesadaran : CM
TANDA VITAL :
TD : 160/100 mmHg
HR : 116x/menit
RR : 36x/menit
Suhu : 36 C
K/L : CA (-/-), SI (-/-),
PKGB (-/-)
Thorax :
a. Pulmo : SDV (+/+), Rh
(+/+), Wz (-/-)
b. Cor : BJ I/II murni
reguler
Abdomen: Supel (+)
Ekstremitas superior et
inferior: oedema (+/+)

- PEB
- Anemia
- Gemelli

- O2 2 lpm
- Inf. RL 16 tpm
- MgSO4 10 cc : 10
cc (i.m)
- Nifedipin 4x1
- lasix amp/12 jam

O2 2 lpm
Inf. RL 16 tpm
Nifedipin 4x1
Lasix 1 amp/12
jam

- O2 2 lpm

- Kardiomiopati

- Inf. RL 16 tpm

Interna
Pasien
mengeluh masih
sesak tapi
berkurang
sedikit. Batuk
(+), badan
gemreges (+),
22/6/ muntah (+),
2015 kemaluan masih
bengkak (+).

Obsgyn
Pasien
mengeluh sesak
berkurang.
Masih batuk
kering. Mual
muntah
berkurang.

22/6/

- O2 3 lpm
- Inf. D 5% 20 tpm
- Inj. Furosemid 3g/8
jam
- Inj. Ranitidin 1
amp/12 jam
- Inj. Ondansetron 1
amp/ 12 jam
- ISDN tablet 5 mg
3x1

2015

Interna
Pasien
mengeluh masih
sesak tapi
berkurang
sedikit. Batuk
(+), badan
gemreges (+),
muntah (+),
23/6/ kemaluan masih
2015 bengkak (+).

CHF NYHA II
PEB
HT Emergency
Iskemia
anteroseptal
- Anemia
- Azotemia DD
AKI

BAB III
PEMBAHASAN
Permasalahan utama pada pasien ini adalah didapatkan tekanan darah yang tinggi.
Peningkatan tekanan darah pada ibu hamil diklasifikasikan menjadi 5 bagian yaitu :
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklampsia adalahhipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria.
3. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/ koma.
4. Hipertensi kronik dengan superimposed eklampsia adalah hipertensi kronik disertai
tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
5. Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) adalah hipertensi yang
timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3
bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa
proteinuria.
Pada hasil pemeriksaan diperoleh hasil tekanan darah pasien 160/110 mmHg, hasil
analisis urin rutin menunjukan adanya proteinuria +2, dan usia kehamilan pasien 32 minggu 6
hari. Berdasarkan hal ini maka dapat disimpulkan pasien termasuk dalam preeklampsia yang
merupakan penyulit kehamilan yang bersifat akut, hal ini dapat terjadi antre, intra, dan
postpartum.
Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat. Pada preeklampsia ringan didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg,
kenaikan sistolik 30 mmHg dan kenaikan diastolik 15 mmHg, serta proteinuria 300

mg/24 jam atau 1+ dipstik. Preeklampsia berat didapatkan tekanan darah 160/110 mmHg
dan proteinuria 5g/24 jam atau 3+ dipstik (Lana K. Wagener, M.D. 2004).
Sesuai dengan hasil pemeriksaan maka pasien ini dikategorikan menderita
preeklampsia berat yaitu tekanan darah 160/110 mmHg dan proteinuria +2.Secara teoritik
gejala yang timbul terlebih dahulu adalah hipertensi kemudian proteinuria. Hal ini dapat
terjadi karena hipertensi menyebabkan pembuluh darah mengalami vasokonstriksi dan
perfusi ke ginjal menjadi berkurang, kemudian hal ini menyebabkan gangguan fungsi ginjal.
Ginjal yang seharusnya dapat mengabsorbsi protein, tidak dapat mengabsorbsi dengan
sempurna sehingga protein dapat dikeluarkan bersama urin.
Faktor Risiko Pre-eklampsia (Agus abadi, 2004).
Faktor Resiko Preeklampsia
Faktor yang berhubungan

Faktor yang berhubungan

Faktor yang berhubungan

dengan kehamilan

dengan kondisi maternal

dengan pasangan

Abnormalitas

Usia > 35 tahun atau Partner

kromosom

<20 tahun

lelaki

pernah

yang

menikahi

Mola hidatidosa

Ras kulit hitam

wanita yang kemudian

Hidrops fetalis

Riwayat Preeklampsia

hamil dan mengalami

Donor

inseminasi donor
kongenital

struktur

Preeklampsia

pada

terbatas

terhadap sperma

kehamilan sebelumnya Primipaternity


Kondisi
khusus

ISK

Pemaparan

atau Nullipara

oosit

Anomali

preeklampsia

pada keluarga

Kehamilan ganda

medis
:

Kronik,
Penyakit

DM,

HT

Obesitas,
Ginjal,

trombofilia
Stress
Antibody
antifosfolipid syndrom

Pada kasus ini faktor resiko terjadinya pre-eklampsia berat adalah kehamilan ganda
(gemelli).

Pasien ini adalah seorang primigravida dengan usia 19 tahun, ini menunjukan bahwa
pasien telah memenuhi salah satu faktor risiko yang paling sering terjadi pada preeklampsia
yaitu primigravida atau kehamilan pertama dengan usia muda. Selain itu, pasien juga
memiliki riwayat penyakit keluarga dengan hipertensi. Hal ini juga merupakan faktor risiko
terjadinya hipertensi pada pasien ini.
Prinsip terapi pada pasien ini (PEB) adalah mencegah terjadinya eklampsia. Pada
penanganan PEB dapat ditangani secara aktif atau konservatif.Aktif berarti: kehamilan
diakhiri atau diterminasi bersamaan dengan terapimedikamentosa. Konservatif berarti:
kehamilan dipertahankan bersamaan denganterapi medikmentosa. Sesuai dengan kondisi
pasien dan usia kehamilannya maka pada pasien ini dilakukan terapi medikamentosa terlebih
dahulu kemudian dilakukan terminasi atau penanganan secara aktif. Terminasi dapat diawali
dengan pemberian induksi oksitosin, dan ketika sampai pada kala II proses persalinan dapat
dibantu dengan menggunakan vakum. Apabila induksi tersebut gagal, maka segera dilakukan
tindakan operasi sectio caesarea (Lana K. Wagener, M.D. 2004).
Pada pasien ini perlu diberikan MgSO4 untuk mencegah terjadinya kejang eklamptik
yang merupakan komplikasi utama dari preeclampsia berat. Beberapa penelitian telah
mengungkapkan bahwa magnesium sulfat merupakan drug of choice untuk mengatasi kejang
eklamptik (dibandingkan diazepam dan fenitoin). Merupakan antikonvulsan yang efektif dan
membantu mencegah kejang kambuhan dan mempertahankan aliran darah ke uterus dan
aliran darah ke fetus. Magnesium sulfat berhasil mengontrol kejang eklamptik pada > 95%
kasus. Selain itu, ini memberi keuntungan fisiologis untuk fetus dengan meningkatkan aliran
darah uterus.
Mekanisme kerja dari magnesium sulfat adalah menekan pengeluaran asetilkolin
pada motor end plate. Magnesium sebagai kompetisi antagonis kalium juga memberikan efek
yang baik untuk otot skelet. Magnesium sulfat dikeluarkan secara eksklusif oleh ginjal dan
mempunyai efek antihipertensi (Lana K. Wagener, M.D. 2004).
Tujuan terapi magnesium adalah mengakhiri kejang yang sedang berlangsung dan
mencegah kejang berkelanjutan. Pasien harus dievaluasi bahwa reflek tendon dalam masih
ada, pernapasan sekurangnya 12 kali per menit dan urine output sedikitnya 100 ml dalam 4
jam.
Dosis : Inisial : 4-6 gram IV bolus dalam 15-20 menit, bila kejang timbul setelah
pemberian bolus, dapat ditambahkan 2 gram IV dalam 3-5 menit. Rumatan : 2-4 gram/jam IV
per drip. Bila kadar Magnesium > 10 mg/dl dalam waktu 4 jam setelah pemberian per bolus
maka dosis rumatan dapat diturunkan.
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap magnesium, adanya blok pada jantung,
penyakit addison, kerusakan otot jantung, hepatitis berat atau myasthenia gravis.

Peringatan : Selalu ada monitor adanya refleks yang hilang, depresi napas dan
penurunan urine output. Pemberian harus dihentikan bila terdapat hipermagnesia dan pasien
mungkin membutuhkan bantuan ventilasi. Depresi SSP dapat terjadi pada kadar serum 6-8
mg/dl, hilangnya reflek tendon pada kadar 8-10 mg/dl, depresi pernapasan pada kadar 12-17
mg/dl, koma pada kadar 13-17 mg/dl dan henti jantung pada kadar 19-20 mg/dl. Bila terdapat
tanda keracunan magnesium, dapat diberikan kalsium glukonas 1 gram IV secara perlahan.
Selain diberikan MGSO4, pasien juga diberikan Nifedipin karena tekanan darah
pasien sempat tinggi yaitu 180/110. Merupakan calcium channel blocker yang mempunyai
efek vasodilatasi arteriol kuat. Hanya tersedia dalam bentuk preparat oral. Dosis : 10 mg per
oral, dapat ditingkatkan sampai dosis maksimal 10 mg. Kontraindikasi : hipersensitif
terhadap nifedipin. Interaksi : Hati-hati pada penggunaan bersamaan dengan obat lain yang
berefek menurunkan tekanan darah, termasuk beta blocker dan opiat; H2 blocker (simetidin)
dapat meningkatkan toksisitas.
Peringatan : dapat menyebabkan edema ekstrimitas bawah, jarang namun dapat
terjadi hepatitis alergi.
Penderita preeklampsia yang terlambat penanganannya akan dapat berdampak pada
ibu dan janin yang dikandungnya. Pada ibu dapat terjadi perdarahan otak, dekompensasi
kordis dengan edema paru, dan gagal ginjal. Pada janin dapat terjadi kematian karena
hipoksia intrauterin dan kelahiran prematur. Oleh sebab itu, diperlukan penanganan yang
cepat dan adekuat dalam menangani preeklampsia.
Gangguan hipertensi (baik onset baru atau superimposed pada hipertensi kronis)
pada kehamilan dengan yang paling parah bentuk preeklamsia dan sindrom HELLP
mempengaruhi sampai 8% dari wanita hamil di seluruh dunia. Preeklamsia merupakan
penyebab utama untuk kelahiran prematur dengan risiko tinggi untuk ibu, janin , dan
morbiditas neonatal dan keterlibatan mortalitas. Keterlibatan jantung pada preeklampsia
sering hadir sebagian besar sebagai disfungsi diastolik dengan peningkatan pengisian tekanan
tetapi fungsi sistolik dan cardiac output normal. Gagal jantung sistolik telah dilaporkan pada
preeklampsia prematur yang sering dikaitkan dengan proteinuria, edema, dan kelainan
jantung, hematologi, dan fungsi otak. Preeklampsia dan kardiomiopatiberbagi beberapa
patomekanisme termasuk kerusakan endotel dan peningkatan kadar serum larut fms-like
tyrosine kinase-1 (sFlt1). Beberapa studi kohort pasien kardiomiopati menampilkan
prevalensi tinggi gangguan hipertensi dan preeklampsia selama kehamiln menunjukkan
bahwa preeklamsia mungkin merupakan predisposisi kardiomiopati(Hilfiker-Kleiner D,
Haghikia A, Nonhoff J, Bauersachs J., 2015).

Diantara faktor-faktor potensial yang menyebabkan kardiomiopati, tingkat selenium


yang rendah, berbagai infeksi virus, sitokin stres diaktifkan, peradangan, reaksi autoimun,
respon patologis terhadap stres hemodinamik, dan stres oksidatif seimbang telah disebutkan.
Temuan baru adalah penemuan bahwa stres oksidatif yang dimediasi pembelahan hormon
prolaktin menjadi subfragment kecil biologis aktif, prolaktin16-kDa, mungkin akan menjadi
faktor utama yang memulai dan mendorong terjadinya kardiomiopati. Prolaktin 16-kDa ini
mengatur mir-146a, yang memediasi sebagian besar efek samping dari prolaktin16-kDa
dalam sel endotel dan dirilis pada mikropartikel (eksosom) ke sirkulasi dari tempat itu juga
mempengaruhi kardiomisit. Sejalan dengan hal ini, beberapa faktor anti-angiogenik seperti
prolaktin16-kDa dan sFlt1 mengganggu keseimbangan angiogenik dalam tahap peripartum
sehingga menyebabkan gangguan pembuluh darah dan kemudian kegagalan jantung
(Hilfiker-Kleiner D, Haghikia A, Nonhoff J, Bauersachs J., 2015).
Dengan demikian, kardiomiopati muncul sebagai penyakit yang disebabkan oleh
stres oksidatif yang tidak seimbang, gangguan kardioprotektif dan sinyalpro-angiogenik, dan
ekspresi yang tinggi dari faktor anti-angiogenik. Sebagaimana diuraikan sebelumnya,
mekanisme ini mungkin sudah dimulai oleh komorbiditas selama kehamilan seperti hipertensi
gestasional berat dan penyakit infeksi menular (Hilfiker-Kleiner D, Haghikia A, Nonhoff J,
Bauersachs J., 2015.

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Agus., 2005. Persalinan Preterm. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Himpunan


Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Surabaya.
Pp: 364-7
Angsar, MD. 2010. Hipertensi Dalam Kehamilan dalam Ilmu Kebidanan (Sarwono
Prawirohardjo). Bina Pustaka : Jakarta.
Anonim.

2010

Penanganan

Preeklampsia

Berat.

Diunduh

dari:http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PenangananPreeklampsiaBerat.pdf/10_
PenangananPreeklampsiaBerat.html.
Carrol JD, Crawford MH, 2009, Restrictive Cardiomyopathies, dalam Crawford MH (ed.),
Current Diagnosis and Treatment in Cardiology, 172-178, London: Prentice Hall
International.
Cunningham, Leveno, Hauth B, dan Spong B. 2010. Obstetri Williams edisi 23 Volume 2.
EGC : Jakarta
Hilfiker-Kleiner D, Haghikia A, Nonhoff J, Bauersachs J. 2015. Peripartum cardiomyopathy:
current management and future perspectives.Eur Heart J. 2015 May 7;36(18):1090-7.
doi: 10.1093/eurheartj/ehv009. Epub 2015 Jan 29.
Jurnal penatalaksanaan Pre-eklampsi dan Eklampsi Bagian Obstetri danGinekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, RS. Dr CiptoMangunkusumo, Jakarta, April 1998
Lana K. Wagener, M.D. 2004. Diagnosis and Management of Preeklampsia. American
Family Physician. Volume 70, Number 12 Pp : 2317-24.http://www. Aafp.org
Mestroni L. Gilbert EM dkk, 2009, Dilated Cardiomyopathies, dalam Fuster V, ORourke
RA, Walsh RA dkk (ed.), Hursts The Heart 12th edition, 476-489, New York: McGrawHill.

Luciano E. Mignini, MD, Jose Villar, MD, Khalid S, Khan, MD. 2006. Mapping the Theories
of Preeclampsia : The Need for Systemetic reviews of Mechanism of Disease.
American Journal of Obstetrics and Gynecology. 194. Pp: 317-21
Ryadi, P. D. U. 2008. Eklamsia : Introduction, Holistic, and Comprehensive Management
Eclampsia. Surakarta: Fakultas Kedokteran UNS. Pp:5
Shah PM, 2009, Hypertrophic Cardiomyopathies, dalam Crawford MH (ed.), Current
Diagnosis and Treatment in Cardiology, 164-171, London: Prentice Hall International.
Wiknjosastro, H. 2007. Pre-eklampsia dan eklampsia. Ilmu Kandungan edisi ketiga.Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai