BAB IIbewr
BAB IIbewr
TINJAUAN PUSTAKA
Prostat memiliki kapsula fibrosa yang padat dan dilapisi oleh jaringan
ikat prostat sebagai bagian fascia pelvis visceralis. Pada bagian superior
dari prostat berhubungan dengan vesika urinaria, sedangkan bagian
inferior bersandar pada diafragma urogenital. Permukaan ventral prostat
terpisah dari simpisis pubis oleh lemak retroperitoneal dalam spatium
retropubicum dan permukaan dorsal berbatas pada ampulla recti (Moore
& Agur, 2002). Anatomi kelenjar prostat disajikan pada gambar 1.
Kelenjar prostat terdiri atas jaringan kelenjar dinding uretra yang mulai
menonjol pada masa pubertas. Biasanya kelenjar prostat dapat tumbuh
seumur hidup. Secara anatomi, prostat berhubungan erat dengan
kandung kemih, uretra, vas deferens, dan vesikula seminalis. Prostat
terletak di atas diafragma panggul sehingga uretra terfiksasi pada
diafragma tersebut, dapat terobek bersama diafragma bila terjadi cedera.
Prostat dapat diraba pada pemeriksaan colok dubur (Sjamsuhidajat dkk.,
2012).
10
11
prostat
menyekresi
cairan
encer,
seperti
susu,
yang
12
13
2.2.1 Epidemiologi
Di Amerika Serikat hampir 1/3 laki-laki berumur 4079 tahun
mempunyai gejala traktus urinarius bagian bawah sedang sampai berat
dengan penyebab utama adalah BPH. Angka kejadian BPH di Indonesia
yang pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran kejadian dua
rumah sakit besar di Jakarta yaitu Cipto Mangunkusumo dan
Sumberwaras selama tiga tahun (19941997) terdapat 1040 kasus
(Kidingallo dkk., 2011).
2.2.2 Etiopatogenesis
Saat ini, tidak ada konsensus tentang etiologi BPH. Ada banyak
pendapat, seperti perubahan fungsi urodinamik karena meningkatnya
uretra angulasi prostat. Beberapa telah mengidentifikasi peristiwa
molekuler, seperti peningkatan stress oksidatif, kerusakan iskemik akibat
gangguan pembuluh darah, hilangnya regulator negatif kontrol siklus sel,
atau perubahan kadar hormon terkait usia. Namun, sebagian besar
postulasi etiologi mengarah ke peradangan prostat sebagai inisiator BPH.
Meskipun masih belum ada kesepakatan apakah peradangan hanyalah
sebuah kejadian paralel atau penyebab langsung, beberapa dalam
penelitian
telah
menemukan
hubungan
yang
signifikan
antara
14
Hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
BPH, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron dan proses
aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya BPH adalah:
a. Teori Dihidrotestosteron
Untuk pertumbuhan sel kelenjar prostat sangat dibutuhkan suatu
metabolit
androgen
yaitu
dihidrotestosteron
atau
DHT.
15
NADPH
NADP
Testosteron
Dihidrotestosteron
5-reduktase
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak
jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada
BPH, aktivitas enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen
lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel prostat pada BPH
lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan prostat normal (Purnomo, 2012).
16
sel-sel
epitel
secara
parakrin.
Stimulasi
itu
17
prostat. Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktorfaktor yang menghambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen
berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah
dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar
prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat,
sedangkan faktor pertumbuhan TGF- berperan dalam proses
apoptosis (Purnomo, 2012).
18
2.2.4 Klasifikasi
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk
menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO Prostate Symptom
Score (PSS). Derajat ringan: skor 07, sedang: skor 819, dan berat:
19
skor 2035 (Sjamsuhidajat dkk, 2012). Selain itu, ada juga yang
membaginya berdasarkan gambaran klinis penyakit BPH. Derajat
penyakit BPH disajikan pada tabel 1.
Colok Dubur
Penonjolan prostat, batas atas
mudah diraba
II
50100 mL
>100 mL
diraba
IV
2.2.5 Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika
dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan
tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus
menerus ini menyebabkan perubahan anatomi buli-buli berupa hipertrofi
otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel
buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien
dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau LUTS
yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus (Purnomo, 2012).
20
atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh
ke dalam gagal ginjal (Purnomo, 2012). Pengaruh BPH pada saluran
kemih disajikan pada gambar 7.
Buli-buli
- Refluks vesiko-ureter
- Trabekulasi
- Hidroureter
- Divertikel buli-buli
- Hidronefrosis
- Pionefrosis
- Gagal ginjal
21
2.2.6 Patologi
Patologis BPH ditandai dengan pertumbuhan kelenjar hiperplastik dan
stroma yang bergabung menjadi nodul mikroskopis dan makroskopis di
kelenjar prostat. Ada lima jenis umum dari nodul BPH, yaitu
Fibromyoadenomatous
(umum),
Fibroadenomatous,
Fibrous/
22
awal nodul BPH menyebabkan etiologi yang berbeda dari nodul stroma
dibandingkan dengan BPH komponen kelenjar. Ketika zona transisi
membesar secara makroskopik, karena pertumbuhan BPH nodular,
keadaan ini dapat menghambat aliran urin melalui uretra prostat dan
karenanya menjadi LUTS (Nicholson & Ricke, 2012). Mikroskopik BPH
disajikan pada gambar 8.
23
24
massa
prostat
tiba-tiba
membesar,
yaitu
setelah
25
26
b. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan
hematuria. Benign Prostate Hyperplasia yang sudah menimbulkan
komplikasi infeksi saluran kemih, batu buli-buli atau penyakit lain
yang menimbulkan keluhan miksi, yaitu: karsinoma buli-buli insitu
atau striktur uretra, pada pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya
kelainan. Untuk itu pada kecurigaan adanya infeksi saluran kemih
perlu dilakukan pemeriksaan kultur urin, dan kalau terdapat
kecurigaan adanya karsinoma buli-buli perlu dilakukan pemeriksaan
sitologi urin. Pada pasien BPH yang sudah mengalami retensi urin
dan telah memakai kateter, pemeriksaan urinalisis tidak banyak
manfaatnya karena seringkali telah ada leukosituria maupun
eritostiruria akibat pemasangan kateter (IAUI, 2003).
27
28
e. Uroflometri
Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urin selama proses
miksi secara elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi
gejala obstruksi saluran kemih bagian bawah yang tidak invasif. Dari
uroflometri dapat diperoleh informasi mengenai volume miksi,
pancaran maksimum (Qmax), pancaran rata-rata (Qave), waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, dan lama pancaran.
Nilai Qmax dipengaruhi oleh: usia, jumlah urin yang dikemihkan,
serta terdapat variasi individual yang cukup besar. Oleh karena itu
hasil uroflometri menjadi bermakna jika volume urin (>150 mL) dan
diperiksa berulang kali pada kesempatan yang berbeda. Spesifisitas
dan nilai prediksi positif Qmax untuk menentukan (Direct Bladder
Outlet Obstruction (BOO) harus diukur beberapa kali. Untuk menilai
ada tidaknya BOO sebaiknya dilakukan pengukuran pancaran urin 4
kali (IAUI, 2003).
f. Ultrasonografi (USG)
Merupakan penggunaan gelombang suara frekuensi sangat tinggi atau
ultrasonik (3,55 MHz) yang dihasilkan oleh kristal piezo-elektrik
29
30
Zona transisional biasanya merupakan 5% bagian pada prostat lakilaki muda. Akan tetapi dapat menjadi 90% bagian prostat pada pasien
BPH. Dengan meningkatnya ukuran zona transisional, zona perifer
dan sentral prostat menjadi tertekan ke belakang. Selain itu, zona
transisional yang membesar juga melebar ke arah distal sehingga
menyebabkan overhanging apex zona perifer. Hal tersebut dapat
dilihat melalui TRUS. Selain itu, melalui TAUS, dapat dilihat
terdapat pembesaran lobus median prostat ke arah intra-vesikal
(protrusi) dan gambaran residu urin dalam jumlah banyak (>40 cc)
(Hapsari, 2010).
g. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi merupakan suatu cara yang dilakukan
untuk melihat perubahan metabolisme dari perubahan jaringan yang
terjadi. Pemeriksaan ini sangat penting dalam kaitan diagnosis
penyakit karena salah satu pertimbangan dalam penegakan diagnosis
adalah melalui hasil pengamatan terhadap jaringan yang diduga
terganggu (McVary & Roehrborn, 2010).
31
2.2.9 Penatalaksanaan
Tidak semua pasien BPH perlu menjalani tindakan medik. Kadangkadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat dan konsultasi
saja (Purnomo, 2012).
32
b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk mengurangi
resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab
obstruksi intravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergik-
(adrenergic -blocker) dan mengurangi volume prostat sebagai
komponen
statik
dengan
cara
menurunkan
kadar
hormon
33
34
35
memiliki efek yang lebih kecil terhadap tekanan darah pasien pada
kondisi berdiri (Katzung, 2012).
- Penghambat 5-reduktase (5-ARI)
Obat
ini
bekerja
dengan
cara
menghambat
pembentukan
- Fitofarma
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki
gejala
akibat
obstruksi
prostat,
tetapi
data
36
c. Intervensi
Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang yang paling baik
saat ini adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi
non-invasif lainnya membutuhkan jangka waktu yang sangat lama
untuk melihat hasil terapi (Purnomo, 2012).
- Pembedahan terbuka
Pembedahan
terbuka
dapat
dilakukan
melalui
transvesikal,
37
38
Os Pubis
Bladder
Prostate
Rektum
39
- Laser prostatektomi
Energi laser mulai dipakai sebagai terapi BPH sejak tahun 1986,
yang dari tahun ke tahun mengalami penyempurnaan. Terdapat 4
jenis energi yang dipakai, yaitu: Nd:YAG, Holmium:YAG,
KTP:YAG, dan diode yang dapat dipancarkan melaui bare fibre,
right angle fibre, atau interstitial fibre. Kelenjar protat pada suhu
6065 C akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih dari
100C akan mengalami evaporasi (Purnomo, 2012).
40
kadang-kadang
(Purnomo, 2012).
retensi
urin,
dan
epididimo-orkitis