pertamina-balongan
4 Hendeberg Simon Lindgren Fredrik, 2009. CSR in Indonesia A qualitative study from a managerial perspective
regarding views and other important aspects of CSR in Indonesia, Bachelor Thesis Gotland University
lingkungan atas dampak ekternalitas operasi bisnis sektor privat. Selain itu privat
sektor juga menjadi warga masyarakat daerah operasinya.
Tarik menarik kepentingan dalam pengelolaan CSR antara stakeholder semakin
menguat di Indonesia. Terlebih ketika dana CSR tersedia lebih besar dari pada anggaran
APBD atau APBN. Seperti halnya yang terungkap di Pemprov DKI Jakarta, yang jumlah
dana CSR mencapai trilyunan rupiah. Konsep CSR yang tumbuh dari ide pluralism
kesejahteraan yang menggantikan ide negara kesejahteraan menempatkan semua
stakeholder dalam posisi yang sama, termasuk dalam hal ini pihak pemerintah. Batas
wilayah pengelolaan implementasi CSR menjadi sebuah wilayah yang kabur antara
wilayah ekonomi atau politik. Hal ini bisa menyebabkan moral hazard baik bagi
pengusaha, pejabat pemerintah dan politisi6. Pengelolaan CSR membutuhkan strategi
dan pendekatan baru agar dana CSR dapat membawa manfaat dan sebagai program
pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan CSR dibutuhkan dialog secara deliberatif
antara negara, masyarakat dan pasar. Pemerintah harus mulai menghilangkan dikotomi
antara politik dan adminstrasi. Pemerintah mulai menempatkan diri sebagai pelayan
daripada pengemudi, serving rather than steering (Denhardt dan Denhardt, 2000).
Pelayanan didasarkan atas dialog di ruang public dengan menggunakan dasar
rasionalitas strategis bagaimana CSR di imlementasikan? Tanggung jawab sosial
perusahaan bukan berhenti dalam suatu proyek atau program, tetapi harus kita dorong
untuk menjadi sebuah gerakan sosial, yakni suatu gerakan yang memadukan komitmen
dari dunia usaha, masyarakat dan pemerintah dalam rangka membangun kehidupan
bersama yang lebih baik, membangun Indonesia yang sekarang. Pemanfaatan dan
pengelolaan dana CSR yang tepat dan efektif menghantarkan masyaraat menuju
kesejahteraan dan sekaligus membuktikan tesis pluralism kesejahteraan yang
menggantikan peran negara kesejahteraan.
3. Rumusan Masalah
Dari gambaran persoalan diatas, ada beberapa permasalahan yang akan saya
kemukakan , yaitu:
1. Bagimana perspektif stakeholder CSR Indonesia dalam penggelolaan CSR?
2. Bagaimana model pengelolaan CSR dalam konteks otonomi daerah Indonesia?
Adakah best practices untuk bisa di benchmark?
3. Bagaimana formulasi model pengelolaan CSR menurut teori demokrasi
deliberative habermas dalam perspektif new public service di Indonesia?
4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka penelitian yang akan dilakukan
memiliki tujuan antara lain :
1. Menjelaskan perspektif stakeholder CSR Indonesia dalam penggelolaan CSR.
6 J. Ma kinen, E. Kasanen 2014, Boundaries Between Business and Politics: A Study, Journal of Bussiness Etic DOI DOI
10.1007/s10551-014-2419-x
7 Melody Camp dan Hendeberg Simon Lindgren Fredrik pada tahun 2001 dilaksanakan secara kehumasan.
Perusahaan merespon tekanan social dengan implementasi CSR hanya bersifat kosmetikal semata untuk
menghadapi tekanan sosial. Sedangkan penelitian Ahmad Zainul Ihsan Arif, 2013, Dampak Politik Implementasi
CSR PT Semen Indonesia, Tesis Program Studi S2 Ilmu Politik, tidak dipublikasikan menyebutkan implementasi
CSR PT Semen Indonesia menyebabkan terjadinya korupsi dan kerusakan lingkungan. Modus korupsi adalah
terdapat beberapa kegiatan CSR diklaim telah dibiayai oleh dana CSR PT Semen Gresik dan Dana APBD Pemkab
Tuban dan program CSR kebanyakan tidak mengarah pada dampak ekternalitas PTSI sehingga kerusakan
lingkungan tidak terperbaiki.
8 Aksi warga pada hari Senin (14/3/11) tersebut merusakan Gerbang Utama Pertamina Balongan dan menghentikan
aktivitas produksinya . Protes dari kalangan civil society lain yang terkait tuntutan tanggung jawab sosial dan
lingkungan mengakibatkan berapa diantaranya berhenti beroperasi seperti, PT Newmont Minahasa Raya
implementasi CSR yang belum mampu mengelola konflik dengan baik dan belum tepat
sasaran sebagaimana tujuan CSR.
Untuk itu perlu dicarikan model pengelolaan implementasi CSR yang tepat untuk
menyelesaikan masalah-masalah di atas. Sebuah model menuntut perlunya suatu acuan dan
komitmen bersama di antara tiga poros yang saling mempengaruhi, yakni: negara
(pemerintah), dunia usaha (korporasi) dan masyarakat. Hal ini membutuhkan kesediaan kita
semua untuk berdialog dan perubahan pola administrasi pemerintah dari paradigm new public
manajemen ke new public services. Tawaran konsep yang perlu diteliti lebih mendalam adalah
konsep komunikasi dua arah dalam konsep habermas lifeworld, aktivitas sosial yang dilakukan
tanpa adanya unsur keterpaksaan dan terjadi dalam suasana communicative action. Pola
komunikasi ini membutuhkan paradigma new public services yakni pemerintah yang tidak
mengarahkan lagi namun pemerintah yang melayani berdasarkan demokrasi deliberatif yang
dibangun.
Sesuai dengan pandangan paradigma bahasa Habermas, peneliti melihat bahwa suatu
perusahaan tidak akan dapat berdiri sendiri tanpa adanya interaksi sosial dengan stakeholders
serta masyarakat. Salah satu cara perusahaan melakukan dialog dengan masyarakat serta
stakeholder lainnya untuk perencanaan dan pelaksanaan program CSRnya.
Penjelasan piramida di atas adalah pertama, konsep partisipasi politik dan konsep
partisipasi publik untuk melihat proses-proses yang terjadi. Kedua konsep partisipasi ini sangat
bermanfaat dalam rangka melihat sejauh mana keterlibatan publik dalam memanfaatkan ruang
publik yang telah tersedia. Kedua, konsep kebijakan publik untuk melihat substansi yang
dibahas. Proses penyusunan perundang-undangan itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari konsep
kebijakan publik.
beroperasi sejak 1996 dan berhenti beroperasi pada tanggal 31 Agustus 2004, meskipun PT Newmont telah
melakukan program CSRnya
Ketiga, konsep civil society untuk melihat para aktor yang terlibat. Sebagai actor yang
berperan penting dalam pemanfaatan ruang publik, maka konsep civil society merupakan
konsep yang penting dalam rangka melihat siapa-siapa sajakah yang telah mengambil manfaat
dari adanya ruang publik. Secara keseluruhan, Konsep-konsep tersebut dirujuk dalam rangka
menganalisa apakah penelitian ini memenuhi tiga prasyarat adanya ruang publik, yaitu
kesetaraan, masalah bersama, dan inklusivitas.
Dalam konsep Habermas, aksi-aksi politik yang dihasilkan dari ruang public merupakan
aksi-aksi yang kemudian diperhatikan oleh pihak pengambil keputusan. Menurut Habermas,
agar ruang publik dapat tumbuh, perlu ada prakondisi yang menyertainya. Kriteria-kriteria
prakondisi tersebut7 adalah:
(1) adanya kesetaraan, tanpa memandang status atau apapun juga. Kesetaraan dianggap
sebagai upaya untuk mengatasi adanya pembedaan kelas pada masa itu.
(2) adanya masalah bersama, yang menjadi objek diskusi dan menjadi sasaran diskusi.
Masalah bersama ini merupakan sasaran dari perhatian kritis publik dan merupakan
wilayah dari kepedulian bersama.
(3) adanya inklusivitas; dimana semua orang memiliki hak yang sama untuk ikut berdiskusi.
Inklusivitas ini mensyaratkan adanya akses yang mudah bagi setiap orang, dimana setiap
orang menjadi sanggup berpartisipasi.
Habermas memandang demokrasi berdasarkan model proseduralis tersebut. Deliberasi
dalam konsep Habermas adalah prosedur sebuah keputusan dapat dihasilkan. Menurutnya,
sebuah konsensus atau keputusan memiliki legitimasi jika sudah melalui proses pengujian atau
diskursus, dimana semua isu dibahas
bersama khususnya oleh pihak-pihak yang terkait langsung dengan isu tersebut, dalam posisi
yang setara dan tanpa tekanan pihak lain. Arena dimana diskursus tersebut dapat berlangsung
disebutnya sebagai public sphere (ruang publik). Menurut Habermas (1974), public sphere
(ruang publik) merupakan suatu kehidupan sosial dimana opini publik dapat terbentuk. Dalam
hal ini, model demokrasi deliberatif tidak lain merupakan konsep political public sphere (ruang
publik politik). Habermas (1990:38).
Dalam masyarakat demokratis, akses untuk menyampaikan public opinion (opini
publik) ini dijamin oleh negara, dimana opini publik tumbuh dari setiap pembicaraan para
individu yang kemudian membentuk public body (institusi/badan publik). Public opinion ini
terbentuk melalui diskusi publik, setelah publik --baik melalui informasi ataupun pendidikan--
dapat mengambil posisi atau suatu pendapat (Habermas, 1998b:66). Menurutnya, istilah public
opinion mengacu pada tugas kritik dan kontrol dimana public body dari warga secara informal
dan dalam pemilihan umum berkala secara formal serta praktek vis--vis struktur penguasa
dalam bentuk negara.
Dalam konteks ini administrasi negara memiliki tiga cara pandang yaitu Old Public
Administration (OPA) , New Public Management (NPM), dan New Public Service (NPS). Cara
pandang yang paling diharapkan pada masa sekarang ini yang dimana akan mewujudkan good
governance dalam birokrasi adalah cara pandang New Public Service. New Public Service adalah
paradigma yang berdasar atas konsep-konsep yang pada hakikatnya sesuai dengan nilai-nilai
yang ada di masyarakat. Peran dari pemerintah adalah mengolaborasikan antara nilai-nilai yang
ada sehingga kongruen dan sesuai kebutuhan masyarakat. Sistem nilai dalam masyarakat
adalah dinamis sehingga membutuhkan pelayanan yang prima dari pemerintah. Dengan adanya
New Public Service yang dapat diterapkan dengan baik, diharapkan mampu menjawab berbagai
permasalahan yang ada dalam lembaga pemerintahan serta juga dalam kehidupan masyarakat
layaknya.
Adapun menurut Denhardt dan Denhardt mengapa paradigma lama seperti NPM bisa
gagal dalam mengatasi masalah publik karena dalam pandangan NPM, organisasi pemerintah
diibaratkan sebagai sebuah kapal. Menurut Osborne dan Gaebler, peran pemerintah di atas
kapal tersebut hanya sebagai nahkoda yang mengarahkan (steer) lajunya kapal bukan
mengayuh (row) kapal tersebut. Urusan kayuh-mengayuh diserahkan kepada organisasi di luar
pemerintah, yaitu organisasi privat dan organisasi masyarakat sipil sehingga mereduksi fungsi
domestikasi pemerintah. Tugas pemerintah yang hanya sebagai pengarah memberikan
pemerintah energi ekstra untuk mengurus persoalan-persoalan domestik dan internasional
yang lebih strategis, misalnya persoalan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
perdagangan luar negeri. Paradigma steering rather than rowing ala NPM dikritik oleh Denhardt
dan Denhardt sebagai paradigma yang melupakan siapa sebenarnya pemilik kapal (who owned
the boat). Seharusnya pemerintah memfokuskan usahanya untuk melayani dan
memberdayakan warga negara karena merekalah pemilik kapal (organisasi pemerintah)
tersebut.
Akar dari NPS dapat ditelusuri dari berbagai ide tentang demokrasi. NPS berakar dari
beberapa teori, yang meliputi:
1. Teori tentang demokrasi kewarganegaraan; perlunya pelibatan warganegara dalam
pengambilan kebijakan dan pentingnya deliberasi untuk membangun solidaritas dan
komitmen guna menghindari konflik.
2. Model komunitas dan masyarakat sipil; akomodatif terhadap peran masyarakat sipil
dengan membangun social trust, kohesi sosial dan jaringan sosial dalam tata
pemerintahan yang demokratis.
3. Teori organisasi humanis dan administrasi negara baru; administrasi negara harus
fokus pada organisasi yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan (human beings) dan
respon terhadap nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan isu-isu sosial lainnya.
4. Administrasi negara postmodern; mengutamakan dialog (dirkursus) terhadap teori
dalam memecahkan persoalan publik daripada menggunakan one best way perspective.
7. Design Penelitian dan Metode
7.1 Metode dan Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitaitif deskriptif dengan metode penelitian
eksploratif evaluatif. Pertanyaan-pertanyaan penelitian pada sub bab rumusan masalah,
berusaha terus digali oleh peneliti dan terus dikembangkan. Peneliti berusaha menelusuri dan
mengungkap data-data dan fakta-fakta implementasi CSR. Seperti yang dikemukakan oleh Lisa
Harrison9:
Qualitative research tends to focus on exploring, in as much detailas possible,
smaller numbers of instances or examples which are seen as being interesting or
illuminating, and aims to achieve depth rather than breadth (Blaxter et al., 1996, p.
60).
9 Lissa Harrison, 2001. Political Research An Introduction, the Taylor & Francis e-Library hal 74
Gaining
Resolvin
Purposf
Recordi
Colectin
Gambar 2 Siklus Pengumpulan Data (Sumber Creswell, 1994)
Data yang dikumpulkan berupa:
1. Data Primer (hasil wawancara mendalam dengan stakeholder CSR, masyarakat,
studi kasus, dan focus group discussion)
2. Data Sekunder (Media cetak atau online, Jurnal, laporan-laporan CSR, dan data
statistic tentang CSR)
Adapun jadwal penelitian dapat dilihat pada table sebagai berikut:
10
John W Cresswell, 1994, Qualitative Inqury and Research Design : Choosing among Five Approaches, Sage
Publication. Hal 34
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Mengembangkan metodologi
penelitian
8. Rencana Sumber Biaya
Rencana sumber biaya penelitian berasal dari beasiswa, dana pribadi dan sumbangan
lain yang sah dan tidak mengikat
9. Penasehat Akademik
Penelitian ini dilaksanakan dan dikonsultasikan ke penasehat akademik sebagai
berikut:
1. Prof. Dr. Budi Prasetyo, M.Si sebagai penesehat akademik pertama
2. Dr. Dwi Windyastuti, MA sebagai penasehat akademik kedua
10. Daftar Pustaka
Hendeberg Simon Lindgren Fredrik, 2009. CSR in Indonesia A qualitative study from a
managerial perspective regarding views and other important aspects of CSR in
Indonesia, Bachelor Thesis Gotland University
Mkinen, Jukka & Kourula, Arno, 2012. Pluralism In Political Corporate Social
Responsibility, Journal of Business Ethics Quarterly
Scherer dan Palazzo, Guido 2007. Toward A Political Conception of Corporate
Responsibility Business And Society Seen From A Habermasian Perspective,
Academy of Management Review Vol. 32.