PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah leukemia merupakan keganasan pada sel darah putih, baik meliputi jumlah/
kuantitas maupun kualitas. Leukemia bermula dari kelainan sel darah putih. Sel d
arah putih yang abnormal ini kemudian disebut dengan sel kanker. Pada awalnya, s
el kanker ini masih dapat berfungsi hampir mendekati normal, namun lama kelamaan
sel kanker menjadi berkembang sangat banyak sehingga mendesak dan mengganggu fu
ngsi sel darah yang lain. Sekitar 20-30% penderita meninggal dalam waktu 2 tahun
setelah penyakitnya terdiagnosis dan setelah itu sekitar 25% meninggal setiap t
ahunnya. Banyak penderita bertahan hidup selama 4 tahun atau lebih setelah penya
kitnya terdiagnosis, tapi pada akhirnya meninggal pada fase akselerasi atau kris
is blast. Angka harapan hidup rata-rata setelah krisis blast hanya 2 bulan, teta
pi kemoterapi kadang bisa memperpanjang harapan hidup sampai 8-12 bulan.
Walaupun menyerang kedua jenis kelamin tetapi pria terserang sedikit lebih banya
k dibanding wanita, Leukemia ada yang menyerang pada orang dewasa dan ada pula y
ang menyerang anak – anak dibawah 15 tahun, dengan puncak antara 2 dan 4 tahun.
Walaupun penyebabnya belum diketahui namun faktor genetik, lingkungan sangat ber
pengaruh. Kejadian leukemia ini berbeda dari satu negara dengan negara yang lain
nya, hal ini berkaitan dengan cara diagnosis dan pelaporannya. Kejadian leukemia
setiap tahun sekitar 3,5 kasus dari 100.000 anak dibawah15 tahun.
Kurang pengetahuan adalah salah satu penyebab besarnya angka leukemia didunia, t
idak menutup keemungkinan juga di Indonesia khususnya Kalimantan Barat. Sekitar
10 persen kasus kanker yang menyebabkan kematian anak, 2-4% diantaranya adalah l
eukemia. Dari sebagian besar kasus kematian akibat leukemia, terajadi pada anak
dibawah 18 tahun. Leukemia yang sering dialami anak-anak adalah leukemia limfosi
tik akut (LLA), LLA ini pada umumnya diketahui ketika anak masih berusia balita
, tapi tidak sedikit pasien yang divonis positif LLA ketika sudah menginjak rem
aja.
Oleh karna itu penulis tertarik untuk mengangkat masalah tentang Leukemia, agar
dapat memberi sedikit pengetahuan tentang Leukemia. Yang mana kita mengetahui ba
hwa masyarakat luas masih banyak yang tidak mengetahui tentang leukemia, dan keb
anyakan kasus dirumah sakit pasien baru dibawa setelah pasien mencapai staduim 3
atau stadium 4.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan pengetahuan tetang teori hematologi khususnya sel darah put
ih dan penyakit Leukemia.
2. Untuk meningkatkan pemahaman tentang Asuhan keperawatan dengan gangguan
hematologi : Leukimia
3. Untuk memenuhi tugas mata ajar Keperwatan Medikal Bedah I
C. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini dengan menggunakan metode studi kepustakaan yaitu dengan
cara mencari dan membaca literatur yang ada di perpustakaan, jurnal, media inter
net.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pada amakalah ini, paenulis hanya membatasi pada ”Asuhan Keperawat
an Pada Klien Dengan Leukemia” secara teoritis.
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun secara teoritis dan sistematis yang tediri dari 3 bab yaitu
: BAB I adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, m
etode penulisan, ruang lingkup penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II adal
ah landasan teoritis yang terdiri dari anatomi fisiologi sel darah putih dan kon
sep dasar penyakit leukimia. BAB III adalah asuhan keperwatan yang terdiri dari
pengkajian, diagnosa keperwatan dan intervensi keperawatan.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
b. Monosit, macam Leukosit yang terbanyak dibuat disumsum merah lebih besar
dari pada limfosit. Dibawah mikroskop terlihat bahwa protoplasmanya lebar, warn
a biru dan sedikit abu – abu mempunyai bintik – bintik sedikit kemerahan., berfu
ngsi sebagai fagosit.
2. Granulosit
a. Neutrofil, atau polimor nukleur leukosit mempunyai inti sel yang barang
kali kadang– kadang seperti terpisah pisah. Protoplasmanya banyak bintik-bintik
halus.
b. Eusinofil, ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil tetapi gran
ula dan sitoplasmanya lebih besar.
c. Basofil, sel ini kecil dari pada eusinofil tetapi mempunyai inti yang be
ntuknya teratur. Didalam protoplasmanya terdapat granular-granular besar.
3. Klasifikasi Leukemia
Leukemia dibagi menjadi leukemia akut dan kronik. Dengan kemajuan pengobatan akh
ir-akhir ini, penderita leukemia limfoblastik akut dapat hidup lebih lama daripa
da penderita leukemia granulositik kronik. Jadi pembagian atas akut dan kronis t
idak lagi mencerminkan lamanya harapan hidup. Pembagian ini masih menggambarkan
kecepatan timbulnya gejala dan komplikasi.
a. Leukemia Kronis
1.) Leukemia Granulositik Kronis (LGK)
LGK adalah suatu penyakit mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi berleb
ihan seri granulosit yang relatif matang. Walaupun manifestasi penyakit ini beru
pa produksi berlebihan seri mieloid tua, akhir-akhir ini banyak bukti menunjukka
n bahwa LGK merupakan keganasan klonal sel pluripoten, bukan keganasan seri miel
oid muda maupun mieloid yang lebih matang. Manifestasi klinis yang sering dijump
ai adalah rasa lelah, penurunan berat badan, rasa penuh di perut ; kadang-kadang
rasa sakit di perut, dan mudah mengalami pendarahan.
Sebagian besar penderita LGK akan meninggal setelah memasuki fase akhir yang dis
ebut krisis blastik. Gambaran krisis blastik mirip sekali dengan leukemia akut,
yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa mieloblas dan / ata
u promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel darah merah (eritr
osit) yang amat kurang.
2.) Leukemia Limfositik Kronik (LLK)
LLK merupakan 25% dari seluruh leukemia di negara barat, tetapi amat jarang dite
mukan di jepang, cina, dan indonesia. Lebih sering ditemukan pada laki-laki dari
pada wanita (2:1) dan jarang ditemukan pada pada umur kurang dari 40 tahun. Geja
la LLK berupa limfadenopati, splenomegali, hepatomegali, infiltrasi alat tubuh l
ain (paru, pleura, tulang, kulit), anemia hemolitik, trombositopenia, hipogamagl
obulinemia dan gamopati monoklonal sehingga penderita mudah terserang infeksi.
Tingkat Penyakit Median Survival (bulan)
0 : hanya limfositosis dengan infiltrasi sel
1 : limfositosis dan limfadenopati
2 : limfositosis dan splenomegali/hepatomegali
3 : limfositosis dan anemia < 11 g% dengan / tanpa pembesaran hati, limpa, kele
njar.
4 : limfositosis dan trombositopenia <100.000/mm3 dengan/tanpa pembesaran hati,
limpa, kelenjar. 150
101
71
19
19
b. Leukemia Akut
1.) Leukemia Limfoblastik Akut
Insidensi LLA 2 sampai 3 per 100.000 penduduk. Ada 24 penderita LLA yang diperik
sa darah secara imunologis selama 16 bulan terakhir di Klinik Hematologi Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM.
LLA sering ditemukan pada anak-anak (82%) dari pada umur dewasa (18%). Lebih ser
ing ditmukan pada laki-laki dari pada wanita. Manifestasi klinis LLA yang sering
dijumpai rasa lelah, panas tanpa infeksi, purpura, nyeri tulang dan sendi, maca
m-macam infeksi, penurunan berat badan dan sering ditemukan sutau masa abnormal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan splenomgeali (86%), hepatomegali, limfadenopa
ti, nyeri tekan tulang dada, ekimosis, dan perdarahan retina.
2.) Leukemia Mieloblastik Akut
LMA lebih sering ditemukan pada umur dewasa (85%) dari pada anak-anak (15%). Dit
emukan lebih sering pada laki-laki dari pada wanita. Manifestasi klinis LMA adal
ah rasa lelah, pucat, nafsu makan hilang, anemia, petekie, perdarahan, nyeri tul
ang, infeksi, dan pembesarn kelenjar getah bening.
Menurut klasifikasi FAB (French-American-British), LMA dibagi dalam 6 jenis, yai
tu :
M1 : leukemia mieloblastik tanpa pematangan
M2 : leukemia mieloblastik dengan berbagi derajat pematangan
M3 : leukimia promielositik hipergranular
M4 : leukemia mielomonositik akut
M5 : Leukemia monositik akut
M6 : leukemia eritroblastik (eritro leukemia)
M7 : leukemia megakariositik akut
6. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi pada kasus leukimia ini adalah gagal sumsum tulang, infek
si, koagulasi intravaskuler diseminata (KID/DIC), splenomegali, hepatomegali, tr
ombositopenia, leukopenia, perdarahan intra kranial, dan ketidak seimbangan ele
ktrolit.
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap : Menunjukkan normositik, anemia normositik.
2. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100 ml.
3. Retikulosit : Jumlah biasanya rendah
4. Trombosit : sangat rendah <50.000/mm.
5. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP imatur.
6. PTT : memanjang
7. LDH : mungkin meningkat
8. Asam urat serum : mugkin meningkat
9. Muramidase serum : pengiktan pada leukimia monositik akut dan mielomonos
itik.
10. Copper serum : meningkat
11. Zink serum : menurun
12. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterli
batan.
13. Aspirasi sumsum tulang
14. Pemeriksaan fungsi ginjal
15. Pemeriksaan elektrolit
16. MRI
17. CT Scan
8. Penatalaksanaan
Penanganan leukimia meliputi kuratif dan suportif. Penanganan suportif meliputi
pengobatan peyakit lain yang menyertai leukimia dan pengobatan komplikasi antara
lain berupa pemberian transfusi darah, pemberian antibiotik, pemberian obat unt
uk meningkatkan granulosit, obat anti jamur, pemberian nutrisi yang baik, dan pe
ndekatam aspek psikososial.
Terapi kuratif/spesifik bertujuan untuk menyembuhkan leukimianya berupa kemotera
pi yang meliputi induksi remisi, intensifikasi, profilaksis susunan saraf pusat
dan rumatan. Klasifikasi resiko tinggi atau resiko normal, menentukan protokol k
emoterapi. Saat ini di indonesia sudah ada 2 protokol pengobatan yang lazim digu
nakan untuk pasien LLA, yaitu Protokol Nasional (Jakarta) dan protokol WK-ALL 20
00.
Terapi induksi berlangsung 4-6 minggu dengan dasar 3-4 kali obat yang berbeda un
tuk Leukemia limfositik Akut seperti deksametason, vinkristin, L-asparginase dan
atau antrasiklin. Sedangkan untuk Leukemia Akut Nonlimfositik (LANL/AML) cytaba
rine, daunorubicine, deksametason. Kemungkinan hasil yang dapat dicapai remisi k
omplit, remisi parsial, atau gagal. Intensifikasi merupakan kemoterapi intenesi
f tambahan setelah remisi kompilit dan untuk profilaksi leukimia pada susunan sa
raf pusat (SSP). Hasil yang diharapakan adalah tercapainya perpanjangan remisi d
an peningkatan kualitas remisi. Terapi SSP yaitu secara langsung diberikan melal
ui injeksi intratekal dengan obat metotreksat, sering dikombinasikan dengan infu
s berulang metoterksat dosis sedang (500 mg/m2) atau dosis tinggi pusat pengobat
an (3-5 gr/m2). Dibeberapa pasien resiko tinggi dengan umur > 5 tahun mungkin le
bih efektif dengan memberikan radiasi cranial (18-24 Gy) disamping pemakaian kem
oterapi sistemik dosis tinggi.
Terapi lanjutan rumatan dengan menggunakan obat merkaptopurin tiap hari dan meto
treksat sekali seminggu (untuk ALL), secara oral dengan sitistatika lain selama
perawatan tahun pertama. Lamanya terapi rumatan ini pada kebanyakan studi adlah
2-21/2 tahun dan tidak ada keuntungan jika perawatan sampai 3 tahun. Dosis sitos
tatika secara individual dipantau dengan melihat leukosit dan atau monitor konse
ntrasi obat selama terapi rumatan.
Pasien dinyatakan remisi komplit apabila tidak ada keluhan dan bebas gejala klin
is leukimia, pada aspirasi sumsum tulang didapatkan jumlah sel blas < 5% dari se
l berinti, hemoglobin > 12g/dl tanpa transfusi, jumlah leukosit > 3000 /ul denga
n hitung jenis leukosit normal, jumlah granulosit > 2000/ul, jimlah trombosit >
100.000/ul, dan pemeriksaan cairan serebrospinal normal.
Dengan terapi intensiv moderen, remisi akan tercapai pada 98% pasien. 2-3% dari
pasien anak akan meninggal dalam CCR (Continuos Complate Remission) dan 25-30% a
kan kambuh. Sebab utama kegagalan terapi adalah kambuhnya penyakit. Relaps sumsu
m tulang yang terjadi (dalam 18 bulan sesudah diagnosis) memperburuk prognosis (
10-20% long-term survival) sementara relaps yang terjadi kemusian setelah penghe
ntian terapi mempunyai prognosis lebih baik, khususnya relaps testis dimana long
-term survival 50-60%. Terapi relaps harus lebih agresif untuk mengatasi resiste
nsi obat.
Untuk Leukemia Granulositik dan Limfositik Kronis, Kemoterapi (busulfan, hydro
xiurea), prednison, radiasi, pembedahan (splenektomi) cangkok sumsum tulang.
Transplantasi sumsum tulang mungkin memberikan kesempatan untuk sembuh, khsusnya
bagi anak-anak dengan leukimia sel-T yang telah relaps mempunyai prognosis yang
buruk dengan terapi sitostatika konvensional.
Kemoterapi dengan nama lain sebagai anti tumor. Sitostatika, ataupun racun sel.
Kemoterapi selain berefek terhadap sel kanker juga terhadap sel normal yang memp
unyai tingkat pertumbuhan cepat, seperti folikel rambut, mukosa saluraan pencern
aan, sistem reproduksi (sel indung telur, sperma), dan jaringan pembentuk darah.
Sitostatika yang diberikan akan terkumpul pada jaringan tertentu menyebabkan t
oksisitas (keracunan) yang khas dengan akibat kerusakan serius pada orang terseb
ut. Apabila toksisitas terlalu berat dapat mengancam kehidupan sehingga meningga
l. Obat ini juga bersifat toksis pada beberapa organ seperti jantung, hati, ginj
al dan sistem syaraf. Toksisitas dini terjadi beberapa jam sampai beberapa hari
setelah diberikannnya terapi dan biasanya berkaitan dengan pengaruh sitotoksik p
ada sel-sel yang aktif membelah diri pada sumsum tulang, epitel saluran cerna, k
ulit dan rambut.
Efek lambat berlangsung selang beberapa minggu, bulan, atau tahun dan lebih meny
erang organ-organ tertentu seperti jantung, paru-paru, ginjal dan sebagainya. Be
berpa jenis toksisitas terjadi apabila pasien terpapar berulang kali atau meneri
ma dosis kumulatif.
Komplikasi agen kemoterapi yang paling sering membahayakan jiwa adalah supresi s
umsum tulang yang ditandai dengan trombositopenia, anemia, leukopenia. Kebanyaka
n agen kemoterapi juga memiliki efek mukositas yang dapat terjadi pada rongga mu
lut sampai dengan rektum. Umumnya terjadi pada hari ke-5 samap 7 setelah kemoter
api.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Aktivitas
Gejala : Kelemahan, malaise, kelemahan ; ketidakmampuan untuk melakukan a
ktivitas biasanya.
Tanda : Kelelahan otot
Peningkatan kebutuhan tidur, somnolen.
2. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi
Tanda : Takikardi, murmur jantung.
Kulit, membran mukosa pucat, nadi, TD
Defisit saraf kranial dan atau tanda perdarahan serebral.
3. Eliminasi
Gejala : Diare ; nyeri tekan perianal, nyeri.
Darah merah terang pada tisu, feses hitam.
Darah pada urin (gross hematuria), penurunan haluran urin.
4. Integritas Ego
Gejala : Perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan
Tanda : Depresi, menarik diri, ansietas, takut, marah, mudah terangsang.
Perubahan alam perasaan, kacau.
5. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, anoreksia, muntah
Perubahan rasa/penyimpangan rasa
Penurunan berat badan
Faringitis, disfagia.
10. Seksulitas
Gejala : Perubahan libido.
Perubahan aliran menstruasi, menorgia.
Impoten
11. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat terpajan pada kimiawi, mis.benzene, fenilbutazon, kloram
fenikol; kadar ionisasi radiasi berlebihan; pengobatan kemoterapi sebelumnya, kh
ususnya agen pengkelat.
Gangguan kromosom, contoh sindrome Down atau anemia Franconi apl
astik.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Hitung darah lengkap : Menunjukkan normositik, anemia normositik.
2. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100 ml.
3. Retikulosit : Jumlah biasanya rendah
4. Trombosit : sangat rendah <50.000/mm.
5. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP imatur.
6. PTT : memanjang
7. LED : mungkin meningkat
8. Asam urat serum : mugkin meningkat
9. Muramidase serum : pengiktan pada leukimia monositik akut dan mielomonos
itik.
10. Copper serum : meningkat
11. Zink serum : menurun
12. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterli
batan.
13. Aspirasi sumsum tulang
14. Pemeriksaan fungsi ginjal
15. Pemeriksaan elektrolit
b. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperwatan yang akan muncul adalah :
Diagnosa Etiologi
a. Resiko tinggi infeksi
c. Nyeri
d. Intoleransi aktivitas
c. Intervensi Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan pada klien dengan leukemia secara teoritis menurut
Dongoes, Marylinn E, (2000 : 599 – 604) yaitu :
1. Resiko tinggi infeksi behubungan dengan tidak adekuat pertahan sekunder
Tujuan : Mengidentifikasi tindakan untuk mencegah atau menurunkan resiko tinggi.
Tindakan atau intervensi (rasional) :
Mandiri : Tempatkan pada ruanga khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional : Melindungi dari sumber potensial patogen/infeksi. Catata
n : supresi sumsum tulang berat, neutropenia, dan kemoterapi menempatkan pasien
pada resiko tinggi infeksi.
Mandiri : Berikan protokol untuk mencuci tangan yang baik untuk semua petu
gas dan pengunjung.
Rasional : Mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi.
Mandiri : Awasi tanda2 infeksi. Perhatikan hubungan antara peningk
atan suhu dan pengobatan kemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan takikardi
, hipotensi, perubahan mental samar.
Rasional : Hipertermia lanjut terjadi padea beberapa tipe infeksi,
dan demam (tidak berhubungan dengan obat atau produk darah) terjadi pada banyak
pasien leukimia. Catatan: Septikemia dapat terjadi tanda demam.
Mandiri : Cegah menggigil: tingkatkan cairan. Berikan mandi kompres.
Rasional : Membantu menurunkan demam, yang menambah ketidak seimban
gan cairan, ketidak nyamanan, dan komplikasi SSP.
Mandiri : Dorong klien untuk sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batu
k.
Rasional : Mencegah statis sekret pernafasan, menurunkan resiko ate
lektasis/pneumonia.
Mandiri : Insfeksi kulit untuk nyeri tekan
Rasional : Mengidentifikasi infeksi lokal
Mandiri : Inspeksi membran mukosa mulut
Rasional : Rongga mulut adalah medium yang baik untuk perumbuhan or
ganisme
Kolaborasi : Hitung darah lengkap
Rasional : Penurunan SDP abnormal dapat diakibatkan oleh proses pen
yakit atau kemoterapi.
Kolaborasi :Berikan obat sesuai indikasi, contoh antibiotik
Rasional : Untuk mengobatkan infeksi
Kolaborasi : Berikan diet rendah bekteri, misalnya makanan dimasak, d
iproses.
Rasional : Meminimalkan sumber potensial kontaminasi bakterial.
2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan penda
rahan
Tujuan : Menunjukan volume cairan adekuat, dibuktikan oleh tanda vital stabil, n
adi teraba, dan haluaran urin.
Tindakan atau intervensi (rasional) :
Mandiri : Awasi intake dan output
Rasional : Kemungkinan dapat mengakibatkan batu ginjal, retensi uri
n dan ginjal.
Mandiri : Timbang berat badan setiap hari
Rasional : Mengukur keadekuatan penggantian cairan sesuai fungsi gi
njal.
Mandiri : Awasi tekanan darah dan frekuensi jantung
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan efek hipovolemia (perdarahan
/dehidrasi).
Mandiri : Perhatikan perdarah gusi
Rasional : Supresi sumsum tulang dapat produksi trombosit menempatk
an pasien pada resiko perdarahan spontan tak terkendali.
Kolaborasi : Berikan cairan intravena sesuai indikasi
Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan atau elektrolit karena tida
k adekuatnya pemasukan oral.
Kolaborasi :Berikan transfusi SDM, trombosit, faktor pembekuan.
Rasional : Memperbaiki atau menormalkan jumlah SDM dan kapasitas pe
mbawa oksigen untuk memperbaiki anemia, berguna untuk mencegah atau mengobati pe
ndarahan.
3. Nyeri akut berhubungan dengan pembesaran organ/nodus limfe, sumsum tulan
g yang dikemas dengan sel leukemik.
Tujuan : Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
Tindakan atau inetrvensi (Rasional) :
Mandiri : Selidiki keluhan nyeri, perhatikan perubahan pada derajat dua si
si (gunakan skala 0-10).
Rasional : Membantu mengkaji kebutuhan untuk intervensi:dapat mengi
dfentifikasi terjadinya komplikasi.
Mandiri : Tempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi, ekstrimitas denga
n bantal atau bantalan.
Rasional : Dapat menurunkan ketidaknyamanan tulang atau sendi.
Mandiri : Ubah posisi secara periodik dan berikan atau bantu latihan renta
ng gerak.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi jaringan dan mobilitas sendi.
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, Aru.W.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV.Departemen Ilmu P
enyakit Dalam FKUI.Jakarta : 2006
Permono,Bambang.Buku Ajar Hematologo-OnkologiAnak.Badan Penerbit IDAI.Jakarta:20
05
Engram, Barbara.Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah.EGC.Jakarta:1999
Doenges, Marilyn.E.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.EGC.Jakarta:2000
Long, Barbar C.Perawatan Medikal Bedah.Yayasan Ikatan Alumni {endidikan keperawa
tan.Bandung:1996